BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI DOKTER TERHADAP KASUS EUTHANASIA DITINJAU DARI KUHP YANG BERTENTANGAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

ASPEK HUKUM EUTHANASIA. By L. Ratna Kartika Wulan

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI EUTHANASIA DAN HAK DASAR MANUSIA UNTUK HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai permasalahannya, dan diakhiri dengan kematian. Dari proses

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

I S D I Y A N T O NIM : C

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. suatu hal yang tidak menyenangkan dan kalau mungkin tidak dikehendaki. Namun

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. emosi harapan dan kekhawatiran makhluk insani. perjanjian terapeutik adalah Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

PANDUAN INFORMED CONSENT

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN HUKUM PIDANA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin

RUMAH SAKIT UMUM AULIA Jl. Raya Utara No. 03 Telp. (0342) , Fax. (0342) Kembangarum - Sutojayan - Blitar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

tindakan pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

KOALISI MASYARAKAT UNTUK KESEHATAN. Usulan Untuk Amendemen UUD 45 dan GBHN. Hak Terhadap Pelayanan Kesehatan 1

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomer 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia dan

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyampaikan keluhan jasmani danrohani kepada dokter yang. merawat, tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. wajib menjamin kesehatan bagi warganya. Peran aktif serta pemerintah

BAB XX KETENTUAN PIDANA

POLITIK HUKUM PIDANA TERHADAP PERDAGANGAN ORGAN TUBUH MANUSIA (THE CRIMINAL LAW POLICY OF HUMAN BODY ORGAN TRAFFICKING)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DALAM PELAKSANAAN INFORMED CONSENT 1 Oleh : Indra Setyadi Rahim 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB IV. A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan. Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah Industri Rumahan sesuai

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

Euthanasia ditinjau dari segi HAM dan Bioetika Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

BAB II TANGGUNG JAWAB DOKTER YANG MELAKUKAN EUTHANASIA. A. Tanggung Jawab Dokter Menurut Profesi Medis.

PENDIDIKAN PANCASILA

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH [LN 2004/125, TLN 4437]

WRAP UP SKENARIO 1 BLOK MEDIKOLEGAL MATA DIOBATI MENJADI BUTA KELOMPOK A-13. Ketua : Amalia Fatmasari ( )

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN

Manusia adalah makhluk sosial ( Zoon Politicon ) Kehidupan manusia diatur dalam : * Hukum * Kaidah agama * Kaidah sosial bukan hukum ( kebiasaan,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

II. TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 4/PUU-V/2007

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang menakutkan. Ketakutan akan penyakit HIV/AIDS yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut penjelasan Pasal 31 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

BAB III KEBIJAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA TENTANG EUTHANASIA. 1. Pengaturan Euthanasia dalam Hukum Pidana Indonesia (KUHP)

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

Oleh: Robi Dharmawan, S. IP. Pusat Studi HAM Surabaya

KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada

B U P A T I S R A G E N

EUTHANASIA DITINJAU DARI ASPEK HAK ASASI

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP [LN 2009/140, TLN 5059]

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi dan sebagainya. Setiap orang dianggap mampu untuk menjaga

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. optimal dimana hal ini merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

BAB V PENUTUP. 1. Melibatkan manusia sebagai subjek penelitian medis membutuhkan. kesehatan dan harus diperbaharui.

Transkripsi:

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM 3.1 Kronologi kasus Ayah Ana Widiana Kasus berikut merupakan kasus euthanasia yang terjadi pada ayah dari Ana Widiana salah seorang mahasiswi dari Institut Teknologi Bandung. 49 Dimulai dari peristiwa dioperasinya jantung ayah Ana (operasi by pass) karena kondisinya yang sering merasakan sesak dan sakit di bagian dada. Dokter mendiagnosis bahwa hampir 70% pembuluh darah di jantung sudah tersumbat atau tidak berfungsi baik yang diakibatkan kebiasaan buruk ayahnya sebagai perokok. Dokter menyarankan untuk dilakukan operasi by pass untuk menghilangkan sumbatan tersebut. Pembuluh di jantung yang hilang karena dipotong akan digantikan oleh pembuluh yang berasal dari betisnya. Hari kedua setelah operasi, ayahnya sudah bisa sadar, mengkonsumsi makanan cair serta berkomunikasi dengan keluarganya. Di hari ketiga ayahnya tidak sadarkan diri (koma). Tim dokter mengatakan bahwa terjadi emboli (gelembung udara) di daerah sambungan pembuluh di betis sehingga darah tidak dapat mengalir ke kaki bagian bawah. Berita mengejutkan dating pada saat dokter meminta persetujuan keluarga untuk mengamputasi kaki ayahnya sampai batas lutut karena kaki di bawah lutut menjadi busuk. Setelah berunding, keluarga memutuskan untuk tidak mengamputasi kaki pasien dengan banyak sekali pertimbangan yang harus diperhatikan. Pada hari-hari berikutnya, karena pembusukan pada organ tubuh ayahnya terus menjalar ke arah tubuh bagian atas, pasien mengalami kegagalan organ-organ vital seperti fungsi jantung dan ginjal sehingga setiap hari harus menjalani cuci darah dan tergantung pada alat bantu nafas. Keluarganya tahu bahwa si ayah masih mendengar setiap diajak bicara. Ha itu dapat diketahui dari matanya yang berair setiap diajak bicara, meskipun 49 Ana Widiana. Bioetika: Eutanasia. Http://www.google.com/url?q=http://www.sith.itb.ac.id/publikasi-ia/Filsafat/BIOETIKA-%2520eutanasia-Ana-WIdIana.Pdf&aU&eI=Sp D3ULGYG8ShIQLTgIHICg&ved=0CBQQFjAA&sIg2=jHNYxOIGPFzZ6gBtLXm8eg&u sg=afqjcngkhykakk q7jxlyzcvo16f6wehtg. Internet, diakses pada tanggal 10 Desember 2012 34

35 secara fisik tidak ada tanda-tanda pergerakan atau kehidupan. Tim dokter telah menjelaskan kepada pihak keluarga bahwa kemungkinan hidup pasien tinggal 10% dan meminta pertimbangan dari keluarga untuk penanganan ke depan. Pihak keluarga berkumpul dan merundingkan tindakan apa yang akan diambil. Tepat hari ke sepuluh, tim dokter kembali merundingkan kepada pihak keluarga tentang kondisi pasien. Ana sekeluarga membuat kesepakatan untuk menyerahkan sepenuhnya keputusan yang terbaik bagi ayah mereka kepada dokter dan tim dokter memutuskan untuk menghentikan dan melepas alat bantu nafas dan semua peralatan medis yang terpasang pada tubuh ayah Ana dan mengikhlaskan sang ayah untuk kembali pada sang Khalik. Keluarga mengijinkan dokter untuk menghentikan semua upaya medis yang selama ini diberikan pada pasien (tidak ada pemberitahuan yang jelas apakah persetujuan tindakan medis tersebut dalam bentuk tertulis atau form yang ditanda-tangani oleh keluarga). Keluarga pun berharap pasien tidak lagi mengalami lagi penderitaan yang selama koma/tidak sadar beliau rasakan. Tepat jam 9.00 dokter melepas semua peralatan yang terpasang pada tubuh ayahnya, dan kemudian beliau menghembuskan nafas terakhirnya. 3.2 Kasus Ayah Ana Widiana Ditinjau dari Peraturan tentang Euthanasia dan HAM Euthanasia berdasarkan permintaan dibedakan menjadi dua, yaitu euthanasia pasif dan auto euthanasia. 50 Pada euthanasia pasif (tanpa permintaan) dijelaskan bahwa dokter atau tenaga kesehatan lain dengan sengaja tidak lagi memberikan bantuan medis kepada pasien yang dapat memperpanjang hidupnya (dengan catatan bahwa perawatan pasien telah diberikan secara terus menerus secara optimal dengan usaha untuk membantu pasien di fase hidup yang terakhir). Pada euthanasia pasif atas permintaan atau auto euthanasia seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa auto euthanasia adalah pasien menolak tegas dengan sadar umtuk menerima perawatan medis, dan ia mengetahui bahwa hal ini 50 Fred Ameln. Op.cit. h. 133

36 akan memperpendek hidup pasien ataupun untuk mengakhiri hidup pasien. 51 Jadi, kasus yang terjadi pada ayah Ana Widiana, bahwa mereka tidak ingin melihat beliau terus menerus dalam keadaan menderita, dengan kata lain hidup tersiksa. Keadaan pasien tersebut dapat dikatakan dalam keadaan darurat dan dia seharusnya tidak perlu melewati penderitaan-penderitaan tersebut. Kasus yang terjadi pada ayah Ana Widiana termasuk pada euthanasia pasif tanpa permintaan, karena pihak keluarga menyerahkan keputusan kepada dokter dan tidak diketahui adanya permohonan tertulis dari pihak pasien, kenyataan ini jelas merupakan pelanggaran. Persetujuan tindakan dokter ini harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh pihak keluarga sebagaimana yang diatur pada pasal 2 (1 dan 2) dan pasal 16 (1 dan 2) PERMENKES dan pasal 39 dan 45 (1, 2 dan 4) UU Praktek Kedokteran. Dalam kasus ini sebelumnya diketahui bahwa keluarga Ana membuat kesepakatan untuk menyerahkan sepenuhnya keputusan yang terbaik bagi ayah mereka kepada dokter dan tim dokter memutuskan untuk menghentikan dan melepas alat bantu nafas dan semua peralatan medis yang terpasang pada tubuh ayahnya, hingga pada akhirnya keluarga pun mengijinkan dokter untuk melepas semua alat bantu pada tubuh pasien. Namun, tidak ada pemberitahuan yang jelas apakah persetujuan tindakan medis yang diberikan keluarga Ana Widiana tersebut berupa tulisan atau form yang ditanda-tangani oleh keluarga. Berdasarkan pada peraturan mengenai pesetujuan tindakan medik atau informed consent, tindakan dokter terhadap pasien harus berdasar pada kesepakatan bersama antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Dalam kasus ini mengandung resiko yang tinggi dan termasuk dalam situasi khusus, maka berdasarkan pasal 3 (1) dan pasal 14 PERMENKES, persetujuan tindakan dokter harus diberikan secara tertulis. Apabila dalam hal ini persetujuan medik terhadap ayah Ana Widiana hanya berupa lisan saja, maka merupakan pelanggaran pada peraturan tersebut di atas. Apabila persetujuan tindakan medik berupa tulisan maka dokter berhak melakukan 51 Ibid.

37 tindakan medis tersebut yaitu mencabut semua peralatan medis yang menunjang hidup pasien dan dokter tersebut tidak dapat dipidana. Sementara di dalam pasal 9 ayat 1 UU HAM terdapat hak mendasar yaitu hak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Meskipun menggunakan alasan tidak berhak untuk disiksa, namun pasal ini mengingatkan kembali bahwa setiap orang pun berhak untuk hidup bahkan mempertahankan kehidupannya. Sama halnya dengan ayah dari Ana Widiana, meskipun dalam keadaan koma, namun ia seharusnya berhak untuk mempertahankan kehidupannya dalam arti bahwa pengobatan dari dokter seharusnya tetap dilanjutkan. Pasal 33 ayat 2 menyebutkan bahwa: Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa. Seperti halnya pada kasus di atas, ayah dari Ana Widiana ini juga memiliki hak untuk mempertahankan kehidupannya dan tidak ada seorangpun yang boleh merampas hak tersebut. Pencabutan alat bantu pasien bisa dikatakan penghilangan nyawa pasien meskipun tidak secara langsung. Kasus di atas dapat dikategorikan sebagai euthanasia pasif karena dokter menghentikan segala upaya pengobatan dengan melepaskan semua alat bantu pada pasien sehingga meninggal dunia. Euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan telah dilarang sesuai dengan pernyataan pasal 304, 338, 340, 344 dan 359 KUHP. Kasus yang terjadi pada ayah Ana Widiana melanggar pasal 304 KUHP yakni: Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pasal 1 angka 6 dari UU HAM menyebutkan bahwa: Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang yang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang

38 atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memeperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Dalam kasus ini, usaha dokter dalam menghentikan pengobatan serta mencabut semua alat-alat medis dari tubuh pasien termasuk dalam pelanggaran pasal 1 angka 6 tersebut. Ada 4 unsur perbuatan melawan hukum dalam pasal ini, yaitu: 1. Ada pelaku Pelaku adalah dokter atau petugas yang bertanggungjawab terhadap pasien. 2. Perbuatan melawan hukum, dalam hal ini yaitu menghalangi, membatasi, dan mencabut hak asasi manusia di mana dokter mencabut semua peralatan medis yang menunjang hidup pasien dengan alasan permintaan keluarga. 3. Perbuatan menimbulkan kerugian bagi orang lain yaitu pasien tersebut segera meninggal dunia setelah alat medis yang ada pada tubuhnya dicabut oleh dokter. 4. Perbuatan ini jelas dilakukan oleh dokter sebagai pelaku. Sementara itu, apabila dikaitkan dengan bunyi sumpah/janji dokter maka euthanasia pasif yang dilakukan dokter terhadap ayah Ana Widiana berarti dokter telah melanggar Sumpah Dokter yang diucapkannya sebelum ia menjalankan profesinya yang terdapat pada poin ke-8, yang berbunyi: Saya akan menghormati setiap hidup insan mulai dari saat pembuahan. Tindakan euthanasia yang terjadi atas ayah Ana Widiana ini terkait dengan adanya the right to die sebagai pengembangan dari hak untuk hidup itu sendiri, sehingga perlu juga dipertanyakan apakah pasien dalam hal ini ayah Ana Widiana memiliki hak untuk mati atau hak untuk mengakhiri hidupnya di samping bagian dari adanya hak untuk hidup? Masalah hak untuk mati atau the right to die ini berhubungan erat dengan pengertian dari hak untuk hidup. Hal ini timbul sehubungan dengan adanya kenyataan bahwa profesi medis pada dewasa ini, sudah mampu untuk menciptakan alat-alat maupun mengambil tindakan-tindakan yang dapat

39 menciptakan alat-alat maupun mengambil tindakan-tindakan yang dapat memungkinkan seseorang yang mengalami kerusakan otak (brain death), tetapi jantungnya tetap hidup dan berdetak dengan bantuan sebuah respirator. The right to die ini juga berkaitan erat dengan the right to selfdetermination atau hak untuk menentukan nasib sendiri yang secara normatif telah diatur dalam berbagai instrumen hukum internasional, antara lain, yaitu: Pasal 1 (2) Piagam PBB dan Pasal 1 (1) International Covenant on Civil and Political Rights dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya). Dapat dilihat bahwa hak untuk menentukan nasib sendiri sudah diakui secara internasional. Dengan hak ini manusia memiliki hak untuk menentukan pilihannya sendiri untuk tetap hidup atau mati dengan tenang. Namun, dengan adanya UUD 1945 dan Pancasila sebagai sumber tertib hukum di Negara Indonesia maka tidak mungkin dapat menerima adanya euthanasia yang dianggap tidak bermoral. Dengan adanya Universal Declaration of Human Rights juga yang ada hanyalah hak untuk hidup, sehingga HAM yang terutama adalah hak asasi manusia untuk hidup jauh dari segala tindakan-tindakan yang sewenang-wenang. Peraturan perundang-undangan yang terdapat di Indonesia sekarang ini pun mengatur hak untuk hidup saja, dan tidak ada peraturan perundangan yang memiliki pasal mengenai hak untuk mati. Jadi, dalam kasus ini ayah Ana Widiana hanya memiliki hak untuk hidup saja dan tidak memiliki the right to die.