School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,

Studi Deskriptif Mengenai Student Centered Learning yang Diterapkan. pada Siswa di SMA X Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

Abstrak. iii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

Kata Kunci: Sekolah Engagement, metode deskriptif, Convenience sampling.

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan/dimanfaatkan; serta (3) Siswa memiliki kesulitan untuk memahami

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. ii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan

1 2

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

Studi Deskriptif Mengenai School Engagement pada Siswa Kelas X SMA X Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi (Kemendiknas, 2010). Pendidikan yang disediakan

ABSTRAK. ii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar ditempuh selama

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. penting dan sangat strategis. Sumber manusia yang berkualitas merupakan

Mardiatul Hasanah 41, Wachju Subchan 42, Dwi Wahyuni 43

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha

PERSEPSI SISWA TENTANG PENGELOLAAN KELAS DI KELAS X AKUNTANSI SMK KRISTEN IMMANUEL 2 SUNGAI RAYA ARTIKEL PENELITIAN. Oleh: KOKO ARUANA WIKO F

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

KATA PENGANTAR..iii. DAFTAR ISI vii. DAFTAR TABEL DAN BAGAN...xii. DAFTAR LAMPIRAN xiii Latar Belakang Masalah Identifikasi Masalah 10

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana yang menjadi jembatan penghubung peradaban bangsa

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

PENGARUH EXPECTANCY DAN TASK VALUE TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI PADA MATERI AKUNTANSI

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

PENGARUH MANAJEMEN KELAS DAN KEAKTIFAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung

ABSTRAK. Kata Kunci :Parent Involvement, School Engagement, Behavioral Engagement, Emotional Engagement, Cognitive Engagement, SekolahMenengahPertama.

BAB 1 PENDAHULUAN. education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

iii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. iii. Universitas Kristen Maranatha

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

Asia Muhammadiyah 1 dan Syamsu Rijal 2 1. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar 2. Alumni Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Economic Education Analysis Journal

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 3, No. 03, pp , September 2014

HUBUNGAN PEER SUPPORT DENGAN SCHOOL ENGAGEMENT PADA SISWA SD

HUBUNGAN DISIPLIN BELAJAR SISWA DENGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI IPA SMA PGRI 1 PADANG

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

E-JURNAL. Oleh : AFIFATUL MUSRIFA

ABSTRAK. viii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata Kunci : Psychological contract, transactional, relational, balanced. viii Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

i Universitas Kristen Maranatha

KONTRIBUSI PERSEPSI TENTANG KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU TERHADAP KETERIKATAN SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. (SISDIKNAS), UU RI No.20 Tahun 2003 beserta penjelasannya,(bandung: Nuansa Aulia, 2008), h.114

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI DI SMA NEGERI 1 MARAWOLA

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM MATERI PENGHANTAR PANAS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS VI SDN JAMBUWER 02 KAB

PENGARUH KEDISIPLINAN SISWA DAN PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD SE KECAMATAN AJIBARANG TAHUN AJARAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG

HUBUNGAN ANTARA APRESIASI SISWA TENTANG TATA TERTIB SEKOLAH DENGAN KARAKTER DISIPLIN SISWA SMP NEGERI 2 KUTOWINANGUN

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

Orientasi masa depan domain higher education dengan keterlibatan siswa terhadap siswa/i kelas X dan XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan belajar yang menjadi acuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

Kata kunci : wellness, emotional-mental wellness,intellectual wellness, physical wellness, social wellness, spiritual wellness.

ABSTRAK. Kata kunci: kegiatan kesiswaan, sikap kedisiplinan belajar. 1. Pendahuluan Sekolah perlu memberikan. muka, dilaksanakan di sekolah agar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha

KEMAMPUAN PUKULAN SERVIS PANJANG, LOB DAN SMASH DALAM PERMAINAN BULUTANGKIS PADA PESERTA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS SMP MUHAMMADIYAH 2 DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia adalah melalui pendidikan. Hal ini identik dengan yang

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BIOLOGI BERORIENTASI PENGEMBANGAN KECERDASAN MAJEMUK SISWA PADA KONSEP SEL KELAS XI SMA

ABSTRAK. Kata kunci: deskriptif, attachment to God, siswa SMA. iii. Universitas Kristen Maranatha

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CLASS-WIDE PEER TUTORING (CWPT)

KORELASI ANTARA KONDISI EDUKATIF GURU DENGAN KEMAMPUAN PENGELOLAAN KELAS PADA SMK NURUSSALAF KEMIRI PURWOREJO

MINAT BELAJAR SISWA KELAS XI PADA MATA PELAJARAN MENGHIAS BUSANA DI SMK NEGERI 3 SUNGAI PENUH PERA WETTI

vii UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI SMK MUHAMMADIYAH PRAMBANAN

Abstrak. iii Universitas Kristen Maranatha

PERSEPSI SISWA KELAS VIII TERHADAP PEMBELAJARAN AKTIVITAS AIR DI SMP NEGERI 2 KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

MOTIVASI KERJA GURU DALAM MELAKSANAKAN TUGAS DI SMP NEGERI 1 KECAMATAN GUGUAK KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

ABSTRAK. (Kata kunci : College adjustment ) Universitas Kristen Maranatha

MINAT BERWIRAUSAHA PADA SISWA KELAS XI JURUSAN TATA BOGA DI SMK NEGERI 2 GODEAN ARTIKEL E - JOURNAL

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan Evi Ema Victoria Polii Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung Abstract This research aims to find the description and the profiles of School Engagement that being applied by the students of Pangudi Luhur Van Lith high school. School Engagement is included in three types of multifaceted components which are behavioral, emotional and cognitive. The data was collected by using School Engagement s Questionare that was contructed from theoretical concept of School Engagement from Fredericks, Blumenfeld and Paris (2005). The data has been analyzed by using descriptive analysis method to find the conclusion. The result shows that 33,87% of the students have engaging in school s activity. In contrary, 66,13% of the students still not engaging yet and divided into 5 different profiles. Keywords : School Engagement, Behavioral, Emotional, Cognitive I. Pendahuluan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003). Salah satu unsur yang menentukan tercapainya tujuan pendidikan yang optimal adalah jika siswa mampu terlibat secara penuh pada kegiatan akademis maupun non akademis yang terdapat di sekolah. Secara konsep psikologis, keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar ini disebut sebagai school engagement. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Fredricks, Blumenfeld dan Paris (2004) dicantumkan bahwa hasil yang ditemukan pada beberapa penelitian telah menunjukan korelasi positif antara behavioral engagement dengan prestasi belajar di tingkat SD, SMP dan SMA (Connell, Spencer & Aber,1994 ; Marks, 2000 ; Skinner, Wellborn & Connell, 1990 ; Connell & Wellborn, 1991). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Connell,dkk (1994) menunjukan bahwa terdapat korelasi positif antara prestasi belajar dan kombinasi emotional engagement serta behavioral engagement. Hasil-hasil penelitian tersebut menyatakan makna bahwa semakin tinggi keterlibatan siswa di sekolah, baik secara perilaku maupun penghayatan emosi, maka prestasi belajar juga akan semakin meningkat. Menurut Fredricks, Blumenfeld dan Paris (2004), school engagement adalah usaha siswa untuk melibatkan dirinya di dalam aktivitas akademik dan non-akademik (sosial & ekstrakurikuler) yang meliputi keterlibatan tiga komponen yaitu behavioral, emotional serta cognitive. Komponen behavioral mengacu pada perilaku-perilaku yang mendukung proses belajar, akademik maupun nonakademik ; Komponen emotional mengacu pada penghayatan emosi siswa terhadap aktivitas akademik maupun non-akademik, pada guru maupun teman sebaya ; Komponen cognitive mengacu pada usaha yang dilakukan oleh siswa untuk melibatkan pemikiran dalam belajar serta mengarahkan strategi belajar, baik dalam kegiatan akademik maupun non-akademik. Perilaku siswa yang memiliki skor tinggi pada komponen behavior akan tercermin melalui perilaku taat terhadap aturan yang berlaku di lingkungan sekolah seperti, memakai kelengkapan seragam sesuai ketentuan sekolah, mengumpulkan tugas sesuai waktu yang ditentukan, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang telah dipilih, mengerjakan setiap tugas yang telah diberikan di kelas, menjalankan tugas piket sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan sebagainya. Selanjutnya, komponen berikut adalah komponen emotional. Siswa yang memiliki skor tinggi pada komponen ini akan menunjukan bahwa siswa tersebut senantiasa memelihara semangatnya saat mendengarkan guru yang sedang mengajar, siswa juga akan merasa antusias dalam mengerjakan tugas yang diberikan 39

Zenit Volume 4 Nomor 1 April 2015 guru, siswa akan merasa senang saat menjalankan kegiatan di sekolah dan apabila menghadapi pelajaran yang dianggap sulit, siswa akan berusaha untuk menyukai pelajaran tersebut ; lebih jauh lagi, siswa akan merasa senang dengan relasi yang ia miliki di sekolah dan siswa tersebut juga akan turut merasa bangga apabila sekolahnya memperoleh prestasi tertentu. Sementara itu, siswa yang memiliki skor tinggi pada komponen cognitive akan meluangkan waktu untuk membaca buku pelajaran, siswa akan menetapkan target nilai yang ingin dicapai pada setiap pelajaran, siswa akan membuat rencana untuk memerbaiki nilai-nilai yang kurang memuaskan, siswa akan membuat jadwal belajar setiap hari, bahkan lebih jauh lagi, ketika menghadapi persoalan yang sulit, siswa akan memikirkan cara pemecahan masalah tersebut sebelum melakukan tindakan-tindakan tertentu. Siswa dapat dikategorikan memiliki School Engagement yang tinggi apabila siswa memiliki skor yang tinggi pada ketiga komponen yaitu behavioral, emotional dan cognitive. Lebih lanjut lagi, Fredricks, Blumenfeld dan Paris (2004) menyatakan bahwa school engagement dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu student level factors, classroom context dan individual needs. Dalam student level factors dijelaskan bahwa keterlibatan siswa akan meningkat apabila pihak sekolah menyediakan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan hubungan sosial serta mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler ; karakteristik sekolah yang demikian biasa ditemui pada sekolah dengan ruang lingkup yang tidak terlalu besar. Pada faktor classroom context dijelaskan beberapa bagian yaitu dukungan guru dan teman sebaya, dukungan kemandirian dan karakteristik tugas. Melalui dukungan yang diberikan guru maupun teman sebaya, maka siswa akan meningkatkan usahanya untuk tetap terlibat dalam kegiatan di sekolah. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa sekolah yang memberikan beberapa pilihan bagi siswa dapat membuat siswa lebih mampu untuk menghadapi masalah. Selain itu dijelaskan bahwa karakteristik tugas sekolah yang meningkatkan keterlibatan siswa adalah tugas yang mengarahkan siswa pada pemahaman, pelaksanaan dan evaluasi konsep tugas. Faktor yang terakhir adalah individual needs Pada faktor ini dijelaskan bahwa secara personal, keterlibatan siswa dalam kegiatan di sekolah dapat dipengaruhi oleh tiga hal yaitu kebutuhan siswa untuk berelasi, kebutuhan siswa untuk dapat melakukan kreasi pribadinya dan kebutuhan siswa untuk memaksimalkan potensinya sebagai wujud keyakinan dirinya. SMA Pangudi Luhur Van Lith merupakan salah satu sekolah berasrama yang berlokasi di Muntilan, Jawa Tengah. Proses belajar di sekolah tersebut diselenggarakan berdasarkan dua kurikulum yaitu kurikulum baku dan kurikulum pengembangan. Kurikulum baku adalah kurikulum yang dibakukan pemerintah sebagai kurikulum standar minimal secara nasional, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi ; Kurikulum pengembangan adalah kegiatan-kegiatan terobosan pengembangan kurikulum untuk memperkaya pendidikan, pelatihan dan pembimbingan peserta didik, yaitu berupa kelompok kegiatan intelektualitas, religiusitas, humanitas, sosialitas, keterampilan dan kepribadian (http://vanlith-mtl.sch.id/). Pelaksanaan dua kurikulum tersebut terwujud dalam berbagai kegiatan yang wajib diikuti oleh setiap siswa. Selain pelaksanaan dua kurikulum tersebut, situasi berasrama juga merupakan salah satu unsur yang membedakan sekolah ini dengan sekolah menengah atas lainnya. Sekolah pada umumnya akan menekankan proses belajar di ruang lingkup sekolah saja, sementara untuk SMA Pangudi Luhur Van Lith, proses belajar dilakukan sepanjang hari dan berkesinambungan antara lingkungan sekolah dan lingkungan asrama. Secara konsep, pengkondisian situasi belajar yang demikian akan meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar, baik secara perilaku, emosi maupun kognitif ; namun menurut salah satu penelitian yang dilakukan oleh Martin et al (dalam Christenson et al, 2012), ditemukan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan besar antara school engagement pada siswa SMA yang berasrama dan yang tidak. Hal inilah yang membuat peneliti ingin untuk melakukan penelitian mengenai School Engagement di SMA Pangudi Luhur Van Lith. Melalui penelitian ini, peneliti juga ingin mengetahui mengenai profil school engagement siswa yang ada di SMA Pangudi Luhur Van Lith. Hal ini diperlukan sebagai informasi bagi pihak sekolah agar dapat melakukan pengembangan yang tepat di kemudian hari, demi optimalisasi keterlibatan siswa dalam proses belajar. Alur teoritis penelitian dapat dilihat pada bagan berikut : 40

School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan (Evi Ema Victoria Polii) Gambar 1. Alur Teoritis School Engagement II. Metode Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang menekankan analisis data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode sistematika (Azwar,2010). Rancangan penelitian ini adalah rancangan survey ; rancangan survey adalah prosedur dalam penelitian kuantitatif dimana peneliti melaksanakan survey atau memberikan angket/ skala pada satu sampel untuk mendeskripsikan sikap/opini/perilaku/karakteristik responden (Alsa, 2007). Alat ukur dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri 58 item dan telah mencakup tiga aspek dari school engagement yaitu behavioral, emotional, dan cognitive. Berikut adalah indikator dari tiap komponen School Engagement: Komponen Behaviour Emotional Cognitive Tabel II.1 Indikator Komponen School Engagement Indikator Perilaku positif terhadap proses belajar Partisipasi dalam kegiatan akademik Partisipasi dalam kegiatan non-akademik Menghargai proses belajar (valuing learning) Merasa menjadi bagian penting dari sekolah (belonging) Investasi dalam belajar Strategi kognitif Dalam penelitian ini juga dilakukan uji validitas dan reliabilitas dari alat ukur. Perhitungan tersebut dilakukan per komponen sehingga diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel II.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Komponen Hasil Validitas Item Reliabilitas Behavioral 0,323 hingga 0,572 0,760 Emotional 0,304 hingga 0,592 0,741 Cognitive 0,389 hingga 0,614 0,818 Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X dan XI di SMA Pangudi Luhur Van Lith dan menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu accidental sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 62 siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu teknik dimana peneliti mencoba menggambarkan hasil penelitian dalam bentuk uraian dari hasil skor total kuesioner dan menghitung distribusi frekuensi sederhana. Sesuai dengan konsep teoritis dari school engagement, maka kategorisasi hasil skor dilakukan per komponen (behavioral, emotional serta cognitive). School Engagement dikategorikan tinggi apabila skor tiap komponen tergolong tinggi ; School Engagement dikategorikan rendah apabila salah satu skor komponen tergolong rendah. 41

Zenit Volume 4 Nomor 1 April 2015 Hasil analisis akan menghasilkan skor tinggi rendah tiap komponen. Sesuai dengan kriteria kategorisasi penilaian maka dimungkinkan perolehan hasil tinggi dan rendah ; apabila kategori hasil tergolong rendah maka akan membentuk tujuh profil yaitu: Tabel II.3 Kombinasi Kategori School Engagement yang Rendah (Profil) Cognitive Behavioral Emotional Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah III. Hasil Penelitian Berdasarkan pengolahan data statistik sesuai dengan kriteria kategorisasi yang telah dijelaskan pada bagian Metode Penelitian, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel III.1 Hasil School Engagement School Engagement Tinggi Rendah 21 responden (33,87%) 41 responden (66,13%) Total responden = 62 orang (100 %) Melalui tabel III.1 dapat terlihat bahwa hanya 33,87% siswa yang tergolong memiliki School Engagement yang tinggi, sementara 66,13% siswa lainnya tergolong memiliki School Engagement yang rendah dengan profil yang bervariasi. Berdasarkan perhitungan yang lebih lanjut, maka diperoleh beberapa kombinasi antar komponen yang rendah (profil). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel III.2 Hasil Kombinasi Kategori School Engagement yang Rendah (Profil) Komponen Jumlah Responden Behavioral Emotional Cognitive Rendah Rendah Rendah 14 (22,58%) Tinggi Rendah Rendah 4 (6,45%) Tinggi Rendah Tinggi 5 (8,06%) Rendah Tinggi Rendah 11 (17.74%) Tinggi Tinggi Rendah 7 (11,29%) IV. 42 Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 21 siswa (33,87%) yang dikategorikan memiliki School Engagement tinggi sementara 41 siswa lainnya (66,13%) dikategorikan memiliki School Engagement yang rendah. Hasil tersebut menunjukan bahwa di SMA Pangudi Luhur Van Lith, jumlah siswa yang dikategorikan memiliki School Engagement rendah lebih banyak dibanding siswa yang dikategorikan memiliki School Engagement yang tinggi. Kategori School Engagement yang tinggi menggambarkan bahwa ketiga komponen yaitu behavioral, emotional dan cognitive juga memiliki derajat yang tinggi ; sementara kategori School Engagement yang rendah akan membentuk beberapa profil yang bervariasi. Komponen behavioral engagement yang tinggi pada siswa-siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith akan terlihat melalui beberapa perilaku nyata seperti memakai kelengkapan seragam sesuai ketentuan sekolah, mengumpulkan tugas tepat waktu, mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, mengerjakan setiap tugas yang diberikan di kelas dan menjalankan tugas piket sesuai dengan jadwal yang ditentukan ; Komponen emotional engagement yang tinggi akan ditunjukan melalui beberapa perilaku seperti merasa bersemangat saat mendengarkan guru yang sedang mengajar, antusias dalam mengerjakan tugas yang

School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan (Evi Ema Victoria Polii) diberikan guru, berusaha menyukai pelajaran yang dianggap sulit dan senang memiliki banyak teman di sekolah serta bangga apabila sekolah memperoleh prestasi ; Komponen cognitive engagement yang tinggi akan terlihat melalui beberapa perilaku seperti membuat jadwal belajar setiap hari, meluangkan waktu untuk membaca buku pelajaran, menetapkan target nilai yang ingin dicapai pada setiap pelajaran, membuat rencana untuk memerbaiki nilai-nilai yang kurang memuaskan serta apabila dihadapkan dengan tugas sekolah yang rumit atau persoalan rumit lainnya siswa akan cenderung memikirkan cara pemecahan masalah tersebut. Dalam penelitian ini juga ditemukan lima profil School Engagement. Profil tersebut dihasilkan melalui variasi derajat tiap komponen School Engagement yang rendah. Profil pertama adalah seluruh komponen School Engagement berada dalam ketegori rendah (14 siswa). Profil yang demikian menunjukan bahwa siswa-siswa tersebut menganggap keterlibatan dalam kegiatan sekolah bukanlah hal yang penting ; para siswa tersebut juga tidak antusias untuk mengikuti pelajaran di sekolahnya serta kurang memiliki strategi dalam belajar yang baik. Secara umum, kelompok siswa yang demikian akan terlihat kurang berminat untuk terlibat dalam seluruh kegiatan-kegiatan sekolah dan asrama, baik akademik maupun non-akademik. Profil kedua adalah komponen behavior rendah, emotional tinggi namun cognitive rendah (11 siswa). Profil yang demikian menunjukan bahwa siswa-siswa tersebut memiliki semangat yang tinggi untuk bersekolah namun tidak diwujudkan dengan keaktifan dalam kegiatan sekolah dan asrama, baik akademik dan non-akademik. Selain itu, para siswa tersebut juga kurang memiliki strategi belajar yang baik demi menunjang prestasi belajar secara akademik. Secara umum akan terlihat bahwa siswa-siswa tersebut senang berada di sekolah dan asrama, namun mereka kurang memiliki minat untuk aktif pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pihak sekolah dan asrama, terlebih lagi pada kegiatan akademik. Profil ketiga adalah komponen behavior tinggi, emotional tinggi namun cognitive rendah (7 siswa). Profil yang demikian menunjukan bahwa siswa-siswa tersebut memiliki antusiasme dalam mengikuti kegiatan dan aktif untuk melibatkan diri di setiap kegiatan sekolah, baik akademik maupun non-akademik namun siswa-siswa tersebut masih kurang memiliki inisiatif dalam menentukan strategi belajar yang tepat. Secara umum, siswa-siswa yang demikian akan tampak antusias dan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah dan asrama namun kurang menyukai kegiatan akademik. Profil keempat adalah komponen behavior tinggi, cognitive tinggi namun emotional rendah (5 siswa). Profil ini berkebalikan dengan profil ketiga. Siswa-siswa yang dikategorikan pada profil ini menunjukan bahwa mereka terlihat kurang memiliki antusiasme untuk terlibat dalam kegiatankegiatan sekolah dan asrama. Siswa-siswa tersebut akan tampak aktif terutama pada kegiatan-kegiatan belajar yang melibatkan aktifitas berpikir (akademik). Profil kelima adalah komponen behavior tinggi namun emotional dan cognitive rendah (4 siswa). Siswa-siswa yang dikategorikan pada profil ini akan terlihat aktif dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan sekolah dan asrama namun pada dasaranya mereka tidak tertarik/ tidak antusias serta tidak memiliki perencanaan spesifik terkait strategi dalam belajar. Siswa-siswa yang demikian akan terlihat sangat mengikuti peraturan yang ditetapkan, namun perilaku mengikuti aturan tersebut tidak didasari atas keinginan dan kurang mempertimbangkan manfaat dari suatu kegiatan tertentu. V. Simpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukan bahwa pada siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith, lebih banyak yang memiliki school engagement dalam derajat rendah Berdasarkan hasil perhitungan profil School Engagement, maka diperoleh persentase profil terbesar yaitu: Profil I : Ketiga komponen School Engagement berada dalam ketegori rendah (behavior rendah, cognitive rendah, emotional rendah) Profil II : Komponen Behavior rendah, komponen emotional tinggi, dan komponen cognitive rendah Profil III : Komponen Behavior tinggi, komponen emotional tinggi, dan komponen cognitive rendah. 43

Zenit Volume 4 Nomor 1 April 2015 5.2 Saran a. Saran Teoritis Bagi peneliti yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai topik School Engagement, disarankan agar meneliti mengenai kontribusi komponen-komponen school engagement terhadap school engagement. Pengembangan penelitian lanjutan juga dapat mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi school engagement b. Saran Praktis Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat variasi tinggi-rendah dalam tiap komponen School Engagement, oleh karena itu peneliti memberikan saran praktis yang mencakup pengembangan kemampuan dalam masing-masing komponen, yaitu sebagai berikut : VI. Meningkatkan komponen behavior : Pihak sekolah dan asrama perlu memberikan apresiasi bagi siswa yang aktif terlibat dan mendorong siswa yang kurang aktif agar berminat untuk aktif dalam kegiatan yang dilakukan oleh sekolah/asrama, baik secara akademik maupun non-akademik Pihak sekolah mengajarkan siswa untuk membuat time management agar siswa dapat hadir di sekolah tepat waktu dan siswa mampu mematuhi aturan sesuai ketentuan yang berlaku. Meningkatkan komponen emotional : para guru perlu menjelaskan tujuan dan manfaat pelajaran pada siswa, serta mengkreasikan materi agar menarik minat siswa untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran Meningkatkan komponen cognitive : Daftar Pustaka Guru perlu mengajarkan kemampuan self regulation kepada siswa sehingga siswa dapat meningkatkan inisiatif siswa untuk belajar mandiri dan disiplin. Guru diharapkan agar meminta feedback siswa mengenai metode penyampaian materi. Hal tersebut bertujuan agar guru mengetahui apakah siswa memahami materi yang diajarkan atau tidak. Bagi para siswa, apabila kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru selama proses belajar, diharapkan agar tidak segan untuk bertanya. Siswa juga diharapkan terbuka kepada pendamping untuk menceritakan kesulitan belajar yang dialami. Pihak sekolah/asrama diharapkan agar dapat menyediakan pendamping yang peka dengan kebutuhan siswa ; pendamping yang mampu mendekatkan diri pada siswa serta memiliki ketertarikan untuk mencari tahu kendala belajar siswa sehingga pendamping dapat mengetahui kesulitan belajar siswa dengan jelas dan dapat diatasi dengan tepat. Alsa, A. (2007). Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Azwar, S. (2010). Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Christenson, L.S., Reschly, A.L., Wylie, C. (2012). Handbook of Research on Student Engagement. Springer New York Dordrecht Heidelberg. London Connell, J.P., Spencer, M.B., & Aber, J.L. (1994). Educational risk and resilience in American-African Youth: Context, self, action, and outcomes in school. Child Development, 65. 493-506 Fredricks, J. A., Blumenfeld, P., Paris, A.H (2004). School Engagement: Potential of the Concept, State of the Evidence (Review of Educational Research; ProQuest Psychology Journals, 74-1. 59-109 Fredricks, J. A., Blumenfeld, P., Friedel, J., Paris, A.H (2005). School Engagement. Springer-Science Business Media. 305-321 UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional http://vanlith-mtl.sch.id/ 44