BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo (C. gariepinus). Ikan ini memiliki pertumbuhan yang cepat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan

I. PENDAHULUAN. *Tanda titik dibaca sebagai desimal

I. PENDAHULUAN. ikan yang terinfeksi akan mati dan sulit untuk diobati. Sebagai ilustrasi pada tahun

I. PENDAHULUAN. Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta. didukung peluang pasar internasional yang baik maka perikanan budidaya di

PENDAHULUAN. terdiri atas penyakit bakterial dan mikotik. Contoh penyakit bakterial yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu komuditas perikanan dengan

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas air tawar yang

I. PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai

Gambar 10. Hasil Negatif Alkaloid Sargassum crassifolium

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas.

BAB I PENDAHULUAN. ikan budidaya pada air tawar adalah penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

I. PENDAHULUAN. kurang lebih pulau besar dan kecil, juga memiliki garis pantai terpanjang

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L.) merupakan jenis ikan air tawar yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjaga keseimbangan ekosistem perairan (Komarawidjaja, 2005).

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menyerang masyarakat disebabkan oleh berbagai miroba (Sintia, 2013).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. disebut dengan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Ikan ini memiliki potensi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

I. PENDAHULUAN. dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

I. PENDAHULUAN. alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tersebar luas di Indonesia, namun penelitian dan pemanfaatan lumut ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR

Santi Septiana, Gina Saptiani dan Catur Agus Pebrianto

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. adalah alga cokelat yang kaya akan komponen bioaktif. Selama beberapa dekade

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

I. PENDAHULUAN. tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain

I. PENDAHULUAN. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor.

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus. (Purwaningsih dan Taukhid,

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Imun Udang

PENGUJIAN APLIKASI PROBIOTIK POWDER DALAM MEMPERBAIKI PERFORMA BENIH BANDENG (Chanos chanos Forskal) YANG BERKUALITAS

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987).

I. PENDAHULUAN. patin merupakan salah satu jenis ikan penghuni sungai-sungai besar. Jenis ikan

I. PENDAHULUAN. ayam broiler. Ayam broiler merupakan jenis unggas yang berkarakteristik diantara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

I. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memilki garis pantai sepanjang lebih kurang km dengan wilayah laut

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga

pakan -1 pakan dengan protokol pemberian 7 hari pakan yang ditambahkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Potensi budidaya ikan air tawar di Indonesia sangat baik, mengingat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlebihan (Rohmawati, 2008). Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai indra

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

BAB I PENDAHULUAN. komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat sekitar 2500 jenis senyawa bioaktif dari laut yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi, dan 93 % diantaranya diperoleh dari rumput laut (Kardono, 2004). Beberapa jenis rumput laut memiliki potensi kandungan fitokimia yang kaya akan alkaloid, flavonoid, saponin, polifenol, dan terpenoid (Angka dan Suhartono 2000). Rumput laut mengandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral dan juga beberapa senyawa bioaktif (Putra 2006 dalam Titi 2011). Polisakarida dapat memodifikasi beberapa komponen sistem imun pada ikan dan meningkatkan proteksi terhadap infeksi bakteri (Castro dkk, 2006). Sargassum crassifolium merupakan rumput laut dari kelas Phaeophyceae. Menurut penelitian Roswiem (1991) dalam Titi (2011) Sargassum sp. mengandung senyawa dengan jumlah relatif sedikit seperti laminaran, fukoidan, selulosa, manitol, fenolat, kompleks diterpenoid, terpenoid aromatik, saponin dan flavonoid. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa fukoidan mempunyai aktivitas sebagai imunomodulator (Zapopozhets, 1995 ; Choi, 2005 dalam Titi 2011). Udang windu (Penaeus monodon) merupakan salah satu komoditas ekonomi budidaya perikanan dan salah satu komoditas unggulan sektor perikanan di Indonesia. Hal ini dikarenakan keunggulan yang dimiliki oleh udang windu, yaitu ukurannya besar dan cita rasa yang nikmat saat disajikan sebagai bahan pangan (Hidayat, 2011). Selain itu juga udang windu merupakan produk perikanan asli Indonesia. Vibriosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri kelompok Vibrio yang menyerang udang pada stadia larva dan jenis bakteri ini yang menyerang sistem imun atau sistem kekebalan tubuh dari udang windu (Agung, 2010). Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit pada udang windu, antara lain dengan menggunakan obat-obatan kimia dan antibiotik. Penanggulangan penyakit dengan menggunakan obat-obatan kimia dan antibiotik 1

2 dapat membawa dampak yang serius karena masalah residu bahan antimikroba pada udang dan timbulnya resistensi bakteri terhadap antibiotik (Muliani, et al, 2003). Sehingga perlu adanya penelitian mengenai sumberdaya hayati laut berupa rumput laut yang menjadi alternatif alami sebagai imunomodulator pada udang windu dan mengenai efektifitas konsentrasi yang tepat dari ekstrak dari rumput laut Sargassum crassifolium untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari udang windu yang dapat mencegah penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah sejauh mana efektifitas ekstrak metanol rumput laut Sargassum crassifolium melalui penambahan pakan yang dapat digunakan sebagai imunomodulator pada udang windu untuk mencegah penyakit bakteri Vibrio harveyi. 1.3 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk a. Mengetahui peran ekstrak rumput laut Sargassum crassifolium sebagai imunomodulator udang windu. b. Mendapatkan konsentrasi ekstrak rumput laut Sargassum crassifolium yang efektif sebagai imunomodulator pada udang windu dalam mencegah penyakit bakteri Vibrio harveyi. 1.3 Kegunaan Memberikan informasi kepada instansi terkait (pembudidaya udang windu), mengenai konsentrasi paling efektif dari ekstrak rumput laut Sargassum crassifolium dalam meningkatkan daya tahan tubuh pada udang windu. Serta menjadi salah satu alternatif imunomodulator alami dalam meningkatkan sistem imun pada hewan budidaya.

3 1.4 Kerangka Pemikiran Keberhasilan budidaya udang merupakan salah satu faktor pendukung ketahanan pangan nasional. Permintaan udang untuk wilayah domestik mulai dari tahun 2004-2007 terus mengalami peningkatan sebesar 35,80 % pertahunnya. Saat ini produksi udang nasional untuk tahun 2008 diperkirakan mencapai 470.000 ton (Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, 2009). Peningkatan hasil produksi budidaya tambak udang dilakukan dengan cara mengatasi kendala-kendala yang dapat menghambat kelancaran proses produksi budidaya udang, diantaranya mengatasi serangan virus dan bakteri yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan udang di tambak (Agung, 2007). Dalam perkembangannya, masalah utama yang mengancam keberhasilan budidaya udang adalah kualitas lingkungan perairan tambak yang tercemar limbah organik dari sisa pakan yang berlebihan dan gagal panen yang disebabkan oleh penyakit bakterial atau viral (Rachmansyah, 2001). Banyaknya penyakit bakteri pada udang biasanya disebabkan oleh bakteri kelompok Vibrio. Penyakit vibriosis dikenal pembudidaya sebagai penyakit yang menyerang bagian kulit udang. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai spesies dari jenis Vibrio yang berbeda-beda dan setiap spesies Vibrio memiliki intensitas serangan yang berbeda-beda. Penularan penyakit vibriosis ini tergolong cepat sehingga dapat meningkatkan nilai mortalitas pada suatu tambak. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini dapat menyebabkan kematian larva udang sampai 100% dalam waktu 1-2 hari (Agung, 2010). Penggunaan obat-obatan dan antibiotik merupakan suatu metode pencegahan dan penanggulangan penyakit udang (Tendencia 2004 dalam Hidayat 2011). Penggunaan antibiotik dan bahan kimia tidak efektif lagi karena tidak memberikan hasil yang memuaskan karena pada dosis tertentu justru berdampak negatif dengan meningkatkan resistensi bakteri-bakteri patogen terhadap konsentrasi antibiotik (Thahjadi 1994 dalam Hidayat 2011). Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik dan disinfektan. Bahan antibiotik yang digunakan misalnya berupa oksitetrasiklin (OTC) (Noguire-Lima et al. 2006). Namun menurut Reed et al. (2003)

4 penggunaan antibiotik pada budidaya udang mempunyai dampak negatif pada lingkungan akuatik dan residunya dapat membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Selain itu pula penggunaan antimikrobial dapat menyebabkan berkembangnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik (Williams et al. 1992; Brown, 1989; Tendencia and dela Pena, 2001 dalam Jasmanindar 2009). Penggunaan disinfektan pada budidaya udang tidak bisa menjamin kolam bebas dari patogen, dimana Vibrio harveyi dapat bertahan pada sedimen dasar kolam yang telah diberi disinfektan (Jory 1996 dalam Jasminandar 2009). Vaksinasi merupakan metode yang efektif untuk mengendalikan penyakit pada ikan, namun tidak bagi udang, karena udang tidak memiliki antibodi dan antibodi spesifiknya sangat sedikit (Jory 1997 dalam Jasmanindar 2009). Sistem pertahanan udang berdasarkan hanya pada imunitas innate. Strategi udang yang digunakan pembudidaya udang dalam mengendalikan penyakit pada budidaya udang adalah dengan menggunakan imunostimulan (Dugger dan Jory 1999 dalam Jasmanindar 2009). Penggunaan imunostimulan sebagai pakan suplemen dapat meningkatkan pertahanan alami sehingga resisten terhadap patogen. Imunostimulan tidak memperlihatkan efek samping yang negatif sebagaimana antibiotik terhadap lingkungan (Kumari dan shoo 2006 dalam Jasmanindar 2009). Pada saat terjadinya serangan patogen, yang pertama kali berperan dalam sistem pertahanan tubuh udang adalah kutikula yang memiliki kemampuan antimikroba melalui lendir yang dihasilkan. Pertahanan selanjutnya adalah hemosit yang memiliki peranan penting dalam sistem pertahanan internal udang (Supamattaya et al., 2000; Van de Braak, 2002 dalam Fariedah 2010). Hemosit adalah sel darah udang yang memiliki fungsi sama seperti sel darah putih (leukosit) pada hewan vertebrata. Hemosit pada udang dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu sel hyaline, semigranular dan granular (Effendy et al., 2004 dalam Fariedah 2010 ). Sel-sel hemosit yang terdapat pada udang windu memiliki fungsi tersendiri. Sel hyaline berperan dalam proses fagositosis dan aktifitas seperti halnya makrofage pada ikan dan binatang berdarah panas lainnya. Sel ini memiliki sedikit sekali granula pada sitoplasmanya (Lio-Po et al., 2001 dalam Fariedah 2010).

5 Imunomodulator merupakan senyawa atau zat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan penyakit, yang fungsinya memperbaiki sistem imun (Djauzi, 2003). Beberapa golongan senyawa yang dapat berperan sebagai imunomodulator, yaitu golongan karbohidrat, terpen, steroid, flavonoid, glikoprotein, alkaloid dan beberapa senyawa organik lain yang mengandung nitrogen (Collegate 1993 dalam Syarifah 2006). Obat golongan imunomodulator bekerja menurut tiga cara, yaitu melalui imunorestorasi, imunostimulasi dan imunosupresi (Baratawidjadja, 2002). Alga coklat mengandung alginat yang mampu meningkatkan sistem ketahanan udang vaname dan resistensinya terhadap bakteri patogen. Fukoidan yang berasal dari alga coklat mampu meningkatkan respon imun udang windu (Cheng dan Soderhall, 2004). Fukoidan merupakan polisakarida tersulfatasi yang memiliki rata-rata berat molekul 20000 Da dan banyak ditemukan pada beberapa jenis alga coklat. Kandungan Sargassum sp. dari perairan Pangandaran terdapat senyawa zat aktif berupa flavonoid, saponin dan tanin (Hidayat, 2011). Ekstrak etanol Sargassum crassifolium JG Argadh memiliki aktivitas imunomodulator. Aktivitas imunomodulator ditunjukkan oleh adanya peningkatan poliferasi sel limfosit pada mencit yang diberikan ekstrak dosis 250mg/gr BB dilihat pada hari ke-5, ke-10 dan ke-14. Adanya peningkatan poliferasi sel limfosit akan meningkatkan pembentukan sistem imun spesifik tubuh (Titi, 2011). 1.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis bahwa senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak rumput laut Sargassum crassifolium dapat berperan sebagai imunomodulator dengan cara imunostimulan dalam meningkatkan ketahanan tubuh pada udang windu untuk mencegah penyakit bakteri Vibrio harveyi.