PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 7, TAHUN : 2004 SERI : B NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 28 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 33 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK DAN PENGAWASAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

NOMOR 2 TAHUN 2006 SERI C

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 25 TAHUN 2001 T E N T A N G RETRIBUSI TERMINAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG RETRIBUSI IZIN MEMBUKA DAN MEMANFAATKAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 26 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 09 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 17 TAHUN 2010 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 21 TAHUN 2001 T E N T A N G PAJAK PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 06 TAHUN 2000 T E N T A N G RETRIBUSI PEMANFAATAN LAHAN PADA HUTAN NEGARA

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2003 NOMOR 08 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR

PERATURAN OAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU RETRIBUSI IZIN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN BURUNG WALET 01 LUAR HABITAT ALAMI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR : 04 TAHUN 2000 T E N T A N G RETRIBUSI IJIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 3

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG SRITI DAN ATAU WALET

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Kotamadya daerah Tingkat II Yogyakarta)

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKKAN PENGGUNAAN TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2000

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DAN ANGKUTAN DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2011 SERI C.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA ANGKUTAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN WALIKOTA TARAKAN,

PEMERINTAH DAERAH KOTA KOTAMOBAGU

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR : 3 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 11 SERI B. 11 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN

\ PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK. Tahun. retribusi kewenangan. Daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PENYEDIAAN DAN/ATAU PENYEDOTAN KAKUS

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR: 10 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

BUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA

RETRIBUSI IZIN TRAYEK

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYANOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 7 TAHUN 1999 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PENITIPAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 16 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN BIDANG INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR: 17 SERI C.17 TAHUN

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 13 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 05 TAHUN 2012 TLD NO : 05

P E R A T U R A N D A E R A H

Transkripsi:

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun1999 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, dimana untuk memantapkan sebagai Daerah Otonom perlu dilakukan upaya untuk menggali Pendapatan Asli Daerah guna membantu pelaksanaan kegiatan rutin dan pembangunan dengan menetapkan jenis retribusi sepanjang memenuhi kriteria dan sesuai dengan aspirasi masyarakat; b. bahwa untuk pengendalian dan pengawasan lingkungan serta kelestarian Sarang Burung Walet, dipandang perlu adanya peraturan mengenai izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet; c. bahwa untuk maksud pada huruf a dan b di atas, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Perubahan Keempat Undang Undang Dasar 1945; 2. Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perudang-undangan; 3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko dan Daerah Tingkat II Tanjung Jabung dengan mengubah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten di Propinsi Sumatera tengah (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2755); 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 3419); 6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41);

2 7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 8. Undang-undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung timur (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3903); 9. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119); 12. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70); 13. Keputusaan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 1999 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet; Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: a. Kabupaten adalah Kabupaten Tanjung Jabung Barat; b. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat; c. Bupati adalah Bupati Tanjung Jabung Barat;

3 d. Pejabat adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. Burung Walet adalah Satwa Liar yang termasuk Marga Collocalia yaitu Collocalia Fuchiaphaga, Collocalia Maxima, Collocalia Esculenta dan Collocalia Linchi; f. Pengelolaan Burung Walet adalah Rangkaian Pembinaan Habitat dan Pengendalian Populasi Burung Walet di Habitat Alami dan Luar Habitat Alami; g. Pengusahaan Burung Walet adalah bentuk kegiatan pengambilan Sarang Burung Walet adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Orang Pribadi atau Badan Hukum untuk mengusahakan Pengelolaan Burung Walet dalam Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; h. Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Orang Pribadi atau Badan Hukum untuk mengusahakan Pengelolaan Burung Walet sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku; i. Habitat Alami Burung Walet adalah Lingkungan tempat Burung Walet Hidup dan berkembang secara alami; j. Diluar Habitat Alami Burung Walet adalah Lingkungan tempat Burung Walet hidup dan berkembang yang diusahakan dan dibudidayakan; k. Kawasan Hutan Negara adalah Kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi, Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam; l. Lokasi adalah suatu kawasan / tempat tertentu dimana terdapat Sarang Burung Walet baik pada Habitat Alami maupun diluar Habitat Alami; m. Kawasan Pelestarian Alam adalah Kawasan dengan cirikhas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga befungsi sebagai Wilayah Sistem Penyangga Kehidupan; n. Kawasan Suaka Alam adalah Kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai Wilayah Penyangga Kehidupan; o. Penemu Gua Sarang Burung Walet adalah seseorang atau sekelompok orang yang diakui oleh masyarakat sekitar sebagai penemu gua Sarang Burung Walet; p. Kawasan Konservasi adalah Kawasan yang dilindungi atau dilestarikan; q. Retribusi Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas pemberian Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet oleh Pemerintah Daerah kepada Orang Pribadi atau Badan Hukum; r. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Pengusahaan Sarang Burung Walet adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet dan menemukan tersangkanya; s. Bangunan Gedung dan Rumah adalah Bangunan tempat digunakan untuk bersarangnya Burung Walet;

4 NAMA, SUBJEK DAN OBJEK RETRIBUSI II Pasal 2 Dengan nama Retribusi Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burng Walet dipungut Retribusi bagi setiap orang atau Badan Hukum yang mendapatkan pelayanan dalam pemberian Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet. Pasal 3 Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau Badan Hukum yang diberikan Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet. Pasal 4 Objek Retribusi adalah Kegiatan pemberian Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet. III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5 Retribusi Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu. LOKASI DAN TEMPAT SARANG BURUNG WALET IV Pasal 6 (1) Sarang Burung Walet yang berada di Habitat Alami meliputi Kawasan Hutan Negara dan Kawasan Konservasi serta Goa Alam dan atau diluar kawasan yang tidak dibebani hak milik perorangan dan atau adat. (2) Sarang Burung Walet yang berada diluar Habitat Alami meliputi Bangunan Rumah dan bangunan lain yang dipergunakan untuk usaha Burung Walet. Pasal 7 (1) Penemu Sarang Burung Walet di Habitat alami wajib melaporkan penemuannya kepada Bupati dengan disertai surat keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan yang diketehui oleh Camat setempat untuk dibuatkan Surat Pengesahan atau Penemuannya. (2) Penemu Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diberikan prioritas untuk mengelola dan mengusahakan Sarang Burung Walet. (3) Penemu Sarang Burung Walet dapat bekerja sama atau menyerahkan pengelolaan dan pengusahaannya kepada pihak lain dengan persetujuan Bupati.

5 Pasal 8 Bangunan sebagai tempat pengelolaan Sarang Burung Walet hanya diperbolehkan paling tinggi 4 (empat) lantai dengan ketentuan : a. Lantai pertama diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau usaha rumah atau ruko; b. Bentuk bangunan dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bangunan rumah tempat tinggal/ruko; Pasal 9 (1) Perubahan dan atau penambahan bentuk bangunan atau rumah sebagai tempat pengelolaan dan pengusahaan Sarang Burung Walet harus mendapat persetujuan / Izin dari Bupati. (2) Perubahan dan atau penambahan bangunan sebagaimana dimaksud ayat(1) harus mendapat persetujuan dari tetangga disebelah kiri dan kanan (sempadan) atau belakang bangunan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat. Pasal 10 Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. V KETENTUAN PERIZINAN Pasal 11 (1) Setiap Orang atau Badan Hukum yang melakukan kegiatan pengelolaan dan pengusahaan Sarang Burung Walet baik yang berada di Habitat Alami dan di Luar Habitat Alami harus memiliki Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet. (2) Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diberikan oleh Bupati. Pasal 12 (1) Untuk memperoleh Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet harus memenuhi persyaratan. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 13 (1) Pemberian atau penolakan Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet, diberikan oleh Bupati selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. (2) Penolakan atas permohonan Izin sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan penolakan.

6 untuk: Pasal 14 Pemegang Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet diwajibkan a. Memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet; b. Melakukan kegiatan usaha Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet selambatlambatnya 6 (enam) bulan setelah izin diberikan oleh Bupati; c. Mentaati semua ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku lainnya berkaitan dengan Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet; Pasal 15 (1) Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet dapat dicabut apabila : a. Pemegang izin tidak melaksanakan kegiatan usahanya; b. Pemegang izin melanggar atau tidak mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku lainnya; (2) Pencabutan Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan. (3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini tidak diindahkan dilanjutkan dengan pembekuan izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet untuk jangka waktu 1 (satu) bulan. (4) Jika pembekuan Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini habis jangka waktunya dan tidak ada usaha perbaikan, maka Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet dicabut. Pasal 16 Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet dicabut tanpa melalui peringatan dan pembekuan Izin, dalam hal pemegang izin : a. Melakukan kegiatan yang membahayakan kesehatan, keamanan dan ketertiban umum; b. Memiliki Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet dengan cara tidak sah; Pasal 17 Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet dapat dialihkan kepada pihak lain apabila telah mendapat persetujuan Bupati. Pasal 18 Pemegang Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet dilarang: a. Melakukan kegiatan usaha lain pada tempat yang sama kecuali apa yang telah disebut jelas dalam pemberian Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet; b. Melakukan kegiatan usaha yang membahayakan Keamanan Negara;

7 c. Melakukan penyimpanan barang-barang yang membahayakan keselamatan masyarakat umum yang berada disekitar lokasi atau tempat Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet; d. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan; e. Dilarang mengelola dan mengusahakan Sarang Burung Walet ditempat-tempat peribadatan, perkantoran, pemerintah, prasarana pendidikan, hotel/penginapan dan fasilitas umum lainnya; CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA VI Pasal 19 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan Usaha yang dikelola oleh Subjek Retribusi. VII PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 20 (1) Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup biaya penyelenggaraan pemberian izin. (2) Biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini meliputi biaya pengecekan, pemeriksaan dan biaya transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian. VIII STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 21 (1) Struktur tarif retribusi dihitung berdasarkan usaha yang dijalankan. (2) Besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, sebesar Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah). MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG IX Pasal 22 (1) Masa Retribusi Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet ditetapkan selama 5 (lima) tahun. (2) Terhadap Izin sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini harus dilakukan pendaftaran ulang setiap 1 (satu) tahun sekali dalam rangka pengendalian, pembinaaan, dan pengawasan serta dikenakan retribusi sebesar Rp 75.000,- (tujuh puluh lima ribu rupiah).

8 (3) Retribusi terutang pada saat diterbitkannya SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan. X WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 23 Retribusi yang terutang dipungut di Wilayah Kabupaten tempat izin usaha didirikan. XI SURAT PENDAFTARAN Pasal 24 (1) Wajib Retribusi harus mengisi dan menandatangani SPdORD. (2) SPdORD sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini diisi dengan jelas, benar dan lengkap oleh Wajib Retribusi/Kuasanya. (3) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPdORD sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. XII PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 25 (1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dalam Pasal 24 ayat (1) ditetapakan Retribusi Terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Bentuk, isi dan tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. XIII TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 26 (1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. XIV TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 27 (1) Pembayaran Retribusi harus dilunasi sekaligus.

9 (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkan SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKB dan STRD. (3) Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran diatur dengan Keputusan Bupati. XV TATA CARA PENAGIHAN Pasal 28 (1) Pengeluaran surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. (3) Surat Teguran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati. XVI KEBERATAN Pasal 29 (1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRDKB atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan alasan yang jelas. (3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan Retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan Retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua ) bulan sejak tanggal SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada yat (2) dan (3) dalam pasal ini tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi. XVII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 30 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.

10 (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 ( enam ) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana pada ayat (1) pasal ini, harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembangan kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua ) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2 % ( dua perseratus ) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi. Pasal 31 (1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang kurangnya menyebutkan : a. Nama dan Alamat Wajib Retribusi ; b. Masa Retribusi ; c. Besarnya kelebihan pembayaran ; d. Alasan yang singkat dan jelas. (2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh Pejabat daerah atau bukti pengiriman Pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati. Pasal 32 (1) Pengembalian kelebihan Retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi. (2) Apabila kelebihan pembayaran Retribusi diperhitungkan dengan utang Retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. XVIII PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 33 (1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi.

11 (2) Pemberian pengurangan atau keringanan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi, antara lain, dapat diberikan kepada pengusaha kecil untuk mengangsur. (3) Tata Cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Bupati. XIX KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 34 (1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi, kadaluwarsa telah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang Retribusi. (2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertanggung apabila : a. Diterbitkan Surat Teguran ; atau b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. (3) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan. XX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 35 (1) Dalam rangka pembinaan Bupati memfasilitaskan pelaksanaan Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet. (2) Fasilitas yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dapat berupa penyuluhan, bimbingan teknis dan pemasaran. Pasal 36 Pemerintah Kabupaten melakukan pengawasan sejak Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet diberikan. XXI SANKSI ADMINISTRASI Pasal 37 (1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2), Pasal 21 ayat (1) dan (2), Pasal 22 ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling banyak 10 ( sepuluh ) kali jumlah retribusi yang terutang. (2) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14, Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 dan Pasal 18 dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet

12 XXII KETENTUAN PIDANA Pasal 38 (1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda sebesar besarnya Rp. 5.000.000,- ( lima juta rupiah ). (2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran. XXIII P E N Y I D I K A N Pasal 39 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi Daerah tersebut ; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah ; d. Memeriksa buku-buku catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi Daerah ; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi Daerah ; g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf c ; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi Daerah ; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; j. Menghentikan penyidikan ; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

13 (3) Penyidik sebagimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyimpan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. XXIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 40 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 41 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor 44 Tahun 2001 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 42 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam lembaran daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Ditetapkan di Kuala Tungkal pada tanggal 31 Desember 2003 BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, USMAN ERMULAN

14