BAB I PENDAHULUAN. Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA DENGAN STATUS GIZI KURANG DAN BURUK DI KELURAHAN LANDASAN ULIN TENGAH KECAMATAN LIANG ANGGANG KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BAYI DENGAN PERTUMBUHAN PERKEMBANGAN BAYI USIA 6-12 BULAN DI DESA MANGGUNG SUKOREJO MUSUK BOYOLALI

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. tingkat nasional cukup kuat. Hal ini dirumuskan dalam Undang-Undang No.17

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena konsumsi makanan yang tidak seimbang, mengkonsumsi

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 1, JANUARI 2015: 48-53

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, yaitu sehat, cerdas, dan memiliki fisik yang tangguh

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia di masa depan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber daya manusia (SDM) memiliki peranan penting. bangsa, membutuhkan SDM berkualitas tinggi (Sibuea, 2002).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINGKAT PARTISIPASI IBU DI POSYANDU DAN IMPLEMENTASI PROGRAM GIZI DALAM MENINGKATKAN STATUS GIZI BALITA. Oleh:

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sebanyak 11,2 % anak usia 5-12 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. diriwayatkan Nabi R. Al-Hakim,At-Turmuzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban: minum, dan sepertiga lagi untuk bernafas.

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh pita warna hijau muda sampai hijau tua.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya dan keterampilan serta mulai mempunyai kegiatan fisik yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan

BAB 1 PENDAHULUAN. ganda yaitu masalah kurang gizi dan gizi lebih. Kurang energi protein (KEP) pada

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya.

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku hidup sehat. Indonesia sehat 2010 dimaksudkan juga untuk mendorong agar masyarakat dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata guna mencapai derajat kesehatan yang optimal. Manusia yang sehat tidak hanya sehat jasmani, tetapi juga sehat rohani. Sehingga tubuh sehat dan ideal dari segi kesehatan meliputi aspek fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit (Definisi Sehat WHO Tahun 1950). Semua aspek tersebut akan mempengaruhi penampilan atau performance setiap individu, dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti bekerja, berkarya, berkreasi, dan melakukan hal-hal yang produktif serta bermanfaat. Kesehatan, pendidikan dan pendapatan setiap individu merupakan tiga faktor utama yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu setiap individu berhak dan harus selalu menjaga kesehatan, yang merupakan modal utama agar dapat hidup produktif, bahagia dan sejahtera. 1 1 Azrul Azwar. Tubuh Sehat Ideal dari Segi Kesehatan, disampaikan pada Seminar Kesehatan Obesitas, Senat Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 15 Februari 2004 di Kampus UI Depok, hlm 1.

2 Menurut data Susenas tahun 1999 menunjukkan bahwa terjadi perubahan pada prevalensi gizi kurang dan gizi buruk. Berbeda dengan tahun-tahun 1989-1995 dimana prevalensi gizi kurang terus menurun dan gizi buruk terus meningkat. Pada tahun 1999 (dibandingkan dengan 1998) prevalensi gizi buruk justru menurun bermakna sebaliknya prevalensi gizi kurang nyaris tidak mengalami perubahan yang bermakna. 2 Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar. Pada Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1993, telah terungkap bahwa Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh, sudah muncul masalah baru, yaitu berupa gizi lebih. Disamping masalah tersebut di atas, diduga ada masalah gizi mikro lainnya seperti defisiensi Zink yang sampai saat ini belum terungkapkan, karena adanya keterbatasan Iptek gizi. Secara umum masalah gizi di Indonesia, terutama KEP. Masih lebih tinggi daripada Negara ASEAN lainnya. Pada tahun 1995 sekitar 35,4% anak balita di Indonesia menderita KEP (persen median berat menurut umur < 80%). Pada tahun 1997, berdasarkan pemantauan status gizi (PSG) yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat, prevalensi KEP ini turun menjadi 23,1%. Keadaan itu tidak dapat bertahan yaitu pada 2 Abdul Razak Taha. Anak-anak Indonesia: Dari Kemiskinan Struktural hingga Kemiskinan Herediter, dalam Supplement Volume 26 No. 3, Juli-September 2005.

3 saat Indonesia mengalami krisis moneter yang berakibat pada krisis ekonomi yang berkepanjangan. Pada tahun 1998, prevalensi KEP meningkat kembali menjadi 39,8%. 3 Riskesdas menghasilkan berbagai peta masalah kesehatan, misalnya prevalensi gizi buruk yang berada diatas rerata nasional (5,4%) ditemukan pada 21 provinsi dan 216 kabupaten/kota. Sedangkan berdasarkan gabungan hasil pengukuran Gizi Buruk dan Gizi Kurang Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi nasional sebesar 18,4%. Namun demikian, target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi yang diproyeksikan sebesar 20%, dan target Millenium Development Goals sebesar 18,5% pada 2015, telah dapat dicapai pada 2007. Secara bersama-sama, prevalensi nasional Balita Pendek dan Balita Sangat Pendek (stunting) adalah 36,8%. Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi Balita Pendek dan Balita Sangat Pendek di atas prevalensi nasional, yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Balita Pendek dan Sangat Pendek tertinggi adalah Seram Bagian Timur (67,4%), Nias Selatan (67,1), Aceh Tenggara (66,8%), Simeulue (63,9%), Tapanuli Utara (61,2%), Aceh Barat Daya 3 I Dewa Nyoman Supariasa et al. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC, 2002. hlm 1-2.

4 (60,9%), Sorong Selatan (60,6%), Timor Tengah Utara (59,7%), Gayo Lues (59,7%), dan Kapuas Hulu (59,0%). Sedangkan 10 kabupaten/kota yang mempunyai prevalensi Balita Pendek dan Sangat Pendek terendah adalah Sarmi (16,7%), Wajo (18,6%), Kota Mojokerto (19,0%), Kota Tanjung Pinang (19,3%), Kota Batam ( 20,2%), Kampar (20,4%), Kota Jakarta Selatan (20,9%), Kota Madiun (21,0%), Kota Bekasi (21,5%), dan Luwu Timur (21,7%). 4 Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Plan Indonesia yang bekerjasama dengan Departemen Gizi dan Masyarakat di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur pada tahun 2006 menunjukkan bahwa prevalensi balita sample yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk masih tinggi, yaitu 12,2% gizi buruk (severe underweight), 8,9% sangat pendek (severe stunted) dan 5,6% sangat kurus (severe wasted). Disamping antar kelompok umur, perbedaan luasan masalah gizi juga terjadi antar jenis kelamin. Secara umum anak laki-laki di ketiga desa memiliki status gizi yang lebih buruk dibandingkan pada wanita. Belum diketahui penyebab pasti hal ini, namun diduga terkait dengan tingkat aktivitas dan mobilitas anak laki-laki yang cenderung lebih tinggi yang berimplikasi pada potensi eksposure terhadap penyakit infeksi yang juga lebih tinggi. Perlu kajian yang lebih mendalam untuk mengidentifikasi penyebab pasti. 5 4 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional 2007: RISKESDAS 2007. Republik Indonesia: Departemen Kesehatan, 2008. Hlm vi. 5 Plan Indonesia dengan Departemen Gizi dan Masyarakat-Fakultas Ekologi Manusia IPB. Penilaian Situasi Pangan dan Gizi di Wilayah Kerja Plan Indonesia Program Unit Lembata. 2006, hlm vii-viii.

5 Beberapa penelitian yang dilakukan di negara-negara yang berpenghasilan rendah mengindikasikan bahwa anak laki-laki sepertinya lebih banyak yang bertubuh pendek dibandingkan dengan anak perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Henry Wamani dan kawan-kawan terhadap anak-anak di Sub-Saharan Afrika juga menemukan bahwa pada anak-anak Sub-Saharan Afrika, anak laki-laki berumur dibawah lima tahun lebih berpotensi menjadi stunting daripada anak perempuan, hal ini mungkin karena anak laki-laki lebih mudah untuk terkena gangguan kesehatan dibandingkan anak perempuan. 6 Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mempelajari hubungan jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan kepala keluarga dan pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan dengan kejadian stunting pada anak laki-laki dan perempuan di Indonesia berdasarkan daerah dan kelompok umur dengan menggunakan data RISKESDAS 2007. 1.2. Identifikasi Masalah Beberapa ahli di bidang tumbuh kembang anak, mengungkapkan konsep yang berbeda-beda tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Namun demikian perbedaan tersebut dapat pula ditarik beberapa persamaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Persamaan tersebut mengatakan 6 Henry Wamani et al. Boys are more stunted than girls in Sub-Saharan Africa: a meta analysis of 16 demographic and health surveys, dalam BMC Pediatrics Research Article: 2007.

6 bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Pada penelitian ini, penulis ingin mempelajari dan menganalisis hubungan wilayah, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, pendidikan kepala keluarga dan pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan dengan kejadian stunting pada anak laki-laki dan perempuan di 1.3. Pembatasan Masalah Karena adanya keterbatasan waktu, dana, dan tenaga, maka penelitian ini hanya untuk menganalisis status gizi TB/U (Stunting) pada anak laki-laki dan perempuan umur 0-59 bulan Indonesia berdasarkan wilayah, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, pendidikan, dan pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan. 1.4. Perumusan Masalah Bagaimana hubungan antara wilayah, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, pendidikan kepala keluarga dan pengeluaran per kapita per bulan dengan kejadian stunting pada anak laki-laki dan perempuan usia 0-59 bulan di 1.5. Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Mempelajari hubungan status wilayah, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan kepala keluarga, dan pengeluaran rumah tangga per kapita per

7 bulan pada anak laki-laki dan perempuan usia 0-59 bulan di Indonesia dengan kejadian stunting. Tujuan Khusus: 1. Mengidentifikasi karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, wilayah, tempat tinggal, pendidikan, dan pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan. 2. Mengidentifikasi status gizi TB/U (Stunting) pada anak laki-laki dan perempuan usia 0-59 bulan di 3. Menganalisa hubungan antara wilayah dengan kejadian stunting di 4. Menganalisa hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian stunting di 5. Menganalisa hubungan antara kelompok umur dengan kejadian stunting di 6. Menganalisa hubungan antara tempat tinggal dengan kejadian stunting di 7. Menganalisa hubungan antara pendidikan kepala keluarga dengan kejadian stunting di 8. Menganalisa hubungan antara pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan dengan kejadian stunting di Indonesia berdasarkan daerah dan kelompok umur.

8 1.6. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat dijadikan sarana untuk menganalisa hubungan wilayah, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, pendidikan kepala keluarga dan pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan terhadap kejadian stunting di Indonesia berdasarkan data RISKESDAS 2007. Penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi referensi umum bagi penelitian sejenis dan memberikan kontribusi pada pengembangan kajian ilmu kesehatan khususnya dibidang ilmu gizi. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk lebih mendalami kesadaran akan konsumsi makanan dengan pedoman gizi seimbang, baik pada orang dewasa maupun anak-anak agar dapat menurunkan angka kejadian stunting di