BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK DAN METODE CERAMAH PADA SISWA KELAS V DI SDSN BENDUNGAN HILIR 09 PAGI

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Diyanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD?

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun. 2003Pasal 1 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB I PENDAHULUAN. relevan, serta mampu membangkitkan motivasi kepada peserta didik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kemampuan Membaca Teks Berita Dengan Menggunakan Model Cooperative Integrated Reading And Composition

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA GESEK

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENERAPKAN METODE INKUIRI PADA PEMBELAJARAN IPA TENTANG POKOK BAHASAN SIFAT-SIFAT CAHAYA

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, terutama ditingkat sekolah dasar (SD).

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI DAUR AIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. interaksi aktif dilakukan pembelajaran dengan lingkungan, yang menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70).

BAB I PENDAHULUAN. yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP bahwa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran matematika di tingkat SD adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang unggul, dan siap menghadapi perubahan-perubahan atau perkembangan. dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belajar sebagai suatu kebutuhan yang telah dikenal dan bahkan sadar atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Agustina,2013

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sekarang ini telah mulai

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas V MI Darussalam Palembang

Transkripsi:

7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Saintifik Proses pembelajaran berbasis pendekatan saintifik sesuai dengan konteks kurikulum 2013, terutama pada mata pelajaran IPA. Menurut Daryanto (2014), pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal dan memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi dapat berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta dan diarahkan untuk mendorong siswa dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu (Wijayanti, 2014). Adapun tujuan pembelajaran pendekatan saintifik adalah (Daryanto, 2014) : 1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. 2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik. 3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan. 4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi. 5. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam penulisan artikel ilmiah. 6. Untuk membangun karakter siswa. 2.1.1 Proses Pembelajaran Pendekatan Saintifik Pendekatan saintifik diimplementasikan dalam pembelajaran bertujuan untuk melatih siswa berpikir tingkat tinggi (high order thinking). Pendekatan

8 saintifik dilakukan melalui proses kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasi/mengolah informasi, dan mengkomunikasikan (Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar, 2013). 1. Mengamati Dalam kegiatan mengamati, guru memberi kesempatan seluasluasnya pada siswa untuk membaca, mendengar, menyimak, melihat merasa, meraba, dan membaui (tanpa alat atau dengan alat). 2. Menanya Dalam kegiatan menanya, guru mendorong siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca. Bagi siswa yang belum mampu mengajukan pertanyaan, guru membimbing agar siswa mampu melakukannya secara mandiri. Pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa bersifat faktual, hipotetik yang terkait dengan hasil pengamatan terhadap objek konkrit sampai abstrak yang berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, dan generalisasi. Kegiatan mengajukan pertanyaan perlu dilakukan terus-menerus agar siswa terlatih dalam mengajukan pertanyaan sehingga rasa ingin tahu berkembang. Melalui kegiatan mengajukan pertanyaan, siswa dapat memperoleh informasi lebih lanjut dari beragam sumber baik dari guru maupun sumber lainnya. 3. Mengumpulkan Informasi/Eksperimen Setelah melakukan kegiatan menanya, siswa menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber belajar, misalnya dengan membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti atau bahkan melakukan eksperimen untuk dijadikan sebagai bahan berpikir kritis dalam menggali berbagai sumber belajar. 4. Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/Menalar Berdasarkan berbagai informasi yang diperoleh, siswa dapat menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi, dan mengambil berbagai kesimpulan.

9 5. Mengkomunikasikan Kegiatan berikutnya adalah menuliskan, menceritakan atau mempresentasikan hasil dari kegiatan yang telah dilakukan oleh siswa. Hasil tersebut disampaikan di depan kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar siswa atau kelompok siswa tersebut. 2.1.2 Karakteristik Pendekatan Saintifik Proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Adapun karakteristik pendekatan saintifik adalah sebagai berikut (Kemdikbud, 2013) : 1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. 2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru dan siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analisis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. 4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran. 5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. 6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. 7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

10 2.1.3 Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Saintifik 2.1.3.1 Keunggulan Pendekatan Saintifik Keunggulan dari pendekatan saintifik antara lain (Kemdikbud, 2013) : 1. Siswa harus aktif dan kreatif. 2. Dapat mengembangkan karakter siswa. 3. Penilaian di dapat dari semua aspek. 2.1.3.2 Kelemahan Pendekatan Saintifik Kelemahan dari pendekatan saintifik yaitu : 1. Guru jarang menjelaskan. 2. Apabila guru tidak kreatif, maka pembelajaran tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran. 2.2 Metode Ceramah Metode ceramah adalah metode yang paling sering kita jumpai di sekolahsekolah. Pada metode ini guru memberikan penjelasan secara lisan kepada muridnya. Murid mendengarkan apa yang dijelaskan oleh gurunya, membuat catatan, dan murid bersifat pasif, yaitu hanya menerima semua yang dijelaskan oleh guru. Ceramah adalah penuturan atau penerangan secara lisan oleh guru terhadap kelas (Hamdayama, 2014). Menurut Henson (dalam Santrock, 2009), ada beberapa tujuan yang dapat dicapai dalam sebuah ceramah : 1. Menyampaikan informasi dan memotivasi minat para siswa dalam satu mata pelajaran. 2. Memperkenalkan topik sebelum siswa membacanya sendiri atau memberikan instruksi tentang cara mengerjakan sebuah tugas. 3. Meringkas atau mensintesis informasi setelah sebuah diskusi atau penyelidikan. 4. Memberikan sudut pandang alternatif atau mengklarifikasi isu-isu dalam persiapan untuk diskusi. 5. Menjelaskan materi yang sulit dipelajari sendiri oleh siswa. Metode ceramah merupakan bagian dari pendekatan pengajaran secara langsung (direct instruction). Fokus dari pengajaran secara langsung adalah aktivitas akademis, aktivitas nonakademis (seperti permainan dan teka-teki) hampir tidak digunakan dalam proses pembelajaran. Menurut Stevenson (dalam Santrock, 2009), satu tujuan dalam

11 pendekatan secara langsung adalah memaksimalkan waktu belajar siswa. Pembelajaran membutuhkan waktu, semakin lama waktu belajar akademis yang di alami siswa, semakin besar kemungkinan mereka untuk mempelajari materi dan mencapai standar yang tinggi. Guru menentukan standar yang tinggi untuk prestasi dan mengharapkan siswa-siswa untuk mencapai tingkat keunggulan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode ceramah adalah cara guru dalam menyampaikan informasi ataupun bahan pelajaran dengan menggunakan lisan kepada sejumlah siswa. Guru memegang kendali dalam proses pembelajaran dan memberikan arahan dalam memberikan tugas-tugas kepada siswa. 2.2.1 Strategi Metode Ceramah Berikut adalah beberapa strategi yang baik digunakan ketika memberikan ceramah (Santrock, 2009) : 1. Bersiaplah. Jangan hanya memberikan ceramah tanpa ada persiapan. Habiskanlah waktu untuk mempersiapkan dan mengatur apa yang akan disampaikan. 2. Buatlah ceramah itu singkat serta berikan selingan untuk pertanyaan dan aktivitas. Sebagai contoh, menyampaikan ceramah selama 10 atau 15 menit untuk memberikan latar belakang informasi dan kerangka satu topik, kemudian menempatkan siswa dalam diskusi kelompok kecil. 3. Buatlah ceramah menarik dan mengasyikkan. Pikirkanlah apa yang dapat dikatakan untuk memotivasi minat siswa dalam sebuah topik. Berikan selingan pada ceramah dengan video klip yang berkaitan, demontrasi, selebaran, dan/atau aktivitas untuk siswa. 4. Ikutilah rangkaian yang telah dibuat dan masukkanlah komponenkomponen utama tertentu. a. Mulailah dengan advance organizer atau peninjauan topik. b. Menyoroti konsep penting atau ide baru apa pun secara verbal dan visual (seperti istilah penting yang dicetak tebal dalam buku ini). Gunakanlah papan tulis, OHP, atau peralatan dengan tampilan yang besar lainnya.

12 c. Menyampaikan informasi baru sehubungan dengan apa yang telah diketahui siswa-siswa tentang topik tersebut. d. Secara periodik, mendapatkan respon siswa guna memastikan bahwa mereka memahami informasi tersebut sampai pada titik itu dan guna mendorong pembelajaran yang aktif. e. Pada akhir ceramah, berikanlah ringkasan atau peninjauan luas tentang ide-ide utama. f. Buatlah hubungan dengan ceramah atau aktivitas masa depan. 2.2.2 Keunggulan dan Kelemahan Metode Ceramah 2.2.2.1 Keunggulan Metode Ceramah Keunggulan dari metode ceramah antara lain (Hamdayana, 2014) : 1. Guru mudah menguasai kelas karena guru menyampaikan informasi dan materi secara langsung dengan tatap muka secara langsung dengan siswa. 2. Metode yang dianggap paling ekonomis waktu dan biaya karena waktu dan materi dapat diatur oleh guru secara langsung, materi dan waktu pelajaran sangat ditentukan oleh sistem nilai yang dimiliki guru yang bersangkutan. 3. Mudah dilaksanakan. 4. Dapat diikuti siswa dalam jumlah besar, bisa juga dengan menggunakan media sound system sehingga suara guru yang sedang menerangkan bisa terdengar lebih keras dengan jangkauan suara lebih jauh. 5. Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar. 2.2.2.2 Kelemahan Metode Ceramah Kelemahan dari metode ceramah, antara lain : 1. Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata). 2. Siswa yang lebih tanggap dari sisi visual akan menjadi rugi dan siswa yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya. 3. Bila terlalu lama membosankan. 4. Sukar mengontrol sejauh mana pemerolehan belajar siswa. 5. Menyebabkan siswa menjadi pasif.

13 2.3 Hasil Belajar Hasil belajar sangat dipengaruhi oleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Bloom (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006), bahwa hasil belajar adalah perilaku dan kemampuan internal akibat belajar. Jadi, perubahan yang dimaksud adalah perubahan dalam tingkah laku dan kemampuan mental siswa yang diakibatkan dari pemberian pengalaman pada saat proses belajar. Menurut Gagne (dalam Sutikno, 2007), menyebutkan ada lima macam hasil belajar yaitu: 1. Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang semuanya diperoleh melalui materi yang disajikan oleh guru di sekolah; 2. Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing siswa dalam memperhatikan, belajar, mengingat, dan berpikir; 3. Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan; 4. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot; dan 5. Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang berdasarkan emosi, kepercayaan-kepercayaan, serta faktor intelektual. Menurut Sabri (2010), pengertian hasil menunjukkan pada suatu aktivitas yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Sedangkan belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar adalah suatu perubahan pengetahuan dan tingkah laku yang diperoleh melalui kegiatan belajar. Menurut Angkowo & Kosasih (2007), untuk melihat hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran, tipe hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa penting untuk diketahui guru, agar pada tahap selanjutnya guru dapat mendesain pembelajaran secara tepat dan penuh makna. Menurut Purwanto (2009), tes hasil belajar juga merupakan tes penguasaan, karena tes ini berfungsi mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan

14 oleh guru atau dipelajari oleh siswa. Tes diujikan setelah siswa memperoleh sejumlah materi sebelumnya dan pengujian dilakukan untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi tersebut. Evaluasi tes hasil belajar tersebut akan mengukur nilai dan efektifitas dari bagian tertentu dalam pendidikan. Tes hasil belajar dilakukan untuk mengukur sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi-materi pembelajaran. Tes hasil belajar juga dapat dijadikan sebagai evaluasi bagi guru maupun pihak sekolah. Tes formatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. 2.4 Pengertian IPA Ilmu pengetahuan adalah mengidentifikasi sejumlah tantangan dan strategi yang berhubungan dengan cara mengajarkan anak-anak berpikir ilmiah (Santrock, 2009). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu mata pelajaran yang menuntut siswa untuk terlibat aktif dalam membangun kebermaknaan antar objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan. IPA merupakan ilmu yang berperan penting dalam memajukan daya pikir siswa dalam memecahkan masalah kehidupan, karena pada dasarnya IPA adalah ilmu yang mempelajari cara mencari tahu tentang alam semesta dan segala isinya secara sistematis. IPA merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang ditempuh melalui pengalaman, serta serangkaian proses ilmiah antara lain dengan melakukan penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan (Depdiknas, 2006). Trianto (2007) mengemukakan bahwa kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang apa, mengapa, dan bagaimana tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu memahami alam sekitar melalui proses mencari tahu dan berbuat. Hal ini akan membantu siswa mampu memahami alam sekitar dan membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. 2.4.1 Tujuan Pembelajaran IPA Untuk mewujudkan itu semua, kurikulum di Indonesia, yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merumuskan beberapa

15 tujuan penting yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPA SD (Depdiknas, 2009) : 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaannya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan keselarasan tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperasaan dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Berdasarkan tujuan tersebut orientasi dan arah pembelajaran IPA adalah mengarahkan siswa untuk mampu mengembangkan segala pengetahuan yang dimiliki untuk memelihara dirinya sendiri, lingkungan, serta jagad raya ini. Untuk menilai ketercapaian semua tujuan di atas, dibutuhkan suatu bukti yang menunjukkan tingkat penguasaan siswa terhadap konsep IPA yang telah diajarkan, yang meliputi pengembangan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, serta meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan di muka bumi ini. Bukti tersebut dapat ditunjukkan dengan pencapaian hasil belajar yang diperoleh siswa setelah melewati serangkaian kegiatan belajar. 2.4.2 Strategi Mengajar Ilmu Pengetahuan Strategi yang penting untuk digunakan ketika mengajar ilmu pengetahuan (Santrock, 2009) :

16 1. Membantu siswa belajar bagaimana berpikir seperti ilmuan. Ciptakanlah situasi yang mengharuskan siswa-siswa membuat pengamatan yang teliti, bekerja secara efektif dengan data, dan memecahkan masalah ilmiah. 2. Memonitor kesalahan konsepsi siswa mengenai ilmu pengetahuan dan bekerja dengan mereka untuk mengembangkan konsepsi yang lebih akurat. 3. Membimbing siswa dalam mengembangkan keterampilan penyelidikan. Ketika mengajarkan keterampilan penyelidikan jangan membiarkan siswa sepenuhnya dengan usaha mereka sendiri; gunakanlah penyelidikan bimbingan. 4. Mengajarkan materi ilmu pengetahuan. Siswa tidak hanya perlu mengembangkan keterampilan penyelidikan, mereka juga perlu mempelajari materi ilmu pengetahuan. 5. Membuat ilmu pengetahuan menarik dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki masalah ilmu pengetahuan seharihari. 2.4.3 Proses Pembelajaran IPA Menurut Surya (2005), proses pembelajaran IPA pada hakikatnya harus mencakup beberapa aspek yaitu: 1. Pengembangan keterampilan proses. Pengembangan keterampilan proses IPA berorientasi untuk membiasakan siswa bekerja melalui langkah-langkah, seperti mengamati, menggolongkan alat, mengukur, menafsirkan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan hasil secara lisan maupun tulisan. 2. Penanaman nilai/sikap ilmiah. Penanaman sikap ilmiah seperti menyadari kebesaran Tuhan, rasa ingin tahu yang besar, mau bekerja sama, dan menghargai pendapat serta karya orang lain. Dengan aspek tersebut proses pemberian pengalaman pembelajaran dengan melibatkan siswa aktif dalam melakukan kegiatan pengamatan/ observasi, percobaan atau demonstrasi, maka proses pembelajaran akan bermakna bagi siswa SD.

17 2.5 Perkembangan Siswa SD Usia siswa kelas V berkisar pada umur 10-11 tahun, anak pada periode ini masuk pada periode masa kanak-kanak tengah dan akhir (middle and late childhood) yaitu antara usia 6-11 tahun. Anak pada periode ini sudah menguasai keterampilan dasar diantaranya membaca, menulis, dan aritmatika. Perkembangan kognitif pada siswa SD melibatkan perubahan dalam pemikiran, kecerdasan anak, dan kemampuan anak berbahasa. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2007) perkembangan kognitif siswa SD ada pada tahap operasional konkret yang berlangsung kira-kira pada usia 7-11 tahun. Pada tahapan ini pemikiran logis menggantikan pemikiran intuitif asalkan pemikiran dapat diaplikasikan menjadi contoh-contoh yang konkret atau spesifik. Pada tahap ini anak mulai mampu berpikir logis mengenai kejadian-kejadian konkret, memahami konsep percakapan, berfikir logis, mengklasifikasikan benda, dan menempatkan objekobjek dalam urutan. Proses perkembangan psikososial siswa juga berkaitan dengan proses belajar. Menurut Erik Erickson (dalam Santrock, 2007) tahap perkembangan psikososial siswa SD tergolong pada tekun dan rendah diri (industry versus inferiority). Pada tahap ini anak-anak mengarahkan energi mereka pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Yang berbahaya pada tahap ini adalah perasaan tidak kompeten dan tidak produktif. Dorongan untuk mengetahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tapi dipihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang anak menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri (inferiority).

18 2.6 Kerangka Berfikir IPA : Sulit, Banyak Hapalan, & Kurang Diminati Siswa Pendekatan Saintifik Metode Ceramah Evaluasi Pembelajaran IPA Strategi Pembelajaran IPA yang tepat Menurut guru wali kelas V di SDSN Bendungan Hilir 09 Pagi, IPA adalah mata pelajaran yang dianggap sulit dan kurang diminati oleh siswa. Dari beberapa mata pelajaran seperti Matematika, IPS, PPKn, Bahasa Indonesia, PJOK, SBdP, Agama dan Bahasa Inggris, pelajaran IPA termasuk pelajaran yang materi dan hapalannya banyak. Nilai ujian akhir sekolah mata pelajaran IPA tahun ajaran 2013/2014 rata-rata 7,00. Sedangkan rata-rata yang sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 7,5. Nilai siswa kebanyakan masih di bawah KKM. Guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan masih kurang melakukan percobaan. Dalam pemilihan strategi pembelajaran, proses pembelajaran IPA yang mempelajari fenomena alam akan selalu dihadapkan pada pengalaman dan fenomena yang sering dijumpai siswa dalam kehidupannya sehari-hari. Pembelajaran IPA dengan model pembelajaran menggunakan metode ceramah sering menimbulkan kebosanan bagi siswa, karena siswa hanya duduk mendengarkan, menulis dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Namun, bukan berarti metode ceramah adalah strategi pembelajaran yang kurang baik semuanya tergantung dari bagaimana cara guru menjelaskan dan kemampuan siswa dalam menyerap materi. Berdasarkan penjelasan

19 diatas, maka peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan hasil belajar IPA dengan menggunakan pendekatan saintifik dan metode ceramah pada siswa kelas V di SDSN Bendungan Hilir 09 Pagi.

20