USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

dokumen-dokumen yang mirip
IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 39 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 8

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERTAMBANGAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG

USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN AIR TANAH

RETRIBUSI PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 7 Tahun : 2003 Seri : C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IJIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK ANGKUTAN DARAT DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PERIJINAN PEMANFAATAN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI

L E M B A R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

L E M B A R A N D A E R A H

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN DALAM BIDANG INDUSTRI, PERDAGANGAN DAN PENANAMAN MODAL DENGAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 7 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2005

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2006 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 06 TAHUN 2003 T E N T A N G IJIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN

PEMERINTAH KABUPATEN TAKALAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

6. Undang-undang. file-produk/per-uu/hukum/2004 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 3 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT USAHA DAN / ATAU IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 9 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 74 TAHUN 2001 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 37 TAHUN 2001 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM RETRIBUSI IZIN USAHA PERINDUSTRIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG

RETRIBUSI WISMA/PESANGGRAHAN/VILLA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 24 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa bahan galian pertambangan umum merupakan potensi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara hati-hati, berdaya guna, berhasil guna, bertanggungjawab dan pemanfaatannya ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; b. bahwa Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan pertambangan umum yang meliputi kebijakan perencanaan, pengaturan, pengurusan, pembinaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b di atas, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Ijin Usaha Pertambangan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

2 2. Undang-Undang Nomor 51 Prp 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2106); 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); 4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853); 5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010); 10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 38 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);

3 12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); 13. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara 4724); 14. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2916) sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4154); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3174); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138);

4 21. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4385); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165); 24. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; 25. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pandeglang Nomor 4 Tahun 1986 tentang Penunjukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang Melakukan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah Yang Memuat Ketentuan Pidana (Lembaran Daerah Kabupaten DaerahTingkat II Pandeglang Tahun 1986 Nomor 5 Seri D); 26. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pandeglang Nomor 9 Tahun 1997 tentang Garis Sempadan di Wlayah Kabupaten Daerah Tingkat II Pandeglang (Lembaran Daerah Tahun 1997 Nomor 4, Seri C); 27. Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 02 Tahun 2000 tentang Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 4 Seri B.2); 28. Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Pandeglang (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 12 Seri D.1); 29. Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 14 Seri E.1);

5 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG dan BUPATI PANDEGLANG MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pandeglang; 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah; 3. Bupati adalah Bupati Pandeglang; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pandeglang; 5. Dinas adalah Dinas Tata Ruang dan Perijinan Kabupaten Pandeglang; 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Tata Ruang dan Perijinan Kabupaten Pandeglang; 7. Pelaksana Inspektur Tambang (PIT) adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi persyaratyan tertentu yang diangkat oleh Bupati untuk melaksanakan pengawasan keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan hidup pertambangan; 8. Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum adalah kebijakan perencanaan, pengaturan, pengurusan, pembinaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan kegiatan pertambangan bahan galian, diluar minyak bumi, gas alam dan radio aktif; 9. Bahan Galian adalah unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan yang merupakan endapan-endapan alam selain minyak bumi, energi panas bumi dan air bawah tanah;

6 10. Eksplorasi adalah penyelidikan geologi pertambangan untuk memperoleh informasi secara teliti dan seksama tentang kualitas, kuantitas, keadaan dan sebaran bahan galian; 11. Eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan dan memanfaatkan bahan galian; 12. Pengolahan adalah usaha pertambangan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian; 13. Pengangkutan adalah usaha pertambangan untuk pemindahan bahan galian dari daerah kegiatan eksplorasi, eksploitasi ke tempat pengolahan; 14. Penjualan adalah usaha pertambangan untuk menjual bahan galian termasuk hasil pengolahan atau bahan galian; 15. Wilayah Pertambangan adalah suatu kawasan atau wilayah dengan batas-batas tertentu yang diperbolehkan untuk melakukan kegiatan atau pengambilan bahan galian; 16. Kuasa Pertambangan adalah Izin Usaha Pertambangan yang diberikan oleh Bupati kepada Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Badan Usaha Swasta atau Perorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan yang meliputi tahap kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian serta pengangkutan dan penjualan; 17. SIPD adalah Surat Ijin Usaha Pertambangan Daerah; 18. SIPD adalah Surat Ijin Pertambangan Rakyat; 19. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai dengan peruntukannya; 20. Jaminan Reklamasi adalah dana yang disediakan oleh pemegang ijin pertambangan sebagai jaminan untuk melakukan reklamasi di bidang pertambangan umum; 21. Kontrak Karya (KK) adalah perjanjian antara Pemerintah Daerah dengan Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian golongan A dan B; 22. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) adalah perjanjian antara Pemerintah Daerah dengan Pengusaha Swasta Penanaman Modal Asing (PMA) dan atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) untuk melakukan pengusahaan pertambangan bahan galian batubara;

7 23. Hak Atas Tanah adalah hak atas sebidang tanah pada permukaan bumi menurut hukum pertanahan Indonesia; 24. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan; 25. Badan adalah suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan Nama atau bentuk apapun, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap serta bentuk Badan Usaha Lainnya; 26. Wajib Retribusi adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut Peraturan Perundang-undang Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu; 27. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa atau perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan; 28. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang disingkat SKRD adalah Surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda; 29. Surat Tagihan Retribusi Daerah dapat disingkat STRD adalah Surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda; 30. Kas Daerah adalah Kas Pemerintah Kabupaten Pandeglang pada Bank yang ditunjuk; 31. PPNS adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada lingkungan Pemerintah Kabupaten Pandeglang yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundangundangan. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Pengaturan usaha pertambangan umum dimaksudkan untuk memberi landasan hukum yang tegas dan jelas dalam pengendalian usaha pertambangan. (2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar dalam pelaksanaan usaha pertambangan dilakukan secara tertib, berdaya guna, berhasil guna serta berwawasan lingkungan. BAB III WILAYAH PERTAMBANGAN Pasal 3 (1) Bupati menetapkan wilayah pertambangan umum berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pandeglang. (2) Bupati menetapkan wilayah yang tertutup untuk pertambangan umum berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pandeglang dan kondisi lingkungan setempat.

8 Pasal 4 Bupati berdasarkan pertimbangan tertentu dapat menutup sebagian atau sejumlah wilayah pertambangan. BAB IV WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB Pasal 5 (1) Bupati mempunyai hak untuk memberikan ijin pengusahaan pertambangan umum kepada pihak-pihak sesuai dengan kewenangannya. (2) Bupati sesuai dengan kewenangannya bertanggungjawab dan menjamin hak-hak dari pemegang ijin dalam melakukan penambangan. BAB V PENGGOLONGAN, KUASA PERTAMBANGAN DAN USAHA PERTAMBANGAN Bagian Kesatu Penggolongan Pasal 6 Penggolongan Usaha Pertambangan bahan-bahan galian terdiri atas : a. Bahan galian golongan A (Strategis); b. Bahan galian golongan B (Vital); c. Bahan galian golongan C. Bagian Kedua Kuasa Pertambangan Pasal 7 (1) Usaha Pertambangan dapat dilaksanakan setelah memperoleh Kuasa Pertambangan (KP) dari Bupati. (2) Kuasa Pertambangan (KP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk : a. Surat Keputusan Penugasan Pertambangan (SKPP); b. Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan (SKPKP); c. Surat Keputusan Ijin Pertambangan Rakyat (SKIPR).

9 (3) Surat Keputusan Penugasan Pertambangan (SKPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan kepada Instansi Pemerintah untuk melaksanakan usaha pertambangan yang meliputi kegiatan Penyelidikan Umum dan Eksplorasi. (4) Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan (SKPKP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Swasta atau perorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan yang meliputi tahap kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian serta pengangkutan dan penjualan. (5) Surat Keputusan Ijin Pertambangan Rakyat (SKIPR) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diberikan kepada badan usaha atau perorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan dengan luas dan investasi terbatas. Bagian Ketiga Usaha Pertambangan Pasal 8 (1) Usaha Pertambangan bahan galian golongan A, B dan C terdiri dari : a. Penyelidikan Umum; b. Eksplorasi; c. Eksploitasi; d. Pemurnian dan Pengolahan; dan e. Pengangkutan dan Penjualan. (2) Usaha Pertambangan bahan galian golongan A dan B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh : a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); c. Koperasi; d. Badan Usaha Swasta yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, berkedudukan di Indonesia, mempunyai Pengurus yang berkewarganegaraan Indonesia dan mempunyai lapangan usaha di bidang pertambangan; e. Perusahaan dengan modal bersama antara Pemerintah Daerah dengan BUMN dan atau Pemerintah Daerah dengan BUMD; f. Perusahaan dengan modal bersama antara Pemerintah dan atau BUMN.

10 (3) Usaha pertambangan bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh : a. Badan usaha, Koperasi dan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f ; dan atau b. Perorangan atau kelompok masyarakat yang berkewarganegaraan Indonesia, dengan mengutamakan yang bertempat tinggal di wilayah terdapatnya bahan galian. BAB VI IJIN USAHA, TATA CARA/SYARAT MEMPEROLEH IJIN, JANGKA WAKTU DAN BERAKHIRNYA IJIN Bagian Kesatu Ijin Usaha, Tata Cara dan Syarat-Syarat Memperoleh Ijin Paragraf 1 Ijin Usaha Pasal 9 (1) Setiap orang pribadi atau badan yang melakukan usaha pertambangan wajib memiliki ijin. (2) Ijin usaha pertambangan dapat diberikan sepanjang memenuhi persyaratan teknis. (3) Dalam setiap pemberian ijin usaha pertambangan harus dipertimbangkan aspek tata ruang, teknis, lingkungan, ekonomis, sosial budaya, kesehatan masyarakat dan sumber daya alam lainnya; (4) Ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk bahan galian golongan A dan B yang terletak di wilayah daerah dan wilayah 4 (empat) mil laut, diberikan dalam bentuk Kuasa Pertambangan (KP) dan Surat Ijin Pertambangan Rakyat (SIPR). (5) Ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk bahan galian golongan C diberikan dalam bentuk Surat Ijin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD). (6) Kuasa Pertambangan (KP) bahan galian golongan A dan B sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri dari : a. Kuasa Pertambangan (KP) Penyelidikan Umum; b. Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi; c. Kuasa Pertambangan (KP) Eksploitasi; d. Kuasa Pertambangan (KP) Pemurnian dan Pengolahan; e. Kuasa Pertambangan (KP) Pengangkutan dan Penjualan.

11 (7) Surat Ijin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri dari : a. Surat Ijin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Penyelidikan Umum; b. Surat Ijin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksplorasi; c. Surat Ijin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi; d. Surat Ijin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Pemurnian dan Pengolahan; e. Surat Ijin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Pengangkutan dan Penjualan. Paragraf 2 Tata Cara dan Syarat Memperoleh Ijin Pasal 10 Usaha pertambangan tidak dapat dilakukan pada wilayah/tempat : a. Fasilitas umum dan atau fasilitas sosial, kecuali atas persetujuan Pemerintah Daerah; b. Wilayah ijin usaha pertambangan lain; dan c. Bangunan, rumah tempat tinggal dan atau pabrik beserta pekarangan sekitarnya, kecuali atas ijin pemilik atau kuasanya. Pasal 11 (1) Permohonan Ijin Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9, diajukan secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas. (2) Ijin Usaha Pertambangan ditetapkan oleh Kepala Dinas berdasarkan rekomendasi Bupati. (3) Persetujuan atau penolakan pemberian Ijin Usaha Pertambangan oleh Bupati ditetapkan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima dengan lengkap. Pasal 12 (1) Ijin usaha pertambangan ditetapkan setelah memenuhi persyaratan yang dikaji oleh Tim Pengkaji. (2) Tugas dan kewajiban Tim Pengkaji sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah : a. Meneliti, mengkaji dan memeriksa keabsahan permohonan; b. Menguji kesungguhan pemohon melalui presentasi dihadapan Komisi Teknis di Dinas. (3) Susunan keanggotaan Tim Pengkaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

12 Pasal 13 (1) Syarat-syarat untuk memperoleh ijin usaha pertambangan golongan A dan B sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (4) dan ayat (6) adalah sebagai berikut : a. Mengisi formulir permohonan ijin; b. Melampirkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP); c. Melampirkan fotocopy Akta Pendirian Perusahaan; d. Melampirkan peta lokasi dilengkapi dengan batas-batas tanah yang dimohon; e. Melampirkan Surat Ijin Lingkungan; f. Melampirkan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Usaha Pemantauan Lingkungan (UPL); dan g. Melampirkan Study Kelayakan Lingkungan dan Rencana Pembangunan. (2) Kriteria Ijin Usaha Pertambangan Umum yang wajib AMDAL/UKL/UPL ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 14 Syarat-syarat untuk memperoleh Ijin Usaha Bahan Galian Golongan C sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (5) dan ayat (7) adalah sebagai berikut : a. Ijin Penyelidikan Umum : 1. Biodata Perusahaan; 2. Foto Copy KTP; 3. Surat Pernyataan Kesanggupan Tenaga Ahli; 4. Peta Lokasi; 5. Proposal rencana kegiatan eksplorasi. b. Ijin Eksplorasi : 1. Biodata Perusahaan; 2. Foto Copy KTP; 3. Surat Pernyataan Kesanggupan Tenaga Ahli; 4. Surat Persetujuan Pemilik Tanah; 5. Proposal rencana kegiatan eksplorasi. c. Ijin Eksploitasi : 1. Biodata Perusahaan; 2. Foto Copy KTP; 3. Referensi Bank Pemerintah; 4. Surat Pernyataan Kesanggupan Tenaga Ahli; 5. Peta Lokasi; 6. Study Kelayakan AMDAL, UKL/UPL; 7. Surat Persetujuan Pemilik Tanah.

13 d. Ijin Permurnian/ Pengolahan : 1. Biodata Perusahaan; 2. Foto Copy KTP; 3. Referensi Bank Pemerintah; 4. Surat Pernyataan Kesanggupan Tenaga Ahli; 5. Proposal rencana kegiatan pengolahan/pemurnian; 6. Salinan SITU, SIUP dan Ijin Gangguan/HO. e. Ijin Pengangkutan : 1. Biodata Perusahaan; 1. Foto Copy KTP; 2. Proposal rencana kegiatan pengangkutan; 3. Salinan laik jalan kendaraan yang akan digunakan; 4. Rekomendasi teknis. f. Ijin Penjualan : 1. Biodata Perusahaan; 2. Foto Copy KTP; 3. Proposal rencana kegiatan penjualan; 4. Salinan Ijin Gangguan; 5. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Pasal 15 Kuasa Pertambangan dapat dipindahtangankan kepada pihak lain setelah mendapatkan persetujuan Bupati. Pasal 16 Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang mengusahakan bahan galian golongan A dan B dapat diberikan ijin oleh Bupati setelah mendapat persetujuan DPRD. Bagian Kedua Jangka Waktu Kuasa Pertambangan dan SIPD Paragraf 1 Jangka Waktu Kuasa Pertambangan Pasal 17 (1) Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berikutnya atas permohonan sendiri dan harus diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.

14 (2) Kuasa Pertambangan Eksplorasi diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 2 (dua) tahun berikutnya atas permohonan sendiri dan harus diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan. (3) Kuasa Pertambangan Eksploitasi diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun berikutnya atas permohonan sendiri dan harus diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan. (4) Kuasa Pertambangan Pemurnian dan Pengolahan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun berikutnya atas permohonan sendiri dan harus diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan. (5) Kuasa Pertambangan Pengangkutan dan Penjualan diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun berikutnya atas permohonan sendiri dan harus diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan. (6) Surat Ijin Pertambangan Rakyat (SIPR) diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan bila diperlukan dapat diperpanjang dalam jangka waktu yang sama atas permohonan sendiri. Paragraf 2 Jangka Waktu SIPD Pasal 18 (1) SIPD Penyelidikan Umum dan Eksplorasi diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun berikutnya. (2) SIPD Eksploitasi diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun berikutnya. (3) SIPD Pemurnian dan Pengolahan diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun berikutnya. (4) SIPD Pengangkutan dan Penjualan diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun berikutnya.

15 Bagian Ketiga Berakhirnya Ijin Pasal 19 (1) Ijin Usaha Pertambangan berakhir sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam ijin. (2) Ijin Usaha Pertambangan dapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi apabila : a. Pemegang Ijin Eksplorasi tidak melaksanakan kegiatan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya ijin; b. Pemegang Ijin Eksploitasi tidak melaksanakan kegiatan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya ijin; c. Pemegang Ijin Eksploitasi tidak melaksanakan eksploitasi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diterbitkan ijin; d. Dipindahtangankan atau dikerjasamakan dengan pihak lain tanpa persetujuan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati; e. Pemegang ijin tidak melanjutkan usahanya; f. Pemegang ijin yang tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam perijinanannya dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan; atau g. Pemegang ijin tidak melakukan perpanjangan ijin; h. Usaha pertambangan bertentangan dengan kepentingan umum dan atau mengganggu keseimbangan sumber daya alam atau menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem; i. Wilayah usaha pertambangan digunakan untuk kepentingan pemerintah daerah atau untuk kepentingan umum. Pasal 20 (1) Apabila ijin usaha pertambangan berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a, b, c, d, e, f, dan h, maka : a. Hak pengusahaan pertambangan kembali kepada Pemerintah Daerah; dan b. Pemegang ijin usaha pertambangan diharuskan menyerahkan semua dokumen yang berkaitan dengan usaha pertambangan kepada Bupati dengan tidak menerima ganti kerugian. (2) Dalam hal ijin usaha pertambangan berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf i, maka kepada pemegang ijin diberikan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

16 BAB VII LUAS WILAYAH KUASA PERTAMBANGAN DAN SIPD Bagian Kesatu Luas Wilayah Kuasa Pertambangan Pasal 21 (1) Luas Wilayah Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum diberikan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektar. (2) Luas Wilayah Kuasa Pertambangan Eksplorasi diberikan paling banyak 2.000 (dua ribu) hektar. (3) Luas Wilayah Kuasa Pertambangan Eksploitasi diberikan paling banyak 1.000 (seribu) hektar. (4) Luas Wilayah SIPR untuk Perorangan diberikan paling banyak 5 (lima) hektar. (5) Luas Wilayah SIPR untuk Badan Hukum atau Koperasi diberikan paling banyak 25 (dua puluh lima) hektar. Bagian Kedua Luas Wilayah SIPD Pasal 22 (1) Luas Wilayah SIPD Penyelidikan Umum diberikan paling banyak 10.000 (sepuluh ribu) hektar. (2) Luas Wilayah SIPD Eksplorasi diberikan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektar. (3) Luas Wilayah SIPD Eksploitasi diberikan paling banyak 3.000 (tiga ribu) hektar. BAB VIII HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IJIN Bagian Kesatu Hak Pemegang Ijin Pasal 23 (1) Pemegang Ijin Usaha Pertambangan mempunyai hak untuk melakukan salah satu atau seluruh kegiatan : a. Penyelidikan Umum; b. Eksplorasi; c. Studi Kelayakan; d. Konstruksi; e. Eksploitasi/ produksi; f. Pengolahan atau pemurnian; g. Pengangkutan; h. Penjualan.

17 (2) Pemegang Ijin Usaha Pertambangan berhak menggunakan sarana dan prasarana umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Pemegang Ijin Usaha Pertambangan berhak mengusahakan bahan galian atas manajemennya sendiri, dan resikonya dibebankan kepada pemegang ijin sesuai dengan rencana pengusahaannya. Bagian Kedua Kewajiban Pemegang Ijin Pasal 24 Pemegang Ijin Usaha Pertambangan diwajibkan untuk : 1. Mematuhi setiap ketentuan yang tercantum dalam ijin usaha pertambangan; 2. Menyampaikan laporan tertulis kepada Bupati melalui Dinas dengan memuat : a. Produksi setiap 1 (satu) bulan sekali; b. Pelaksanaan kegiatan usahanya setiap 3 (tiga) bulan sekali; c. Kemajuan tambang setiap 6 (enam) bulan sekali; d. Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan setiap 1 (satu) tahun sekali; e. Pelaksanaan kegiatan akhir usaha pertambangan. 3. Membayar Iuran tetap sesuai ketentuan yang berlaku; 4. Melaksanakan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan hidup dan norma-norma pertambangan yang baik dan benar sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku; 5. melaporkan kejadian kecelakaan dalam jangka waktu 1x24 jam apabila terjadi kecelakaan kepada Dinas; 6. Memperbaiki atas beban dan biaya sendiri semua kerusakan pada bangunan pengairan dan badan jalan, termasuk tanggul-tanggul dan bagian tanah yang berguna bagi saluran air dan lebar badan jalan, yang diakibatkan karena pengambilan/penambangan dan pengangkutan bahan-bahan galian di wilayah/lokasi tambang yang pelaksanaan perbaikannya berdasarkan perintah/petunjuk instansi terkait; 7. Berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat pada wilayah lokasi pertambangan dalam bentuk Community Development; 8. Pemegang Ijin wajib membebaskan lahan di lokasi pertambangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

18 Pasal 25 (1) Dalam hal usaha pertambangan sudah berakhir, pemegang ijin usaha pertambangan yang bersangkutan diwajibkan melaksanakan kegiatan reklamasi sehingga tidak menimbulkan bahaya serta tetap memiliki fungsi/manfaat dan daya dukung lingkungan (2) Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penggunaan lahannya harus sesuai dengan ketentuan tata ruang yang berlaku dan pemanfaatannya harus memperhatikan kondisi fisik geologi, hidrologi, topografi, ekonomi dan kondisi setempat. (3) Sehubungan dengan ketentuan pada ayat (1) dan (2), pemegang ijin usaha pertambangan harus menyediakan uang jaminan reklamasi. (4) Uang jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menghilangkan kewajiban untuk melaksanakan reklamasi. (5) Uang jaminan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) disimpan pada Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah sejak dilaksanakan eksploitasi pertambangan. (6) Pengaturan lebih lanjut mengenai reklamasi dan uang jaminan reklamasi ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. BAB IX PENGGUNAAN BAHAN PELEDAK Pasal 26 (1) Pendirian dan penggunaan gudang bahan peledak untuk keperluan usaha pertambangan umum dilakukan setelah mendapatkan ijin Bupati. (2) Ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap jangka waktu 5 (lima) tahun. Pasal 27 (1) Ijin Pemilikan, penguasaan, dan penyimpanan (P3) bahan peledak untuk keperluan usaha pertambangan diterbitkan oleh POLRI setelah terlebih dahulu mendapatkan ijin pendirian dan penggunaan gudang bahan peledak dari Bupati. (2) Ijin pembelian dan penggunaan (P2) bahan peledak untuk keperluan usaha pertambangan umum diterbitkan oleh POLRI setelah terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi Bupati.

19 BAB X RETRIBUSI Pasal 28 Setiap orang atau badan hukum yang mengajukan permohonan Izin Usaha Pertambangan Umum, dikenakan Biaya Retribusi. Bagian Kesatu Nama, Obyek dan Subyek Retribusi Pasal 29 (1) Dengan nama Retribusi Usaha Pertambangan Umum dipungut retribusi kepada setiap pemohon Usaha Pertambangan Umum. (2) Obyek Retribusi adalah setiap pemberian ijin yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan. (3) Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan hukum yang mengajukan permohonan ijin usaha pertambangan umum. Bagian Kedua Penggolongan Retribusi Pasal 30 Retibusi Usaha Pertambangan Umum digolongkan sebagai retribusi Perijinan tertentu. Bagian Ketiga Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 31 Cara mengukur tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan jenis ijin untuk kegiatan usaha pertambangan umum. Bagian Keempat Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Retribusi Pasal 32 Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup biaya pembinaan, biaya administrasi, koordinasi dan biaya operasional dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

20 Bagian Kelima Struktur dan Besaran Tarif Pasal 33 (1) Struktur dan Besarnya Biaya Retribusi Ijin Usaha Pertambangan Umum ditentukan berdasarkan jenis kegiatan usaha pertambangan umum. (2) Besarnya tarif retribusi ijin usaha pertambangan umum ditetapkan sebagai berikut : No Jenis Pungutan Satuan Tarif (Rp.) 1 2 3 4 ii. IJIN USAHA PERTAMBANGAN GOL. A DAN B : 1. RETRIBUSI : a. Ijin/ KP Penyelidikan Umum b. Ijin/ KP Eksplorasi c. Ijin/ KP Eksploitasi d. Ijin/ KP Pemurnian dan Pengolahan e. Ijin/ KP Pengangkatan dan Penjualan f. SIPR 2. ADMINISTRASI : a. Golongan A b. Golongan B c. SIPR Hektar Hektar Hektar Buah Buah Hektar Izin Izin Izin Izin 50.000,- 100.000,- 500.000,- 2.500.000,- 2.500.000,- 250.000,- 2.000.000,- 1.500.000,- 250.000,- 250.000,- II. IJIN USAHA PERTAMBANGAN GOL. C 1. RETRIBUSI : a. SIPD Penyelidikan Umum b. SIPD Eksplorasi c. SIPD Eksploitasi d. SIPD Pemurnian dan Pengolahan e. SIPD Pertambangan Rakyat 2. ADMINISTRASI : a. SIPD Penyelidikan Umum b. SIPD Eksplorasi c. SIPD Eksploitasi d. SIPD Pemurnian dan Pengolahan e. SIPD Pertambangan Rakyat Hektar Hektar Hektar Buah Hektar Buah Buah Buah Buah Buah 50.000,- 100.000,- 500.000,- 500.000,- 250.000,- 150.000,- 250.000,- 250.000,- 250.000,- 150.000,-

21 Bagian Keenam Wilayah Pemungutan Pasal 34 Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat pemberian Ijin Usaha Pertambangan Umum. Bagian Ketujuh Tata Cara Pemungutan Pasal 35 (1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan dan diakui oleh Pemerintah Daerah. Bagian Kedelapan Tata Cara Pembayaran Pasal 36 (1) Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai/sekaligus. (2) Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah atau ditempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD. (3) Dalam hal pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi daerah harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 Jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati. Bagian Kesembilan Sanksi Administrasi Pasal 37 Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

22 BAB XI PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN Pasal 38 (1) Pembinaan, pengendalian dan pengawasan usaha pertambangan dilaksanakan oleh Dinas/Instansi teknis terkait. (2) Pembinaan, pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, meliputi aspek : b. Eksplorasi; c. Produksi dan pemasaran; d. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3); e. Lingkungan; f. Konservasi; g. Tenaga Kerja; h. Penerapan standar pertambangan; i. Investasi, divestasi dan keuangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan, pengendalian dan pengawasan usaha pertambangan ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Peraturan Bupati. Pasal 39 (1) Untuk membantu pelaksanaan pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3), Lingkungan Hidup pertambangan dan pemeriksaan kecelakaan tambang di wilayah ijin usaha pertambangan dilakukan oleh Inspektur Tambang. (2) Tata Cara pengangkatan, tugas pokok dan fungsi Inspektur Tambang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati/Peraturan Bupati. BAB XII SANKSI Pasal 40 Setiap usaha pertambangan umum yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada Pasal 24, dapat dikenakan sanksi berupa ; a. Pencabutan ijin; b. Penyegelan lokasi usaha pertambangan; c. Penutupan kegiatan usaha pertambangan; d. Pembongkaran.

23 BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 41 (1) Barang siapa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggitingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. Pasal 42 Wajib pajak dan wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pajak dan retribusi daerah. Pasal 43 Barang siapa tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (1) dan (2) dan atau mengakibatkan pencemaran/kerusakan lingkungan, diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. BAB XIV KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 44 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana terhadap pelenggaran Peraturan Daerah; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah;

24 d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana terhadap peanggaran Peraturan Daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah; g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa indentitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangan dan diperiksa keterangan sebagaimana tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah menurut hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; l. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 45 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Ijin pertambangan umum yang dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.

25 BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 46 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan/Peraturan Bupati. Pasal 47 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pandeglang. Diundangkan di Pandeglang pada tanggal 28 Mei 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG, Cap/ttd ENDJANG SADINA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG TAHUN 2007 NOMOR 24 Ditetapkan di Pandeglang pada tanggal 28 Mei 2007 BUPATI PANDEGLANG, Cap/ttd A. DIMYATI NATAKUSUMAH Mer-RAPERDA-Pertambangan Umum