Diterima: 9 Februari 2008; Disetujui: 9 November 2008 ABSTRACT ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

3. METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM

APLIKASI ALGORITMA VAN HENGEL DAN SPITZER UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI BATIMETRI MENGGUNAKAN DATA LANDSAT

PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM

Jurnal Geodesi Undip April 2015

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

Model Informasi Kedalaman Laut Dangkal di Perairan Teluk Lampung Menggunakan Data Satelit Landsat-8

PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

MASPARI JOURNAL Juli 2015, 7(2):25-32

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Reklamasi

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Analisa Perubahan Luasan Terumbu Karang Dengan Metode Penginderaan Jauh (Studi Kasus: Pulau Menjangan, Bali) Teguh Hariyanto 1, Alhadir Lingga 1

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB 4. METODE PENELITIAN

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMISAHAN ANTARA RADIANSI DASAR PERAIRAN DAN RADIANSI KOLOM AIR PADA CITRA ALOS AVNIR-2

APLIKASI DATA SATELIT SPOT 4 UNTUK MENDETEKSI TERUMBU KARANG: STUDI KASUS DI PULAU PARI

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN

BAB III METODE PENELITIAN

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Evaluasi Citra Quickbird untuk Pemetaan Batimetri Gobah Dengan Menggunakan Data Perum: Studi Kasus Gobah Karang Lebar dan Pulau Panggang

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

DAFTAR PUSTAKA. Berita Bank Data Inderaja LAPAN 1:13-16.

PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION

Validasi Algoritma Estimasi Konsentrasi Chl-A pada Citra Satelit Landsat 8 dengan Data In-Situ (Studi Kasus: Perairan Selatan Pulau Lombok, NTB)

Pengaruh Pengambilan Sampel... (Syarif Budhiman et al.)

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

PENGINDERAAN JAUH DENGAN NILAI INDEKS FAKTOR UNTUK IDENTIFIKASI MANGROVE DI BATAM (Studi Kasus Gugusan Pulau Jandaberhias)

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

STUDI KONSENTRASI KLOROFIL-A BERDASARKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN LAUT DANGKAL DI GUGUSAN PULAU TIGA, KABUPATEN NATUNA DENGAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 LA ODE AHMAD MUSTARY

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

3. METODOLOGI PENELITIAN

Evaluasi Citra Quickbird untuk Pemetaan Batimetri Gobah Dengan Menggunakan Data Perum: Studi Kasus Gobah Karang Lebar dan Pulau Panggang

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum

III. BAHAN DAN METODE

ANALISIS PENENTUAN EKOSISTEM LAUT PULAU- PULAU KECIL DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT RESOLUSI TINGGI STUDY KASUS : PULAU BOKOR

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.2 Transfer Cahaya (Radiative Transfer) dalam Sistem Sensor Satelit-Matahari-Laut

ix

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

KLASIFIKASI DARATAN DAN LAUTAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS Studi Kasus di Pesisir Timur Kota Surabaya

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Pengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

Pemetaan Distribusi Spasial Konsentrasi Klorofil-a dengan Landsat 8 di Danau Towuti dan Danau Matano, Sulawesi Selatan

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O

Endang Prinina 1, Lalu Muhamad Jaelani 1, Salam Tarigan 2 1

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

Neritic Vol. 6 No.1, hal 01-06, Maret 2015 ISSN

EVALUASI CITRA WORLDVIEW-2 UNTUK PENDUGAAN KEDALAMAN PERAIRAN DANGKAL PULAU KELAPA-HARAPAN MENGGUNAKAN ALGORITMA RASIO BAND

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

Aplikasi Algoritma Klasifikasi Mean Shift untuk Pemetaan Habitat Bentik Studi Kasus Kepulauan Karimunjawa

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Subset citra QuickBird (uint16).

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

PENAJAMAN DAN SEGMENTASI CITRA PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. Moehammad Awaluddin, Bambang Darmo Y *)

ABSTRACT. Septian Dewi Cahyani 1), Andri Suprayogi, ST., M.T 2), M. Awaluddin, ST., M.T 3)

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

ANALISIS DINAMIKA SEBARAN SPASIAL SEDIMENTASI MUARA SUNGAI CANTUNG MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTITEMPORAL

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: ( Print) 1

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

ALGORITMA UNTUK ESTIMASI KEDALAMAN PERAIRAN DANGKAL MENGGUNAKAN DATA LANDSAT-7 ETM + (Studi Kasus: Perairan Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta) Algorithm to estimate shallow water depth by using Landsat-7 ETM + Data (Case study: Pari Island, Seribu Islands, Jakarta) Oleh: P. Ika Wahyuningrum 1*, Indra Jaya 2, Domu Simbolon 1 Diterima: 9 Februari 2008; Disetujui: 9 November 2008 ABSTRACT The need for accurate shallow water mapping is highly desireable for various engineering work and navigational safety. The current research attempts to estimate shallow water depth using Landsat-7 ETM + and to formulate the best combination of Van Hengel and Spitzer algorithm and the best original digital number model. The best digital number model is obtained by correlation analysis, Principal Component Analysis (PCA) and application of regression model to 1 st, 2 nd and 3 rd bands of Landsat-7 ETM + satellite images. The results show that: (1) Shallow water depth in Pari Island, as a study site, can be estimated from Landsat-7 ETM+; (2) Combination of 321 bands of Land Satellite-7 Enhanched Thematic Mapper Plus (Landsat-7 ETM + )is the best combination of algorithm of Van Hengel and Spitzer; (3) The best model to estimate shallow water depth from original digital number is exponential equation: y = 21.07e -0.0591x ; (4) The best original digital number model has smaller mean error at the depth of less than 9 meter while the Van Hengel and Spitzer algorithm has smaller mean error at the depth of more than 9 meter. Key words: Shallow water depth, Van Hengel and Spitzer algorithm, original digital number model, mean error ABSTRAK Kebutuhan terhadap pemetaan batimetri perairan dangkal sangat diperlukan sekali untuk berbagai macam pekerjaan keteknikan dan keamanan pelayaran. Penelitian ini mencoba mengestimasi kedalaman perairan dangkal menggunakan citra satelit Landsat-7 ETM + dan menentukan kombinasi terbaik dari algoritman Van Hengel dan Spitzer (VHS) mencari model nilai digital asli (NDA) terbaik. Model NDA terbaik diperoleh melalui analisis korelasi, analisis komponen utama (PCA) dan menerapkan beberapa model regresi terhadap citra satelit Landsat-7 ETM + band 1, 2 dan 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kedalaman perairan dangkal di Pulau Pari, sebagai lokasi penelitian, dapat diestimasi dari citra satelit Landsat-7 ETM + ; 2) Kombinasi band 321 citra satelit Landsat 7 ETM + adalah kombinasi terbaik dari algoritma VHS; 3) Model NDA terbaik untuk estimasi kedalaman perairan dangkal adalah persamaan eksponensial y = 21.07e - 0.0591x ; 4) Model NDA terbaik mempunyai galat rata-rata yang lebih kecil pada kedalaman kurang dari 9 meter sedangkan algoritma VHS mempunyai galat rata-rata yang lebih kecil pada kedalaman lebih dari 9 meter. Kata kunci: kedalaman perairan dangkal, algoritma Van Hengel dan Spitzer (VHS), model nilai digital asli (NDA), galat 1 Dept. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK, IPB. * Email: prieha@yahoo.com 2 Dept. Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB. 333

1. PENDAHULUAN Batimetri atau kedalaman perairan adalah ukuran tinggi rendahnya dasar laut. Peta batimetri memberikan informasi bahwa dasar lautan bukanlah suatu permukaan yang sederhana tetapi memiliki struktur, bentuk dan penampakan yang sangat beragam. Dasar laut merupakan suatu sistem yang dinamis, sering terjadi perubahan-perubahan sehingga perbaikan peta-peta batimetri perlu dilakukan agar informasi-informasi mengenai dasar suatu perairan bisa terjadi seiring dengan perubahan yang terjadi. Pemetaan batimetri di perairan dangkal mempunyai peranan penting untuk kegiatan perikanan dan kelautan baik secara langsung maupun tidak langsung, terlebih lagi dengan kondisi Indonesia yang memiliki banyak pulau kecil yang tersebar di seluruh nusantara. Teknologi pemetaan bathimetri berkembang dari waktu ke waktu. Pada awalnya, kedalaman diukur dengan menggunakan tambang yang ujungnya diberi pemberat dan mencoba untuk memperhitungkan kapan pemberat tersebut menyentuh dasar. Tetapi metode ini sulit dilakukan dan hasilnya hampir selalu tidak akurat karena arus yang kuat dapat menarik tambang dan pemberatnya ke samping, jika perairan yang diukur relatif lebih dalam maka tambang yang dibutuhkan akan lebih panjang dan sulit mengetahui kapan pemberat menyentuh dasar. Selain itu juga membutuhkan waktu yang lama untuk menurunkan dan menaikkan tambang. Dengan ditemukannya echo sounder kedalaman perairan lebih mudah diukur. Metode ini bekerja berdasarkan prinsip perambatan suara di dalam air. Metode ini bisa menghasilkan kedalaman yang akurat untuk perairan dalam. Tetapi metode ini cukup sulit untuk diterapkan di perairan dangkal. Kapalkapal yang membawa berbagai perlengkapan peralatan pemetaan sulit masuk ke perairan dengan leluasa sehubungan dengan karakteristik yang khas di perairan tersebut, seperti kondisi perairan yang dangkal serta keadaan substrat dasar yang tidak beraturan. Di samping itu, mengingat ekosistem perairan dangkal sangat luas maka kegiatan pemetaan dengan metode ini akan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang sangat tinggi pula. Dewasa ini pemanfaatan teknologi penginderaan jauh telah banyak dilakukan karena dipandang sebagai salah cara yang efektif dan efisien serta cukup terlihat kegunaannya dalam mengkompilasi dan merevisi peta-peta sumberdaya. Teknologi ini mampu mendapatkan informasi secara sinoptik sehingga dapat mengamati fenomena yang terjadi di lautan yang luas dan dinamis dan mampu memberikan informasi secara kontinu karena telah diprogram melintas daerah yang sama dalam waktu tertentu. Pemetaan perairan dangkal dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh (Lyzenga 1978; Lyzenga 1981; Spitzer and Dirks 1987; Hengel and Spitzer 1991; Bierwith 1993; Leu and Chang 2005). Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) mengetahui kemampuan citra digital Landsat 7 ETM+ dalam memetakan kedalaman perairan dangkal; (2) mendapatkan kombinasi band terbaik pada algoritma Van Hengel dan Spitzer untuk mengekstrak kedalaman perairan dangkal di Pulau Pari; (3) menentukan model terbaik yang paling efektif untuk memetakan kedalaman perairan dangkal; (4) mengetahui nilai galat (error) algoritma kedalaman yang dihasilkan terhadap data lapang Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi kelautan dalam hal metode, teknik dan dayaguna citra penginderaan jauh khususnya citra Landsat 7 ETM+ untuk pemetaan kedalaman perairan dangkal; (2) bermanfaat bagi pembangunan karena penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam bidang perikanan dan rekayasa kelautan. 2. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2004 sampai bulan Agustus 2004. Lokasi yang dipilih untuk studi kasus adalah Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Pemrosesan data satelit dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan SIG Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor. 2.2 Alat dan Bahan Peralatan lapang yang diperlukan yaitu GPS Sounder untuk menentukan kedalaman lapangan, kapal bermotor untuk transportasi pengambilan data lapangan dan papan skala untuk mengukur pasang surut. Alat untuk pengolahan data citra yaitu sebuah personal komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak ER Mapper 6.1 untuk mengolah data citra Landsat 7-ETM +, Arc View 3.3 untuk layout peta, MINITAB 13.3 dan Microsoft excel untuk mengolah data statistik. 334

Bahan yang digunakan meliputi data digital citra Landsat 7-ETM, Peta bathimetri skala 1:50.000, Peta Rupa Bumi 1:25.000, data pasang surut pada saat peliputan citra dan saat pengambilan data kedalaman dengan GPS Sounder di Gugus Pulau Pari Kepulauan Seribu. bertujuan untuk mendapatkan citra yang sesuai dengan posisi sebenarnya di permukaan bumi. Setelah itu dilakukan croping citra untuk membatasi wilayah penelitian. Image masking yaitu penghilangan obyek yang bukan termasuk wilayah kajian serta transformasi citra untuk mengaplikasikan algoritma kedalaman. 2.3 Pengolahan Data 2.3.1 Pengolahan awal citra Tahap awal dalam pemrosesan citra adalah preprocessing yang meliputi koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. Koreksi radiometrik bertujuan untuk memperbaiki nilainilai digital yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral obyek yang sebenarnya, sedangkan koreksi geometrik 2.3.2 Algoritma Van Hengel dan Spitzer Algoritma yang dirumuskan oleh Van Hengel dan Spitzer (1991) merupakan algoritma transformasi nilai citra satelit untuk menghasilkan nilai kedalaman relatif air laut. Algoritma ini membutuhkan tiga masukan citra yang dirumuskan sebagai berikut: keterangan: X 1 X 2 X 3 Y 1 Y 2 dan Y 3 r dan s Y1 cos( r)cos( sin( r)cos( Y2 sin( r) cos( r) Y 3 cos( r)sin( sin( r)sin( : Citra pertama : Citra kedua : Citra ketiga : Hasil transformasi utama : Hasil sampingan transformasi : Sudut arah rotasi sin( X 0 x X cos( X 1 2 3 (1) Formula diatas dapat dijabarkan dalam bentuk perkalian matrik 3x3 sebagai berikut: Y 1 = X 1 cos(r) cos( + X 2 sin(r) cos( + X 3 sin( (2) Y 2 = -X 1 sin(r) + X 2 cos(r) (3) Y 3 = -X 1 cos(r) sin( X 2 sin(r)sin( + X 3 cos( (4) Nilai sudut arah rotasi (r dan dalam algoritma tersebut adalah konstanta yang diperoleh dari perhitungan dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: var x i : nilai varian band i var x i x j : adalah covarian band i dan band j r( arctan( u ( u 2 1)) sedangkan u diperoleh dari rumus var X 2 var X1 ur 2 var X1X 2 var x3 var x1 us 2 var x3x1 (5) (6) (7) Nilai kedalaman hasil rotasi diatas merupakan nilai kedalaman relatif yang ditunjukkan oleh variabel Y 1. Sedangkan hasil rotasi Y 2 dan Y 3 hanyalah efek yang dihasilkan oleh matriks 3x3 ini. Langkah diatas diberlakukan untuk enam kombinasi citra masukan. Kombinasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Susunan 6 kombinasi citra masukan algoritma Van Hengel dan Spitzer No Masukan 1 (X 1 ) Masukan 2 (X 2 ) Masukan 3 (X 3 ) Kombinasi Band 1 Band 1 Band 2 Band 3 123 2 Band 1 Band 3 Band 2 132 3 Band 2 Band 1 Band 3 213 4 Band 2 Band 3 Band 1 231 5 Band 3 Band 1 Band 2 312 6 Band 3 Band 2 Band 1 321 335

Untuk mendapatkan model hubungan data kedalaman dengan nilai respon spektral data Landsat-7 ETM + yang terbaik, maka dilakukan analisis regresi. Analisis regresi digunakan untuk menentukan besarnya pengaruh setiap perubahan yang dilakukan terhadap koefisien atau variabel nilai dari masing-masing operasi penajaman yang dilakukan terhadap nilai kedalaman. Model regresi yang dicobakan yaitu model linear, logaritmik, power dan eksponensial. 2.4 Galat (Error) Penghitungan kedalaman dengan survei echo sounder maupun dengan penginderaan jauh akan menimbulkan galat (error). Perhitungan galat (error) menggunakan rumus (Chapra, 2001): ε a = X 100 % Aproksimasi sekarang - Aproksimasi sebelumnya Aproksimasi sekarang (8) Keterangan: ε a : nilai galat (error) : galat (error) Aproksimasi sekarang : pengukuran kedalaman menggunakan survei echo sounder Aproksimasi sebelumnya : estimasi kedalaman menggunakan data penginderaan jauh. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada dasarnya satelit yang digunakan (Landsat 7 ETM + ) bertujuan untuk memperoleh kondisi dan informasi serta kajian-kajian dengan obyek darat. Hal ini terlihat dari nama satelit yaitu Landsat (Land Satellite) yang artinya satelit untuk daratan. Sedangkan untuk kajian-kajian kelautan masih sedikit sekali porsinya. Penelitian ini hanya memanfaatkan 3 saluran citra dari 8 saluran yang terdapat pada satelit Landsat 7 ETM +. Ketiga saluran tersebut memiliki karakteristik tersendiri terhadap obyek air. Band biru memiliki nilai pantulan tertinggi dan terus menurun seiring dengan dengan meningkatkan panjang gelombang yaitu band hijau dan band merah (Sutanto 1992). Secara umum, penggunaan jenis satelit Landsat 7 ETM + untuk kajian-kajian kelautan memiliki tingkat keberhasilan yang relatif rendah. Tetapi pada penelitian ini dengan menerapkan algoritma Van Hengel dan Spitzer serta model nilai digital asli terbaik diperoleh hasil yang cukup memuaskan dengan R 2 lebih dari 80%. 3.1 Algoritma Van Hengel dan Spitzer Hasil pengolahan citra dengan menggunakan algoritma Van Hengel dan Spitzer untuk satu kombinasi citra masukan akan menghasilkan citra baru yang dinyatakan dalam Y 1, Y 2 dan Y 3. Citra Y 1 merupakan citra yang nilai pikselnya menunjukkan nilai kedalaman relatif sedangkan citra Y 2 dan Y 3 hanya merupakan hasil sampingan dari pengolahan dan belum diketahui informasi apa yang terkandung di dalam nilai pikselnya (Hengel and Spitzer 1991). Pada prinsipnya untuk mengekstrasi kedalaman air laut dari citra satelit tidak seluruhnya murni dari hasil pengolahan citra satelit. Pengolahan citra satelit hanyalah untuk memperjelas faktor yang mempengaruhi nilai kedalaman air laut. Sedangkan penentuan nilai kedalaman yang sebenarnya tetap membutuhkan data kedalaman air laut yang sudah diketahui kebenarannya secara pasti. Begitu pula dalam penerapan algoritma Van Hengel dan Spitzer ini. Pengolahan dengan algoritma Van Hengel dan Spitzer hanya digunakan untuk menentukan kedalaman air relatif. Nilai digital Y 1 (yang menunjukkan kedalaman relatif) diregresikan dengan nilai kedalaman air laut pada titik sampel hasil pengukuran lapang (Z lapang). Sumbu x sebagai kedalaman lapang dan sumbu Y sebagai data kedalaman air relatif. Cara transformasi pada Tabel 2 didasarkan pada persamaan y=a+bx, dengan y adalah citra hasil pengolahan yang menunjukkan kedalaman relatif. Pada transformasi persamaan diubah menjadi KR (kedalaman relatif), a merupakan slope (kemiringan gari persamaan, b konstanta intercept atau nilai perpotongan garis regresi pada sumbu y dan x merupakan nilai obyek di lapangan dalam hal ini adalah kedalaman laut. Untuk mengetahui nilai x atau kedalaman absolut (kedalaman 336

lapang), maka persamaan tersebut harus dirubah menjadi z=(y-b)/a, dengan z merupakan kedalaman absolut (kedalaman lapang). Persamaan regresi dengan algoritma Van Hengel dan Spitzer menjadi persamaan untuk menentukan kedalaman laut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Persamaan regresi linear sederhana dan persamaan untuk penentuan kedalaman absolut Kombinasi Band Persamaan Regresi Linear Sederhana (Kedalaman Relatif) R 2 R Persamaan untuk Kedalaman Absolut (Z) 123 y = -2.5861x + 43.201 67.50% -0.822 Z=(43.201-KR)/2.5861 132 y = -3.5217x + 55.542 76.35% -0.874 Z=(55.542-KR)/3.5217 213 y = -2.5854x + 43.189 67.50% -0.822 Z=(43.189-KR)/2.5854 231 y = -2.917x + 47.815 79.52% -0.892 Z=(47.815-KR)/2.917 312 y = -3.622x + 56.650 78.28% -0.885 Z=(56.650-KR)/3.622 321 y = -3.1496x + 50.615 80.42% -0.897 Z=(50.615-KR)/3.1496 Keterangan: Y merupakan kedalaman relatif (KR) dan x merupakan kedalaman absolut (Z) Citra hasil pengolahan dengan algoritma Van Hengel dan Spitzer yang telah ditransformasi ulang menggunakan persamaan regresi sudah menunjukkan nilai kedalaman laut. Nilai-nilai digitalnya secara langsung dapat menunjukkan estimasi nilai kedalaman laut sebenarnya di lapangan (kedalaman absolut). Hasil analisa regresi diperoleh enam persamaan regresi yang akan digunakan untuk mencari nilai kedalaman absolut. Hasil persamaan regresi memiliki nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang bervariasi antara 67.5%- 80.42%. Koefisien determinasi (R 2 ) tertinggi yaitu 80.4% dihasilkan dari kombinasi band 321 (hasil selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 2 diata. Artinya bahwa model yang dihasilkan mampu menerangkan keragaman nilai peubah Y (dalam kasus ini adalah kedalaman relatif) sebesar 80.4%. Berdasarkan nilai Koefisien determinasi (R 2 ) dapat disimpulkan bahwa kombinasi band 321 merupakan kombinasi terbaik pada pengolahan citra dengan algoritma Van Hengel dan Spitzer. Berdasarkan analisa korelasi terhadap kedalaman lapang dan nilai digital Y 1 (kedalaman relatif) diperoleh nilai koefisien korelasi (r) yang cukup tinggi yaitu berkisar antara -0.822 sampai dengan -0.897. Nilai koefisien korelasi tertinggi ada pada kombinasi band 321 dengan r -0.897. Nilai koefisien korelasi -0.822 sampai dengan -0.897 menunjukkan keeratan hubungan linear antara kedalaman lapang dengan kedalaman relatif. Koefisien korelasi bernilai negatif, artinya ada hubungan terbalik antara nilai spektral dari kedalaman relatif dengan nilai kedalaman lapang perairan. Semakin dalam perairan maka nilai spektral yang dihasilkan semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin dangkal suatu perairan maka nilai spektral yang dihasilkan semakin tinggi. Dari analisis regresi linear dan korelasi menunjukkan bahwa kedalaman lapang dan kedalaman relatif mempunyai hubungan yang erat. Kombinasi terbaik terdapat pada kombinasi band 321. Dari hasil yang diperoleh maka algoritma Van Hengel dan Spitzer dapat dipergunakan untuk memetakan kedalaman perairan khususnya di perairan Pulau Pari. 3.2 Model Kedalaman dengan Nilai Digital Asli Secara teori panjang gelombang yang bisa menembus kolom air adalah sinar tampak dengan panjang gelombang berkisar antara 0.4-0.69. Pada satelit Landsat, panjang gelombang tersebut ada pada band 1 (biru; 0,45 0,52 m), band 2 (hijau; 0,52 0,60 m) dan band 3 (merah; 0,63 0,69 m). Panjang gelombang tersebut yang digunakan sebagai input dalam model nilai digital asli. Penentuan model terbaik dilakukan dengan melihat koefisien determinasi (R 2 ) yang tertinggi kemudian melihat secara visual sisaan yang dihasilkan dari model tersebut. Hasil koefisien determinasi (R 2 ) antara band 1 dan band 2 bisa dikatakan tinggi karena lebih dari 75%, artinya model yang dibuat bisa menerangkan keragaman kedalaman perairan dangkal sampai lebih dari 75 %. Tetapi kandidat model terkuat adalah band 1 karena secara realitas di lapang kemampuan band 1 untuk berpenetrasi ke dalam kolom air jauh lebih baik dibandingkan dengan band 2. Kandidat model 337

terkuat tersebut kemudian dianalisis residual untuk memeriksa asumsi-asumsi yang mendasari model regresi. Semua kandidat model terkuat memenuhi asumsi yang mendasari model regresi. Sehingga kandidat model yang ditetapkan sebagai model untuk menduga kedalaman perairan dangkal adalah bentuk eksponensial dengan nilai R 2 84.07 % dengan persamaan y=21.07e -0.0591x. Lebih lengkapnya kandidat model yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kandidat model penduga kedalaman Kandidat Model Linear y = -0.3669x + 14.543 Logaritmik y= - 7.2696Ln(x) + 28.45 Power y = 175.98x - 1.1302 Eksponential y = 21.07e - 0.0591x Band 1 R 2 Band 2 R 2 Band 3 R 2 80.7% y = -0.2624x + 13.556 83.3% y = - 6.0314Ln(x) + 25.844 80.89% y = 117.86x - 0.9391 84.07% y = 18.03e - 0.0424x 77.2% y = -0.3501x + 12.805 77.5% y= -5.925Ln(x) + 23.161 75.54% y = 82.549x - 9457 80.93% y = 16.238e - 0.0576x 52.9% 56.0% 57.29% 57.61% 3.3 Evaluasi Kemampuan Algoritma Van Hengel dan Spitzer serta Model Kedalaman Nilai Digital Asli Terbaik dalam Menyajikan Informasi Kedalaman Perairan Citra hasil pengolahan dengan menggunakan algoritma Van Hengel dan Spitzer (321) dan model Nilai Digital Asli Terbaik sudah tentu menunjukkan hasil yang berbeda walaupun penelitian ini menggunakan citra dan data kedalaman yang sama. Secara umum kedua algoritma ini mampu menunjukkan kedalaman di perairan Gugus Pulau Pari dengan cukup baik seperti yang ditunjukkan dengan nilai R 2 lebih dari 80% (80.42% untuk algoritma Van Hengel dan Spitzer (321) dan 84.07% untuk model Nilai Digital Asli Terbaik). Umumnya untuk penelitian kedalaman perairan yang dilakukan di wilayah Indonesia angka tersebut tergolong baik. Tetapi apabila dilihat dari nilai galat (error) untuk masing-masing algoritma maka akan terdapat beberapa perbedaan seperti terlihat pada Gambar 1 dan 2. Algoritma Van Hengel dan Spitzer (321) menunjukkan nilai galat yang tinggi pada kedalaman 5 meter, dengan rata-rata galat lebih dari 40%, bahkan pada beberapa titik ada yang mempunyai galat 100%. Kemudian ratarata galat ini menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada kedalaman antara 5-7 meter mempunyai rata-rata galat 22% dan 23%, pada kedalaman 7-9 meter mempunyai rata-rata galat 17% dan 14%. Rata-rata galat ini menjadi semakin kecil pada kedalaman lebih dari 9 meter. Model nilai digital asli terbaik mempunyai rata-rata galat yang lebih kecil dari algoritma Van Hengel dan Spitzer (321) sampai dengan kedalaman 9 meter. Pada kedalaman lebih dari 9 meter rata-rata galat meningkat kembali. Sehingga estimasi kedalaman perairan dangkal yang kurang dari 9 meter akan lebih baik menggunakan model nilai digital asli terbaik sedangkan pada kedalaman lebih dari 9 meter menggunakan algoritma Van Hengel dan Spitzer. 338

Galat (Error ) % Kedalaman Buletin PSP. Volume XVII. No. 3. Desember 2008 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0-1 1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92 99 106 113 120 127 134 141 148 155 162 169 176 183 190 197 204 211 218 225 232 239 Titik Z Lapang Z VH (321) Z Model DN Asli Gambar 1 Kedalaman lapang dengan survei echosounder dan estimasi kedalaman menggunakan algoritma Van Hengel dan Spitzer serta Model nilai digital asli terbaik. 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 Z Lapang 2.5 2.9 3.3 3.8 4.2 4.7 5.2 6.0 6.5 7.1 7.5 7.8 8.0 8.5 8.9 9.2 9.4 9.7 10.0 10.6 11.3 12.0 14.3 Kedalaman Galat VH(321) % Galat Model DN Asli % Gambar 2. Galat (error) estimasi kedalaman algoritma Van Hengel dan Spitzer serta model nilai digital asli terbaik terhadap data lapang. 3.4 Evaluasi Kemampuan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ dalam Menyajikan Informasi Kedalaman Perairan Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat diketahui kekurangan dan kelebihan Landsat 7 ETM + dalam mengestimasi kedalaman perairan. Landsat mempunyai band 1, band 2 dan band 3 yang merupakan band panjang gelombang sinar tampak. Band-band inilah yang sering digunakan untuk mengestimasi kedalaman perairan karena mempunyai karakteristik tersendiri. Band biru merupakan band yang mempunyai kemampuan berpenetrasi terhadap kedalaman air paling baik dibandingkan dengan band-band lainnya. Selain itu band biru juga tidak banyak terpengaruh oleh material dasar perairan dan unsur-unsur fisik laut seperti konsentrasi sedimen dan kandungan klorofil di perairan. 339

Citra Landsat 7 ETM + juga memiliki kekurangan dalam hal resolusi spasialnya terutama untuk aplikasi pemetaan dengan skala yang detail. Resolusi spasial band 1-5 dan band 7 dari Landsat 7 ETM + adalah 30 meter yang menunjukkan bahwa obyek terkecil yang dapat direkam oleh sensor adalah obyek yang minimal berukuran 30x30 meter. Untuk obyek yang berukuran kurang dari itu maka akan digeneralisir dengan obyek lainnya yang dominan pada luas 30x30 meter. Untuk pemetaan yang bersifat detail atau memerlukan kedetailan yang lebih baik lagi citra ini kurang tepat untuk digunakan. Karena satu piksel di citra belum tentu menunjukkan kedalaman yang sama di lapangan. Ukuran 30x30 meter di lapang dapat menunjukkan angka yang sangat bervariasi terutama pada wilayah perairan yang didominasi oleh terumbu karang atau pada perairan yang mempunyai kedalaman yang menurun secara tajam. Resolusi spasial ini lebih cocok digunakan pada pemetaan kedalaman laut yang memiliki topografi dasar laut yang landai. Metode pemrosesan yang digunakan pada penelitian ini menekankan pada proses penajaman citra untuk ekstraksi kedalaman laut dengan menggunakan transformasi terhadap nilai digital saluran asli. Transformasi ini memegang peranan penting dalam manipulasi data untuk analisa kualitatif. Transformasi yang digunakan merupakan transformasi matematis baik untuk algoritma Van Hengel dan Spitzer maupun untuk model nilai digital asli. 4. KESIMPULAN Ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari penelitian ini, yaitu: 1). Citra satelit Landsat 7 ETM+ band biru, band hijau dan band merah mempunyai korelasi yang baik terhadap kedalaman sehingga dapat digunakan untuk mengestimasi kedalaman perairan dangkal; 2). Kombinasi band 3, band 2 dan band 1 merupakan kombinasi terbaik pada algoritma Van Hengel dan Spitzer untuk mengekstrak kedalaman perairan dangkal di Pulau Pari; 3). Model nilai digital asli terbaik diperoleh dari band 1 dengan persamaan eksponensial; dan 4). Adanya galat (error) antara kedalaman lapang dengan kedalaman hasil estimasi. Model nilai digital asli terbaik memberikan nilai galat rata-rata yang lebih kecil dibandingkan Algoritma Van Hengel dan Spitzer (321) pada kedalaman kurang dari 9 meter. Pada kedalaman lebih dari 9 meter algoritma Van Hengel dan Spitzer (321) memberikan nilai galat rata-rata yang lebih kecil dibandingkan dengan model nilai digital asli terbaik. DAFTAR PUSTAKA Bierwirth PN., Lee TJ, Burne. 1993. On-Line Algorithm Development. 1997. http: // atlas / marine / coastal_atlas / remote_sensing / AGSO1_docs / report1 / AGSOrept1b.html [23 Mei 2004]. Chapra W. 2001. Analisa Numerik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hengel VW, Spitzer, D. 1988. Water Depth Mapping Using TM Imagery. Report 88-12, Netherlands Remote Sensing Board. Delft. Hengel VW, Spitzer D. 1991. Multi-temporal Water Depth Mapping by Means of Landsat TM. International Journal of Remote Sensing, Vol. 12:pp 703-712. Leu LG, Chang HW. 2005. Remotely sensing in detecting the water depths and bed load of shallow waters and their changes. Ocean Engineering 2005; 32:1174 1198. http:/www.elsevier.com/locate/oceaneng. [16 April 2007]. Lyzenga DR. 1978. Passive Remote Sensing Techniques for Mapping Water depth and Bottom Features.. Applied Optics. Vol. 17:pp. 379-383. Lyzenga, DR. 1981. Remote Sensing of Bottom Reflectance and Water Attenuation Parameter in Shallow Water Using Aircraft and Landsat Data. International Journal of Remote Sensing, Vol. 2:pp 71-82. Spitzer D. and Dirks RW. 1987. Bottom Influence on The Reflection of The Sea. International Journal of Remote Sensing, Vol. 8:pp 279-290. Sutanto. 1992. Penginderaan Jauh Jilid I. Gajah Mada Press. Yogyakarta. Walpole, E. R. 1993. Pengantar Statistika Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 340