BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah, ditandai adanya protein dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus, berlangsung lebih dari 3 bulan (Black & Hawks, 2009 ; Kliger, 2010 ; National Kidney Disease Education Program, 2010). Penyakit gagal ginjal di Indonesia semakin meningkat. Menurut data statistik yang dihimpun oleh PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia), jumlah pasie gagal ginjal di Indonesia mencapai 70.000 orang dan hanya sekitar 13.000 pasien yang melakukan cuci darah atau hemodialisis (Santoso, 2010). UK Kidney Alliance (2001) melaporkan bahwa terdapat 230 orang per 1 juta penduduk (0,03%) menderita gagal ginjal tahap akhir melakukan terapi dialisis dan sebanyak 60,4% dari penderita tersebut memilih terapi Hemodialisis (Thomas, 2002). Pada tahun 2000, Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) mencatat penderita penyakit ginjal tahap akhir di Indonesia yang memilih terapi Hemodialisis karena glomeluronefritis adalah 46,39%, Diabetes mellitus 18,65%, obstruksi 1
2 dan infeksi saluran kemih 12,85%, hipertensi 8,46% serta sebab lainnya 13,65% (Sudoyo, Sutiyahadi, Alwi, Simadibrata & Setiati, 2006). Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan 2-3 kali seminggu dengan lama waktu 4-5 jam, yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Black, 2005 ; Ignatavicius, 2006). Menurut Clinical Practicev Guideline on Adequacy of Hemodialysis, kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi hemodialisis, yang merupakan dosis yang direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat sebagai manfaat dari proses hemodialisis yang dijalani oleh pasien gagal ginjal (NKF-K/DOQI, 2003). Pourfarziani (2008) menyatakan bahwa ketidak adekuatan hemodialisis yang dapat dinilai dari bersihan urea yang tidak optimal akan mengakibatkan peningkatan progresivitas kerusakan fungsi ginjal, sehingga morbiditas dan mortalitas pasien gagal ginjal makin meningkat. Hemodialisis yang tidak adekuat juga dapat mengakibatkan kerugian material dan menurunnya produktivitas pasien hemodialisis. Keberhasilan proses hemodialisis ditentukan oleh terpenuhinya dosis HD sesuai dengan kebutuhan pasien. Konsensus Dialisis Pernefri (2003) menyarankan jumlah dosis Hemodialisis yang ideal adalah 10jam/minggu. Berdasarkan pengalaman, bahwa pelaksanaan Hemodialisis di Indonesia dengan frekuensi 2X/minggu dilaporkan
3 adekuasi dialisis dapat mencapai lebih dari 1,2. Dengan demikian, pelaksanaan Hemodialisis di Indonesia biasa dilakukan 2 X / minggu dengan durasi 4 5 jam/kali Hemodialisis dengan memperhatikan kebutuhan individu (Konsensus Dialisis Pernefri, 2003). Pemberian dosis Hemodialisis yang sesuai dengan kebutuhan pasien dapat dinilai dari adekuasi atau kecukupan hemodialisis yang dicapai pasien Hemodialisis. Adekuasi atau kecukupan Hemodialisis adalah terpenuhinya kebutuhan hemodialisis yang ditandai dengan pasien merasa lebih baik dan nyaman serta semakin panjangnya usia hidup pasien (Kallenbach, 2005). Tindakan hemodialisis dapat dinilai secara kuantitatif dengan menghitung Urea Reduction Ratio (URR) atau menggunakan rumus Kt/V. URR adalah reduksi ureum pada pasien Hemodialisis dari predialisis sampai postdialisis. Kt/V adalah ratio bersihan ureum dan waktu selama Hemodialisis terhadap volume ureum yang terdistribusi pada tubuh pasien. K adalah bersihan ureum dialiser (ml/menit), t menyatakan lamanya waktu Hemodialisis (menit) dan V adalah volume distribusi ureum dalam cairan tubuh (ml) (Kallenbach et all, 2005). Konsensus Dialisis Pernefri (2003) menyatakan target Kt/V yang ideal adalah 1,2 (URR 65%) untuk HD 3X perminggu selama 4 jam perkali Hemodialisis dan 1,8 untuk HD 2X perminggu selama 4 5 jam perkali Hemodialisis. Charra (2000) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
4 positif antara kecukupan dialisis yang adekuat dengan pencapaian tujuan dialisis (Thomas, 2002). Perawat memiliki peran yang penting dalam proses pelaksanaan hemodialisis mulai dari pre, intra maupun post hemodialisis.peran perawat hemodialisis adalah sebagai care provider dan educator Perawat hemodialisis dituntut memiliki kemampuan dalam melakukan pemeriksaan fisik, mempersiapkan pasien dan mesin menjelang pelaksanaan hemodialisis. Perawat diharapkan mampu menangani komplikasi intra hemodialisis baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan tim kesehatan lain. (Kallenbach et all, 2005). Selama proses intra Hemodialisis, perawat melakukan pemantauan dan pengaturan Qb dengan tujuan untuk mencapai efisiensi selama proses Hemodialisis berlangsung. Perawat berkolaborasi dengan tim dokter dan laboran untuk mengetahui pencapaian adekuasi Hemodialisis sebagai bentuk evaluasi terhadap tercapainya dosis Hemodialisis yang telah diberikan. Kolaborasi dengan tim dokter terkait dengan pencapaian adekuasi Hemodialisis dan penentuan dosis pasien untuk Hemodialisis berikutnya sedangkan kolaborasi dengan laboran terkait dengan pemeriksaan lab untuk ureum pre dan post Hemodialisis. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada bulan mei 2013 dengan kepala Ruang Hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Gombong merupakan rumah sakit tipe B yang berada di Kabupaten Kebumen dan telah mnegoperasikan program hemodilaisis Sejak tahun 2006 hingga
5 sekarang. Saat ini Ruang Hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gombong memiliki 12 tempat tidur dan 12 mesin HD. Jumlah pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisis reguler adalah 60 orang yang terbagi dalam shift pagi dan sore, sebagian besar merupakan pasien ASKES dan JAMKESMAS. Ruang Hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gombong memiliki 5 tenaga perawat dengan kualifikasi semua orang D3 Keperawatan, dan telah memiliki sertifikat perawat hemodialisis. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merasa tertarik mengadakan penelitian tentang Penerapan Peran Perawat Dalam Tindakan Hemodialisa pada tahap pre, intra-hemodialisa dan post-hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Gombong. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti merumuskan permasalahan yakni : Bagaimana Penerapan Peran Perawat Dalam Tindakan Hemodialisa pada tahap pre, intra-hemodialisa dan posthemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Gombong?. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan peran perawat dalam tindakan hemodialisa pada tahap pre,intra-hemodialisa dan posthemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Gombong.
6 2. Tujuan khusus a. Mengidentifikasi tentang penerapan peran perawat dalam menerapkan tindakan hemodialisa pada tahap pre-hemodialisa b. Mengidentifikasi tentang penerapan peran perawat dalam menerapkan tindakan hemodialisa pada tahap intra-hemodialisa c. Mengidentifikasi tentang penerapan peran perawat dalam menerapkan tindakan hemodialisa pada tahap post-hemodialisa D. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Bagi Tenaga Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan untuk mengetahui sejauh mana penerapan yang sudah dilaksanakan dilapangan dan dapat meningkatkan kualitas tenaga kesehatan 2. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan bagi RS akan pentingnya adekuasi hemodilaisa terhadap kesembuhan pasien. 3. Bagi Peneliti Sebagai bahan pengetahuan dan menambah wawasan peneliti tentang adekuasi hemodalisa.
7 E. Keaslian Penelitian Penelitian ini menitikberatkan tentang pengathuan perawat dalam penerapan adekuasi hemodialisa pada pasien gagal ginjal terminal. Penelitian yang sama sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan oleh peneliti yang lain, namun ada beberapa penelitian yang mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Septiwi (2010) dengan judul Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kulaitas Hidup Pasien Hemodialisis RS Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik yang menggunakan metode Cross Sectional, dengan pengambilan sampel menggunakan purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi. Pengukuran adekuasi hemodialisis meggunakan rumus Kt/V, dan penilaian kualitas hidup menggunakan kuisioner WHOQoL. Hasil pengukuran adekuasi 42,6% mencapai adekuasi dan 57,4% tidak mencapai adekuasi. Hasil penelitian kualitas hidup didapatkan 53,5% mempunyai kualaitas hidup yang baik dan 46,5 % mempunyai kualitas hidup yang kurang baik. Kesimpulannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan anatara adekuasi hemodialisisis dengan kulaitas hidup (p value=0,000). Persamaannya adalah membahas tentang adekuasi hemodialisis. Perbedaannya adalah pendekatan, desain yang digunakan, populasi, sample, waktu penelitian dan tempat penelitian.
8 2. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2010) dengan judul Hubungan Antara Quick of Blood/Qb dengan Adekuasi Hemodialisis pada Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisis di Ruang HD BRSU Daerah Tabanan Bali. Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasi dengan desain penelitian Cross Sectional dengan responden 38 responden. Penelitian observational analaitik, dengan menggunakan rumus Kt/V dan URR. Uji korelasi menggunakan regresi linier, hasil uji statistik menunjukan tidak ada hasil yang bermakna anatara Quick Blood dengan adekuasi hemodialisis (p value=0,225). Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan desain penelitian deskriptif observasional. Persamaan lain yaitu sama sama mendeskripsikan tentang adekuasi hemodilaisis dan salah satu yang diteliti Quick Blood. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada besarnya sample, waktu penelitian, dan lokasi penelitian serta pada penelitian ini mencari beberapa gambaran pengetahuan perawat tentang adekuasi.