BAB III DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM ISLAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

Assalamu alaikum wr. wb.

BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 1992, h Said Agil al-munawar, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum ada tiga unsur seseorang dianggap telah melakukan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka Penulis berkesimpulan sebagai berikut: Seksual Terhadap Anak dalam Hukum Pidana Indonesia

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI

BAB IV ANALISIS. A. Batasan Usia dan Hukuman Penjara Bagi Anak Menurut Ulama NU. Khairuddin Tahmid., Moh Bahruddin, Yusuf Baihaqi, Ihya Ulumuddin,

BAB IV STUDI KOMPARATIF HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP MALPRAKTEK MEDIS

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk individu yang tidak dapat lepas dari aspek

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB II KETENTUAN TENTANG JARIMAH DAN MALPRAKTEK MEDIS. Jarimah (tindak pidana) berasal dari kata ( م ) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Allah pada nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. 1

BAB II JARIMAH HIRABAH. adalah menjalankan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penambahan 1/3 Hukuman dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007

A. Analisis Putusan Hakim No.193/PID.B/2013/PN.Sda tentang Tindak Pidana

BAB IV ANALISA FIQIH JINAYAH TENTANG PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DAN SANKSI HUKUMANNYA TERHADAP KETENTUAN PASAL 90 JO 354 AYAT I KUHP

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB II KEALPAAN DAN KESENGAJAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM. 1. Pengertian Kealpaan Menurut Hukum Pidana Islam

SILABUS. I. Mata Kuliah : FIKIH JINAYAH Kode : SYA 018. Program Studi : HKI, PM, HES dan HTN Program : S.1

Droit Compare (Bahasa Perancis); baru dikenal di Amerika Serikat pada abad ke-19,

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum

BAB II TINJAUAN FIQIH JINAYAH TERHADAP PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB II PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM HUKUM ISLAM. menghilangkan (menghabisi, mencabut) nyawa. Pembunuhan dalam bahasa

BAB III PEMAAFAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEADAAN MABUK. A. Alasan Obyektif Pemaafan bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan

DAFTAR PUSTAKA. 1. Pustaka Buku. Ali, Zainuddin, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

BAB IV ANALISIS BATAS UMUR ANAK DAN PEMENJARAAN ANAK DALAM HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

ANALISIS TENTANG PENYATUAN PENAHANAN ANAK DENGAN DEWASA MENURUT FIKIH JINAYAH DAN UU NO. 23 TAHUN 2002

HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN PERBANDINGANNYA DENGAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF TENTANG KETENTUAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERANTAI MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSIIF

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan

KAIDAH FIQH. Sama saja antara orang yang merusak milik orang lain baik dengan sengaja, tidak tahu, ataupun lupa

BAB II KONSEP TINDAK PIDANA ISLAM

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA PENCURIAN MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS MENURUT PASAL 49 KUHP

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

BAB IV ANALISIS ASPEK PIDANA DALAM PASAL 2 UU NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

BAB 1 PENDAHULUAN. hak-hak anak yang terkena masalah hukum. Hal ini terkait penangkapan 3 pelajar SMU

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL. Dalam kitab Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq mengatakan bahwa kata jina<yah

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG

BAB II PENGATURAN TENTANG ZINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Tindak pidana perampasan kemerdekaan orang lain atas dasar. keduanya, diantaranya persamaan-persamaan itu adalah sebagai berikut:

BAB II KONSEP PENAMBAHAN HUKUMAN MENURUT FIQH JINAYAH. Hukuman dalam bahasa Arab disebut uqūbāh.

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

BAB II HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN. Kata pencurian dalam bahasa arabnya adalah al-sari>qah yang menurut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai subyek hukum pada dasarnya dipandang. mempunyai kecakapan yang berfungsi untuk mendukung hak dan kewajiban

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB II KETENTUAN TENTANG PEMBUNUHAN DAN KECELAKAAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF. A. Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hukum Terhadap Putusan Pengadilan Negeri No.

BAB IV. A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Kejahatan Korporasi Sebagaimana Diatur

(ubi-ius ubi-societas). Hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA

BAB IV ANALISIS PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM. 1. Pembunuhan Tidak Disengaja Menurut Hukum Positif

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB II PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN (PENCURIAN) MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM. A. Pengertian Pelanggaran Hak Pemegang Paten (Pencurian)

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM HUKUM ISLAM. A. Makna dan Dasar Pertanggungjawaban Pidana dalam Hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gambaran Peristiwa Tindak Pidana Pencurian Oleh Penderita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan yang semakin meningkat dan sering terjadi dalam

Dalam memeriksa putusan pengadilan paling tidak harus berisikan. tentang isi dan sistematika putusan yang meliputi 4 (empat) hal, yaitu:

BAB III PENCURIAN DALAM HUKUM PIDANA. A. Pengertian Pidana, Hukum Pidana, dan Bentuk-bentuk Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SANKSI PIDANA DIYAT

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB III ANALISIS TERHADAP PASAL 18 PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENCATATAN NIKAH

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

BAB IV. atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan,

BAB II KEALPAAN YANG MENYEBABKAN ORANG LAIN MATI MENURUT KUHP DAN HUKUM ISLAM. A. Kealpaan Yang Menyebabkan Orang Lain Mati Menurut KUHP

WELCOME MATA PELAJARAN : MADRASAH ALIYAH ASSHIDDIQIYAH FIQIH. Kelas : XI (Sebelas), Semster : Ganjil Tahun Pelajaran : 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. yang ada. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan dalam rangka. 1. Fungsi orang tua sebagai pengayom.

BAB II TEORI TENTANG ASH SHIHHAH WA AL BUTHLAN. sehat, tidak sakit, sembuh, benar dan selamat. 1

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PENGGELAPAN PAJAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjamin, melindungi dan menjaga kemaslahatan kemaslahatan

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAKAN MENGEMIS DI MUKA UMUM. A. Analisis terhadap Sanksi Hukum Bagi Pengemis Menurut Pasal 504

BAB IV PENUTUP. hukum, baik itu dari bahan hukum Islam dan bahan-bahan hukum Positif. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Wardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2004, hlm

BAB II TURUT SERTA TINDAK PIDANA DALAM HUKUM PIDANA ISLAM (AL-ISTIRAK FI AL-JARI>MAH)

BAB II SANKSI PIDANA BAGI PELAKU KELALAIAN BERKENDARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAMA DAN UU NO.22 TAHUN 2009

BAB III TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAPPERCOBAAN KEJAHATAN

Transkripsi:

BAB III DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM ISLAM A. Anak Menurut Hukum Islam Hukum islam telah menetapkan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seorang manusia yang telah mencapai umur 7 tahun dan belum baligh. Kata baligh berasal dari fi il madhi: balagha, yablughu, bulughan yang berarti sampai, menyampaikan, mendapat, baligh, masak. 1 Manurut Abdul Qadir Audah, anak dapat ditenttukan bahwa laki-laki itu belum keluar sperma dan bagi perempuan belum haid atau ihtilam (bermimpi hingga mengeluarkan air mani), dan belum pernah hamil. 2 Sedangkan menurut Jumhur Fuqaha bahwa kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan sama tentang kedewasaanya yaitu keluarnya sperma dan telah haid serta terlihatnya kecerdasan. 3 Sedangkan menurut Waryono Abdul Ghafur anak adalah jika belum mencapai umur baligh, dimana batas umur baligh apabila kalau laki-laki sudah bermimpi dan mengeluarkan air mani dan anak perempuan apabila sudah haid. 4 1 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur an, 1973), hlm. 71 2 Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri al Jina i al Islami, Juz I, (Lebanonon: Dar Al-Kutub Al Ilmiyah, 2001), hlm. 603 3 Ibnu Rusyd, Bidayah al-mujtahid, Juz II, (t.p.: Wahriyai al-kitab al Arabiyah, t.t.), hlm. 211 4 Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dengan KOnteks, Yogjakarta : elsaq Press, 2005), hlm. 82

Adapun yang menjadi dasar tidak cakapnya seorang anak adalah disandarkan pula pada ketentuan hukum yang terdapat dalam al-qur an. Artinya : Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas ( pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. (Q.S. An-Nisa : 6) 5 B. Batas Usia Anak dan Pertanggung Jawaban Pidananya Dalam Hukum Islam Pertanggungjawaban pidana, diartikan sebagai bentuk pembebanan kepada seseorang akibat perbuatan sesuatu yang dilarang atau tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan dengan kemauan sendiri dan tidak tahu akibat-akibat dari berbuat atau tidak berbuat. Berdasarkan pengertian diatas, maka pertanggungjawaban pidana dapat ditegakkan karena adanya tiga hal : a. Adanya perbuatan yang dilarang untuk dikerjakan atau adanya perintah untuk dikerjakan. hlm. 113 5 Depag RI., Al-Qur an dan Terjemahannya, ( Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1998),

b. Adanya sikap berbuat atau tidak berbuat dan atas kehendak atau kemauan sendiri. c. Pelaku mengetahui akibat-akibat dari perbuatan yang dilakukan. Dengan adanya syarat seperti tersebut di atas, dapat dipahami bahwa yang dapat dibebani hukuman adalah menusia sebagai subyek hukum dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu dewasa, berakal dan atas kehendak sendiri (bukan adanya paksaan). 6 Pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana Islam adalah pembebanan terhadap seseorang atas suatu perbuatan yang telah dilarang yang ia kerjakan dengan kemauan sendiri dan ia sadar akibat dari perbuatannya itu. 7 Adapun pelaku tindak pidana dapat dibebani pertanggungjawaban pidana apabila memenuhi syarat adanya perbuatan yang dilarang, dikerjakan dengan kemauannya sendiri dan pelaku mengetahui akibat dari perbuatan tersebut. 8 Pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan hukum dapat berbuat atau tidak berbuat. Pelaku jarimah (tindak pidana) dapat dihukum apabila perbuatannya dapat dipersalahkan. Setiap tindak pidana harus mengandung unsur sifat melawan hukum, perbuatan tersebut dapat dipersalahkan, 6 Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam Indonesia, (Yogjakarta: Teras, 2009), hlm. 89 7 Abd. Salman Arief, Fiqh Jinayah, (Yogjakarta: Ideal, 1987), hlm. 45 8 A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Islam, cet. Ke-3, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 154

perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan dalam hukum dinyatakan perbuatan yang dapat dihukum. 9 C. Sanksi pidana pembunuhan tidak sengaja oleh anak menurut hukum Islam Tidak semua pelaku tindak pidana pembunuhan pasti diancam sanksi qishash. Segala sesuatu harus diteliti secara mendalam mengenai motivasi, cara, faktor pendorong, dan teknis ketika melakukan jarimah pembunuhan ini. Ulama fiqh membedakan jarimah pembunuhan menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut: 1. Pembunuhan sengaja. 2. Pembunuhan semi-sengaja. 3. Pembunuhan tersalah. 10 Pembunuhan diartikan oleh para ulama sebagai perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa. Mazhab Maliki membagi pembunuhan menjadi dua, yaitu pembunuhan sengaja dan pembunuhan tidak sengaja. Sedangkan ulama Hanafiyah, Syafi iyah, dan Hambali membagi pembunuhan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Pembunuhan sengaja (qatl al- amd) yaitu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang dengan maksud untuk menghilangkan nyawa. 9 Haliman, Hukum Pidana Syariat Islam Menurut Ajaran Ahl al-sunnah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 66 10 Nurul Irfan, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm.5

2. Pembunuhan semi sengaja (qatl syibh al- amd), yaitu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya, tetapi mengakibatkan kematian. 3. Pembunuhan karena kesalahan (qatl al-khata ), yaitu pembunuhan yang disebabkan salah dalam perbuatan, salah dalam maksud, dan kelalaian. 11 Pelaku tindak pidana tidak sengaja mengerjakan perbuatan yang dilarang, akan tetapi perbuatan tersebut menjadi akibat kekeliruannya. Kekeliruan itu ada dua macam, yaitu: 1. Pelaku dengan sengaja melakukan perbuatan tetapi jarimah akibat perbuatannya itu sama sekali tidak diniatkan seperti seorang binatang buruan tetapi mengenai manusia. 2. Pelaku tidak sengaja berbuat dan jarimah yang terjadi tidak diniatkannya sama sekali seperti orang yang sedang tidur jatuh dan mengenai orang lain. 12 Dalam Alquran Surat An-Nisaa ayat 92 11 Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam..., hlm. 170 12 Mardani, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 120

Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh orang mukmin karena bersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya ( si terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang mukmin, dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. 13 Pembunuhan tidak sengaja atau pembunuhan karena suatu kesalahan adalah tindakan orang mukhalaf yang dibolehkan untuk melakukannya, seperti membidik binatang buruan atau membidik sasaran tertentu, kemudian 13 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 26

ternyata terkena manusia yang dilindungi darahnya dan akibatnya dia mati. Contoh lainnya seperti seorang menggali sumur, lalu ada orang lain terperosok ke dalamnya dan mati. Juga dikategorikan ke dalam pembunuhan kesalahan, jika seorang memasang perangkap padahal tidak diperkenankan memasangnya disitu, lalu ada orang lain yang terperangkap di situ sampai mati. Juga pembunuhan kesengajaan yang belum mukalaf secara sengaja sekalipun, seperti anak kecil atau orang gila. Pembunuhan karena suatu kesalahan membawa kepada dua konsekuensi. Pertama, diyat ringan yang dibebankan atas keluarga pembunuh untuk membayarnya secara berangsur-angsur sampai tiga tahun. Kedua, kifarat yaitu memerdekakan budak muslim yang tanpa cacat yang bisa mengurangi prestasi kerja dan mencari mata pencaharian. Bilamana pelaku pembunuhan tidak bisa memenuhinya, maka ia diwajibkan berpuasa selama dua bulan berturut-turut. 14 Atau bisa dikatakan bakwa sanksi pokok pembunuhan karena kesalahan adalah diyat dan kaffarat. Hukuman penggantinya adalah puasa dan ta zir dan hukuman tambahannya adalah hilangnya hak waris dan hak mendapat wasiat. 15 Semua hukum Islam diperkenalkan secara bertahap. Pada mulanya, pembalasan juga diatur dalam kasus melukai anggota badan tetapi hal ini sebelum adanya perintah yang tegas, lalu turun wahyu yang membatasi 14 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), hlm. 415 15 Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam..., hlm. 173

hukum balas hanya dalam kasus pembunuhan saja. Meskipun demikian keluarga atau ahli waris korban pembunuhan tadi dapat memberikan keringanan dan dapat menuntut diyat atas utang darah tersebut. Diyat tersebut juga dapat menggantikan keputusan hukuman mati kalau terbukti bahwa pembunuhan itu tidak dilakukan dengan sengaja. Al-Qur an menyebutkan: Dan tidak layak lagi seorang muslim membunuh muslim yang lain kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa yang membunuh orang mukmin kkarena tersalah maka (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), terkecuali jika mereka (keluarga korban) bersedekah. Tetapi jika ia yang (terbunuh itu) dari kaum yang memusuhi, padahal ia orang mukmin, maka hendaklah (si pembunuh) memerdekakan seorang budak belian yang beriman. (al-nisa (4): 92) Dalam kasus pembunuhan yang tersalah, maka diyat harus dibayar (alnisa (4): 92) apabila si pembunuh tidak diketahui maka diyat itu dibayarkan Bait al-mal. (H.R. Abu Daud). 16 Dalam qawl qadim, Imam al-syafi i berpendapat bahwa orang yang menghilangkan sebagian anggota badan orang lain (secara tidak sengaja atau semi sengaja), tidak diwajibkan membayar diyat. Sedangkan dalam qawl jadid, imam al-syafi i berpendapat bahwa orang yang menghilangkan sebagian anggota badan orang lain secara tidak sengaja atau semi sengaja, diwajibkan membayar diyat. Imam al-syafi i, baik dalam qawl qadim 16 A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah Syari ah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 305

maupun dalam qawl jadid tentang orang yang menghilangkan sebagian anggota badan orang lain secara sengaja atau semi sengaja tidak menjadikan hadist sebagai argumen. 17 Tidak semua tindak pidana dapat diketahui sanksi pidana. Ada beberapa alasan yang menyebabkan pelakunya terbebas dari sanksi. Hukum pidana Islam mengenal beberapa alasan yang dapat menghapuskan tindak pidana, yaitu sebagai berikut: 1. Pelaku adalah anak-anak atau orang gila Anak-anak dan orang gila adalah golongan yang tidak dikenai pidana atas perbuatannya, karena keduanya bukan termasuk orang yang mampu untuk bertanggung jawab. Jika anak-anak atau orang gila melakukan suatu perbuatan pidana, maka perbuatannya dimaafkan. 2. Lupa, kekeliruan, dan karena paksaan. Lupa, kekeliruan, dan karena paksaan merupakan alasan yang dijadikan sebagai penghapus pidana. Mengenai keliru, Allah Ta ala berfirman :... 291 17 Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm.

...Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu keliru padanya,tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (al-ahzab (33): 5). Pertanggungjawaban pidana dalam syari at islam adalah pembebanan seseorang atas suatu perbuatan yang telah dilarang yang ia kerjakan dengan kemauan sendiri dan ia sadar akibat dari perbuatannya itu. 18 Adapun pelaku tindak pidana dapat dibebani pertanggungjawaban pidana apabila memenuhi syarat adanya perbuatan yang dilarang, dikerjakan dengan kemauannya sendiri dan pelakunya mengetahui akibat dari perbuatan tersebut. 19 Keliru dapat menghapuskan pidana, tetapi tidak bagi tindak pidana jinayat. Dalam tindak pidana, syariat telah menentukan bahwa pelaku tindak pidana jinayat harus dijatuhi sanksi, meskipun perbuatannya dilakukan karena keliru. Dengan kata lain, unsur kekeliruan dapat menghapuskan hukuman bagi pelaku tindak pidana selain jinayat, karena hapusnya unsur kesengajaan. 20 Seorang anak tidak akan dikenakan hukuman had karena kejahatan yang dilakukannya. Karena tidak ada tanggungjawab hukum atas seorang 154 18 Abd. Salam Arief, Fiqh jinayah, (Yogjakarta: Ideal, 1978), hlm.45 19 A. hanafi, Asas-Asas Hukum Islam, cet. Ke-3, (Jakarta : Bulan Bintang, 1986), hlm. 20 Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 85

anak yang berusia berapapun sampai dia mencapai umur puber, Qodhi hanya akan tetap berhak untuk menegur kesalahannya untuk menetapkan beberapa batasan baginya yang akan membantu memperbaiki dan menghentikannya dari membuat kesalahan lagi di masa yang akan datang. Menurut Abu Zaid Al- Qayrawani, seorang Ulama Mahzab Maliki, Abdur Rahman menyatakan bahwa tetap tak akan ada hukuman had bagi anak anak kecil bahkan juga dalam hal tuduhan zina yang palsu (qadhaf) atau justru si anak sendiri yang melakukannya. 21 D. Proses Peradilan Anak Dalam Islam tidak dikenal hukuman penjara terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana tetapi wajib membayar diyat, sebaliknya dalam UU NO. 3 Tahun 1997 pasal 26 dikenal dengan hukuman penjara terhadap anak di bawah umur yang terbukti bersalah melakukan tindakan pidana. Adapun masalah umur atau batas kedewasaan antara hukum islam dan hukum positif relatif sama, hukum positif yang dinamakan anak di bawah umur adalah yang berusia antara 8 sampai 10 tahun dan belum pernah menikah. Hukum Islampun demikian juga, yang dinamakan anak di bawah umur berusia 6 sampai 18 tahun, karena di usia 18 tahun anak dapat berpikir secara penuh. Penjatuhan pidana terhadap anak di bawah umur sebetulnya tidak mempunyai nass, tetapi mempergunakan qiyas dalam mengistinbatkan hukum. 21 Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri al Jina i..., hlm. 603

Kejadian yang tidak ada nassnya atau yang populer dengan istilah alfar atau maqis, tujuannya adalah untuk mengetahui hukum yang tidak mempunyai nass. Anak dibawah umur menurut hukum Islam terlepas dari pertanggungjawaban pidana, sehingga ia tidak bisa dihukum karena perbuatan yang ia lakukan, tetapi ia diberi ta zir yang berfungsi sebagai ta dib (pendidikan) bila ia sudah tamyiz. Sedangkan apabila ia diberi sanksi penjara (menurut hukum positif) maka ia diganti dengan membayar diyat (denda yang berfungsi sebagai ta awud untuk menjamin keterpeliharaan (ismah) jiwa yang terbunuh. 22 22 http://library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.php?mod-browse&op=read&id=jtptian-gdl-sl- 2006-awahabhazh-229, 1 Juni 2016, 19.45