BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa dan negara yang di dalamnya terdapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia seperti yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA. 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat banyak yang memperbincangkan tentang pornografi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

NASKAH AKADEMIK TINJAUAN PELAKSANAAN KETENTUAN PIDANA UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TERHADAP PENYALAHGUNAAN MAGIC MUSHROOM

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Trend perkembangan kejahatan Narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa, Setiap

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. Pertama kalinya konferensi tentang psikotropika dilaksanakan oleh The United

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan, perdagangan gelap narkotika merupakan permasalahan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang

BAB I PENDAHULUAN. ada sehingga setiap manusia diharapkan mampu menghadapi tantangan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

BAB III PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SEBELUM LAHIRNYA DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia telah lahir beberapa peraturan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Sebagai masa depan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan secara terus menerus usaha usaha dibidang pengobatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa dan negara yang di dalamnya terdapat keanekaragaman dan kemajemukan budaya dari masyarakatnya yang memiliki struktur pluralis yang tinggi. Pancasila sebagai dasar filosofi negara dan tujuan bangsa Indonesia seperti yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 alinea ke empat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia belumlah dapat dikatakan sudah terlaksana apabila dalam pelaksanaannya tidak ada kesadaran dari individu itu sendiri. Partisipasi pemerintah dan kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah akan nilai-nilai yang sebenarnya terkandung dalam sila-sila Pancasila sekaligus untuk mewujudkan tujuan mulia bangsa Indonesia. Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika perihal menimbang pada huruf b menyebutkan : Bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai

2 obat serta melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Demi mencapai Indonesia seperti yang dicita-citakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, masyarakat Indonesia memerlukan hukum yang berfungsi sebagai pengatur segala tindak tanduk manusia dalam masyarakat beserta aturan tentang berbagai ketentuan beserta sanksi pidana sebagai pengendali perilaku masyarakat. Soeryono Sukanto menjelaskan bahwa berlakunya kaidah hukum, menurut teori ilmu hukum dibedakan antara tiga macam hal berlakunya hukum, yakni : a. Hal berlakunya secara yuridis yang intinya ialah bahwa hukum sebagai kaidah berlaku, apabila terbentuk menurut cara yang telah ditentukan ; b. Hal berlakunya hukum secara sosiologis, yang berintikan pada efektivitas hukum dalam masyarakat ; c. Hal berlakunya hukum secara filosofis, artinya ialah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi 1. Permasalahan serius yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah yang dapat menjadi penghambat pembangunan nasional salah satunya adalah masalah narkotika dengan berbagai cara penyalahgunaannya. Narkotika adalah, zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, 1 Siswanto H., 2012, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika (UU Nomor 35 Tahun 2009), PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 67.

3 yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini 2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 pasal 6 ayat 1, Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam : a. Narkotika Golongan I ; b. Narkotika Golongan II ; dan c. Narkotika Golongan III. Undang-undang adalah hukum, karena berisi kaedah-kaedah hukum untuk melindungi kepentingan manusia dan supaya kepentingan manusia itu seberapa dapat terlindungi, maka undang-undang harus diketahui oleh setiap orang. Setiap orang dianggap tahu akan undang-undang (iedereen wordt geacht de wet te kennen, nemo ius ignorare consetur) dan ketidaktahuan akan undang-undang tidak merupakan alasan pemaaf : ignorantia legis excusatneminem 3. Fenomena penyalahgunaan narkotika kini sudah dipandang sebagai persoalan kritis yang ceritanya tak pernah berkesudahan. Tindak pidana narkotika sudah di cap sebagai persoalan yang sulit untuk diberantas. Permasalahan yang menyangkut narkotika pun sudah dianggap sebagai salah satu kejahatan global yang sangat berbahaya apabila terus dibiarkan kelangsungannya. 2 Undang-Undang 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 1 angka 1 3 Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, hlm. 88.

4 Penyalahguna narkotika adalah mereka yang melakukan pemakaian diluar pengawasan dan pengendalian 4 atau dalam pengertian yang lain adalah mereka yang melakukan pemakaian obat tanpa petunjuk medis 5. Walaupun seorang penyalahguna baik secara sengaja atau tidak sengaja melakukan perbuatan penyalahgunaan seperti yang disebut di atas dan dikategorikan sebagai korban narkotika, tetap saja pada akhirnya perbuatan tersebut dengan alasan apapun tetap saja bertentangan dengan hukum dan ketentuan perundang-undang yang berlaku, dalam hal ini adalah Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Hukum yang mengawasi dan mengendalikan penggunaan narkotika serta menanggulangi penyalahgunaan narkotika dan perawatan para korbannya di Indonesia adalah hukum narkotika Indonesia (Indonesia Narcotical Law) 6. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, setiap pelaku penyalahgunaan narkotika dapat dikenakan sanksi pidana yang berarti penyalahguna narkotika dapat disebut sebagai pelaku tindak pidana narkotika. Rumusan pengertian tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perilaku manusia yang masuk dalam batas-batas rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat dicela. Syarat bersifat melawan hukum atau sifat tercela kadang-kadang dimasukkan sebagai unsur undangundang (jadi tertulis) dalam rumusan delik. Dalam kebanyakan hal jika rumusan delik 4 Soedjono Dirajosisworo, 1990, Hukum Narkotika Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 3. 5 Hadiman, 2005, Pengawasan Serta Peran Aktif Orang Tua dan Aparat Dalam Penanggulangan dan Penyalahgunaan Narkoba, Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama, Jakarta, hlm. 5. 6 Soedjono Dirajosisworo, Op. Cit., hlm. 4.

5 telah terpenuhi, sifat melawan hukum dan sifat tercela dianggap ada, kecuali kalau mungkin sekali ada alasan penghapusan pidana 7. Salah satu contoh fenomena yang sekarang ini memiliki potensi sebagai masalah serius yang harus dikaji, ditindak dan ditanggulangi penyelesaiannya adalah maraknya penyalahgunaan magic mushroom yang menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 adalah salah satu yang termasuk dalam daftar narkotika golongan 1 yaitu zat psilosibina 8 dimana kandungan zat tersebut ada pada magic mushroom atau psilocybin mushroom. Magic mushroom adalah jenis jamur psychedelic, biasa disebut gold caps, golden tops, cubes, purple rings atau boomers. Di Indonesia orang mengenal jamur ini sebagai jamur tahi sapi dimana jamur tahi sapi termasuk ke dalam genus psilocybe. Jamur tahi sapi atau Psilocybe Cubensis dapat ditemukan di seluruh Amerika Selatan, Asia, Eropa dan bagian Australia. Psilocybe Cubensis merupakan sejenis jamur yang tumbuh dan hidup diatas permukaan kotoran hewan pemamah biak seperti sapi, kerbau, banteng dan lain-lain. Jamur ini dapat tumbuh di dalam iklim manapun, di pegunungan maupun di pinggir pantai 9. Di Sumatera Utara, delapan anak di Desa Janji, Kecamatan Bilah Barat, Labuhanbatu, Sumatera Utara, mengalami keracunan akibat memakan jamur yang tumbuh di kotoran sapi atau magic mushroom. Mereka harus mendapat perawatan 7 Schaffmeister D., Keijer N., Sutorius Mr. E. PH., 2007, Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 34-35. 8 Undang-Undang 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Lampiran I nomor 47 9 http://www.jualbeliforum.com/lounge/247202-apakah-magic-mushroom-legaltidak.html

6 intensif di Rumah Sakit Umum Rantauprapat setelah mengalami mual dan mengalami kekurangan cairan di tubuhnya. Sebagian dari para korban terpaksa harus mendapat infus akibat kekurangan cairan, Senin (15/4/2013) 10. Kasus yang lebih parah bahkan terjadi di Semarang, Jawa Tengah dimana seorang mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Fahmi Ramadhan (21), mahasiswa jurusan Teknik Industri diketahui tewas setelah beberapa saat tiba ke rumah sakit Banyumanik setelah sebelumnya sempat mengamuk dan memukuli perabotan dari kaca termasuk kaca jendela kosnya di Jalan Jatimulyo 2A, Tembalang, Semarang. Sebuah sumber mengatakan bahwa penyebab Fahmi Ramadhan mengamuk dan berujung tewas adalah gara-gara mabuk magic mushroom 11. Pakar Kimia-Farmasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Mufti Djusrin mengungkapkan, dalam undang-undang, magic mushroom atau jamur ajaib ini termasuk di dalam zat aktif bernama psilosibina. Zat itu masuk ke dalam narkotika jenis alamiah atau yang berbahan dasar tumbuh-tumbuhan alami. Mufti juga menegaskan bahwa magic mushroom atau jamur ajaib tersebut termasuk narkotika golongan I saat berbincang dengan Kompas.com di gedung BNN, Kamis (31/1/2013) malam 12. Narkotika golongan 1 adalah : 10 http://berita.plasa.msn.com/nasional/okezone/makan-magic-mushroom-delapananak-keracunan 11 http://jogja.okezone.com/read/2012/11/17/512/719612/redirect 12 http://health.kompas.com/read/2013/02/01/10172888/.magic.mushroom.termasuk. Jenis.Narkoba

7 1. Narkotika yang dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi 13. 2. Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan 14. Ketentuan pidana bagi masalah penyalahgunaan narkotika golongan I juga masih dibedakan menjadi penyalahgunaan narkotika golongan I tanaman dan narkotika golongan I bukan tanaman. Dalam hal ini magic mushroom adalah kategori narkotika golongan I tanaman dimana yang dimaksud dengan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman adalah tidak harus lengkap sebagai tanaman yang berarti ada daun, batang, ranting maupun akar, tetapi meskipun hanya berupa daun atau batang saja sudah dapat digolongkan sebagai tanaman 15. 13 Undang-Undang 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 8 ayat 1 dan 2, pasal 12 ayat 1 14 Ibid. Penjelasan ayat 6 15 Sujono AR., Bony Daniel, 2011, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Sinar Grafika, Jakarta Timur, hlm. 238.

8 Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika, maka pemerintah membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional. BNN adalah lembaga pemerintah non kementrian yang dipimpin oleh kepala dan berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 16. Tugas dan wewenang BNN diantaranya adalah mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan prekursor Narkotika 17 serta melakukan penyelidikan dan penyidikan peredaran gelap Narkotika dan prekursor Narkotika 18. Dari pengertian dan aturan ketentuan pidana menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika golongan I di atas, sudah sangat jelas disebutkan bahwa magic mushroom sebagai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman seharusnya tidak boleh disalahgunakan dengan dibiarkan bebas diperjualbelikan atau diproduksi, didistribusi dan dikonsumsi oleh masyarakat luas pada umumnya. Jamur ini bukanlah jenis jamur yang biasa yang layak untuk dikonsumsi, melainkan jamur yang dapat menimbulkan halusinasi, maka dari itu penulis dalam tugas akhir skripsi ini mengambil judul TINJAUAN PELAKSANAAN KETENTUAN PIDANA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TERHADAP PENYALAHGUNAAN MAGIC MUSHROOM. 16 Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional pasal 1 dan pasal 2. 17 Ibid. Pasal 2 ayat 1 huruf b 18 Ibid. pasal 4

9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa magic mushroom merupakan salah satu yang termasuk dalam daftar narkotika golongan I. Karena itu perlu dikaji lebih dalam bagaimana Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika mengatur pelaksanaan ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan magic mushroom. Maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Apakah ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dapat diterapkan terhadap penyalahgunaan magic mushroom? 2. Kendala apa saja yang dihadapi dalam menerapkan ketentuan pidana menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terhadap penyalahgunaan magic mushroom? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Tujuan Obyektif : a. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan ketentuan pidana menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terhadap penyalahgunaan magic mushroom sudah dapat diterapkan atau belum.

10 b. Untuk mengetahui apakah ada kendala dalam pelaksanaan ketentuan pidana menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terhadap penyalahgunaan magic mushroom. 2. Tujuan Subyektif a. Memperoleh data sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan wajib bagi setiap mahasiswa dalam mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta. b. Memberikan gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya hukum pidana. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Obyektif a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi penelitian-penelitian untuk tahap berikutnya. b. Diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan tentang tinjauan terhadap pelaksanaan ketentuan pidana Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terhadap penyalahgunaan magic mushroom. Karena hal itu merupakan salah satu bagian dari perkembangan hukum yang terjadi dalam masyarakat dan dalam hubungannya dengan hukum pidana.

11 c. Memberikan sumbangan tidak hanya sebatas pada teorinya tetapi juga dalam prakteknya. 2. Manfaat Subyektif a. Memberikan masukan dan pemahaman kepada masyarakat dan penulis. b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum yang berwenang serta pranata lainnya yang berhubungan dengan ilmu hukum khususnya hukum pidana untuk semakin meningkatkan kinerjanya demi kemajuan tertib hukum didalam masyarakat, bangsa dan negara. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Ketentuan Pidana Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Penyalahgunaan Magic Mushroom merupakan karya asli penulis, jika terdapat kesamaan bukan merupakan tindakan plagiasi akan tetapi sebagai penambah atau pelengkap. Berikut beberapa contoh beberapa penulisan atau skripsi yang mendekati kesamaan : 1. Skripsi yang ditulis oleh Beremana Sembiring : a. Judulnya yaitu Efektivitas Sanksi Pidana Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika Dalam Mencegah Terjadinya Tindak Pidana Narkotika

12 b. Rumusan masalahnya yaitu : Apakah sanksi pidana menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika efektif dalam mencegah tindak pidana narkotika? c. Hasil penelitian atau kesimpulannya adalah : Berdasarkan pembahasan yang telah penulis uraikan diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika tidak efektif dalam mencegah terjadinya tindak pidana narkotika, sebab angka tindak pidana narkotika di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, bahkan selama periode tahun 2001 hingga tahun 2006 tindak pidana narkotika selalu mengalami peningkatan. 2. Skripsi yang ditulis oleh Made Harta Wijaya : a. Judulnya yaitu Penerapan Sanksi Pidana Secara Kumulatif Terhadap Penyalahgunaan Psikotropika. b. Rumusan masalahnya yaitu : Bagaimanakah hubungan ketentuan hukum tentang psikotropika dengan putusan yang dijatuhkan oleh hakim dalam perkara penyalahgunaan psikotropika? c. Hasil penelitian atau kesimpulannya adalah : Dari hasil analisis terhadap beberapa putusan perkara tindak pidana penyalahgunaan psikotropika yang diputus di Pengadilan Negeri

13 Yogyakarta dapat disimpulkan bahwa dalam perkara-perkara tersebut hakim menjatuhkan pidana secara kumulatif karena terdakwa terbukti melakukan penyalahgunaan psikotropika sesuai dengan apa yang didakwakan kepadanya. Dalam putusan perkara Nomor : 169/Pid. B/2008/PN. YK terdakwa diancam pidana pasal 60 ayat (4) Undang- Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, penerapan sanksi pidana secara kumulatif berupa pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan. Selain itu juga menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). Menetapkan, apabila denda tidak dibayar, dapat diganti dengan kurungan selama 2 (dua) bulan, serta membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.2000,00 (dua ribu rupiah). Dalam putusan perkara Nomor : 32/Pid. B/2007/PN. YK terdakwa diancam pidana pasal 60 ayat (5) Undang- Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, penerapan sanksi pidana secara kumulatif berupa pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dari denda sebesar Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). Menetapkan bahwa apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 1000,00 (seribu rupiah) dan dalam putusan perkara Nomor : 36/Pid. B/2006/PN. YK terdakwa diancam pidana pasal 62 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, penerapan sanksi secara

14 kumulatif berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun 7 (tujuh) bulan dan denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) subsidair 2 (dua) bulan kurungan. Memerintahkan barang bukti berupa 1 (satu) bungkus plastik klip berisi shabu-shabu dirampas untuk dimusnahkan dan membebani terdakwa membayar biaya perkara Rp. 1000,00 (seribu rupiah). 3. Skripsi yang ditulis oleh Theodora Diana Pratiwi : a. Judulnya yaitu Pelaksanaan Sanksi Pidana Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Studi Kasus di Daerah Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) b. Rumusan masalahnya adalah : 1) Bagaimana pelaksanaan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika di Daerah Kabupaten Sleman? 2) Apa yang menghambat pelaksanaan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika di Daerah Kabupaten Sleman? c. Hasil penelitian atau kesimpulannya adalah : 1) Pelaksanaan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika di wlayah Kabupaten Sleman dilakukan dengan melibatkan semaksimal mungkin peran serta masyarakat serta para aparat penegak hukum.

15 Masyarakat diharapkan agar berani melaporkan bila mengetahui telah terjadi penyalahgunaan psikotropika dan menindaklanjuti proses hukumnya mulai penyelidikan sampai penjatuhan sanksi pidana bagi pelaku yang terbukti melakukan penyalahgunaan psikotropika sesuai dengan klasifikasinya. 2) Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika di Kabupaten Sleman antara lain : a) Banyaknya masyarakat yang belum menyadari bahwa melaporkan penyalahgunaan psikotropika sebagai kewajiban. b) Adanya kemerosotan moral dari masyarakat dan penegak hukum yang dimotivasi oleh adanya unsur bisnis. c) Penjatuhan sanksi pidana yang relatif lebih rendah dari ancaman pidana, berakibat kurang mempunyai pengaruh untuk menimbulkan efek jera. d) Adanya kemajuan teknologi sehingga memperlancar modus operandi penyalahgunaan psikotropika. e) Banyaknya dana yang diperlukan dalam mengungkap kasus psikotropika.

16 Melihat penelitian-penelitian terdahulu seperti yang sudah dituliskan di atas, jika dihubungkan dengan judul dan tujuan dari penulis yang akan penulis buat tidaklah sama, oleh karena itu tulisan ini tidak merupakan tindakan duplikasi maupun plagiasi. Fokus dari penelitian yang akan penulis buat adalah mengenai pelaksanaan ketentuan pidana menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terhadap penyalahgunaan magic mushroom khususnya untuk mengetahui dapat atau tidaknya penerapan ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan magic mushroom, serta untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan magic mushroom. Dengan demikian penulis menyatakan bahwa penulisan hukum/skripsi ini merupakan asli hasil karya penulis sendiri, bukan merupakan hasil duplikasi maupun plagiasi dari karya penulisan orang lain. Jika penulisan hukum/skripsi ini terbukti merupakan duplikasi maupun plagiasi dari karya penulisan orang lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku. F. Batasan Konsep 1. Tinjauan : a. Hasil meninjau ; pandangan ; pendapat (sesudah mempelajari, menyelidiki, dsb) : ~nya meleset,

17 b. Perbuatan meninjau: buku itu banyak mengandung ~ sejarah 19 ; 2. Pelaksanaan : Proses, cara, perbuatan melaksanakan (rancangan, keputusan, dsb) : beliau meninjau ~ pembangunan jalan di wilayahnya; kegiatan ini merupakan salah satu ~ Garis-garis Besar Haluan Negara 20 ; 3. Ketentuan : a. Sesuatu yang sudah tentu atau yang sudah ditentukan ; ketetapan ; setelah ujian, kini kita tinggal menantikan ~ nasib saja ; ~ yang lama masih berlaku; b. Kepastian : dng adanya ~ itu setiap pegawai boleh melakukan kerja tambahan 21 ; 4. Penyalahgunaan : Proses, cara, perbuatan menyalahgunakan ; penyelewengan ; kekayaan yang diperolehnya adalah hasil ~ jabatannya 22 ; 5. Magic Mushroom : Magic mushroom adalah jenis jamur psychedelic, biasa disebut gold caps, golden tops, cubes, purple rings atau boomers. Di Indonesia orang mengenal jamur ini sebagai jamur tahi sapi. Jamur tahi sapi termasuk ke dalam genus psilocybe. Jamur tahi sapi atau Psilocybe Cubensis dapat 19 Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 1470. 20 Ibid. hlm. 774. 21 Ibid. hlm. 1443. 22 Ibid. hlm. 1208.

18 ditemukan di seluruh Amerika Selatan, Asia, Eropa dan bagian Australia. Psilocybe Cubensis merupakan sejenis jamur yang tumbuh dan hidup diatas permukaan kotoran hewan pemamah biak seperti sapi, kerbau, banteng dan lain-lain. Jamur ini dapat tumbuh di dalam iklim manapun, di pegunungan maupun di pinggir pantai 23. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan. 2. Jenis Data Berdasarkan jenis penelitiannya yaitu penelitian hukum normatif maka sumber data penelitian ini bersumber pada data sekunder. Bahan-bahan data sekunder yaitu : a. Bahan hukum primer berupa : 1) Undang-Undang Dasar 1945. 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 4) Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional. 23 http://www.jualbeliforum.com/, Loc. Cit.

19 5) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010. b. Bahan hukum sekunder berupa : 1) Buku-buku yang membahas tentang hukum narkotika di Indonesia. 2) Makalah, tulisan ilmiah dan situs internet media massa yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti dan hasil penelitian yang berupa definisi dan pendapat hukum. 3. Metode Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan, yaitu dengan pengumpulan data dari mempelajari peraturan perundang-undangan sebagai bahan hukum primer dan buku-buku, literatur serta dokumen-dokumen sebagai bahan hukum sekunder yang terkait dengan pokok permasalahan yang diteliti selanjutnya dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh. b. Wawancara dengan Kepala Bagian Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai narasumber tentang obyek yang akan diteliti berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. 4. Analisis Data Metode yang digunakan dalam mengolah dan menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian adalah metode analisis kualitatif, yaitu dengan memahami dan membandingkan bahan hukum primer dengan hukum

20 sekunder apakah ada perbedaan, persamaan pendapat hukum dan ada tidaknya kesenjangan. 5. Proses Berpikir Dalam penarikan kesimpulan, proses berpikir bernalar digunakan secara deduktif, yaitu dengan bertolak dari proposisi umum yang telah diyakini kebenarannya yaitu peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan ketentuan pidana menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan berakhir pada kesimpulan berupa pengetahuan baru yang bersifat khusus yaitu untuk mengetahui dapat atau tidaknya ketentuan pemidanaan diterapkan terhadap penyalahgunaan magic mushroom dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam menerapkan ketentuan pidana dalam hal penyalahgunaan magic mushroom. H. Sistematika Skripsi BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, Metode yang digunakan dalam penulisan hukum dan Sistematika Penulisan hukum ini.

21 BAB II PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA TERHADAP PENYALAHGUNAAN MAGIC MUSHROOM Dalam bab ini berisi tentang pelaksanaan ketentuan pidana Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terhadap penyalahgunaan magic mushroom yang diuraikan menjadi beberapa sub bahasan yaitu tinjauan umum tentang narkotika, tinjauan umum tentang magic mushroom, ketentuan pidana penyalahgunaan magic mushroom dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan kendala dalam penerapan ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan magic mushroom. BAB III PENUTUP Dalam bab penutup ini berisi tentang kesimpulan yaitu jawaban permasalahan berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, selain itu juga terdapat saran dari penulis supaya dapat dijadikan gambaran atau pedoman bagi penulisan-penulisan lainnya yang mungkin saling terkait atau memiliki topik dan obyek penulisan yang sama dengan apa yang telah dituangkan dalam penulisan hukum ini.