Purnama Sinaga 1, Zulhaida Lubis 2, Mhd Arifin Siregar 3

dokumen-dokumen yang mirip
Putri E G Damanik 1, Mhd Arifin Siregar 2, Evawany Y Aritonang 3

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

Eskalila Suryati 1 ; Asfriyati 2 ; Maya Fitria 2 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ISPA PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWANTORO I SKRIPSI

HUBUNGAN PENDAPATAN, PENYAKIT INFEKSI DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS GLUGUR DARAT TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

Kata Kunci: Status Gizi Anak, Berat Badan Lahir, ASI Ekslusif.

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal adalah tingkat kondisi

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN PENANGANAN BALITA ISPA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. waktu penelitian di laksanakan selama 1 bulan dari tanggal 10 Mei sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS),

Endah Retnani Wismaningsih Oktovina Rizky Indrasari Rully Andriani Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

Faktor-Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DTP JAMANIS KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

HUBUNGAN STATUS GIZI, STATUS IMUNISASI, DAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ROKOK DAN TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI DUSUN PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

Hubungan Berat Badan Lahir Rendah dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita di Aceh Besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita/hari (Rahman dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar. pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 7 BULAN (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kota Tasikmalaya 2015)

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan,

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

Jurnal Husada Mahakam Volume IV No.4, November 2017, hal

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

Transkripsi:

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SOPOSURUNG KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 204 (THE CORRELATION BETWEEN NUTRITIONAL STATUS AND IMMUNIZATION STATUS WITH ACUTE RESPIRATORY INFECTION (ARI) INCIDENT IN CHILDREN IN SOPOSURUNG PUBLIC HEALTH CENTRE BALIGE SUBDISTRICT TOBA SAMOSIR REGENCY 204 ) Purnama Sinaga, Zulhaida Lubis 2, Mhd Arifin Siregar 3 Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM USU 2,3 Staf Pengajar Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM USU ABSTRACT Children are the most vulnerable groups affected by ARI. And in the number of children are affected by ARI is increase every year.the aim of this study was to investigate the relationship between nutritional status and immunization status with acute incidence of respiratory infection in infants, to analyze the relationship between exclusive breastfeeding, vitamin A with ARI in infants in Public Health 204. This type of research is an observational cross-sectional approach. The sample in this study was a toddler as many as 6 people (5 children is ARI and 46 children are not ARI) are taken by using ProbabilitySampling types Alocated Proportional Sampling. The data were analyzed using Chi-Square statistical test with CI = 95% (α = 0.05), which indicates that there is no significant relationship between nutritional status (W/ A, H/ A and W / H) with ARI in infants (ρ = 0.642; ρ = 0.77 and ρ = 0.377). There is also no significant relationship between exclusive breastfeeding and nutritional status (W / A) ρ = 0.64; nutritional status (H/ A) ρ = 0.693 and for the nutritional status (W/ H) ρ = 0.92. There is a significant association between vitamin A nutritional status (H/ A) ρ = 0.044 and nutritional status (W/ H) ρ = 0.037. However, there is no significant relationship between immunization status with ARI in infants ρ = 0.404. From this study suggested improving the nutritional status can be improved further, socialization importance of exclusive breastfeeding in infants and setting a good diet early in toddlers. Keywords: Nutritional status, immunization status, exclusive breastfeeding, vitamine A, Acute Respiratory Infections (ARI). PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan millenium yang dicanangkan oleh masyarakat dunia atau yang sering disebut Millenium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka kematian anak usia di bawah lima tahun pada rentang waktu antara 990-205. Kemudian ditegaskan kembali bahwa tujuan dari MDGs yang belum tercapai secara merata khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia adalah menurunkan sepertiga kematian oleh Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) (Setiyanto, 2008). Di Indonesia, penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira- kira dari 4 kematian yang terjadi (Depkes, 2002). Kejadian ISPA pada balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih berat dan buruk. Hal ini disebabkan karena umumnya ISPA pada anak balita merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal sistem kekebalannya jika dibandingkan pada orang dewasa. ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh

menurun. Bayi dibawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 202). Secara global, tingkat kematian balita mengalami penurunan sebesar 4%, dari tingkat estimasi 87 kematian per 0 kelahiran hidup pada tahun 990 menjadi 5 kematian per 0 kelahiran hidup. Pada tahun 20, WHO memperkirakan insidensi ISPA di negara berkembang sebesar 0,29% (5 juta jiwa) dan negara maju 0,05% (5 juta jiwa) (WHO, 202). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur -4 tahun (25,8%). Di Sumatera Utara, Periode Prevalence ISPA adalah sebesar 0,9% (Kemenkes, 203). Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa prevalensi penyakit ISPA berdasarkan umur balita adalah untuk usia < 6 bulan (4,5%), 6- bulan (,5%), 2-23 bulan (,8%), 24-35 bulan (9,9%), 36-47 bulan (9,2%), 48-59 bulan (8,0%) (Djaja,200). Menurut Riskesdas 2007, prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5% dan ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan. Dari angka- angka di rumah sakit Indonesia didapat bahwa 40%- 70% anak yang berobat ke rumah sakit adalah penderita ISPA (Depkes, 985). Sebanyak 40-60% kunjungan pasien ISPA berobat ke puskesmas dan 5-30% berkunjung ke bagian rawat jalan dan rawat inap. Selama satu tahun frekuensi kejadia ISPA ada 3-6 kali (Depkes RI, 2000). Berdasarkan data WHO dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008 ISPA adalah penyebab kematian balita paling banyak di dunia dan juga di Indonesia. Dari tahun ke tahun, prevalensi ISPA di Indonesia tetap tinggi sekitar 2,6% di daerah perkotaan. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan jumlah balita penderita ISPA dari tahun 2000 hingga 2003 cenderung menetap di angka yang sama meski pemerintah telah mencanangkan program pemberantasan ISPA. Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga yang saat ini berkembang menjadi kota metropolitan, tidak terlepas dari masalah ISPA. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 202 menunjukkan jumlah kasus ISPA tiga kabupaten/kota tertinggi secara berturut-turut adalah Kabupaten Simalungun yaitu 32,44%, disusul dengan Kota Medan sebesar 25,50% dan Kabupaten Deli Serdang sebesar 2,53% (Dinkes Provsu, 203). Kematian pada penderita ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA berat. Paling sering kematian terjadi akibat infeksi telah mencapai paru- paru. Keadaan ini disebut sebagai radang paru mendadak atau pneumonia. Sebagian besar keadaan ini terjadi karena ISPA ringan yang diabaikan. Seringkali penyakit dimulai dengan batuk pilek biasa, tetapi karena daya tahan tubuh anak lemah maka penyakit dengan cepat menjalar ke paru-paru. Jika penyakitnya telah menjalar ke paru-paru dan anak tidak mendapat pengobatan serta perawatan yang tepat, maka anak tersebut dapat meninggal (Depkes, 2002). Berdasarkan Hasil Analisis Antroprometri Balita pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2003, diperkirakan 27,5% balita di Indonesia mengalami gangguan gizi kurang. Hasil Susenas tahun 2005 menunjukkan prevalensi gizi kurang di Sumatera Utara adalah 8,2%. Dari hasil laporan Riskesdas bahwa prevalensi status gizi anak balita di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 adalah 8,40% balita gizi buruk dan sebanyak 4,30% balita gizi kurang. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir tahun 2005-2009, status gizi balita (gizi buruk) adalah masing- masing 0,57%, 0,60%,,74%,,02% dan,05% (DinKes Tobasa, 2009). Kasus meninggal dunia pada gizi buruk umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti ISPA, diare, TB, campak dan malaria. Mengingat tingginya angka kematian dan kesakitan serta banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan kasus ISPA, maka pemerintah berusaha menurunkan angka kematian dan kesakitan. Cara yang 2

dilakukan yaitu dengan pengobatan kasus secara standar dan upaya penekanan pada pentingnya usaha pencegahan dengan cara imunisasi serta kerja sama lintas sektoral bagi pengurangan faktor risiko (BBLR dan gizi kurang/buruk). Kemenkes RI juga menetapkan 0 program prioritas masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat guna mencapai tujuan Indonesia Sehat 205, dimana salah satunya adalah Program Pencegahan Penyakit Menular (P3M), termasuk penyakit ISPA. Hasil penelitian mengenai Pola Penyakit Anak Balita Penderita Gizi Buruk, menyebutkan penyakit ISPA merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan (7,5%) (Suwarti, 2005). Sampai tahun 2009, ISPA masih menduduki peringkat pertama sepuluh besar penyakit di Kabupaten Toba Samosir yaitu sebanyak 5.973 jiwa. Data prevalensi ISPA pada balita di Kabupaten Toba Samosir tahun 2008 sebanyak 26 balita. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di Malang, didapat kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi balita dengan kejadian ISPA (Sri Andarini, Asmika, Ani Noviani, 2005). Puskesmas merupakan salah satu puskesmas yang berada di Kabupaten Toba Samosir dan berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas sebagai bagian dari survei pendahuluan yang peneliti lakukan, terdapat peningkatan jumlah kejadian ISPA pada balita yang cukup signifikan. Tahun 202 dari 250 balita yang berkunjung ke Puskesmas terdapat 62 balita yang mengalami ISPA, untuk tahun 203 dari 284 balita yang datang berkunjung terdapat 80 balita yang mengalami ISPA dan untuk tahun 204 data yang digunakan masih per Juni 204 yaitu didapat sebanyak 4 balita yang mengalami ISPA dari 65 balita yang datang berkunjung ke Puskesmas. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan status gizi dan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas tahun 204. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara status gizi dan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas tahun 204. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah informasi di bidang kesehatan bagi pihak- pihak yang terkait khususnya pengelola program dalam rangka usaha menurunkan atau mencegah kejadian ISPA pada balita dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam menurunkan atau mencegah kejadian ISPA pada balita yang nantinya diharapkan akan meningkatkan sumber daya manusia; dan sebagai bahan masukan atau referensi bagi peneliti selanjutnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan menyelesaikan penelitian selanjutnya. METODE Penelitian ini bersifat observasional dengan pendekatan cross- sectional yaitu mempelajari dinamika korelasi dan asosiasi antara variabel independen (status gizi balita) dengan variabel dependen (kejadian ISPA pada balita) di wilayah kerja Puskesmas yang diteliti pada saat yang bersamaan (point time approach). Penelitian ini dilaksanakan di Desa wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir. Pilihan lokasi ini didasarkan pada masih tingginya kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas yaitu terdapat 4 balita yang menderita ISPA (dari 65 balita) dan daerahnya yang mudah dijangkau dan belum pernah ada penelitian serupa terkait tentang kejadian ISPA pada balita. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 6-59 bulan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Balige Kecamatan Toba Samosir tahun 204 sebanyak 65 balita. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yaitu sebanyak 6 balita. Untuk teknik penarikan sampel, teknik sampling yang digunakan adalah teknik probability sampling jenis alokasi proporsional sampling yaitu teknik 3

pengambilan sampel anggota populasi yang dilakukan untuk memperhatikan strata yang ada di dalam populasi tersebut. Teknik sampling ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata secara proporsional (5 balita yang menderita ISPA dan 46 balita yang tidak menderita ISPA). Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada responden (ibu balita) dan observasi. Data yang dikumpulkan meliputi: karakteristik ibu balita (umur, pekerjaan, pendidikan, penghasilan), karakteristik balita (umur, jenis kelamin) status gizi (BB/U, TB/U, BB/TB), pemberian ASI, pemberian vitamin A, status imunisasi balita, dan frekuensi kejadian ISPA pada balita. Data sekunder diperoleh dari Puskesmas. Data yang diperoleh berupa gambaran umum wilayah penelitian, profil puskesmas, data balita yang menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas dan data-data lain yang dianggap relevan dengan tujuan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas merupakan puskesmas yang berada di Kecamatan Balige dengan luas wilayah 4.769 km. penduduk di wilayah kerja Puskesmas sebanyak 7.972 jiwa. Tabel. Distribusi Karakteristik Balita Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas No. Umur Balita. 6-36 bulan 38 62,3 2. 37-60 bulan 23 37,7 Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi balita berdasarkan umur lebih banyak pada kelompok umur 6-36 bulan yaitu sebanyak 38 orang (62,3%). Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil distribusi karakteristik balita berdasarkan jenis kelamin: Tabel 2. Distribusi Karakteristik Balita Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas No. Jenis Kelamin Balita. Laki-laki 37 60,7 2. Perempuan 24 39,3 Dari Tabel 2 di atas didapat bahwa distribusi balita berdasarkan jenis kelamin lebih banyak pada balita yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 37 orang (60,7%). Tabel 3. Distribusi Karakteristik Ibu Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas No. Umur Ibu. 20-25 4 6,6 tahun 2. 26-30 20 32,8 tahun 3. 3-35 23 37,7 tahun 4. 36-40 4 23,0 tahun Dari Tabel.3 di atas dapat dilihat bahwa distribusi ibu berdasarkan umur ibu lebih banyak berada pada kelompok umur 3-35 tahun yaitu sebanyak 23 orang (37,7%), dibandingkan dengan kelompok umur lainnya.berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil distribusi karakteristik ibu berdasarkan pendidikan: Tabel 4. Distribusi Karakteristik Ibu Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas No. Pendidikan. SMA 36 59,0 2. D-III 7,5 3. S 8 29,5 Dari Tabel 4 di atas didapat bahwa distribusi ibu berdasarkan pendidikan ibu lebih banyak berada lulusan tingkat SMA yaitu sebanyak 4

36 orang (59,0%). Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil distribusi karakteristik ibu berdasarkan pengetahuan ibu tentang tanda dan gejala ISPA: Tabel 5. Distribusi Karakteristik Ibu Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Pengetahuan No. Ibu. Tahu tanda/gejala ISPA 28 45,9 2. Tidak tahu 33 54, Dari Tabel.5 di atas didapat bahwa distribusi ibu berdasarkan pengetahuan ibu tentang tanda dan gejala ISPA lebih banyak pada kelompok ibu yang tidak mengetahui tanda dan gejala ISPA yaitu sebanyak 33 orang (54,%). Distribusi gambaran status gizi pada balita dalam penelitian ini adalah berdasarkan indikator berat badan menurut umur (BB/U), indikator tinggi badan menurut umur (TB/U) dan indikator berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil distribusi gambaran status gizi balita berdasarkan indikator BB/U: Tabel 6. Distribusi Status Gizi Balita (BB/U) di Wilayah Kerja Puskesmas No. BB/U. Kurang 5 8,2 2. Normal 56 9,8 Dari Tabel.6 di atas dapat dilihat bahwa distribusi balita berdasarkan BB/U lebih banyak pada indikator status gizi normal yaitu sebanyak 56 orang (9,8%) dan lebih sedikit pada indikator status gizi kurang yaitu sebanyak 5 orang (8,2%). Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil distribusi gambaran status gizi balita berdasarkan indikator TB/U: Tabel 7. Distribusi Status Gizi Balita (TB/U) di Wilayah Kerja Puskesmas No. TB/U. Sangat 38 62,3 pendek 2. Pendek 9 4,8 3. Normal 3 2,3 4. Sangat Tinggi,6 Dari Tabel 7 di atas didapat bahwa distribusi balita berdasarkan TB/U lebih banyak pada indikator status gizi sangat pendek yaitu sebanyak 38 orang (62,3%) dan lebih sedikit pada indikator status gizi sangat tinggi yaitu sebanyak orang (,6%). Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil distribusi gambaran status gizi balita berdasarkan indikator BB/TB: Tabel 8. Distribusi Status Gizi Balita (BB/TB) di Wilayah Kerja Puskesmas n No. BB/TB %. Normal 6 26,2 2. Gemuk 25 4,0 3. Obesitas 20 32,8 Dari Tabel 8 di atas didapat bahwa distribusi balita berdasarkan BB/TB lebih banyak pada indikator status gizi gemuk yaitu sebanyak 25 orang (4,0%) dan lebih sedikit pada indikator status gizi normal yaitu sebanyak 6 orang (26,2%). Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan distribusi gambaran kejadian ISPA pada balita: 5

Tabel 9. Distribusi Balita Berdasarkan Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas No. Kejadian ISPA. Ya 5 24,6 2. Tidak 46 75,4 Dari Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa distribusi balita berdasarkan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas yaitu sebanyak 5 orang (24,6%) yang mengalami ISPA dan 46 orang (75,4%) yang tidak mengalami ISPA. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil distribusi gambaran pemberian ASI Eksklusif: Tabel 0. Distribusi Balita Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas No. ASI Eksklusif. Ya (0-6 bulan) 26 42,6 2. Tidak (<6 bulan) 35 57,4 Dari Tabel 0 di atas dapat dilihat bahwa distribusi balita berdasarkan pemberian ASI eksklusif lebih banyak pada balita yang tidak mendapat ASI eksklusif yaitu sebanyak 35 orang (57,4%). Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan distribusi gambaran pemberian vitamin A pada balita: Tabel. Distribusi Balita Berdasarkan Pemberian Vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas No. Vitamin A. Ada 48 78,7 2. Tidak ada 3 2,3 Dari Tabel.di atas didapat bahwa distribusi balita berdasarkan pemberian Vitamin A lebih banyak pada balita yang ada mengkonsumsi Vitamin A (dalam 6 bulan terakhir) yaitu sebanyak 48 orang (78,7%). Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil distribusi gambaran status imunisasi pada balita: Tabel 2. Distribusi Balita Berdasarkan Status Imunisasi A di Wilayah Kerja Puskesmas No. Status Imunisasi. Lengkap 56 9,8 2. Tidak Lengkap 5 8,2 Dari Tabel 2 di atas didapat bahwa distribusi balita berdasarkan status imunisasi lebih banyak pada balita yang status imunisasinya sudah lengkap yaitu sebanyak 56 orang (9,8%). Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Hasil tabulasi silang antara status gizi (indikator BB/U) dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tahun 204 dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Distribusi Kejadian ISPA Berdasarkan Status Gizi (BB/U) Di Wilayah Kerja Puskesmas No BB/U Kejadian ISPA Total. 2. Kurang Normal 4 20 25 (ρ- value = 0,642; CI 95%) 4 42 80 75 5 56 Hasil tabulasi silang antara status gizi (indikator TB/U) dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tahun 204 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 6

Tabel 4. Distribusi Kejadian ISPA Berdasarkan Status Gizi (TB/U) Di Wilayah Kerja Puskesmas No. 2. 3. 4. TB/U Sangat Pendek Pendek Normal Sangat Tinggi Kejadian ISPA Total 28,9 27 7, 38 2, 5,4 8 0 (ρ- value = 0,77; CI 95%) 88,9 84,6 0 9 3 Hasil tabulasi silang antara status gizi (indikator BB/TB) dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tahun 204 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5. Distribusi Kejadian ISPA Berdasarkan Status Gizi (BB/TB) Di Wilayah Kerja Puskesmas No. 2. 3. BB/TB Normal Gemuk Obesitas Kejadian ISPA (ρ- value = 0,377; CI 95%) Total 6 37,5 0 62,5 6 5 20 20 80 25 4 20 6 80 20 Dapat disimpulkan dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi- Square diperoleh ρ= 0,642; 0,77 dan 0,377 (ρ>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita. Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Hasil tabulasi silang antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tahun 204 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 6. Distribusi Status Imunisasi Berdasarkan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas N o 2 Status Imunisasi Lengkap Tidak Lengkap Kejadian ISPA Total 3 23, 43 76, 56 2 8 2 40 3 60 5 Dari Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa distribusi balita yang menderita ISPA berdasarkan status imunisasi lebih banyak pada balita yang status imunisasinya lengkap yaitu sebanyak 3 orang (23,2%). Dan dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh ρ= 0,404 (ρ>0,05), yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita. Hubungan Pemberian Vitamin A Dengan Status Gizi Pada Balita Hasil tabulasi silang antara pemberian vitamin A dengan status gizi (TB/U) pada balita di wilayah kerja Puskesmas tahun 204 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 7. Distribusi Pemberian Vitamin A Berdasarkan Status Gizi (TB/U) Di Wilayah Kerja Puskesmas No. 2. 3. 4. TB/U Sangat Pendek Pendek Normal Sangat Tinggi Vitamin A Total 29 76,3 9 23,7 38 6 3 66,6 3 0 0 0 (ρ- value = 0,044; CI 95%) 33,4 0 9 3 Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh ρ= 0,044 (ρ<0,05), yang berarti ada hubungan 7

yang bermakna antara pemberian vitamin A dengan status gizi pada balita. KESIMPULAN. Status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas tahun 204 berdasarkan BB/U sebesar 9,8% normal ; berdasarkan TB/U sebesar 62,3% sangat pendek dan berdasarkan BB/TB sebesar 4,0% gemuk. 2. Status gizi balita yang diukur berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB tidak berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas tahun 204. 3. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada balita di wilayah kerja Puskesmas tahun 204 adalah sebesar 42,6%, cakupan pemberian vitamin A pada balita adalah sebesar 78,7% dan cakupan status imunisasi balita adalah sebesar 9,8%. 5. Pemberian ASI eksklusif pada balita dan status imunisasi tidak berhubungan dengan status gizi pada balita di wilayah kerja Puskesmas tahun 204. 6. Pemberian vitamin A berhubungan dengan status gizi pada balita di wilayah kerja Puskesmas tahun 204. SARAN Diharapkan kepada ibu balita yang ada di wilayah keja Puskesmas agar mengetahui cara memperbaiki status gizi balita ke arah yang lebih baik lagi. Dan perbaikan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas perlu diperhatikan oleh semua pihak terkhusus kepada para tenaga kesehatan di Puskesmas untuk tetap memberikan intervensi/penyuluhan kepada ibu balita mengenai perbaikan status gizi pada balita. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. Hubungan faktor lingkungan dan sosial ekonomi dengan morbiditas (Keluhan ISPA dan Diare).Diunduh dari http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2003- muluki2c-2040-ispa&q=ispa. Diakses tanggal 27 Juni 204. Depkes RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 920/Menkes/SK/VIII/2002 Tentang Klasifikasi Status Gizi Anak bawah Lima Tahun (Balita). Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2004. Diunduh dari : http://bankdata.depkes.go.id/data%2 0intranet/ProfilKes/2004/Profil2004. pdf. Diakses tanggal 27 Juni 204. Depkes RI. 2006. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia Tahun 2005. Jakarta. Ditjen Binkesmas Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Depkes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 992. Dinas Kesehatan Toba Samosir. Profil Kesehatan Kabupaten Toba Samosir; 2009 Djaja, 200, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Jakarta, Balai Penerbit FK UI. Hatriyanti, 2007, Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi.Simposium Gawat Darurat Pada Anak. Surabaya. Puskesmas. Rekapitulasi Laporan Bulanan Penderita ISPA. ; 20-204 Probowo, S. 202 Penyakit Yang Paling Umum Pada Anak. Majalah Kesehatan. (Online)http://majalahkesehatan.com/ penyakit-yang-paling-umum-padaanak-bag-/diakses Juli 204 Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Anak. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK- UNAIR 980. Setiyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta: Pusat Penerbitan Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.h.286-7. 8

Sri Andarini, Asmika, 2005, Hubungan Antara Status Gizi dan Tingkat Konsumsi Energi Protein dengan Frekuensi Kejadian ISPA, Malang. Diakses tanggal 5 Desember 204. Suwarti, 2005, Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK- UNAIR. WHO. Penanggulangan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang, Pedoman untuk Dokter dan Petugas Kesehatan Senior. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 202 9