Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

dokumen-dokumen yang mirip
Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Ayu Rosyida Zain 1, Yoedy Moegiharto 2. Kampus ITS, Surabaya

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

Gambar 1. Blok SIC Detektor untuk Pengguna ke-1 [4]

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

KINERJA SISTEM MULTIUSER DETECTION SUCCESSIVE INTERFERENCE CANCELLATION MULTICARRIER CDMA DENGAN MODULASI M-QAM

ABSTRAK (1) Dimana : Gambar 1. Blok SIC Detektor untuk Pengguna ke-1 [4] Sinyal yang diterima berdasarkan gambar 1. dapat ditulis:

Perbandingan rate kode konvolusi dan aplikasinya pada cdma

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Gambar 2.1 Skema CDMA

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

Introduction to spread spectrum (SS) Alfin Hikmaturokhman,MT

ABSTRAK. 2. PERENCANAAN SISTEM DAN TEORI PENUNJANG Perencanaan sistem secara sederhana dalam tugas akhir ini dibuat berdasarkan blok diagram berikut:

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

ANALISA PERFORMA SUCCESSIVE INTERFERENCE CANCELLATION DALAM CONVOLUTIONAL CODE PADA SISTEM MULTICARRIER DS CDMA. Disusun Oleh: Nama : Rendy Santosa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

VISUALISASI KINERJA PENGKODEAN MENGGUNAKAN ALGORITMA VITERBI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

SAINTEKBU Jurnal Sains dan Teknologi Vol.1 No. 2 Desember RANCANG BANGUN SIMULASI SISTEM KOMUNIKASI SPREAD SPECTRUM (Perangkat Lunak)

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

KINERJA SISTEM MUD-PIC MULTICARRIER CDMA DENGAN MODULASI QPSK

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA GODARD

SANDI PROTEKSI GALAT YANG TIDAK SAMA SECARA SERIAL BERDASARKAN MODULASI TRELLIS TERSANDI DENGAN KONSTELASI SINYAL ASK

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

BAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1].

Perancangan Zero Forcing Equalizer dengan modulasi QAM berbasis perangkat lunak

ANALISIS KINERJA OSTBC (Orthogonal Space Time Block Code) DENGAN RATE ½ DAN ¾ MENGGUNAKAN 4 DAN 3 ANTENA MODULASI M-PSK BERBASIS PERANGKAT LUNAK

Perancangan Dan Simulasi Punctured Convolutional Encoder Dan Viterbi Decoder Dengan Code Rate 2/3 Menggunakan Raspberry Pi

Pembuatan Modul Praktikum Teknik Modulasi Digital 8-QAM, 16-QAM, dan 64-QAM dengan Menggunakan Software

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

Kata kunci : Spread spectrum, MIMO, kode penebar. vii

ANALISIS KINERJA MOBILE SATELLITE SERVICE (MSS) PADA FREKUENSI L-BAND DI INDONESIA

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital

ANALISIS PERBANDINGAN TEKNOLOGI SPREAD SPECTRUM FHSS DAN DSSS PADA SISTEM CDMA

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA LEAST MEAN FOURTH BASED POWER OF TWO QUANTIZER (LMF-PTQ)

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Parallel Interference Cancellation Multi Pengguna aktif Detection

Praktikum Sistem Komunikasi

PERANCANGAN DAN ANALISIS AUDIO WATERMARKING BERBASIS TEKNIK MODULASI DIGITAL DENGAN PENGKODEAN KONVOLUSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI KINERJA CONVOLUTIONAL CODING RATE ½

ANALISA UNJUK KERJA 16 QAM PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB II LANDASAN TEORI

Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC

Analisis Unjuk Kerja Convolutional Code pada Sistem MIMO MC-DSSS Melalui Kanal Rayleigh Fading

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

Pembuatan Modul Praktikum Teknik Modulasi Digital FSK, BPSK Dan QPSK Dengan Menggunakan Software

BAB III Perencanaan Jaringan VSAT Pada Bank Mandiri dengan CDMA

SIMULASI ESTIMASI FREKUENSI UNTUK QUADRATURE AMPLITUDE MODULATION MENGGUNAKAN DUA SAMPEL TERDEKAT

SISTEM KOMUNIKASI CDMA Rr. Rizka Kartika Dewanti, TE Tito Maulana, TE Ashif Aminulloh, TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

KINERJA AKSES JAMAK OFDM-CDMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION.

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Convolutional Coding

LOGO IMPLEMENTASI MODULASI DAN DEMODULASI M-ARY QAM PADA DSK TMS320C6416T

PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF

Analisis Kinerja Modulasi M-PSK Menggunakan Least Means Square (LMS) Adaptive Equalizer pada Kanal Flat Fading

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

Bandung, Februari 2007 Penulis, Meishkafadiah Alkaff

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

ANALISIS KINERJA SISTEM AKSES JAMAK PADA ORTHOGONAL FREKUENSI DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) MENGGUNAKAN TEKNIK CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA)

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA

Code Division multiple Access (CDMA)

PERBANDINGAN KINERJA KODE HAMMING PADA CHANNEL AWGN

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KINERJA SPHERE DECODING PADA SISTEM MULTIPLE INPUT MULTIPLE OUTPUT

KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-192

BAB III MODEL SISTEM CLOSED-LOOP POWER CONTROL PADA CDMA

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

Simulasi Dan Analisis Pengaruh Kecepatan Pengguna Terhadap Kualitas Layanan Data Dengan Menggunakan Encoder Turbo Code Pada Sistem CDMA EV-DO Rev A

BAB III PEMODELAN SISTEM

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI PENYANDIAN KONVOLUSIONAL

ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM. menjadi tiga bit (tribit) serial yang diumpankan ke pembelah bit (bit splitter)

ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO. Kukuh Nugroho 1.

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

SIMULASI PENGIRIMAN DAN PENERIMAAN INFORMASI MENGGUNAKAN KODE BCH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Multiple Access

ABSTRAK. sebesar 0,7 db.

Transkripsi:

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak Karina Meyrita Dewi 1, Yoedy Moegiharto 2 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Jurusan Teknik Telekomunikasi 2 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Surabaya 601111 e-mail : karinameyrita@ymail.com ABSTRAK Pada Proyek Akhir ini dilakukan Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA dengan Modulasi Quadrature Amplitude Modulation Berbasis Perangkat Lunak. Encoder kode konvolusi digunakan di sisi transmitter dengan rate 1/2 dan decoder di sisi receiver menggunakan algoritma viterbi. Hasil berupa kurva nilai terhadap fungsi SNR. Dari hasil simulasi didapatkan hasil bahwa pada sistem tanpa menggunakan kode konvolusi memiliki kinerja yang lebih baik karena sudah mencapai ketika SNR 15.5 db sedangkan sistem tanpa menggunakan kode konvolusi belum dapat mencapai nilai. Pada system perbandingan stage pada SIC menunjukkan bahwa penggunaan SIC 3 stage memiliki kinerja yang lebih baik 1.5 db dibandingkan dengan jika menggunakan 1 atau 2 stage saja. Sedangkan untuk sistem dengan menggunakan 6 user memiliki kinerja yang lebih baik 9.5 db jika dibandingkan dengan sistem yang menggunakan 10 user. Kata Kunci :, Convolution Code, CDMA, Quadrature Amplitude Modulation, Successive Interference Cancellation, multipath fading 1. Pendahuuan Pada sistem CDMA semua user menggunakan waktu dan frekuensi secara bersamaan. Setiap user dibedakan dengan suatu kode unik (pseudorandom code). Dengan penggunaan frekuensi dan waktu yang sama ini menyebabkan CDMA lebih rentan terhadap interferensi. Semakin besar interferensi yang terjadi maka kapasitas CDMA pun akan semakin kecil. Selain itu dengan semakin banyaknya jumlah user menyebabkan adanya MAI (Multiple Access Interfernece). Untuk mengatasi fenomena MAI ini digunakan teknik multiuser detection (MUD), yang salah satu tekniknya adalah Successive Interference Cancellation (SIC). Media transmisi pada sistem CDMA adalah udara, yang mengakibatkan CDMA lebih rentan terhadap adanya fenomena multipath fading. Selain itu dengan adanya multipath fading juga dapat pula menyebabkan variasi sinyal terima yang sangat besar karena sinyal-sinyal tersebut dapat saling menguatkan maupun saling melemahkan. Sehingga hal ini dapat mengakibatkan rusaknya sebagian besar informasi. Untuk mengatasi fenomena ini dibutuhkan teknik coding, yang salah satunya adalah teknik convolutional code. Teknik pengkodean kanal dibutuhkan untuk mendapatkan nilai QOS yang diharapkan. Teknik pengkodean kanal yang baik adalah teknik pengkodean kanal yang menghasilkan (Bit Error Rate) yang rendah. 2. Teori Penunjang 2.1 Spread Spectrum Spread spectrum adalah teknik memancarkan sinyal pada pita frekuensi yang jauh lebih lebar dari pita frekuensi yang dibutuhkan pada transmisi standard (misal; TDMA, FDMA). Sistem spread spektrum memiliki keistimewaan yang khas, yaitu sinyal yang ditransmisikan memiliki lebar pita yang jauh lebih besar dari lebar pita informasi, dimana penyebaran spektrum tersebut dilakukan oleh fungsi penyebar tersendiri, yang tidak tergantung pada informasi yang disampaikan. Salah satu macam teknik yang sering digunakan untuk penyebaran/modulasi signal CDMA adalah teknik Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS). Berikut adalah blok diagram untuk sistem DS-SS. 1

Gambar 1. Sistem Direct Sequence Spread Spectrum 2.2 CDMA Prinsip dasar dari CDMA secara sederhana adalah sejumlah user menggunakan resource band RF yang sama namun setiap user dibedakan dengan menggunakan kode-kode orthogonal. Hal ini menyebabkan CDMA lebih tahan terhadap interferensi dan noise. Untuk menandai user yang memakai spektrum frekuensi yang sama, CDMA menggunakan kode yang unik yaitu PRCS (Pseudo Random Code Sequence). Pada penerapan CDMA dalam sistim komunikasi bergerak juga terjadi berbagai masalah, antara lain efek near-far dan multipath fading. Berikut ini adalah blok diagram system CDMA.. 2.3.1 Proses encoding Kode konvolusi dihasilkan dengan melewatkan urutan informasi yang akan dikirim melalui sebuah shift register. Secara umum shift register terdiri dari K (k-bit) tahap dan n fungsi aljabar linear generator. Input data ke encoder yang berupa bilangan biner, digeser ke dalam dan sepanjang shift register k bit pada waktu itu. Jumlah bit output untuk setiap urutan input k-bit adalah n bit. Parameter K disebut panjang batas dari kode konvolusional. Pada rangkaian konvolusional encoder ini terdapat dua komponen dasar yaitu shift register dan gerbang ex-or, dimana gerbang ex-or ini berupa komponen adder. Seperti gambar dibawah ini merupakan contoh dari bentuk rangkaian convolutional encoder generator yang terdiri dari 2 buah shift register. Gambar 2. Blok Diagram Sistem CDMA 2.3 Kode Konvolusi Kode konvolusi adalah jenis kode yang memiliki perbedaaan mendasar dari block code dimana urutan bit informasi tidak dikelompokkelompokan dalam blok-blok yang berbeda sebelum dikodekan. Pada kode konvolusi (convolutional code) bit-bit pesan yang diterima secara kontinyu akan dioperasikan untuk bisa manghasilkan aliran bit-bit output yang kontinyu juga. Proses encoding yang diterapkan melakukan operasi biner yang khusus pada bit-bit masukan (sumber dikonvolusi) sehingga menghasilkan deretan bit keluaran. Jadi, bir-bit output tidak hanya bergantung pada bit-bit yang sedang diproses saja, melainkan juga bergantung pada deretan sebelumnya dari bit-bit sumber. Dengan demikian dibuthkan suatu bentuk dari memori. Dalam prakteknya bentuk memori ini dapat berupa shift register dengan panjang tertentu yang dikenal dengan nama constrain length dan konvolusi yang dilakukan adalah dengan membentuk dua buah adder modulo-2 yang melakukan operasi XOR. 2 Gambar 3. Rangkaian Convolutional Encoder (2,1,2) Dari gambar rangkaian terseut dapat dibuat table state-nya, sebagai acuan untuk penentuan bit output dan next state baik dalam proses encoding maupun decoding. Tabel 1. Table State Kode Konvolusi 2.3.2 Proses decoding Fungsi dari decoder adalah untuk menetukan deretan bit output yang paling mirip dengan aliran bit input yang diberikan dan pengetahuan dari encoder yang digunakan oleh sumber. Proses decoding equivalen adalah dengan membandingkan

deretan bit yana diterima dengan deretan bit yang mungkin dihaslkan pada proses encoder dan memilih deretan bit yang paling dekat dengan deretan bit yang diterima. Untuk menentukan deretan bit yang paling dekat adalah dengan cara menhitung hamming distancenya. Deretan bit yang memiki hamming distance paling minimumlah yang akan dipilih sebagai deretan bit outputnya. Jenis algoritma yang digunakan pada deconvolutional decoder untuk mengetahui urutan bit yang benar digunakan algoritma viterbi, teknik yang sering digunakan adalah teknik trellis 2.3.2.1 Algoritma Viterbi Salah satu teknik forward error correction untuk kode konvolusi adalah algoritma viterbi. Convolutional code dengan viterbi decoder adalah sebuah FEC teknik yang sesuai dengan sebuah sinyal yang berada dalam slauran additive white gaussian noise (AWGN). Cara kerja dari dari algoritma viterbi sendiri adalah dengan mencari jarak minimum terkecil yang memiliki nilai akumulasi error matrix yang terkecil. Algoritma viterbi biasanya menggunakan trellis diagram untuk pengambarannya. Untuk mendapatkan nilai akumulasi error matrix yang terkecil dari output encoder kode konvolusi diperlukan data tentang state output dari enkoder kode konvolusi tersebut. Gambar 4 akan mengambarkan tentang hubungan state selanjutnya dan output pada encoder kode konvolusi jika diberi input bernilai 1 atau jika input bernilai 0. Pada gambar tersebut jika input bernilai 1 maka akan digambarkan dengan garis lurus dan tebal, jika input bernilai 0 maka digambarkan dengan garis putus-putus. Dengan mengetahui hubungan antara input,output, state dan next state maka akan mengerti bagaimana mencari akumulasi error yang terkecil yang sesuai dengan encodernya dari SIC yaitu membatalkan sinyal interferensi dengan daya terkuat terlebih dahulu atau yang paling dianggap mengganggu, lalu diikuti oleh sinyal dengan daya terkuat selanjutnya, dan seterusnya sampai diperoleh bentuk sinyal yang diinginkan. SIC awalnya memberi peringkat dahulu terhadap kekuatan dari sinyal tersebut sebelum dibatalkan, yang diperoleh dengan estimasi kanal terpisah atau langsung dari detektor konvensional. Gambar 5. Successive Interference Cancellation Stage pertama setelah pengguna ke-k terdeteksi dan di-cancel, maka akan didapatkan sinyal yang dirumuskan sebagai berikut :...(1) 2.5 Quadrature Amplitude Modulation (QAM) Quadrature amplitude modulation (QAM) merupakan bentuk modulasi digital dimana informasi digital terdiri dari amplitudo dan phase sinyal carrier. Pada QAM, fase dan amplitude dari sinyal carrier diubah-ubah untuk melambangkan data. Sistim modulasi QAM sebenarnya mirip sistim PSK, tetapi pada QAM selain perbedaan fase, antar simbol juga dibedakan oleh amplitudonya, sehingga perbedaan antar simbol pada sistim QAM lebih besar dari pada PSK yang sama (8 PSK dengan 8 QAM, dst). Gambar berikut menunjukkan diagram blok modulator QAM : Gambar 4. Hasil algoritma viterbi berdasarkan akumulasi error matrik terkecil 2.4 Successive Interference Cancellation (SIC) SIC (Successive Interference Cancelation) adalah dtektor yang mendeteksi user secara serempak. SIC beroperasi secara sederhana mengurangi pertambahan dari MAI dengan pengurangan kekuatan sinyal dari user. Cara kerja 3 Gambar 6. Diagram Blok Modulator QAM Secara matematis persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut :...(2) Dari persamaan (2), dapat dilihat bahwa sinyal QAM dapat dibentuk dengan menjumlahkan sinyal

sinus pada amplitudo I(t) dan sebuah sinyal cosinus dengan amplitudo Q(t). Kata quadrature pada QAM berasal dari kedua carrier yang berbeda fase 90 0. Pada diagram konstelasi untuk QAM, sumbu x merupakan sumbu yang mewakili sin sesuai dengan persamaan (1) dan disebut sebagai sumbu I (Inphase), sedangkan sumbu y adalah sumbu yang mewakili cos dan disebut sebagai sumbu Q (Quadrature). Berikut adalah gambaran diagram konstelasi untuk 16-QAM. Gambar 7. Diagram Konstelasi sinyal 16-QAM 3. Metodologi Pada proyek akhir ini akan dibahas kinerja sistem komunikasi menggunakan kode konvolusi untuk mengatasi efek dari multipath fading. Untuk menentukan kinerja tersebut ditunjukan dengan nilai probabilitas kesalahan bit/ Bit Error Rate () sebagai fungsi SNR. Perancangan program simulasi dan visualisasi tersebut berdasarkan blok diagram keseluruhan proses yang akan dilakukan pada Tugas Akhir ini. Dalam system ini, pada transmitter sinyal data info akan dibangkitkan secara random sepanjang N bit. Selanjutnya dilakukan proses konvolusi encoding dan juga proses spreading, yang dimana pembangkitan PN code nya menggunakan jenis gold code 31 bit. Keluaran dari proses ini akan masuk pada proses modulasi QAM sebelum akhirnya dikirmkan ke penerima. Pada kanal transmisi dari system ini digunakan Rayleigh fading channel. Di sisi penerima, akan diterima banyak sekali sinyal (interferensi) termasuk data kita, karena system ini menggunakan prinsip CDMA. Untuk mengatasi masalah ini digunakan teknik multiuser detection (MUD) jenis successive intereference cancellation, yang nantinya interferensi tersebut akan dibuang secara serial dimulai dari intereferesi yang paling kuat, dan seterusnya sampai interferensi yang menggangu data kita berkurang atau bahkan hilang. Pada proses MUD ini juga terjadi proses demodulasi dan dispreading. Hasil output dari proses ini akan menjadi input dari proses decoding dengan menggunakan teknik algoritma viterbi. Output dari proses decoding, merupakan hasil akhir output dari system ini. Setelah data output system didapatkan, selanjutnya kita hitung nilai (Bit Error Rate) terhadap SNR. Nilai ini diperoleh dari menghitung jumlah error antara data info dan data output terlebih dahulu lalu dibagi jumlah N bit data yang digunakan. Berikut adalah gambaran untuk blok diagram simulasi dan visualisasi sitem. Gambar 8. Blok Diagram Rancangan Visualisasi Gambar 9. Blok Diagram Simulasi Sistem 4

4. PENGUJIAN SISTEM Setelah dilakukan proses pembuatan system seperti langkah-langkah yang telah dijelaskan di atas, selanjutnya dilakukan proses penjalanan (running) program. Dan hasilnya adalah sebagai berikut : 4.1 Hasil Simulasi Sistem dengan dan tanpa Kode Konvolusi Pada tahapan ini dilakukan perbandingan nilai antara system yang menggunakan kode konvolusi dengan system yang tidak menggunakan kode konvolusi. Untuk teknik modulasinya digunakan teknik modulasi yang sama, yaitu 16 QAM dan jumlah bit yang dibangkitkan adalah 60.000 bit dengan 10 user. kode konvolusi pada sistem SIC(stage 3) MUD CDMA 16 QAM pada Rayleigh Fading dengan kode konvolusi tanpa kode konvolusi 10-5 0 5 10 15 20 25 30 Gambar 10. Perbandingan dengan dan tanpa kode konvolusi Dari Gambar 10 terlihat bahwa sistem dengan menggunakan kode konvolusi memiliki penurunan nilai yang lebih tajam daripada system yang tidak menggunakan kode konvolusi. Pada awalnya ketika menggunakan SNR 0 sampai dengan 2 db, terlihat bahwa nilai sistem yang tidak menggunakan kode konvolusi lebih baik, namun setelah menggunakan SNR selanjutnya tampak terlihat bahwa sistem yang menggunakan kode konvolusi memiliki kinerja yang jauh lebih baik. Dengan range SNR yang digunakan yaitu antara 0 db sampai dengan 28 db dengan kelipatan 4dB, untuk sistem dengan menggunakan kode konvolusi dapat mencapai nilai standard komunikasi suara 10-3 ketika SNR bernilai 15.5 db. Sedangkan untuk sistem yang tidak menggunakan kode konvolusi belum dapat mencapai nilai 4.2 Hasil Simulasi Sistem dengan Beda Kanal Pada tahapan ini dilakukan perbandingan nilai antara system yang menggunakan kanal AWGN dengan system yang menggunakan Rayleigh Fading. Untuk teknik modulasinya digunakan teknik modulasi yang sama, yaitu 16 QAM, dengan proses SIC stage 3, dan jumlah bit yang dibangkitkan adalah 20.000 bit dengan 10 user. 5 perbandingan kanal kode konvolusi sistem SIC (stage3) MUD CDMA 16 QAM Rayleigh Fading AWGN 10-5 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Gambar 11. Perbandingan dengan kanal yang berbeda Dari Gambar 11 terlihat bahwa kinerja system pada kanal AWGN lebih baik jika dibandingkan dengan system yang menggunakan kanal Rayleigh Fading. Hal ini ditunjukkan dari hasil simulasi untuk system yang menggunakan kanal Rayleigh Fading dengan range SNR 0 sampai dengan 20 bisa mencapai nilai ketika SNR-nya adalah 16 db. Sedangkan ketika menggunakan kanal AWGN niai bisa dicapai ketika SNR-nya adalah 8 db. Selain itu pada kanal AWGN dengan SNR 10 db sampai dengan 20 db sudah bisa mencapai hampir nilai minimum (0.0001) sehingga tampak grafiknya datar sampai 20 db. 4.3 Hasil Simulasi System dengan Perbandingan Stage pada SIC Pada tahapan ini dilakukan perbandingan stage pertama, stage kedua dan stage ketiga nilai antara system yang menggunakan SIC. Untuk teknik modulasinya digunakan teknik modulasi yang sama, yaitu 16 QAM dan jumlah bit yang dibangkitkan adalah 20.000 bit dengan 10 user, selain itu sistem ini juga menggunakan kanal Rayleigh Fading. perbandingan stage kode konvolusi sistem SIC MUD CDMA 16 QAM pada Rayleigh Fading stage 1 stage 2 stage 3 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Gambar 12 Perbandingan antara Stage1, 2, 3 Dari Gambar 12 terlihat bahwa grafik untuk stage 3 terlihat lebih baik daraipada garfik untuk stage 1 dan stage 2. Untuk stage 2 dan stage 3 secara grafik sekilas terlihat tidak ada

perbedaan, tapi ketika melihat pada Tabel 4-3 baru terlihat bahwa ketika SNR 0dB sampai dengan 2 db memiliki perbedaan. Untuk stage pertama ketika SNR 0 db nilai yang dicapai 0.3671 dan untuk SNR 2dB mencapai 0.3038. Sedangkan untuk untuk stage kedua ketika SNR 0 db nilai yang dicapai 0.3670 dan untuk SNR 2dB mencapai 0.3031. lalu untuk SNR selanjutnya nilai yang dicapai sama. Sehingga dari hasil ini dapat dikatakan bahwa ketika SNR 0 db sampai dengan 2 db kinerja dari hasil stage kedua sedikit lebih baik jika dibandingkan untuk hasil dari stage pertama, dan untuk selanjutnya kinerja keduanya sama. Nilai baru terlihat sangat berbeda ketika dilakukan proses sampai stage ketiga. Pada stage 1 dan stage 2, kinerja system dapat mecapai nilai ketika SNRnya adalah 18 db. Sedangkan ketika menggunakan stage ketiga (pengurangan 3 user yang dianngap paling mengganggu) kinerja system dapat mencapai nilai ketika SNRnya adalah 16,5 db. 4.4 Hasil Simulasi System dengan Perbandingan User Pada tahapan ini dilakukan perbandingan antara sistem yang menggunakan 6 user, 8 user dan 10 user. Untuk teknik modulasinya digunakan teknik modulasi yang sama, yaitu 16 QAM dan jumlah bit yang dibangkitkan adalah 20.000 menggunakan Rayleigh Fading. kode konvolusi sistem SIC MUD CDMA 16 QAM pada rayleigh fading 6 user 8 user 10 user 10-5 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Gambar 13 Perbandingan untuk Jumlah User yang Berbeda Dari Gambar 13 terlihat bahwa pada SNR yang sama yaitu 10 db, dengan kapasitas sebanyak 6 user menghasilkan nilai 0.0001 (> ), dengan kapasitas sebanyak 8 user menghasilkan 0.0008 (> ) sedangkan untuk system dengan kapasitas 10 user menghasilkan sebesar 0.0320 (> ). Agar sesuai standar sistem komunikasi suara yaitu 10-3 maka nilai SNRnya pada sistem yang berkapasitas 10 user harus dinaikkan. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semakin banyak user yang digunakan maka kinerja sistemnya juga akan makin buruk, hal ini dikarenakan semakin banyak user yang digunakan maka efek MAI pada system juga akan makin tinggi. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil simulasi dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan kode konvolusi dapat memperbaiki kinerja sistem. Hal ini ditunjukkan dari pencapaian nilai antara 0-28 db, pada sistem dengan konvolusi pencapaian nilai terjadi ketika SNR 15.5 db 2. Kinerja Successive Interference Cancellation pada sistem kode konvolusi CDMA dengan modulasi 16 QAM pada kanal Rayleigh menunjukkan bahwa semakin banyak terjadi pengurangan user (stage) maka makin baik pula kinerja system tersebut. Hal ini dibuktikan dengan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa pencapaian nilai terjadi dengan selisih 1.5 db. 3. Semakin banyak user yang digunakan, kinerja system makin buruk dikarenakan dengan semakin banyak user maka MAI nya pun juga makin tinggi sehingga penanganan system khususnya untuk SIC harusnya juga harus makin tinggi. 6. DAFTAR PUSTAKA [1] Pulin Patel, Jack Holtzman, Analysis of a Simple Successive Interference Cancellation Scheme in a DS/CDMA System, IEEE Journal on Selected Areas in Communications, Vol. 12 No.5, June 1994 [2] Michael Buehrer, Neiyer S. Correal-Mendoza, dan Brian D. Woerner A Simulation Comparison of Multiuser Receivers Cellular CDMA, IEEE Journal on Select Areas in Communcations, Vol 49 No.4, Juli 2000 [3] G Leija-Hernández, M Badaoui Y A Iturri- Hinojosa, Performance Analysis of Convolutional Coding in CDMA Communication Systems, Journal of Vectorial Relativity, Dec. 2009 [4] Rina Riati Tugas Akhir Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem Successive Interference Cancellation Multi User Detection CDMA Berbasis Lunak, PENS-ITS, Surabaya, 2010 [5] Peter Ang, Multiuser Detection for CDMA Systems power point presentation, 2001 6