d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RUU KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Naskah Sekretariat DPR RI) Dr. Rudi Subiyantoro, M.Pd PUSAT KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KEMENTERIAN AGAMA RI

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI KOTA BANJAR

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI,

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH

2017, No kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif; d. bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Ringkasan Putusan.

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-1- QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN PENDIRIAN TEMPAT IBADAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KEARSIPAN DI KABUPATEN TEMANGGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2015

DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG TENTANG PERMUSYAWARATAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI MUSI RAWAS

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA KEDIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PERATURAN WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA WALIKOTA BANDA ACEH,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA SERTA TATA CARA PEMBENTUKANNYA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PEMAKAMAN DI KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

KEPALA DESA LEMPUYANG KABUPATEN SERANG PERATURAN DESA LEMPUYANG NOMOR: 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERPU ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PERSPEKTIF ASAS DAN TEORI HUKUM PIDANA OLEH DR. MUDZAKKIR, S.H., M.H

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KABUPATEN KOTA SE-INDONESIA TAHUN 2018

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

OLEH : Dr. M. ADI TOEGARISMAN JAKSA AGUNG MUDA BIDANG INTELIJEN.

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

Jakarta, 6 Agustus Kepada Yang Terhormat:

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

Transkripsi:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.: Ä Ä Ä TAHUN 2003 TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia yang berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bertanggung jawab untuk menciptakan kehidupan bernegara yang harmonis, aman sejahtera lahir dan batin; b. bahwa kemajemukan masyarakat Indonesia merupakan realitas, kekayaan dan kekuatan bangsa serta anugerah Tuhan yang patut disyukuri namun di sisi lain kemajemukan itu dapat mengundang kerawanan sosial yang dapat mengganggu kerukunan umat beragama dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa yang harus diwaspadai; c. bahwa kerawanan sosial dapat terjadi akibat faktorfaktor non agama seperti kesenjangan ekonomi, politik, sosial budaya, dan faktor-faktor agama seperti pendirian rumah ibadah, penyiaran agama, penodaan agama, peringatan hari-hari besar keagamaan, perkawinan antar pemeluk beda agama serta bantuan keagamaan dari pihak asing; d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang 1 / 12

rukun, saling pengertian, saling menghormati diperlukan pengaturan yang lebih seksama dan terarah melalui perundang-undangan; e. bahwa aturan-aturan hukum dapat berfungsi sebagai instrumen perekayasa sosial agar terwujud kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih harmonis, namun peraturanperaturan yang ada sekarang yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama kurang memadai lagi untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat sehingga diperlukan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama. Mengingat : 1. Pasal 5 Ayat (1), pasal 20,pasal 29 ayat (1) dan (2), dan pasal 31 ayat (3) UUD 1945; 2. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999 2004; 3. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2001 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004. DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan : (1)Agama adalah agama yang dianut penduduk Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. 2 / 12

(2)Kerukunan umat beragama adalah kondisi hubungan antar umat beragama yang ditandai oleh adanya suasana harmonis, serasi, damai, akrab, saling menghormati,toleran dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat baik intern maupun antar umat beragama. (3)Pemerintah adalah pemerintah pusat, propinsi, kabupaten dan atau kota. (4)Penyiaran agama adalah segala bentuk kegiatan yang menurut sifat dan tujuannya untuk menyebarluaskan ajaran sesuatu agama baik melalui media cetak, elektronik maupun komunikasi lisan. (5)Bantuan asing keagamaan adalah segala bantuan dari luar negeri untuk lembaga keagamaan di Indonesia baik berupa tenaga, dana, sarana maupun prasarana keagamaan lainnya. (6)Lembaga keagamaan adalah organisasi, perkumpulan, yayasan dan bentuk kelembagaan lainnya termasuk kelompok orang yang usahanya bertujuan membina, mengembangkan dan atau menyiarkan agama yang dari segi pelaksanaan kebijaksanaan pemerintah termasuk dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Departemen Agama. (7)Peringatan hari besar keagamaan adalah upacara keagamaan yang diselenggarakan oleh komunitas agama tertentu yang menurut ajaran agama yang bersangkutan bukan merupakan ibadah atau kebaktian khusus. (8)Tempat ibadah umum adalah segala bangunan fisik yang khusus dipergunakan sebagai tempat ibadah secara berkala oleh umatnya. (9)Kebebasan beragama adalah kebebasan atau kemerdekaan setiap penduduk Indonesia untuk memeluk agama tertentu dan beribadat menurut ajaran agama yang dianutnya. (10)Pendidikan agama adalah pendidikan agama sebagaimana yang diatur dalam undang-undang yang mengatur tentang pendidikan nasional. (11)Perkawinan antar pemeluk beda agama adalah suatu perkawinan dimana kedua belah pihak memeluk agama yang berbeda. (12)Pengangkatan anak beda agama adalah pengangkatan anak yang berbeda agama antara orang tua anak yang diangkat dengan calon orang tua angkat. (13)Pemakaman jenazah adalah keseluruhan upacara keagamaan dalam 3 / 12

proses perawatan dan penguburan jenazah. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama ini ialah: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Kebebasan beragama dan menjalankan ibadah agamanya; (3) Kesamaan kedudukan setiap warga negara di hadapan hukum; (4) Negara tidak mencampuri ajaran/doktrin agama; (5) Pengakuan adanya perbedaan; (6) Toleransi, tolong-menolong dan kerjasama; (7) Ketertiban dan keserasian hubungan antar warganegara dan penduduk Indonesia. Pasal 3 Tujuan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama adalah untuk memelihara dan mengembangkan kerukunan umat beragama yang dinamis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 4 Setiap pemeluk agama berhak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan ajaran agamanya. 4 / 12

Pasal 5 Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan keagamaan sesuai kemampuan, secara adil dan proporsional. Pasal 6 Setiap pemeluk agama berkewajiban memelihara ajaran dan nilai-nilai luhur agama, serta menjauhkan diri dari usaha yang akan merusak ajaran agama. Pasal 7 Setiap pemeluk agama berkewajiban menjaga kerukunan umat beragama serta menjaga persatuan dan kesatuan nasional. BAB IV PENYIARAN AGAMA Pasal 8 (1) Penyiaran agama harus memperhatikan kewajiban memelihara kerukunan umat beragama sebagaimana tersebut dalam pasal 7. (2) Penyiaran agama harus dilandaskan pada penghormatan terhadap hak dan kemerdekaan seseorang untuk memeluk agama dan melakukan ibadah menurut agamanya. (3) Pelaksanaan penyiaran agama tidak dibenarkan untuk ditujukan terhadap orang atau kelompok orang yang telah 5 / 12

memeluk/menganut agama lain. (4) Penyiaran agama tidak dibenarkan dengan menggunakan bujukan atau pemaksaan dengan atau tanpa pemberian barang dan pemberian dalam bentuk apapun agar orang atau kelompok orang yang telah memeluk agama lain berpindah dan memeluk agama yang disiarkan tersebut. BAB V BANTUAN ASING KEAGAMAAN Pasal 9 (1) Bantuan keagamaan dari luar negeri baik yang ditujukan untuk perorangan maupun lembaga keagamaan harus sepengetahuan pemerintah. (2) Penggunaan tenaga asing keagamaan harus mendapat izin dari pemerintah. BAB VI PERINGATAN HARI BESAR KEAGAMAAN Pasal 10 (1) Pemeluk agama berhak menyelenggarakan perayaan dan peringatan hari-hari besar keagamaan, sesuai dengan ajaran agamanya. (2) Peringatan hari besar keagamaan pada prinsipnya hanya diikuti oleh pemeluk agama yang bersangkutan; 6 / 12

(3) Perayaan dan peringatan hari-hari besar keagamaan dilaksanakan dengan kewajiban memelihara kerukunan umat beragama dan keutuhan bangsa. BAB VII PENDIRIAN TEMPAT IBADAH UMUM Pasal 11 (1) Pendirian tempat ibadah umum didasarkan atas kebutuhan dengan memperhatikan kerukunan umat beragama sebagaimana tersebut dalam pasal 7. (2) Pendirian tempat ibadah umum tidak boleh melanggar hukum, mengganggu ketertiban umum, dan ketentraman masyarakat. Pasal 12 (1) Setiap pendirian tempat ibadah umum harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari pemerintah. (2) Pemerintah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberikan izin yang dimaksud, setelah mempertimbangkan pendapat Kepala Kantor Departemen Agama setempat, planologi, dan kondisi setempat. (3) Pemerintah dapat meminta pendapat dari organisasi keagamaan dan pemuka agama atau pemuka masyarakat setempat. 7 / 12

(4) Jika terjadi perselisihan dalam pendirian tempat ibadah umum, maka pemerintah harus segera mengadakan penyelesaian yang adil dan tidak memihak, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII PENGUBURAN JENAZAH Pasal 13 (1) Upacara keagamaan penguburan jenazah dilaksanakan menurut ajaran agama orang yang meninggal dunia. (2) Orang yang tidak jelas agamanya, penguburannya dilaksanakan berdasarkan kesaksian anggota keluarga terdekat atau berdasarkan ajaran agama yang dianut oleh mayoritas lingkungan masyarakat setempat. BAB IX PENDIDIKAN AGAMA Pasal 14 (1) Pelaksanaan pendidikan agama harus sesuai dengan Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan pelaksanaannya. (2) Pendidikan agama harus dapat mewujudkan keharmonisan, kerukunan dan penghormatan terhadap pemeluk agama lain. (3) Pendidikan agama tidak boleh menumbuhkan rasa kebencian, permusuhan, meresahkan dan merendahkan agama lain. BAB X PERKAWINAN ANTAR PEMELUK BEDA AGAMA 8 / 12

Pasal 15 (1) Perkawinan pada prinsipnya hanya dilakukan oleh pasangan laki-laki dan perempuan yang seagama. (2) Jika terjadi perkawinan antar pemeluk beda agama maka dicatatkan sesuai dengan hukum agama yang disepakati kedua belah pihak. BAB XI PENGANGKATAN ANAK BEDA AGAMA Pasal 16 (1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan oleh orang yang seagama dengan kedua atau salah satu orang tua kandung dari anak dimaksud. (2) Dalam hal agama orang tua anak tidak diketahui, maka agama anak mengikuti agama yang dianut oleh mayoritas lingkungan masyarakat setempat. BAB XII PENODAAN, PENGHINAAN DAN PENYALAHGUNAAN AGAMA Pasal 17 (1) Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang 9 / 12

menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu; penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. (2) Setiap orang dilarang menghimpun atau menggerakkan orang lain dengan mengatasnamakan agama untuk melakukan tindakan yang merusak ketertiban dan atau keamanan masyarakat dan atau eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 18 (1) Barang siapa yang melanggar pasal 8, 9, 10, 11, 12, 13, atau 14, diberikan teguran atau peringatan hukum oleh pihak-pihak yang berwenang agar semua pelanggaran tersebut dihentikan dan tidak diulangi kembali, dan apabila dilakukan kembali maka kepadanya diancam dengan ketentuan pidana paling lama 3 tahun penjara. (2) Bantuan tenaga asing keagamaan yang tidak melalui prosedur dan persyaratan administrasi keimigrasian seperti dimaksud pada pasal 9 ayat 1 dan 2, maka secara paksa oleh instansi yang berwenang untuk dideportasikan ke negara asalnya; sedangkan bantuan asing keagamaan lainnya seperti buku-buku, barang dan uang dapat dicekal secara hukum. Pasal 19 Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 156 a Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perkataan atau melakukan perbuatan: (a) yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan 10 / 12

atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; (b) dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang ini akan ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan lain. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 (1) Dengan berlakunya Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama ini maka Undang-Undang No. I/PNPS/1965 Jo Undang-Undang Nomor 5 tahun 1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama beserta segala peraturan-peraturan pelaksanaannya yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan kerukunan umat beragama dinyatakan tidak berlaku. (2) Undang-undang ini dinyatakan mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada Tanggal, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta 11 / 12

Pada Tanggal, MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA 12 / 12