BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB I PENDAHULUAN. adalah dampak dari meningkatnya angka kelahiran. Angka kelahiran dapat dilihat dari pencapaian tingkat fertilitas.

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. sebab apapun yang berkaitan atau memperberat kehamilan diluar kecelakaan. Angka

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan anggota keluarganya. Pada umumnya, apabila hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Biro Pelayanan Statistik (BPS) kependudukan, Ju mlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. pasangan usia subur(pus) untuk mengikuti Program Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana (KB) menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

BAB I PENDAHULUAN. individual maupun bagi negara. Manfaat-manfaat tersebut antara lain; dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin nyata. Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbandingan karakteristik...,cicik Zehan Farahwati, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan dan

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

BAB 1 PENDAHULUAN. ditingkatkan guna mencegah teradinya ledakan penduduk di Indonesia pada tahun

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: )

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. miliar jiwa. Cina menempati urutan pertama dengan jumlah populasi 1,357 miliar

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pasangan Usia Subur diharapkan menggunakan metode kontrasepsi untuk

Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48% per tahun dan tingkat kelahiran atau Total

BAB I PENDAHULUAN. periode tahun yaitu 1,45%. Maka dari itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga. alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di Indonesia. Penemuan Penicillin tahun 1930 mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana dirintis sejak tahun 1957 dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk dunia pada tahun 2013 mengalami peningkatan lebih tinggi dari perkiraan dua tahun yang lalu. Jumlah penduduk dunia pada bulan Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun 2025. Jumlah itu akan terus berkembang menjadi 9,6 miliar pada tahun 2050. Jumlah penduduk di negara-negara tidak berkembang akan meningkat dua kali lipat dari 898 juta menjadi 1,8 miliar pada tahun 2050. Sebaliknya, penduduk di negara-negara maju meningkat dari 1,25 miliar jiwa tahun ini menjadi sekitar 1,28 miliar jiwa penduduk pada tahun 2100 (Jatmiko, 2013). Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia merupakan negara ke- 5 di Dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu 249 juta. Di negara ASEAN, Indonesia dengan luas wilayah terbesar tetap menjadi negara dengan penduduk terbanyak, jauh diatas 9 negara anggota lainnya. Dengan Angka Fertilisasi atau Total Fertility Rate (TFR) 2,6. Indonesia berada diatas rata-rata TFR negara ASEAN, yaitu 2,4 (Pusat Data Dan Informasi Kesehatan RI, 2014). Beberapa tahun belakangan ini, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) termasuk salah satu Provinsi dengan pertumbuhan penduduk diatas batas toleransi yang distandarkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pertumbuhan penduduk diatas batas toleransi ini masih terjadi dinilai

karena program Keluarga Berencana (KB) belum berjalan maksimal. Akibat tingginya pertumbuhan penduduk ini akan mengancam perekonomian kedepan. Ada 8 provinsi yang mengalami pertumbuhan penduduk diatas batas toleransi, yakni; Jakarta, Banten, Jabar, Jatim, Sumut, Lampung, Sulawesi Selatan dan NTT. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol atau diatas batas toleransi ini akan menimbulkan permasalahan yang serius secara nasional kedepan, khususnya permasalahan terkait kebutuhan primer manusia, seperti; ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan rakyat (Siregar, 2014). Keluarga berencana (KB) pertama kali ditetapkan sebagai program pemerintah pada tanggal 29 Juni 1970, bersamaan dengan dibentuknya Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Program KB di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1957, namun masih menjadi urusan kesehatan dan belum menjadi urusan kependudukan. Namun sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia serta tingginya angka kematian ibu dan kebutuhan akan kesehatan reproduksi, program KB selanjutnya digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan pertumbuhan jumlah penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak. (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat; dan Keluarga Berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan

sesuai hak reproduksi untuk mewujutkan keluarga yang berkualitas. Pengaturan kehamilan dalam Program KB dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Pada tahun 2013, cakupan KB aktif secara nasional sebesar 75,88%. Dari 33 provinsi, ada 15 provinsi yang cakupannya masih berada dibawah cakupan nasional. Provinsi Bengkulu merupakan provinsi dengan cakupan tertinggi sebesar 87,70%, dan Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi dengan cakupan terendah kedua setelah Provinsi Papua yaitu 69,21% (BKKBN, 2014). Keluarga Berencana memiliki dua program, yaitu KEI (Komunikasi, Edukasi, dan Informasi) dan Pelayanan Kontrasepsi. Berbagai macam pilihan alat kontrasepsi yang disediakan oleh pemerintah antara lain: pil, suntikan, kondom, Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang terdiri dari : alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), implant, tubektomi (MOW) dan vasektom (MOP) (Sulistio, 2010). Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) merupakan jenis kontrasepsi yang sangat efektif untuk menghindari kelahiran, mengatur interval kelahiran dan tidak mempengaruhi hubungan seksual yang dapat bertahan selama 3 tahun sampai seumur hidup seperti AKDR/IUD, implant, MOW dan MOP (BKKBN, 2014). Berdasarkan hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI), pola penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh metode kontrasepsi hormonal dan bersifat jangka pendek. Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) cenderung mengalami penurunan dari 8,1 persen (SDKI 1997) menjadi 6, 2 % persen (SDKI 2002/2003) dan turun lagi menjadi 4,9 persen (SDKI 2007) serta turun menjadi 3,9 persen (SDKI,2012).

Yang termasuk metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) pada saat ini yaitu; IUD, Implan, MOW dan MOP, berdasarkan sasaran RKP 2010, 2011, 2012, sasaran MKJP yang harus dicapai setiap tahunnya adalah 24.2%, 25.1%, dan 25.9 % dari data statistik rutin BKKBN tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa pencapaian PA MKJP masih dibawah target yang telah di tetapkan yaitu; 23.5%, 24.4%, dan 24.9% (LAKIP BKKBN, 2012). Survey Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) memperlihatkan proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik (85,6%), Pil (81,4%), IUD (58,1%), Implan (45,8%), MOW (20,3%), Kondom (49,7%), MOP (11,9%), dan sisanya merupakan peserta KB tradisional yang masing-masing menggunakan cara tradisional seperti pantang berkala maupun senggama terputus (BKKBN, 2012). Kontrasepsi implan merupakan kontrasepsi yang berbentuk batang kecil yang mengandung progestin. Pemakaian implan efektif untuk mencegah kehamilan dengan minim tingkat kegagalan pemakaian pada wanita dibandingkan dengan sterilisasi (tubektomi). Saat ini sudah tersedia implan dalam bentuk satu batang sehingga lebih praktis. Kontrasepsi berbentuk batang berukuran kurang dari 3 cm ini akan dimasukkan kekulit bagian dalam lengan untuk mencegah kehamilan selama tiga tahun. Metode kontrasepsi implan memiliki efektivitas sampai 99 persen dengan tingkat kegagalan hanya 1 dari 100 wanita yang menggunakannya atau kegagalan hanya mencapai 0,05 persen. Implan merupakan alat kontrasepsi yang praktis dan efektif. Dengan implan tidak ada lagi faktor lupa dan sangat cocok untuk wanita yang tak bisa menerima asupan hormon esterogen tambahan. Implan adalah salah satu

metode kontrasepsi efektif jangka panjang, efektif mencegah kehamilan selama tiga tahun. Tingkat kegagalan lebih sedikit dibanding IUD. Sementara alat KB berupa pil dan suntikan sifatnya jangka pendek dan kerap gagal, karena faktor lupa. (Julianto, 2014). Keuntungan penggunaan KB Implant lebih besar dibandingkan dengan kelemahan akibat dari penggunaan KB implant, sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan KB implant sangat penting dalam mendukung program KB. Peserta Baru KB menurut Metode Kontrasepsi di Indonesia, Tahun 2013 untuk Akseptor KB Intra Uterine Device (IUD) (7,75%), Metode Operasi Wanita (MOW) (1,52%), Metode Operasi Pria (MOP) (0,25 %), Kondom (6,09%), Implan (9, 23%), suntikan (48, 56%), pil (26, 60%). Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa pada tahun 2013 ada 8.500.247 PUS (Pasangan Usia Subur) yang merupakan peserta KB baru, dan hampir separuhnya (48,56 %) menggunakan metode kontrasepsi suntikan. (BKKBN, 2013) Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara sendiri peserta KB aktif tahun 2012; IUD 2.1%, Pil 10.8%, Kondom 1.9%, Suntik 18.3%, Implan 3.1%, MOW 6.4%. Jika ditinjau dari beberapa metode kontrasepsi yang diajukan oleh pemerintah, metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) masih memiliki peminat yang masih sedikit. Pada umumnya masyarakat memilih non metode kontrasepsi jangka panjang (NON MKJP) sehingga metode KB MKJP seperti AKDR/IUD, implant, kontap pria (MOP) dan kontap wanita (MOW) kurang diminati.

Hasil analisis deskriptif yang dilakukan di enam wilayah yang dalam penggunaan MKJP menunjukkan bahwa penggunaan MKJP masih jauh lebih rendah dibandingkan penggunaan non MKJP. Penggunaan KB Non MKJP di dominasi oleh wanita PUS yang berumur kurang dari 30 tahun, jumlah anak 0-2 anak, lama menikah 1-5 tahun, memiliki tingkat pendidikan tamat SD atau tamat SLTP, bertempat tinggal dipedesaan. sementara penggunaan MKJP didominasi wanita PUS yang berumur lebih dari 30 tahun, jumlah anak lebih dari atau sama dengan tiga anak, lama menikah lebih dari 10 tahun, memiliki tingkat pendidikan tamat SMA ke atas, bertempat tinggal diperkotaan (BKKBN, 2011). Menurut Sarwono (2004) yang mengutip pendapat Anderson dengan teorinya Andersen s Behavioral model of Health Service Utilization, mengemukakan bahwa keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan itu ada tiga komponen, yaitu (1) komponen predisposisi yang terdiri dari demografi, struktur sosial dan kepercayaan kesehatan, (2) komponen enabling(pemungkin) terdiri dari sumber daya keluarga (penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan, dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan), (3) komponen need (kebutuhan), merupakan komponen yang mendorong prilaku kesehatan karena adanya kebutuhan yang disebabkan oleh adanya persepsi serius mengenai gejala atau penyakit yang dialaminya, sehingga terdorong untuk mencari upaya pelayanan kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan berkaitan dengan determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS yaitu penelitian Fiennalia (2011), bahwa ada hubungan antara umur, jumlah anak hidup, kelengkapan pelayanan KB, jarak ke tempat

pelayanan KB, biaya penggunaan alat kontrasepsi dan pengetahuan dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang di Wilayah Kerja Puskesmas Pancuran Mas. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti dalam Dewi (2012) mengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita di Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes menunjukkan ada hubungan umur, pendidikan, pengetahuan, komunikasi KB, ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan, peran petugas dengan pemakaian alat kontrasepsi. Pemilihan alat kontrasepsi bagi wanita harus menimbang dari dari berbagai faktor, termasuk status kesehatan, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan penghasilan keluarga dan kerjasama dari pasangan (Hartanto, 2004). Dukungan suami sangat diperlukan. Seperti diketahui bahwa di Indonesia, keputusan suami dalam mengizinkan istri adalah pedoman penting bagi si istri untuk menggunakan alat kontrasepsi. Bila suami tidak mengizinkan atau mendukung, hanya sedikit istri yang berani untuk tetap memasang alat kontrasepsi tersebut. Dukungan suami sangat berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan menggunakan atau tidak dan metode apa yang akan dipakai (Suprayatno, 2011). Jumlah peserta KB di Kabupaten Deli Serdang sampai dengan bulan Desember Tahun 2014, peserta KB Aktif sekitar 228543 atau 68,04 % dari PUS sebesar 335871. Peserta KB yang menggunakan Non MKJP meliputi Suntik 28,51 %, Pil 30,35% dan Kondom 9,45 %, Sedangkan pengguna KB MKJP meliputi MOW

5,65 %, MOP 1,19, IUD 12,46 %, Implan 12,37 %. Data tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak peserta KB memilih untuk menggunakan non MKJP. (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Deli Serdang, 2014) Kabupaten Deli Serdang memiliki 22 Kecamatan. Dari data yang didapatkan, Kecamatan Sunggal sebagai presentasi terendah peserta KB aktif dari 22 Kecamatan yang ada yaitu 64,93 %. Peserta KB aktif tertinggi terdapat di kecamatan Kutalimbaru yaitu 78,53 %. (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Deli Serdang, 2014) Berdasarkan Data Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kecamatan Sunggal tahun 2014, dari 17 Desa yang ada di Kecamatan Sunggal, penggunaan Implan yang presentasinya terendah antara lain: Desa Sei Beras Sekata sebanyak 80 orang, Desa Tanjung Selamat sebanyak 70 orang, dan Desa Suka Maju sebanyak 50 orang. Jumlah peserta KB di Desa Suka Maju tahun 2014, peserta KB Aktif sekitar 1.101 dari PUS sebesar 1694. Peserta KB Suntik sebesar 385 orang (34,96%), peserta KB Pil sebesar 386 rang (35,05%) sedangkan peserta KB Implan hanya berjumlah 50 orang (4,54%). Rendahnya penggunaan Metode Kontrasepi Jangka Panjang dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti : ketidaktahuan peserta tentang kelebihan Metode Kontrasepi Jangka Panjang, kualitas pelayanan KB dilihat dari segi ketersediaan alat kontrasepsi dan ketersediaan tenaga yang terlatih serta kemampuan medis teknis petugas pelayanan kesehatan, biaya pelayanan Metode kontrasepsi Jangka Panjang

yang mahal, adanya hambatan dukungan dari suami dalam pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang, dan adanya nilai yang timbul dari adanya sikap yang didasarkan kepercayaan dan norma-norma di masyarakat (BKKBN, 2006). Selain itu berdasarkan dari beberapa kasus yang ada, diperoleh alasan keengganan yang disebabkan karena takut akan efek sampingnya atau prosedurnya, hingga takut kepada tenaga medis yang menangani (BKKBN, 2012). Perempuan banyak yang mengalami kesulitan dalam memilih jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya keterbatasan metode yang tersedia, tetapi juga ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Selain itu juga dipengaruhi besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan bahkan norma budaya lingkungan. Berbagai faktor harus dipertimbangkan termasuk status kesehatan, efeksamping, potensial, konsekuensi kegagalan kehamilan yang tidak diinginkan(wulansari, 2007). Bentuk partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi adalah mendukung istri dalam memilih alat kontrasepsi dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi tersebut (BKKBN, 2008). Setiap akseptor menggunakan kontrasepsi yang saat ini dipakai, dengan pertimbangan berbagai hal. Faktor yang memengaruhi pemilihan kontrasepsi yaitu berupa faktor internal berupa pengetahuan, pendidikan, umur, pekerjaan, dan paritas. Faktor eksternal yaitu dukungan suami, dukungan keluarga, tenaga kesehatan, ekonomi dan sosial budaya (Pendit, 2006).

Berdasarkan survei awal dilakukan dengan mewawancarai 10 orang ibu yang menggunakan Kontrasepsi Non Implandi Desa Suka Maju Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang menanyakan alasan mereka memilih kontrasepsi non implan adalah 4 ibu mengatakan penggunaanannya lebih praktis dari pada penggunaan implan walaupun mereka mengatakan sering lupa untuk menggunakan kontrasepsi non implan seperti kontrasepsi suntik dan pil, mereka mengatakan takut menggunakan kontrasepsi implan karena pemasangannya dilakukan dibawah kulit dan takut alat kontrasepsi yang dipasang dapat berpindah-pindah tempat serta mereka juga mengatakan takut merasakan cepat lelah akibat penggunaan kontrasepsi implan. Setelah ditanyakan kembali apakah mereka pernah menggunakan kontrasepsi implan, mereka mengatakan belum pernah dan mendapatkan informasi mudah lelah akibat penggunaan kontrasepsi implan didapat dari mulut ke mulut. Kemudian 2 ibu mengatakan biaya untuk membeli dan memasang kontrasepsi yang tidak terjangkau. Penggunaan kontrasepsi non implan (kontrasepsi suntik dan pil) lebih murah dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi implan, mereka tinggal datang ke klinik terdekat untuk pemakaian kontrasepsi non implan (kontrasepsi suntik dan pil) dari pada menunggu untuk pelayanan gratis penggunaan kontrasepsi implan yang pemasangannya jauh dari tempat tinggal dan memerlukan biaya transportasi yang lebih. Kemudian 4 ibu mengatakan karena faktor dukungan suami selain itu mereka mengatakan mengalami keluhan seperti bertambahnya berat badan ketika menggunakan kontrasepsi non implan (kontrasepsi suntik dan pil), tetapi walaupun menimbulkan keluhan mereka tetap memilih untuk menggunakan kontrasepsi non

implan (Kontrasepsi suntik dan pil) dengan alasan mendapat dukungan dari suami.kurangnya informasi dari petugas kesehatan tentang alat kontrasepsi implan menjadi alasan mereka untuk lebih memilih menggunakan kontrasepsi selain implan. Berdasarkan data dan fenomena diatas, banyaknya variabel yang saling terkait (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah anak, jumlah anak yang diinginkan, pengambil keputusan, pengetahuan, norma, akses terhadap pelayanan kesehatan, biaya penggunaan kontrasepsi, dukungan suami, peran petugas kesehatan, kepercayaan kepada petugas kesehatan, kenyamanan terhadap penggunaan kontrasepsi, takut efek samping) yang menjadi alasan ibu dalam memilih kontrasepsi non implan (Kontrasepsi suntik dan pil), maka perlu dilakukan analisis faktor untuk mereduksi atau meringkas variabel tersebut, agar dapat diketahui faktor hambatan dalam penggunaan kontrasepsi Implan. 1.2. Permasalahan Masih rendahnya keikutsertaan ibu dalam penggunaan kontrasepsi Implan disebabkan banyak faktor yang saling terkait, sehingga perlu melakukan analisis faktor untuk mengetahui hambatan dalam penggunaan kontrasepsi Implan di Desa Suka Maju Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. 1.3. Tujuan Penelitian Menganalisis faktor untuk mengetahui hambatan dalam penggunaan kontrasepsi Implan di Desa Suka Maju Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti sebagai upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan khususnya tentang Implan. 2. Sebagai bahan masukan bagi Penyuluh KB di Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang mengenai faktor yang menjadi hambatan penggunaan kontrasepsi Implan sehingga dapat mengambil suatu kebijakan dengan membuat progam yang sesuai untuk meningkatkan cakupan akseptor KB Implan dan sebagai sarana evaluasi dari progam yang dijalankan. 3. Bagi penyuluh KB yang berada Di Desa Suka Maju Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang agar meningkatkan kualitas pemberian pengetahuan KIE dengan mengikuti pelatihan- pelatihan tentang KIE