Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB V PENUTUP. dalam arti dia memiliki penyesuaian sosial (social adjustment) yang tepat.

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan pusat-pusat. keluarga yang berantakan dan ada masalah dengan orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. penerus bangsa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat sesuai dengan Visi Indonesia Sehat

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

EFEKTIFITAS MODEL PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DI KELURAHAN MARGOMULYO NGAWI

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dimulai pada usia 9-14 tahun dan prosesnya rata-rata berakhir pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyebaran arus informasi yang tidak terbatas dan dibatasi menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI SMA N 1 GEYER KABUPATEN GROBOGAN

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa yang berkisar antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Seorang remaja, memiliki tugas perkembangan dan fase

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA N 3 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI DI SMK PGRI KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun oleh : PUJI YATMI J 210 070 092 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan seks bagi anak sangatlah penting, akan tetapi sebagian orang tua kurang memperhatikan dan bahkan belum mengerti bagaimana cara memberikan pendidikan seks bagi anaknya. Masih ada orang tua yang menganggap berbicara masalah seks itu tabu, karena tidak pantas dibicarakan secara terbuka untuk alasan apapun. Salah satu penyebabnya adalah dari kelemahan orang tua dalam menguasai kaidah-kaidah tentang aturan prilaku seksual dan perkembangannya, sehingga bisa menyebabkan munculnya beberapa penyimpangan seksual yang akan berkembang dikalangan remaja. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja terdiri dari beberapa faktor cabang yang masih berkaitan dengan lingkungan meliputi: ketidaktahuan orang tua akan pentingnya pendidikan seks, rangsangan seksual pada keluarga, anak tidak terlatih untuk meminta izin, tempat tidur yang berdekatan, peniruan perilaku seksual, keluarga mengabaikan terhadap pengawasan media informasi yang sebagian besar mengandung unsur pornografi dan pornoaksi, lingkungan, serta teman berakhlak buruk. ( Madani Y, 2003 ) Mudahnya dalam menemukan berbagai macam informasi termasuk masalah seks, itu juga merupakan salah satu faktor yang bisa menjadikan sebagian besar remaja terjebak dalam perilaku yang tidak sehat, berbagai informasi yang berada pada internet ataupun majalah disajikan secara jelas,

tetapi ada juga informasi tentang seks yang disajikan secara mentah yaitu yang hanya mengajarkan cara-cara seks tanpa ada penjelasan mengenai perilaku seks yang sehat dan dampak seks yang beres iko, misalkan penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seks yang tidak sehat. Seks bebas juga merupakan dampak negatif dari pergaulan yang cukup meningkat, terutama di negara-negara maju dan berkembang, seperti halnya remaja-remaja di Amerika dan di sebagia n negara Eropa hubungan seks di kalangan remaja merupakan soal biasa. Perilaku seks pada remaja yang tidak disertai dengan pengetahuan yang cukup dan dengan tingkat emosi yang masih labil dapat mengakibatkan efek yang sangat fatal, misalkan : ancaman terhadap kesehatan terutama pada alat reproduksi wanita muda, ialah ketika mengambil keputusan untuk mengakhiri kehamilannya yang tidak diinginkan di lingkungan dimana pengguguran tidak dibenarkan oleh hukum dan agama. Dalam situasi seperti ini para remaja akan mencari orang yang dapat melaksanakan pengguguran gelap; sering orangorang yang melaksanakan pengguguran ini tidak ahli dan bekerja dibawah kondisi yang tidak dapat memenuhi persyaratan kesehatan.(william,2007) Aborsi yang berada dibawah kondisi yang tidak dapat memenuhi persyaratan kesehatan dapat menyebabkan infeksi pada sistem reproduksi, yang bisa berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kesuburan seorang wanita. Infeksi-infeksi seperti itu bisa terjadi selain karena ketika para wanita melahirkan atau melakukan pengguguran dibawah kondisi yang tidak steril, tetapi ada juga tertular saat hubungan seks dengan partner yang menderita

infeksi. Setiap tahun cukup besar proporsi wanita dan pria usia 15-49 tahun tertular PMS (Penyakit Menular Seks). Di negara- negara maju dan berkembang kurang dar i 10%, tetapi disebagian besar negara berkembang berkisar 12-25%. Para wanita muda khususnya mudah terkena PMS karena mereka kurang memiliki antibody dari pada wanita yang lebih tua, dan ketidak matangan leher rahim mereka mempertinggi kemungkinan terkena bakteri infeksi yang mengakibatkan penularan penyakit tersebut.(william, 2007 ) Selain PMS perilaku seks bebas juga beresiko terkena HIV/AIDS (Human Immunodeticiency Virus/ Acquired Immunodeficiency Syndrome) karena berhubungan dengan orang yang mengindap PMS memiliki resiko lebih besar untuk terinfeksi karena luka yang terbuka dapat membuka jalan masuknya virus HIV, sedangkan HIV sebagian besar ditularkan lewat hubungan seks karena HIV termasuk jenis penyakit PMS. Meningkatnya perilaku seks pranikah tidak hanya di negara-negara maju dan berkembang saja, bahkan di Indonesia hal ini bukanlah suatu yang harus dirahasiakan lagi, karena sering sekali kita lihat para remaja berpacaran ditempat-tempat umum seperti; pusat perbelanjaan, gedung film, kafe-kafe yang menjadi tempat nongkrong para remaja terutama saat pulang sekolah. lingkungan serta tempat yang nyaman merupakan faktor pendukung untuk melakukan seks bebas atau seks pranikah, misalkan remaja melakukan seks bebas saat jam pelajaran sekolah kosong kemudian pulang ke rumah dimana suasana rumah yang mendukung sehingga memungkinkan bagi mereka untuk melakukan hubungan seks.

Di Indonesia ada sekitar 16-20% dari remaja yang berkonsultasi telah melakukan hubungan seks pranikah, jumlah kasus ini cenderung naik. Itu bisa dilihat dengan meningkatnya jumlah kasus aborsi di Indonesia yang mencapai 2,3 juta pertahun. Di Jawa tengah ada sekitar 60 ibu yang melakukan aborsi perbulan atau sekitar 720 pertahun. Tragisnya 15-30% dari perilaku aborsi itu adalah remaja yang berstatus siswi SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas), ini menunjukkan rentannya remaja terhadap masalah seks bebas (Usi, 2007) Berdasarkan hasil wawancara terhadap 10 siswa di SMK PGRI (Sekolah Menengah Kejuruan PGRI) Karangmalang, para remaja itu biasanya mendapat informasi tentang aktivitas seksual dari VCD porno yang mereka lihat, teman, internet, serta dari media cetak seperti tabloid, koran dan majalah. Itu semua bisa merubah persepsi dan perilaku seksual yang terjadi pada remaja yang dapat menimbulkan kesenjangan ditengah masyarakat, sehingga bisa mengakibatkan peningkatan hubungan seks pranikah, kehamilan pranikah atau kehamilan yang tidak diinginkan, tingginya kejadian aborsi dan termasuk juga rentannya PMS. Faktor tersebut dapat mendukung terjadinya seks bebas yang bisa terjadi pada remaja putri di SMK PGRI Karangmalang selain itu juga di akibatkan dari rendahnya pengetahuan serta sempitnya wawasan tentang pendidikan seks yang benar. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja sangat memprihatinkan terutama pada para remaja yang sekolah di SMK, selain remaja tidak mendapatkan pendidikan seks dirumah mereka juga tidak

mendapatkan pendidikan seks di sekolah. Mereka hanya bisa melihat, membaca, dan mendengarkan tentang seks tanpa tahu tatacara yang benar serta dampak dari perilaku seks yang menyimpang. Bersadarkan survei pendahuluan di lokasi penelitian tentang kondisi lingkungan, gaya hidup remaja, tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap remaja tentang seks bebas di SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen, sebagian besar remaja mengatakan belum mengerti dan memahami tentang sistem reproduksi, bagaimana cara menjaga kesehatan reproduksi, dan apa akibat dari seks pranikah. Hal ini dapat mendukung terjadinya seks pranikah, oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi terhadap pe ngetahuan dan sikap terjadinya seks pranikah pada remaja putri di SMK PGRI Karang Malang Kabupaten Sragen. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penulis memfokuskan rumusan masalah sebagai berikut: " Apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan dan sikap seksual pranikah pada remaja putri di SMK PGRI Karangmalang kabupaten Sragen?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan dan sikap seks pranikah di SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dan sikap seksual pranikah pada remaja putri di SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan dan sikap seksual pada remaja putri di SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis karena penulis dapat membandingkan antara ilmu yang didapat di bangku kuliah dengan praktek dilapangan. 2. Bagi Remaja Sebagai informasi mengenai prilaku seks yang sehat, sehingga bisa terhindar dari bahaya seks bebas dan akibat yang ditimbulkannya, serta membantu dalam pemahaman perilaku seks baik dan buruk, serta mengerti

garis besar antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam perilaku pergaulan. 3. Bagi Instansi Pendidikan Memberi informasi tentang banyaknya permasalahan yang dihadapi para remaja dilapangan sehingga dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terutama dalam bidang pendidikan. E. Keaslian Penelitian 1. Adelina Hasyim, (2007) meneliti tentang partisipasi ibu dalam mendidik remaja putri untuk melindungi kesehatan reproduksi di propinsi Lampung. Hasil penelitian menunjukkan partisipasi ibu mendidik remaja putri untuk melindungi kesehatan reproduksi masih rendah yang hanya mencapai 35.46 %. 2. As"ad M, ( 2002 ) meneliti tentang pergaulan ditingkat mahasiswa yang tinggal di kos-kosan di Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut mengungkapkan hubungan pergeseran dalam perilaku permisif ( serba boleh ) dengan tingginya mahasiswa yang kehilangan kegadisannya mencapai sekitar 97,05%. 3. Wijaya L, (2002) meneliti tentang tingginya kejadian seks pranikah diyogyakarta seiring meningkatnya aborsi yang ditemukan sekitar 7 mahasiswi melakukan aborsi setiap harinya. 4. Perbedaan penelitian tersebut dengan peneliti adalah subyek dan variable yang diteliti.