JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) B-95

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Modifikasi Heat Exchanger Tipe Concentric Tube terhadap Performance Sistem Refrigerasi Cascade

Studi Eksperimen Pengaruh Dimensi Pipa Kapiler Pada Sistem Air Conditioning Dengan Pre-Cooling

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Putaran Kompresor Pada Sistem Pengkondisian Udara Dengan Pre-Cooling

Studi Eksperimen Pengaruh Panjang Pipa Kapiler dan Variasi Beban Pendinginan pada Sistem Refrigerasi Cascade

ANALISIS PENGARUH GANGGUAN HEAT TRANSFER KONDENSOR TERHADAP PERFORMANSI AIR CONDITIONING. Puji Saksono 1) ABSTRAK

Studi Variasi Laju Pelepasan Kalor Kondensor High Stage Sistem Refrigerasi Cascade R22 Dan R404a Dengan Heat Exchanger Tipe Concentric Tube

pada Jurusan B-41 digunakan penelitian heater Sehingga banyak ε eff fectiveness[3]. Cascade A. Sistem laju panas yang Keterangan : memasuki kompresor.

TERMODINAMIKA TEKNIK II

PERFORMANSI MESIN REFRIGERASI KOMPRESI UAP TERHADAP MASSA REFRIGERAN OPTIMUM MENGGUNAKAN REFRIGERAN HIDROKARBON

HANIF BADARUS SAMSI ( ) DOSEN PEMBIMBING ARY BACHTIAR K.P, ST, MT, PhD

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) B-151

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) B-90

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1)

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Putar Kompresor dan Beban Pendinginan pada Sistem Refrigerasi Cascade

PENGARUH WATER STORAGE VOLUME TERHADAP UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER (SAHPWH) MENGGUNAKAN HFC-134a

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

KARAKTERISTIK WATER CHILLER

Kata kunci : coefficient of performance, efek refrigerasi, high stage, low stage, siklus cascade.

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI 2012

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1)

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

ANALISIS PENGARUH KUALITAS UAP RATA-RATA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS RATA-RATA PADA PIPA KAPILER DI MESIN REFRIGERASI FOCUS 808

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PERUBAHAN DIAMETER PIPA KAPILER TERHADAP UNJUK KERJA AC SPLIT 1,5 PK. Abstrak

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap Final Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR. Ir.

KAJI NUMERIK PORTABLE PORTABLE COLD STORAGE TERMOELEKTRIK TEC

BAB I PENDAHULUAN. This document was created with the trial version of Print2PDF! Once Print2PDF is registered, this message will disappear!

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-399

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB III ANALISA TEORETIK

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

Menghitung besarnya kerja nyata kompresor. Menghitung besarnya kerja isentropik kompresor. Menghitung efisiensi kompresi kompresor

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

Oleh: Daglish Yuliyantoro Dosen Pembimbing: Ari Bachtiar K.P. ST.MT.PhD

BAB II STUDI PUSTAKA

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

FARID NUR SANY DOSEN PEMBIMBING: ARY BACHTIAR KRISHNA PUTRA, ST, MT, Ph.D

OPTIMISASI SISTEM TRANSPORTASI MINYAK TITIK TUANG TINGGI: STUDI KASUS LAPANGAN X

STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR.

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM

BAB 4 KAJI PARAMETRIK

Ahmad Farid* dan Moh. Edi.S. Iman Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasakti Tegal Jl. Halmahera km 1, Tegal *

BAB III PERANCANGAN SISTEM

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

ANALISA PERFORMANSI HEAT PUMP MENGGUNAKAN COUNTER FLOW HEAT EXCHANGERS

GETARAN PEGAS SERI-PARALEL

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) B-103

Bab IV Analisa dan Pembahasan

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA REFRIGERASI (REF) Koordinator LabTK Dr. Pramujo Widiatmoko

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

BAB II LANDASAN TEORI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

Kajian Eksperimen Heat Exchahger Pada Heat Pump Menggunakan Refrijeran Hidrokarbon

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect System)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659

PENGARUH PENGGUNAAN KATUP EKSPANSI JENIS KAPILER DAN TERMOSTATIK TERHADAP TEKANAN DAN TEMPERATUR PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP HIBRIDA

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA FASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU FASA

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel

EFEK PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA AIR PENDINGIN PADA KONDENSOR TERHADAP KINERJA MESIN REFRIGERASI FOCUS 808

Kaji Eksperimental Pemanfaatan Panas Kondenser pada Sistem Vacuum Drying untuk Produk Kentang

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH PEMBEBANAN GENERATOR PADA PERFORMA SISTEM ORGANIC RANKINE CYCLE (ORC)

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

Gambar 2.1. COP vs Condenser Temperatur (Thangavel, 2013)

ANALISIS KINERJA SISTEM PENDINGIN RUANG PALKAH IKAN DENGAN MENGGUNAKAN REFRIGERAN R-22 DAN HIDROKARBON (MC-22)

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Vaksin

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. Gambar 2.1 Florist Cabinet (Sumber Gambar: Althouse, Modern Refrigeration and Air Conditioning Hal.

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-95 Studi Variasi Beban Pendinginan Di Evaporator Low Stage Siste Refrigerasi Cascade Menggunakan Heat Exchanger Tipe Concentric Tube Dengan Fluida Kerja Refrigeran Musicool-22 Di High Stage Dan R-404a Di Low Stage Arrad Ghani Safitra, Ary Bachtiar Khrisna Putra Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopeber (ITS) Jl. Arief Rahan Haki, Surabaya 60111 Indonesia e-ail: arybach@e.its.ac.id Abstrak Salah satu aplikasi dala refrigerasi akanan adalah pebekuan daging dala cold storage. Diana teperaturnya dijaga konstan dala standar tertentu untuk epertahankan kesegaran, eperpanjang asa sipan dan eberikan tekstur daging yang lebih baik. Penggunaan refrigeran Musicool-22 dan R-404A dengan copact heat exchanger pada siste refrigerasi cascade asih kurang bagus. Sebagai solusi aka akan digunakan siste refrigerasi cascade dengan refrigeran yang saa dan enggunakan concentric tube sebagai heat exchanger. Penelitian dilakukan dengan erancang alat siste refrigerasi cascade dengan refrigeran Musicool-22 di High Stage dan R-404A di Low Stage. Keudian dilakukan eksperien pada siste tersebut dengan variasi beban pendinginan di evaporator Low Stage enggunakan electric heater. Variasi ulai dari 0 (tanpa beban), 11, 35, 70, 95, 140, 210, dan 300 Watt. Hasil dari studi eksperien ini enunjukkan nilai-nilai optiu untuk proses pebekuan daging yaitu pada pebebanan 35 Watt dengan Q evap = 0,327 kw, COP cas = 0,935 dan teperatur di dala cooling box sebesar -26,2 C. Pada beban 300 Wat diperoleh kapasitas pendinginan aksiu pada siste Low Stage sebesar 0,622 kw. Kerja aksiu kopresor pada siste High Stage 0,148 kw dan Low Stage 0,461 kw, nilai COP cascade aksiu 1,020, efek refrigerasi aksiu pada Low Stage 135,865 kj/kg, HRR aksiu pada Low Stage 1,742 Keudian diperoleh nilai effectiveness cascade heat exchanger tertinggi 0,93 dan terendah 0,89 serta nilai NTU tertinggi 7,06 dan terendah 4,76 pada saat beban 300Watt. Kata Kunci variasi beban pendinginan, electric heater, concentric tube heat exchanger, COP cascade, effectiveness cascade heat exchanger D I. PENDAHULUAN aging dikenal sebagai bahan akanan yang udah rusak (perishable food) dan bahan akanan yang eiliki potensi engandung bahaya (potentially hazardous foods) atau PHF. Pendinginan daging dilakukan untuk enurunkan suhu karkas/daging enjadi di bawah +7 o C dan di atas titik beku daging (-1,5 o C) dengan tujuan untuk epertahankan kesegaran daging, eperpanjang asa sipan daging, eberikan bentuk atau tekstur daging yang lebih baik, dan engurangi kehilangan bobot daging. Dengan pendinginan, aka pertubuhan ikroorganise yang terdapat pada daging akan dihabat, serta aktivitas enzi-enzi dala daging dan reaksi-reaksi kiia juga akan dihabat. Untuk lebih eperpanjang asa sipan daging aka daging harus dibekukan pada cold storage, pebekuan daging diperoleh dengan enurunkan suhu daging di bawah titik beku daging (< - 1,5 o C). Pebekuan bertujuan untuk eperpanjang asa sipan daging tanpa engubah susunan kiiawi daging. Saat ini pebekuan daging sapi diperoleh dengan ebekukan daging pada suhu udara -25 o C sapai -45 o C. Sebagai solusi dari perasalahan tersebut aka digunakan siste refrigerasi cascade yang dapat digunakan untuk aplikasi teperatur sangat rendah. Siste refrigerasi cascade inial terdiri dari dua siste refrigerasi tunggal. Dua siste refrigerasi tunggal ini dihubungkan oleh penukar kalor cascade di ana kalor yang dilepaskan kondensor di sirkuit teperatur rendah diserap oleh evaporator dari sirkuit teperatur tinggi. Penelitian sebelunya telah dilakukan oleh [1] enggunakan refrigeran hidrokarbon Musicool-22 di High Stage dan R-404A di Low Stage dengan enggunakan copact heat exchanger yang sebagai cascade nya. Penelitian dilakukan dengan evariasikan beban pendinginan di evaporator Low Stage sehingga didapatkan teperatur di evaporator terendah sebesar -21.3 o C. Pada penelitan tersebut, cascade heat exchanger enggunakan dua buah heat exchanger tipe copact yang digabungkan enjadi satu dan diberi fan tabahan untuk ebantu proses pertukaran panas. Penelitian kali ini penulis akan enggunakan refrigeran hidrokarbon Musicool-22 di High Stage dan R-404A di Low Stage dengan variasi beban pendinginan enggunakan electric heater di evaporator Low Stage. Penelitian ini enggunakan concentric tube heat exchanger sebagai cascade nya sebagai pengganti dari copact heat exchanger yang digabungkan pada penelitian sebelunya. Pada penelitian sebelunya penggunaan dua buah heat exchanger tipe copact yang digabungkan dan diberi fan tabahan sebagai cascade epunyai beberapa kekurangan. Kekurangannya adalah dibutuhkannya daya listrik tabahan untuk enghidupkan fan sebagai alat untuk ebantu proses pertukaran panas, keudian kekurangan yang lain

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-96 adalah pada heat exchanger yang dibuat perpindahan panasnya kurang efektif karena ukuran kedua copact heat exchanger tersebut berbeda baik panjang, lebar aupun tebal dan julah tube nya. Peilihan refrigeran hidrokarbon Musicool-22 adalah salah satu alternatif untuk enggantikan refrigeran R-22 karena hidrokarbon selain rendah terhadap ODP (Ozone Depletion Potentials) juga rendah terhadap GWP (Global Waring Potentials). Pengujian enggunakan variasi pebebanan di evaporator Low Stage pada siste refrigerasi cascade dengan enggunakan refrigeran Musicool-22 pada High Stage dan R-404A pada Low Stage diketahui eiliki efisiensi energi dan kapasitas pendinginan yang lebih baik daripada enggunakan refrigeran R-22 pada High Stage dan R-404A pada Low Stage. Hal tersebut dapat diketahui dengan elihat perfora elalui pehitungan COP nya. Penggunaan heat exchanger tipe copact sebagai cascade hanya apu encapai teperatur evaporasi yang rendah sebesar -21,3 o C [2]. Oleh karena itu untuk encapai teperatur -25 o C s/d -45 o C aka pada penelitian kali ini akan enggunakan heat exchanger tipe concentric tube dengan aliran counter yang diisolasi di sepanjang pipa pada siste refrigerasi cascade dengan pengaruh variasi beban pendinginan di evaporator Low Stage. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Siste Refrigerasi Cascade Di industri dibutuhkan kondisi refrigerasi dengan teperatur yang cukup rendah dan sekaligus dala rentang teperatur yang lebar. Rentang teperatur yang lebar berarti bahwa siste refrigerasi harus bisa beroperasi dala beda tekanan yang besar diana hal ini hanya bisa dipenuhi apabila tingkat refrigerasi dibuat lebih dari satu tingkat. Di sini prinsipnya adalah enggabungkan dua buah siklus kopresi uap di ana kondenser dari siklus dengan tekanan kerja lebih rendah akan ebuang panas ke evaporator dari siklus dengan tekanan kerja lebih tinggi dala sebuah alat penukar kalor (heat exchanger). dihasilkan oleh evaporator High Stage dianfaatkan untuk enyerap kalor yang dilepas oleh kondensor Low Stage sehingga didapatkan teperatur yang sangat rendah pada evaporator Low Stage. Secara teoritis siste refrigerasi cascade enjanjikan keunggulan dala hal pengheatan kebutuhan daya kopressor sekaligus eningkatkan kapasitas refrigerasi apabila dibandingkan dengan siste pendinginan tunggal yang ada. Perhitungan laju aliran assa untuk siste High Stage didasarkan pada kesetibangan energi pada kondensor High Stage yaitu dengan ebagi besarnya panas yang diserap udara beserta rugi-ruginya yang digunakan untuk endinginkan kondensor dengan selisih entalpi asuk dan keluar kondensor High Stage seperti peruusan (1) berdasarkan gabar 2 sebagai berikut: Gabar. 2. Titik -titik Pengabilan Data Pada Kondensor High Stage untuk enghitung Laju Aliran Massa Refrigeran di High Stage ref _ HS Q Q h h udara 6 7 konv Sedangkan untuk enghitung besarnya laju aliran assa pada siste Low Stage didasarkan pada kesetibangan energi pada cascade heat exchanger seperti peruusan (2) berdasarkan gabar 3 sebagai berikut: ref _ LS ref _ LS h 2 h 6 h 3 h i7 (1) (2) Gabar. 3. Titik-titik Pengabilan Data Pada Cascade Heat Exchanger untuk enghitung Laju Aliran Massa Refrigeran Di Low Stage Gabar. 1. Siste Refrigerasi Cascade dan Diagra Entalpi Cascade Seperti yang terlihat pada gabar 1 diatas, siste refrigerasi cascade terdiri dari dua siste refrigerasi siklus tunggal. Siste tunggal yang pertaa disebut dengan siste High Stage dan siste tunggal yang kedua disebut dengan siste Low Stage. Pada prinsipnya efek refrigerasi yang Untuk engetahui perfora dari alat siste refrigerasi digunakan beberapa ruusan sebagai berikut: 1. Kerja Kopresor: W h h (3) ref out in 2. Kalor yang dilepas kondensor: Q h h (4) c in _ cond cond 3. Kapasitas pendinginan: Q h h (5) e evap in _ evap

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-97 4. COP cascade: Qe _ LS COPcascade (6) W W ref _ HS 5. Heat Rejection Ratio (HRR): ref _ LS Q hin _ cond h c cond HRR 100% (7) Q h h e evap in _ evap B. Heat Exchanger Alat penukar panas atau Heat Exchanger (HE) adalah alat yang digunakan untuk eindahkan panas dari siste yang satu ke siste lain tanpa perpindahan assa. Penukar panas dirancang sebisa ungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pada eksperien kali ini akan digunakan concentric tube heat exchanger sebagai cascade dengan aliran counter flow.berikut ini adalah gabar concentric tube heat exchanger dengan aliran counter [3]: Gabar 5. Scheatic drawing of refrigeration syste Penelitian oleh [5] tentang analisa perforansi dari esin refrigerasi cascade dengan refrigeran HFC Refrigeran seperti R-404A dan R508B. Analisa yang dilakukan terdiri dari tiga paraeter dasar seperti Teperatur evaporator (Te), Teperatur kondensor (Tc), dan Perbedaan teperatur pada cascade kondensor (Dt). Paraeter tersebut divariasikan dengan paraeter lain yang dijaga konstan dan encari akibat dari variasi tersebut terhadap COP, Exergetic Efficiency, dan Laju aliran refrigeran. Dari hasil percobaan tersebut, didapatkan grafik pengaruh variasi teperatur evaporator (Te) di Low Stage dan enjaga paraeter lain konstan terhadap COP dan Exergetic Efficiency siste seperti gabar grafik berikut ini. Gabar 4. Concentric Tube Heat Exchanger dengan Counter Flow Untuk engevaluasi kinerja heat exchanger tipe concentric tube digunakan etode Nuber of Transfer Units (NTU). Untuk engetahui kinerja heat exchanger aka dapat digunakan effectiveness. Untuk encari hal tersebut aka harus diketahui nilai perpindahan kalor aksiu (q ax ) dari heat exchanger [3]. T h, i c, i Cc c, o Tc, i (8) C T T in Untuk nilai NTU pada heat exchanger tipe concentric tube dengan jenis aliran counter dapat digunakan peruusan sebagai berikut [3]: 1 1 NTU ln untuk (C r < 1) (9) C r 1 C r 1 C. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu tentang siste refrigerasi cascade telah dilakukan oleh [4] dengan enggunakan Refrigeran- 22 di High Stage dan Refrigeran R-13 di Low Stage. Siste refrigerasi tersebut enggunakan concentric tube heat exchanger sebagai cascade. Refrigeran R-22 dapat dioperasikan sendiri ataupun bersaaan dengan refrigeran R-13. Dengan deikian siste refrigerasi cascade ini dapat encapai teperatur evaporasi yang digunakan untuk endinginkan yaitu -65 C dan -20 C. Skea siste refrigerasi yang dibuat dapat dilihat seperti gabar 5 berikut ini. Gabar 6. Pengaruh teperatur evaporator Low Stage terhadap COP Dari gabar 6 tersebut dapat diketahui hubungan antara perubahan teperatur evaporator Low Stage terhadap COP (Coeffisien Of Perforance) dan Exergetic Efficiency dari siste refrigerasi cascade yang digunakan oleh Devanshu. Dari grafik dapat diketahui seakin besar teperatur evaporator (Te) pada Low Stage, aka COP dari siste refrigerasi tersebut akan naik, itu artinya perforansi dari siste refrigerasi tersebut seakin bagus. Selain COP yang seakin besar, Exergetic Efficiency juga engalai peningkatan eskipun sangat kecil seiring dengan naiknya teperatur evaporator (Te). Penelitian lain tentang siste refrigerasi cascade juga dilakukan oleh [1] yang elakukan studi eksperiental siste pendingin cascade dengan enggunakan refrigeran hidrokarbon Musicool-22 di High Stage dan R-404A di Low Stage dan enggunakan copact heat exchanger sebagai cascade. Hanif elakukan variasi beban pendinginan di evaporator Low Stage dengan enggunakan heater sebesar 0, 140, 270, 410 Watt. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan beberapa aca grafik, diantaranya adalah grafik pengaruh beban pendinginan terhadap COP siste sebagaiana gabar berikut ini.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-98 Gabar 7.Grafik beban pendinginan terhadap COP Dari gabar 7 tersebut terlihat tren grafik naik seiring dengan bertabahnya beban pendinginan yang berpengaruh terhadap kapasitas refrigerasi yang seakin besar diana COP terendah terjadi pada beban pendinginan 0 Watt dengan nilai 0,56 dan terus naik sapai pada beban pendinginan 270 Watt enunjukkan nilai 0,57 keudian grafik enunjukkan kenaikan yang sangat taja pada beban pendinginan 410 Watt dengan nilai COP 0,605 dan erupakan nilai COP tertinggi. Hal ini disebabkan karena pebagi kenaikan kerja kopresor tidak sesignifikan daripada kapasitas pendinginannya. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Skea Siste Refrigerasi Cascade Yang digunakan Filter Dryer Capilary Tube Filter Dryer TXV P7 P3 T7 P8 Cascade heat Exchanger T3 T8 T surface ducting Globe Globe valve valve Liquid Receiver T out Kondensor Globe Globe valve valve Liquid Receiver T Ruang Pendinginan High Stage Kondensor Evaporator Low Stage Ducting kondensor High Stage Circuit T6 P6 T2 P2 T Lingkungan High Stage Copressor T5 P5 Low Stage Copressor Percobaan dilakukan dengan evariasikan beban pendinginan berupa electric heater yang akan engeluarkan panas ke evaporator Low Stage. Pada Gabar 9 dapat dilihat bahwa Q heater yang terdapat di bawah evaporaor Low Stage akan eberikan panas agar diserap oleh evaporaor Low Stage. Panas ini berfungsi sebagai beban pendinginan di dala kabin. Terdapat 8 variasi beban pendinginan yaitu tanpa beban (0 Watt), beban electric heater 11, 35, 70, 95, 140, 210, dan 300 Watt yang diatur dengan enggunakan dier. Data yang diabil dari percobaan ini adalah berupa teperatur dan tekanan pada setiap titik pengujian seperti terlihat pada gabar 8 serta untuk tinjauan utaa adalah titik asuk dan keluar evaporator serta teperatur di dala kabin saat dilakukan pebebanan. Dari data teperatur tersebut nantinya akan dicari nilai entalpi yang akan digunakan untuk enghitung nilai Q evap dengan peruusan (5). Nilai dari Q evap ini juga akan digunakan untuk enghitung besarnya COP dari siste dengan variasi beban pendinginan di evaporator Low Stage seperti peruusan (6). Pada percobaan ini pengaruh pebebanan dari luar kabin (cooling box) diabaikan dan dianggap kostan. C. Pengujian Pengujian pada siste refrigerasi cascade ini enggunakan refrigeran Musicool-22 di High Stage dan R- 404A di Low Stage, dan evariasikan beban pendinginan enggunakan electric heater yang diatur daya nya enggunakan dier serta enghidupkan fan kondensor dengan kecepatan aksiu. Pengabilan data dilakukan setelah siste dala kondisi steady state baik di siste High Stage aupun Low Stage. Apabila teperatur di dala siste sudah enunjukkan kondisi yang konstan (steady) berarti seua panas yang dihasilkan oleh electric heater diserap secara keseluruhan oleh evaporator Low Stage. Untuk engetahui nilai-nilai yang terbaik dari data yang diabil aka setelah siste steady dilakukan pengabilan data 4 kali setiap 5 enit. IV. HASIL ANALISA DATA Untuk engevaluasi siste refrigerasi cascade ini digunakan persaaan pada bab bagian Tinjauan Pustaka dan diperoleh beberapa grafik sebagai berikut: P4 Gabar 8. Skea Alat Uji Siste refrigerasi Cascade B. Rancangan Percobaan T4 Electric Heater Q heater Berikut ini adalah gabar rancangan percobaan yang akan dilakukan di evaporator Low Stage: P1 T1 Low Stage Circuit Evaporator Low Stage Evap. fan Tref_in Tref_out Pref_in Pref_out Gabar 10. Grafik Teperatur Evaporator LS = f (Beban Pendinginan) Tkabin Qheater Gabar diatas enunjukkan grafik teperatur evaporator Low Stage sebagai fungsi dari beban pendinginan. Grafik Electric Heater Gabar 9. Rancangan Percobaan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-99 tersebut epunyai tren naik seiring dengan naiknya pebebanan pada evaporator Low Stage. Pada saat beban 0 Watt (tanpa beban), teperatur evaporator bernilai -37,1 C dan terus naik hingga teperatur evaporator bernilai - 28,3 C pada saat beban yang paling besar yaitu 300 Watt. Dari grafik tersebut dapat dikatakan bahwa naiknya teperatur evaporator dipengaruhi oleh teperatur di dala cooling box karena pebebanan dengan electric heater dilakukan di dala cooling box. Dengan naiknya teperatur di dala cooling box aka akan ebuat kalor yang diserap oleh evaporator lebih banyak sehingga teperatur asuk dan keluar evaporator juga akan seakin tinggi. Gabar 12 enunjukkan grafik kapasitas pendinginan (Q evap ) Low Stage sebagai fungsi dari beban pendinginan. Grafik epunyai tren naik seiring dengan besarnya pebebanan pada evaporator Low Stage. Pada saat tanpa beban Q evap bernilai 0,362 kw dan engalai fluktuasi atau naik turun hingga beban pendinginan 95 Watt. Setelah itu, kapasitas pendinginan terus naik hingga bernilai 0,622 kw pada saat beban yang paling besar yaitu 300 Watt. Dari grafik dapat dilihat bahwa naiknya beban pendinginan akan enjadikan teperatur keluaran evaporator Low Stage dala kondisi superheat, karena kondisinya superheat aka delta superheat pada keluaran evaporator akan dijaga konstan elalui katup ekspansi TXV. Katup ini enjadi seakin terbuka sehingga enyebabkan laju aliran assa refrigeran seakin besar. Karena nilai Q evap erupakan selisih entalpi keluar dan asuk evaporator dikalikan laju aliran refrigeran dan naiknya teperatur akibat pebebanan juga enyebabkan perubahan nilai entalpi pada evaporator enjadi seakin besar, aka dapat dipastikan bahwa nilai Q evap akan naik seiring dengan naiknya beban pendinginan. Gabar 11. Grafik Kerja Kopresor HS dan LS = f(beban Pendinginan) Gabar diatas enunjukkan kerja kopresor pada siste Low Stage dan pada siste High Stage. Grafik tersebut enunjukkan tren naik di antara ke dua siste. Naun, pada siste Low Stage kenaikaan kerja kopresinya lebih besar dibandingkan dengan siste High Stage. Hal ini disebabkan karena laju aliran assa refrigeran pada siste Low Stage lebih besar dibandingkan dengan siste High Stage. Naiknya kerja kopresi pada sisi Low Stage disebabkan karena seakin besar beban pendinginan yang diberikan pada evaporator Low Stage aka laju aliran assa refrigeran juga akan engalai kenaikan. Karena kerja kopresor erupakan hasil kali dari laju aliran assa refrigeran dengan selisih entalpi discharge dan suction kopresor aka seakin besar laju aliran assa refrigeran, kerja kopresor juga akan engalai peningkatan. Sedangkan untuk siste High Stage juga engalai peningkatan tapi tidak sebesar siste Low Stage karena kenaikan laju aliran assa refrigerannya lebih kecil dan perubahan nilai entalpi nya juga kecil. Gabar 12. Grafik Kapasitas Pendinginan = f (Beban Pendinginan) Gabar 13. Grafik COP cas = f (Beban Pendinginan) Dari gabar grafik COP cascade tersebut dapat dilihat nilai COP epunyai tren naik seiring dengan naiknya beban pendinginan. Dari grafik terlihat bahwa nilai COP cascade terendah adalah 0,889 pada saat pebebanan 140 Watt dan nilai COP cascade tertinggi adalah 1,020 pada saat pebebanan tertinggi yaitu 300 Watt. Kecilnya nilai COP cascade ini disebabkan karena kapasitas pendinginan pada evaporator Low Stage dibagi dengan total kerja kopresor pada kedua siste sehingga nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan alat refrigerasi pada uunya. Karena sebenarnya pada siste refrigerasi cascade yang ditinjau adalah teperatur yang dicapai oleh evaporator Low Stage yang nantinya akan digunakan untuk endinginkan ruangan pada cooling box. Nilai COP cascade optiu sebesar 0,935 diperoleh saat pebebanan 35 Watt. Pada pebebanan ini bernilai optiu karena teperatur pada cooling box yang dihasilkan sebesar -26,2 C asih dala range teperatur yang diizinkan untuk pebekuan daging. Untuk nilai COP cascade pada pebebanan 70 Watt sapai 300 Watt dianggap tidak eenuhi kriteria perfora siste refrigerasi cascade untuk aplikasi pebekuan daging karena teperatur pada cooling box yang dihasilkan lebih tinggi dari -25 C atau diluar batas teperatur yang diizinkan untuk pebekuan daging.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-100 ref _ HS ref _ LS ud NOMENKLATUR Laju aliran assa refrigeran di High Stage (kg/s) Laju aliran assa refrigeran di Low Stage (kg/s) Laju aliran assa udara (kg/s) Gabar 14. Grafik Effectiveness (ε) Cascade Heat Exchanger = f (Beban Pendinginan) Dari grafik diatas terlihat bahwa grafik Effectiveness (ε) cascade heat exchanger eiliki tren yang enurun seiring dengan naiknya beban pendinginan, ini diakibatkan karena keapuan enukarkan panas pada cascade heat exchanger adalah konstan, sedangkan panas yang harus ditukar pada heat exchanger seakin eningkat seiring naiknya laju aliran assa refrigeran. Hal ini juga bisa dilihat dari peruusan: Nilai effectiveness seakin turun karena naiknya nilai q actual tidak terlalu signifikan kecuali pada saat pebebanan 140 Watt hingga 300 Watt q actual. Sedangkan q aks naik secara signifikan setiap kali beban dinaikkan. Kenaikkan nilai q aks yang signifikan terjadi karena seiring dengan kenaikan laju aliran assa refrigeran, selisih teperatur T hi dikurangi dengan T ci lebih besar dibandingkan dengan selisih teperatur T hi dikurangi dengan T ho sehingga nilai q aks nya akan seakin besar yang enyebabkan effectiveness seakin turun. V. KESIMPULAN Dari pengujian alat Siste Refrigerasi Cascade dan pengolahan data yang telah dilakukan, aka penulis eperoleh beberapa kesipulan yaitu diperoleh nilai optiu untuk proses pebekuan daging yaitu pada pebebanan 35 Watt dengan Q evap = 0,327 kw, COP cas = 0,935 dan teperatur di dala cooling box sebesar -26,2 C. Diperoleh nilai aksiu dari perfora siste refrigerasi cascade pada variasi beban tertinggi (300 Watt) yaitu Kapasitas pendinginan aksiu pada siste Low Stage adalah 0,622 kw. Kerja aksiu kopresor pada siste High Stage adalah 0,148 kw. Kerja aksiu kopresor pada siste Low Stage adalah 0,461 kw. Besarnya COP cascade aksiu adalah 1,020. Efek refrigerasi aksiu pada Low Stage adalah 135,865 kj/kg. Nilai HRR aksiu pada Low Stage adalah 1,742. Diperoleh juga nilai Effectiveness dari Concentric Tube Heat Exchanger yang digunakan yang seakin enurun seiring dengan naiknya beban pendinginan. Nilai tertinggi adalah 0,93 pada saat tanpa beban dan nilai terendah adalah 0,89 pada saat beban pendinginan 300 Watt. Untuk nilai NTU engalai penurunan juga dengan nilai tertinggi 7,063 pada saat tanpa beban dan 4,76 pada saat beban 300Watt. T ud_in Teperatur udara asuk kondensor ( C) T ud_out Teperatur udara keluar kondensor ( C) T s Teperatur perukaan ducting kondensor ( C) ρ ud_in Massa jenis udara asuk kondensor (kg/ 3 ) ρ ud_in Massa jenis udara keluar kondensor (kg/ 3 ) Cp ud_in Kalor spesifik udara asuk kondensor (kj/kg.k) Cp ud_out Kalor spesifik udara keluar kondensor (kj/kg.k) v ud Kecepatan udara elewati kondensor (/s) h Entalpi refrigeran (kj/kg) A duct Luas penapang ducting kondensor HS ( 2 ) L duct Panjang ducting kondensor HS () D duct Diaeter ducting kondensor () COP cascade Coefficient Of Perforance cascade HRR Rasio pelepasan kalor W ref Kerja kopresor (kw) Q c Kalor dilepas kondensor (kw) Q e Kalor diserap evaporator (kw) C c Kapasitas panas fluida dingin (kj/s.k) C h Kapasitas panas fluida panas (kj/s.k) C in Kapasitas panas iniu (kj/s.k) Cr Rasio perbandingan C in /C ax ε Effectiveness DAFTAR PUSTAKA [1] Badarus Sasi, Hanif, 2012, Tugas Akhir Studi Eksperiental Siste Pendingin Cascade Menggunakan Musicool-22 Di High Stage Dan R-404a Di Low Stage Dengan Variasi Beban Pendinginan, Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopeber Surabaya. [2] Stoecker, Wilbert F., and Jones, Jerold W.,1982, Refrigerasi dan Pengkondisian Udara edisi kedua. Jakarta, Indonesia, Erlangga. [3] P.Incropera, Frank.,P.Dewitt, David.,L.Bergan, Theodore.,S.Lavine, Adrienne.,2007, Fundaental of Heat and Mass Transfer Seventh Edition,Asia, John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd. [4] Yin, Sun, 2010, A New Type Dual Teperature Box, IEEE Journal. [5] Pyasi, Devanshu and R.C. Gupta, 2011, Perforance analysis of 404a/508b Cascade Refrigeration cycle for low teperature, India, Jabalpur Engineering College.