4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

PROFIL SANITASI SAAT INI

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Jawa Tengah antara lain : 1. Sebelah Timur : Provinsi Jawa Timur. 2. Sebelah Barat : Provinsi Jawa Barat

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

DAFTAR PROGRAM (KEGIATAN) SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2014

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Buru Selatan Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Deskripsi Judul Judul Bee Center sebagai Area Wisata Lebah Madu di Subah Batang.

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

Gambar 6. Peta Kabupaten Karawang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2

BAB 5 RTRW KABUPATEN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

BUPATI BANGKA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

Transkripsi:

20 4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Administrasi Kabupaten Batang merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di jalur pantura. Letak Kabupaten Batang yaitu pada koordinat 06º 51' 46" dan 07º 11' 47" Lintang Selatan dan 109º 40' 19" dan 110º 03' 06" Bujur Timur. Batas wilayah administratif Kabupaten Batang adalah: Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Barat : Kotamadya Pekalongan Sebelah Timur : Kabupaten Kendal Sebelah Selatan : Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo Ibukota Kabupaten Batang terletak di ujung barat laut wilayah kabupaten, yakni tepat di sebelah timur Kabupaten/Kota Pekalongan. Jarak Kabupaten Batang ke Ibukota Provinsi Jawa Tengah (Semarang) adalah 93 km, yang dapat dicapai dalam waktu kurang lebih dua jam perjalanan darat. Kabupaten Batang dilintasi oleh jalan arteri primer (jalan negara) pantai utara Jawa yang menghubungkan Semarang-Jakarta atau sebagai perlintasan dari Jawa Barat ke Jawa Timur dan sebaliknya. Kabupaten Batang mempunyai luas wilayah sebesar 854 248.4 km 2 atau 85 424.84 ha, dengan garis pantai sepanjang 38.750 km selebar 4 mil, sehingga luas wilayah laut mencapai 287.060 km 2. Kondisi wilayah Kabupaten Batang merupakan kombinasi antara daerah pantai, dataran rendah dan pegunungan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batang, wilayah administrasi Kabupaten Batang terbagi atas 12 kecamatan yaitu Kecamatan Wonotunggal, Kecamatan Bandar, Kecamatan Blado, Kecamatan Reban, Kecamatan Bawang, Kecamatan Tersono, Kecamatan Gringsing, Kecamatan Limpung, Kecamatan Subah, Kecamatan Tulis, Kecamatan Batang dan Kecamatan Warungasem. Setelah ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pembentukan Kecamatan Kabupaten Batang, maka terjadi perubahan jumlah kecamatan di Kabupaten Batang dari 12 kecamatan menjadi 15 kecamatan yaitu Kecamatan Wonotunggal, Kecamatan Bandar, Kecamatan Blado, Kecamatan Reban, Kecamatan Bawang, Kecamatan Tersono, Kecamatan Gringsing, Kecamatan Limpung, Kecamatan Subah, Kecamatan Tulis, Kecamatan Batang, Kecamatan Warungasem, Kecamatan Kandeman, Kecamatan Banyuputih dan Kecamatan Pecalungan, dimana 6 diantaranya adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa dengan jumlah desa pantai/pesisir sebanyak 16 desa/kelurahan. Keenam kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Batang, Kecamatan Kandeman, Kecamatan Tulis, Kecamatan Subah, Kecamatan Banyuputih dan Kecamatan Gringsing (Tabel 4)

21 Tabel 4 Luas kecamatan pesisir di Kabupaten Batang No Kecamatan Luas Wilayah (ha) 1. Batang 3 709.336 2. Kandeman 4 245.062 3. Tulis 4 609.496 4. Subah 8 879.416 5. Banyuputih 4 560.251 6. Gringsing 7 429.588 Jumlah 33 433.149 Sumber: Bappeda Kabupaten Batang (2009) Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa kecamatan yang memilki wilayah paling luas adalah Kecamatan Subah, dengan luas wilayah 8 879.416 ha atau 26.56% dari luas keseluruhan kecamatan pesisir di Kabupaten Batang, sedangkan kecamatan yang memiliki wilayah paling kecil adalah Kecamatan Batang dengan luas wilayah 3 709.336 ha atau 11.09% dari luas keseluruhan kecamatan pesisir Kabupaten Batang. Kondisi pantai di Kabupaten Batang memiliki karakteristik fisik dan fenomena alam yang berbeda bila dibandingkan dengan pantai utara jawa lainnya, keadaan ini tentunya akan berpengaruh sebagai bahan pertimbangan yang utama dalam mengembangkan potensi yang ada. Adapun peta administrasi Kabupaten Batang disajikan dalam Gambar 4. Gambar 4 Wilayah administrasi Kabupaten Batang

22 4.2 Potensi Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Sesuai kondisi geografisnya, Kabupaten Batang mempunyai potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang beraneka ragam sebagai pendukung pembangunan. Sumber daya alam tersebut meliputi sumber daya alam yang dapat diperbaharui seperti hutan, terumbu karang, ikan, ternak, tumbuhan, dan lain-lain, serta sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti bahan tambang, air, hujan, dan tanah. 4.2.1 Kondisi Fisik Wilayah 4.2.1.1 Jenis tanah Jenis tanah di Kabupaten Batang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yang berbeda yaitu meliputi : tanah Aluvial coklat tua, Aluvial Hidromorf, Aluvial kelabu tua, Assosiasi andosol dan regosol coklat, Asosiasi litosol merah, Kompleks litosol merah kekuningan, Kompleks podsolik merah kekuningan, serta Litosol coklat tua kemerahan. Ditinjau dari geologinya, sebagian besar tanah di Kabupaten Batang berasal dari breksi gunung api andesit muda. Pengelompokan jenis-jenis tanah untuk kecamatan pesisir di Kabupaten Batang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jenis tanah di kecamatan pesisir Kabupaten Batang N Kecamatan Jenis Tanah o Batang Kandeman Tulis Subah Banyuputih Gringsing 1. Aluvial coklat tua 0.00 0.00 448.01 0.00 0.00 0.00 2. Aluvial hidromorf 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 688.54 3. Aluvial kelabu tua 781.88 988.39 918.14 1 177.70 0.00 0.00 4. Asso andosol coklat 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1 189.66 regosol 5. Asso litosol merah 1 986.95 2 017.43 1 539.87 4 856.88 3 113.54 2 769.32 6. Komplek litosol 786.74 1 143.08 0.00 0.00 0.00 0.00 merah kekuningan 7. Komplek potsolit 0.00 0.00 1 320.50 2 254.55 1 264.65 2 788.24 merah kekuningan 8. Litosol coklat tua kemerahan 40.22 55.59 269.22 524.66 166.39 0.00 Jml wilayah (ha) 3 595.78 4 204.50 4 495.74 8 813.79 4 544.58 7 435.75 Sumber: Bappeda Kabupaten Batang (2009) Susunan tanah tersebut mempengaruhi pemanfaatan tanah yang sebagian besar ditujukan untuk budidaya hutan, perkebunan dan pertanian. Adapun penguasaan hutan dan perkebunan mayoritas di tangan negara, sedangkan pertanian baik kering maupun basah (irigasi sederhana dan irigasi teknis) dilakukan oleh warga setempat. 4.2.1.2 Ketinggian dan kelerengan Secara garis besar Kabupaten Batang terletak pada ketinggian 0-2 565 m dari permukaan air laut, namun untuk kecamatan pesisir ketinggian lahan hanya mencapai 500 m di atas permukaan laut. Kabupaten Batang memiliki relief yang bervariasi, berupa dataran rendah, dataran tinggi dan berbukit dengan pegunungan landai hingga curam dan daerah pantai. Kondisi ketinggian di kecamatan pesisir Kabupaten Batang dapat dilihat pada Tabel 6.

23 Tabel 6 Ketinggian lahan di kecamatan pesisir Kabupaten Batang No Kecamatan Ketinggian Jumlah 0-25 25-100 100-250 250-500 (ha) 1. Batang 3 041.193 668.143 3 709.336 2. Kandeman 161.357 859.747 4 560.251 3. Tulis 782.499 2 419.599 1 192.879 214.519 4 609.496 4. Subah 973.877 1 276.526 5 730.907 898.106 8 879.416 5. Banyuputih 2 177.457 1 976.187 91.418 4 245.062 6. Gringsing 2 947.720 2 268.779 2 189.969 23.120 7 429.588 Sumber: Bappeda Kabupaten Batang (2009) Atas dasar kemiringan lahan, wilayah Kabupaten Batang merupakan daerah perbukitan yang terhampar di daerah Selatan. Secara keseluruhan wilayah Kabupaten Batang memiliki kemiringan lahan beragam, yang berkisar 0-8% sampai dengan kemiringan lebih dari 40%, sedangkan untuk wilayah kecamatan pesisir kemiringan lahan hanya mencapai 40%. Kondisi kemiringan lahan di kecamatan pesisir Kabupaten Batang dikelompokkan kedalam empat kelas yang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Kemiringan lahan di kecamatan pesisir Kabupaten Batang N Kemiringan Kecamatan o 0-8% 8-15% 15-25% 25-40% Jumlah (ha) 1 Batang 3 709.336 3 709.336 2 Kandeman 4 010.451 549.800 4 560.251 3 Tulis 2 900.672 1 507.682 201.142 4 609.496 4 Subah 6 344.017 985.236 857.936 692.227 8 879.416 5 Banyuputih 3 906.406 338.656 4 245.062 6 Gringsing 4 898.989 1 320.339 1 210.259 7 429.588 Sumber: Bappeda Kabupaten Batang (2009) 4.2.2 Kondisi Oseanografi 4.2.2.1 Pasang surut Pasang surut (pasut) merupakan proses naik turunnya muka laut yang disebabkan oleh adanya gaya tarik bulan dan matahari. Gaya penggerak pasang surut di perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh penetrasi gelombang panjang pasut pasut dari Samudera Pasifik yang melalui Selat Makasar yang membawa gelombang pasut bertipe diurnal dan juga dipengaruhi oleh gelombang pasut dari Samudera Hindia yang mempunyai kecenderungan bertipe pasut semidiurnal. Pengaruh astronomis seperti bentuk pantai, topografi dasar dapat memodifikasi pasang surut. Tipe pasang surut suatu perairan ditentukan oleh frekuensi air pasang dan surut dalam satu kail (24 jam). Jika perairan tersebut mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam sehari, maka perairan tersebut tergolong bertipe pasut tunggal dan jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari maka pasutnya tergolong tipe ganda. Selain dua tipe pasang surut tersebut terdapat tipe pasang surut campuran. Di Utara Jawa, karena adanya pengaruh dari dua jenis tipe yang berbeda tersebut dan adanya perubahan kedalaman, maka amplitudo gelombang pasang mengalami percampuran sehingga perairan mempunyai tipe pasut campuran yang condong ke diurnal (tunggal) (Bappeda 2011).

24 Menurut Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL, untuk Perairan Kabupaten Batang didapatkan jenis pasang surutnya adalah tipe campuran condong ke diurnal, dimana air pasang dan surut terjadi dua kali per hari serta ada bentuk asimetris antara gelombang sinusoidal pertama dan yang kedua dengan bentuk mendekati pasut tipe diurnal (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang 2012). 4.2.2.2 Arus Laut Arus musiman di perairan pantai Kabupaten Batang mengikuti pola arus di Laut Jawa yang bergantung pada beda tinggi muka laut Samudera Pasifik dibanding dengan Samudera Hindia. Pada musim Barat yaitu bulan Desember- Februari, arus laut di perairan secara umum bergerak dari Barat/Barat Laut ke arah Timur/Tenggara dengan kecepatan berkisar antara 0.5-0.75 m/det. Pola arus yang terjadi ini merupakan akibat dari pergerakan massa air yang berasal dari Laut Cina Selatan yang bergerak ke Selatan melewati Selat Karimata dan Selat Gaspar yang kemudian dibelokkan ke arah Tenggara karena adanya Pulau Sumatera, kemudian menyusur ke Tenggara/Timur melewati Laut Jawa menuju Laut Flores. Pola arus musiman ini juga dipengaruhi oleh adanya pola angin yang terjadi sepanjang musim barat ini, dimana angin bertiup dari Laut Cina Selatan yang bergerak ke arah Barat Daya yang kemudian dibelokkan ke Tenggara menyusur Selat Karimata dan Laut Jawa. Pola arus yang terjadi pada musim Barat yaitu massa air bergerak ke arah Timur laut menyusuri topografi pesisir perairan Jepara dengan kecepatan berkisar antara 0.5-0.65 m/det (Bappeda 2011). Pada musim peralihan Barat ke timur yaitu bulan Maret-Mei, arus laut di perairan Batang secara umum bergerak dari Barat Laut ke arah Tenggara dengan kecepatan berkisar anatara 0.3-0.5 m/det. Pola arus yang terjadi ini merupakan akibat dari pergerakan massa air yang berasal dari Laut Cina Selatan yang bergerak ke selatan melewati Selat Gasper yang kemudian dibelokkan ke arah Tenggara kemudian menyusur ke Tenggara/Timur melewati Laut Jawa menuju Laut Flores. Pola arus yang terjadi pada musim peralihan ini yaitu massa air masih bergerak menyusur pantai ke arah Timur Laut menyusuri topografi pesisir perairan Jepara dengan kecepatan berkisar antara 0.25-0.40 m/det. Pada musim Timur yaitu bulan Juni-Agustus, arus laut di perairan Semarang secara umum bergerak dari Timur ke arah Barat/Barat Laut dengan kecepatan berkisar antara 0.3-0.5 m/det. Pola arus yang terjadi ini merupakan akibat dari pergerakan massa air yang berasal dari Samudera Pasifik yang melewati Selat Makasar dan Laut Banda yang diteruskan melalui Laut Flores menuju perairan Utara Jawa yang selanjutnya bergerak melewati Selat Karimata dan Selat Gasper menuju Laut Cina Selatan. Pola arus musiman ini dipengaruhi pula oleh adanya pola angin yang terjadi sepanjang musim timur ini. Pola arus yang terjadi di sepanjang pesisir Batang, massa air bergerak dari arah Timur Laut menuju Barat Daya menyusur mengikuti bentuk topografi pantai dengan kecepatan berkisar antara 0.3-0.45 m/det (Bappeda 2011). Pada musim peralihan Timur ke Barat yaitu buln September-Nopember, arus laut di perairan Batang secara umum bergerak dari Barat/Barat Laut ke arah Timur/Tenggara dengan kecepatan berkisar antara 0.25-0.5 m/det. Fenomena ini sama halnya pada musim peralihan dari musim Barat ke Timur, dimana pola arus yang terjadi ini merupakan akibat pergeseran massa air yang berasal dari Laut

Cina Selatan yang bergerak ke Selatan melewati Selat Gasper yang kemudian dibelokkan ke arah Tenggara, kemudian menyusur ke Tenggara/Timur melewati Laut Jawa menuju Laut Flores. Namun terdapat fenomena juga bahwa terdapat pola arus di selatan Pulau Kalimantan yang bergerak ke arah Barat menyusur Selat Karimata. Adanya pola yang berbeda tersebut akibatnya menghambat (melemahkan) kecepatan dan mempengaruhi arah arus yang terjadi di perairan Jepara. Pola arus yang terjadi pada musim peralihan ini yaitu massa air masih bergerak menyusur pantai ke arah Timur Laut menyusuri topografi pesisir perairan Batang dengan kecepatan berkisar antara 0.15-0.40 m/det (Bappeda 2011). 25 4.2.2.3 Gelombang Gelombang laut merupakan energi pokok dalam proses pergerakan sedimen di pantai dan perairan dangkal. Gelombang merupakan energi utama pengangkutan sedimen ke arah pantai lepas dalam bentuk arus balik dan sejajar pantai dalam bentuk arus sepanjang pantai. Beberapa faktor yang mempengaruhi gelombang adalah kecepatan arah angin bertiup dan panjang angin. Karakteristik gelombang di Laut Jawa bervariasi terhadap musim. Pada musim Barat, tinggi gelombang lebih besar daripada musim Timur. Tinggi gelombang pada musim Barat 0.44-1.83 m dengan periode 2-5 detik, sedangkan tinggi gelombang pada musim Timur 0.35-1.06 m dengan periode yang sama yaitu 2-5 detik (Hadi et al. 2005 dalam Bappeda 2011). 4.2.2.4 Bathimetri Bathimetri perairan Kabupaten Batang mempunyai kemiringan dasar pantai yang landai. Kedalaman 2 m masih dapat ditemui hingga jarak 1 000 m dari garis pantai. Kedalaman 5 m ditemui hingga jarak 1 500 m dari garis pantai, sedangkan pada jarak 2 300 m dari garis pantai berkedalaman 10 m dan kedalaman 45 m berada pada jarak 28.481 m dari garis pantai. Kontur kedalaman laut hampir sejajar pantai mengarah utara barat daya. Hal ini mengindikasikan arah datang gelombang hampir tegak lurus pantai (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang 2012). 4.2.3 Sumberdaya Hayati 4.2.3.1 Terumbu karang Terumbu karang/pantai berbatu merupakan ekosistem khas di perairan laut tropis dan merupakan lingkungan laut yang memiliki peran penting secara ekologis. Desa di Kabupaten Batang yang mempunyai ekosistem karang atau pantai berbatu/terumbu karang massif antara lain: Desa Ujungnegoro dengan panjang garis pantai 1.3 km, Desa Kedawung dengan panjang garis pantai 5 km, dan Desa Ketanggan dengan panjang garis pantai 3 km. Pantai Celong merupakan pantai berbatu, dimana batu tersebut berfungsi sebagai penahan arus dan gelombang, meredam abrasi, serta sebagai habitat biota laut tipe Psammophil (menyukai pantai berpasir) dan Lithophil (menyukai pantai berbatu). Pantai berbatu juga ditemui di antara Pantai Ujungnegoro dengan Pantai Sigandu, yang terkenal dengan sebutan Karang Maeso. Karang Maeso terletak pada 06 53 7.1 LS dan 109 47 14.7 BT, dari garis pantai jaraknya kurang

26 lebih 500 m. Di perairan sekitarnya dijumpai banyak ubur-ubur yang menandai bahwa daerah tersebut kualitas airnya baik dan belum banyak tercemar. Selain itu juga terdapat Karang Kretek yang terletak ±1.2 km dari pantai desa Ponowareng Kecamatan Tulis dan secara geografis berada pada 06 53 31.8 LS dan 109 49 7.3 BT. Berdasarkan monitoring terumbu karang pada akhir tahun 2007 yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) di perairan Ujungnegoro didapatkan persentase tutupan karang (hard coral) mencapai 15.70%. Jenis hewan karang yang ditemukan di lokasi adalah Porites dan Favites. persentase tutupan karang mati beralga (DCA) di Karang Kretek berkisar 43.8-73.2%. Sementara hasil monitoring terumbu karang tahun 2012 menunjukan bahwa tutupan karang hidup di perairan Karang Kretek semakin menurun dibandingkan dengan hasil monitoring tahun 2007. Sebagian besar dasar perairan Karang Kretek didominasi oleh karang mati beralga. Biota invertebrata yang ditemukan antara lain Spon, Gastropoda, Sea Whip, Cacing laut dan Ascidian, Bivalvia (Tiram Kapak). Spesies ikan karang di Perairan Karang Kretek yang ditemukan antara lain dari Famili Pomacentridae, Siganidae, Labridae, Lethrinidae, Pempheridae, Serranidae dan Engraulidae. Ikan-ikan karang tersebut memanfaatkan keberadaan Karang Kretek sebagai habitat hidupnya mengingat sebagian besar dasar Perairan Ujung Negoro di tutupi lumpur. Sementara itu, di Perairan Karang Maesa ditemukan ikan karang ekonomis penting dari Famili Serranidae, Famili Lethrinidae (yaitu Lethrinus sp.), ikan teri dan sejenisnya (yaitu Stolephorus sp. dan Parapriachantus sp.) (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang 2012). 4.2.3.2 Mangrove Ekosistem mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Batang terdapat di pantai Desa Denasri Kulon, Karangasem Utara, Kasepuhan dan Klidang Lor (Kecamatan Batang), Dusun Sigandu-Desa Depok (Kecamatan Kandeman), Desa Sengon dan Kuripan (Kecamatan Subah), Desa Kedawung (Kecamatan Banyuputih), Desa Ketanggan Sawangan, Dusun Seklayu-Desa Sidorejo, dan Desa Yosorejo (Kecamatan Gringsing). Spesies yang menyusun eksosistem mangrove di Kabupaten Batang dapat digolongkan dalam 3 komponen, yaitu mangrove komponen major, minor dan asosiasi. Spesies yang termasuk dalam komponen major yang ditemukan di lapangan antara lain Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Avicennia marina dan Bruguiera cylindrica. Spesies ini menyusun sebagian besar vegetasi mangrove yang ada di Kabupaten Batang. Spesies komponen minor yang ada di ekosistem mangrove yang ditemukan di Kabupaten Batang hanya Excoecaria agallocha. Spesies asosiasi yang ditemukan antara lain waru, ketapang dan cemara laut. Waru dan Ketapang dapat ditemukan di Pantai Kuripan, sedangkan cemara laut banyak ditemukan di pantai Dusun Sigandu-Desa Depok. Hasil interpretasi citra satelit menunjukkan penurunan luasan mangrove yang terjadi antara tahun 2003-2006, yaitu dari 363.842 ha pada tahun 2003 menjadi 28.810 ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang 2011). Penurunan luasan ekosistem mangrove ini, antara lain disebabkan oleh aktivitas

penebangan yang dilakukan oleh pemilik tanah, karena akan dimanfaatkan untuk kegiatan yang lain. 4.2.4 Sosial Budaya Jumlah penduduk Kabupaten Batang berdasarkan hasil registrasi akhir tahun 2011 tercatat sejumlah 712 881 jiwa yang terdiri dari 356 066 jiwa penduduk lakilaki dan 356 814 jiwa penduduk perempuan. Dari sejumlah jiwa tersebut, tercatat penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Batang sejumlah 330 996 jiwa, dengan jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Batang yaitu sejumlah 112 308 jiwa atau sebesar 33.93% dari jumlah penduduk di kecamatan pesisir. Jumlah penduduk di kecamatan pesisir menurut jenis kelamin berdasarkan perhitungan tahun 2011 selengkapnya disajikan dalam Tabel 8. 27 Tabel 8 Jumlah penduduk di kecamatan pesisir menurut jenis kelamin tahun 2011 No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah 1. Batang 56 151 56 157 112 308 2. Kandeman 22 914 23 583 46 497 3. Tulis 17 296 17 851 35 147 4. Subah 23 718 24 072 47 790 5. Banyuputih 16 616 16 768 33 384 6. Gringsing 28 060 27 810 55 870 Jumlah 164 755 166 241 330 996 Sumber: BPS Kabupaten Batang (2012) Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kabupaten Batang tahun 2011 tertinggi pada kelompok usia 10 sampai 14 tahun, yaitu mencapai 77 067 jiwa, dengan rincian 9 348 jiwa laki-laki dan 37 719 jiwa perempuan. Dari catatan umum tersebut, jumlah penduduk menurut kelompok umur tahun 2011 di wilayah pesisir Kabupaten Batang tertinggi pada kelompok usia 10 sampai 14 tahun, yaitu 36 500 jiwa dengan rincian 18 638 jiwa laki-laki dan 17 862 jiwa perempuan. Laju pertumbuhan penduduk tahun 2010-2011 di wilayah pesisir Kabupaten Batang untuk Kecamatan Batang sebesar 0.49, Kecamatan Kandeman sebesar 0.23, Kecamatan Tulis sebesar 0.18, Kecamatan Subah sebesar -0.10, Kecamatan Banyuputih sebesar 0.44 dan Kecamatan Gringsing sebesar 0.38. Dibidang ketenagakerjaan, berdasarkan perhitungan tahun 2011 sektor pertanian masih menjadi gantungan hidup tenaga kerja di Kabupaten Batang pada umumnya dan di kecamatan pesisir pada khususnya. Sebanyak 19.53% dari jumlah penduduk di kecamatan pesisir bekerja pada sektor pertanian dalam arti luas (pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan pertanian lainnya). Sektor lain yang banyak diminati adalah sektor perdagangan sebesar 8.76% dan sektor industri sebesar 8.43%. Di bidang pendidikan, persentase penduduk berumur 5 tahun keatas dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan terdapat 35.86% penduduk yang tidak/belum tamat SD, tamat SD 41.77%, tamat SMP 12.78%, tamat SMA/SMK 7.60% serta 1.99% tamat Diploma, Akademi dan Perguruan Tinggi.

28 Dibidang keagamaan, suasana kerukunan kehidupan beragama terasa sejuk dan kondusif terbukti sampai sepuluh tahun terakhir belum pernah terjadi konflik antar pemeluk agama dan kepercayaan. Pemeluk agama Islam sebanyak 99.44% tertinggi di antara agama-agama lainnya. Disusul pemeluk agama Protestan sebanyak 0.28%, agama Katolik 0.25% serta pemeluk agama Budha dan Hindu sebesar 0.01%. Kehidupan adat-istiadat yang ada di Kabupaten Batang, khususnya pada kecamatan pesisir, tergolong masih kental. Di beberapa kecamatan, mata pencaharian penduduknya relatif sama, yaitu bekerja pada sektor perikanan. Oleh karena itu, pola kehidupan diantara mereka juga tidak akan berbeda jauh, sehingga perilaku masyarakatnya masih tergolong pada masyarakat pedesaan, karena mereka lebih mengutamakan dan menjunjung tinggi kebersamaan dan kekeluargaan, terkecuali pada Kecamatan Batang. Pada kecamatan ini, perilaku masyarakatnya merupakan perpaduan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan (kosmopolit), yang mana masyarakatnya sudah memulai pada sektor perdagangan jasa dan industri. Hal tersebut dipengaruhi pula dengan jumlah penduduknya yang paling banyak dibanding dengan kecamatan pesisir lainnya. 4.3 Kebijakan Pembangunan Pemerintah Daerah 4.3.1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Batang Tahun 2012-2017 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Batang tahun 2012-2017 telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012. Visi dalam RPJMD Kabupaten Batang yaitu: Terwujudnya pemerintahan yang bersih, efektif, efisien dan profesional, untuk penguatan ekonomi daerah, dan pencapaian kesejahteraan masyarakat Batang. Visi ini mengandung pengertian bahwa pemerintahan kabupaten harus bisa bekerja secara efektif, bersih dan profesional sehingga dapat memperkuat perekonomian daerah dan mewujudkan masyarakat Kabupaten Batang yang sejahtera. Untuk mewujudkan visi tersebut, terdapat misi yang akan dilakukan pemerintah. Rumusan misi dalam rancangan dokumen RPJMD ini sebagai penjabaran atas visi, yaitu : 1. Mengembangkan penataan dan pembinaan birokrasi di semua tingkatan demi terciptanya pemerintahan yang baik, bersih dan berpelayanan publik yang prima. 2. Menciptakan iklim investasi yang baik dan mendukung usaha pengembangan ekonomi yang berorientasi pada peningakatan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat dan peningkatan pendapatan daerah. 3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk menunjang peningkatan ekonomi daerah dan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. 4. Meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat supaya dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan.

4.3.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Batang Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang maka seluruh peraturan dibidang tata ruang harus mengacu pada undang-undang tersebut. Pada tahun 2009 Kabupaten Batang menyusun Review RTRW dan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Batang Tahun 2011-2031 yang mengacu Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah tahun 2009-2029. 4.3.2.1 Tujuan dan Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Batang Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Batang adalah untuk mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang memiliki daya tarik bagi investasi khususnya bidang industri yang bertumpu pada sektor pertanian dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Batang guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah kabupaten dalam kurun waktu 20 tahun. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten yang disusun dalam rangka mencapai tujuan penataan ruang wilayah kabupaten, meliputi: a. Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang Wilayah Kabupaten; b. Kebijakan Pengembangan Pola Ruang Wilayah Kabupaten; c. Kebijakan Penetapan Kawasan Strategis Daerah. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten yang disusun dalam rangka mencapai tujuan penataan ruang wilayah kabupaten, yang mencakup kebijakan tersebut di atas adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan sistem perkotaan untuk peningkatan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah dan pelayanan perkotaan yang merata dan berhierarki; 2. Pengembangan sistem perdesaan untuk pengembangan pusat-pusat pelayanan perdesaan sesuai dengan hierarki dan jangkauan pelayanannya; 3. Pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi secara terpadu dan merata ke seluruh wilayah dan mendukung aksesibilitas kawasankawasan yang selama ini kurang berkembang; 4. Pengembangan sistem jaringan prasarana energi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana energi secara terpadu dan merata sesuai dengan pengembangan wilayah serta pengembangan sistem penyediaan energi yang berwawasan lingkungan; 5. Pengembangan sistem jaringan prasarana telekomunikasi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana telekomunikasi secara terpadu dan merata sesuai dengan pengembangan wilayah; 6. Pengembangan sistem jaringan prasarana sumberdaya air untuk kepentingan irigasi, air minum, industri, perikanan dan pariwisata dengan tetap memperhatikan pelestarian dan keseimbangan ekosistem; 7. Pengembangan prasarana persampahan untuk peningkatan pelayanan pengelolaan persampahan, khususnya kawasan perkotaan dan tempat-tempat strategis; 29

30 8. Pengembangan prasarana pengolah limbah untuk pengendalian dan pengelolaan limbah industri dan rumah tangga; 9. Pengembangan prasarana drainase untuk peningkatan fungsi jaringan induk dan jaringan drainase buatan sesuai dengan daya dukung daerah tangkapan airnya; 10. Pengembangan fasilitas sosial untuk peningkatan kuantitas dan kualitas fasilitas sosial serta sesuai dengan jangkauan pelayanannya; 11. Pengembangan kawasan lindung untuk perwujudan dan pemeliharaan kelestarian kawasan hutan lindung; 12. Pengembangan kawasan lindung untuk perwujudan dan pengendalian kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang berupa kawasan resapan air; 13. Pengembangan kawasan lindung untuk perwujudan dan pengendalian kawasan lindung setempat yang berupa sempadan sungai dan saluran irigasi, kawasan sekitar mata air; 14. Pengembangan kawasan lindung untuk perwujudan dan pemeliharaan kelestarian kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; 15. Pengembangan kawasan lindung untuk pengendalian kawasan rawan bencana yang meliputi kawasan rawan tanah longsor; 16. Pengembangan kawasan budidaya untuk perwujudan dan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi; 17. Pengembangan kawasan budidaya untuk perwujudan dan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan rakyat; 18. Pengembangan kawasan budidaya untuk perwujudan dan pemanfaatan kawasan peruntukan pertanian; 19. Pengembangan kawasan budidaya untuk perwujudan dan pemanfaatan kawasan peruntukan perikanan; 20. Pengembangan kawasan budidaya untuk perwujudan dan pemanfaatan kawasan peruntukan pertambangan; 21. Pengembangan kawasan budidaya untuk perwujudan dan pemanfaatan kawasan peruntukan industri; 22. Pengembangan kawasan budidaya untuk perwujudan dan pemanfaatan kawasan peruntukan pariwisata; 23. Pengembangan kawasan budidaya untuk perwujudan dan pemanfaatan kawasan peruntukan permukiman; 24. Pengembangan kawasan strategis untuk pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian daerah yang produktif, efisien, dan mampu bersaing; 25. Pengembangan kawasan strategis untuk pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi; 26. Pengembangan kawasan strategis untuk pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam. 27. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

4.3.2.2 Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Batang Rencana struktur ruang wilayah kabupaten memberikan gambaran tentang susunan, sistem pusat kegiatan wilayah kabupaten, hierarki pelayanan, dan pembagian fungsi kota serta kawasan perkotaan dalam memberikan layanan bagi kawasan perdesaan di sekitarnya yang berada dalam wilayah kabupaten, serta perletakan jaringan prasarana wilayah yang menunjang keterkaitannya serta memberikan layanan bagi fungsi kegiatan yang ada dalam wilayah kabupaten, terutama pada pusat-pusat kegiatan/perkotaan yang ada. Rencana pengembangan struktur ruang wilayah Kabupaten Batang meliputi: 1. Sistem pusat pelayanan, yang terdiri dari: a. sistem perkotaan; b. sistem perdesaan. 2. Sistem jaringan prasarana wilayah, meliputi: a. sistem prasarana utama; dan b. sistem prasarana lainnya. 4.3.2.3 Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Batang Rencana pola ruang wilayah kabupaten merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam wilayah kabupaten yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Kawasan lindung di Kabupaten Batang direncanakan terdiri dari beberapa kategori sebagai berikut: 1. kawasan hutan lindung; 2. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; 3. kawasan perlindungan setempat; 4. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; 5. kawasan rawan bencana alam; 6. kawasan lindung geologi; 7. kawasan lindung lainnya. Kawasan budidaya adalah kawasan di luar kawasan lindung yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya di Kabupaten Batang meliputi: 1. kawasan peruntukan hutan produksi; 2. kawasan hutan rakyat; 3. kawasan peruntukan pertanian; 4. kawasan peruntukan perikanan; 5. kawasan peruntukan pertambangan; 6. kawasan peruntukan industri; 7. kawasan peruntukan pariwisata; 8. kawasan peruntukan permukiman; 9. kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan. 4.3.2.4 Penetapan Kawasan Strategis Kawasan strategis wilayah kabupaten merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sumber daya alam, teknologi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. Penetapan kawasan strategis Kabupaten Batang meliputi: 31

32 kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi, kawasan strategis pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi, dan kawasan strategis daya dukung lingkungan hidup. Penetapan kawasan strategis di Kabupaten Batang selengkapnya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Penetapan kawasan strategis di Kabupaten Batang Pengelompokan Kawasan No Strategis 1. Kawasan Strategis Pertumbuhan Ekonomi 2. Kawasan Strategis Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Teknologi Tinggi 3. Kawasan Strategis Daya Dukung Lingkungan Sumber: Dokumen RTRW Kabupaten Batang 2011-2031 Rincian dan Lokasi Kawasan Strategis Kawasan Koridor Jl. Anjir-Warungasem (Kec.Batang, Warungasem) Kawasan Pelabuhan Niaga dan Sekitarnya (Kec. Batang) Kawasan Pengembangan Pariwisata (Wisata Alam Pagilaran Kecamatan Blado, Wisata Pantai Sigandu Ujungnegoro Kecamatan Batang, Kandeman) Kawasan Peruntukan Industri (Kecamatan Gringsing, Banyuputih, Subah, Tulis dan Kandeman) Kawasan Peruntukan Industri Kelautan (Celong/Plabuhan Kecamatan Banyuputih) Kawasan Peruntukan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Ujungnegoro Kec. Kandeman) Hutan Lindung/Kawasan Dataran Tinggi Dieng (Kec. Wonotunggal, Bandar, Blado, Reban dan Bawang) Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) 4.3.3 Rencana Strategis Wilayah Pesisir (RSWP) Kabupaten Batang Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pemerintah Kabupaten Batang telah menyusun dokumen rencana yang pertama yakni Rencana Strategis Wilayah Pesisir (RSWP) dan telah ditetapkan melalui Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2011. Rencana strategis wilayah pesisir disusun sebagai dokumen yang dinamis untuk jangka waktu perencanaan dua puluh tahun, yaitu dimulai tahun 2011 sampai 2030. Penyusunan dokumen rencana strategis wilayah pesisir dimaksudkan sebagai panduan bagi semua instansi dan pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir Kabupaten Batang. Visi Rencana Strategis Wilayah Pesisir Kabupaten Batang 2011-2030 adalah: Pesisir Batang Produktif dan Lestari 2030. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, maka misi rencana strategis wilayah pesisir Kabupaten Batang adalah : 1. Menjadikan wilayah pesisir sebagai aset yang dikelola secara terpadu. 2. Meningkatkan daya dukung dan pengelolaan kelestarian lingkungan pesisir 3. Meningkatkan produksi dan produktivitas masyarakat pesisir 4. Menumbuhkan perekonomian yang terintegrasi dan ramah lingkungan 5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya masyarakat pesisir 6. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir.

Dalam dokumen RSWP disebutkan isu strategis pengelolaan wilayah pesisir di Kabupaten Batang antara lain: 1. Egosektoral SKPD 2. Pengembangan industri di daerah hulu dan hilir 3. Partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan pesisir 4. Pencemaran perairan, tanah dan udara 5. Sanitasi lingkungan Tempat Pelelangan dan Pengolahan ikan 6. Abrasi, akresi, sedimentasi, rob, banjir, dan penyempitan alur sungai 7. Kerusakan hutan mangrove 8. Industri (Perikanan, PLTU/industri teknologi tinggi, dan sebagainya) di wilayah pesisir 9. Sarana dan prasarana perekonomian di wilayah pesisir 10. Kelembagaan dan sumberdaya masyarakat pesisir 11. Penegakan dan pentaatan hukum di wilayah pesisir 12. Penurunan produksi sumberdaya pesisir 33