BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN KEWENANGAN MENEMBAK YANG DIMILIKI OLEH KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

PENANGKAPAN DAN HAM. ( Studi Terhadap Praktek Penangkapan Tersangka Pelaku Tindak Pidana di. Wilayah Polres Sukoharjo ) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PANDAHULUAN. berusaha memposisikan secara positif kedudukan, fungsi dan peranan. sendiri, merupakan sejarah yang unik.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

PELAKSANAAN KEWENANGAN TEMBAK DI TEMPAT OLEH POLRI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DALAM PROSES PENANGKAPAN (Studi di Wilayah Hukum Polres Nganjuk)

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini penulis melakukan dua pendekatan yaitu :

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

III. METODE PENELITIAN. metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. ini, yakni: pertama, memberikan layanan civil (Civil Service); kedua,

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Kecuali

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang menjujung nilai-nilai demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam negara hukum. Karena dalam perspektif fungsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Masuknya ketentuan ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 dapat menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara. Dalam kedudukannya, pembukaan UUD 1945 dalam kaitannya dengan tertib hukum di Indonesia memiliki dua aspek yang sangat fundamental yaitu pertama memberikan faktor faktor mutlak bagi terwujudnya tertib hukum di Indonesiadan keduamemasukkan diri dalam tertib hukum Indonesia sebagai tertib hukum tertinggi. 2 Dalam kedudukan dan fungsipancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia, pada hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerohanian dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum Indonesia. Maka kedudukan Pancasila sebagaimana yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum di Indonesia. 3 Untuk mewujudkan negara hukum, maka tentunya tidak bisa dilepaskan dari aparat penegak hukum itu sendiri. Aparat penegak hukum 1 LihatpadaPasal 1 ayat (3) UUD 1945 2 M.S Kaelan. 1996. PendididkanPancasilaYuridisKewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma. Hal.71 3 Ibid 1

2 yang sebagaimana telah diamanatkan oleh Undang undang untuk menjalankan sistem hukum di Indonesia memuat berbagi macam lembaga diantaranya adalah hakim, jaksa, advokat dan kepolisian. Lembaga lembaga inilah yang menjamin terselenggaranya hukum di Indonesia dengan baik dan benar menurut peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia. Berkaitan dengan penegakan hukum yang ada, maka peran aparat penegak hukum menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan hukum pidana melegalkan setiap tindakan dari aparat penegak hukum terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dengan merampas kemerdekaannya. Perampasan tersebut dilegalkan oleh suatu aturan perundang undangan, hal ini tentu saja harus diimbangi oleh aturan yang jelas untuk meminimalisir tindakan tindakan perampasan kemerdekaan diluar aturan tersebut. Tindakan yang merupakan perampasan kemerdekaan itu diantaranya adalah penangkapan dan penahanan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Pihak kepolisian dalam melakukan penangkapan dibekali dengan berbagai kewenangan, salah satunya adalah kewenangan untuk menembak dengan senjata api atau lebih sering kita kenal dengan kewenangan menembak. Kewenangan tersebut merupakan suatu tindakan merampas kemerdekaan seseorang yang pada hakekatnya tindakan tersebut juga termasuk perampasan Hak Asasi Manusia (HAM). Akan tetapi tindakan tersebut dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan dengan syarat-

3 syarat dan tatacara sebagimana yang telah diatur dan ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Beberapa kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap seseorang yang diduga tersangka pelaku kejahatan banyak mencuri perhatian masyarakat dan menimbulkan suatu pandangan khusus bagi aparat penegak hukum sendiri. Banyak media massa yang memberitakan tentang kesalahan prosedur atas kewenangan menembak yang dimiliki oleh polisi. Seperti kasus polisi yang menyalahi aturan kewenangannya dalam melakukan kewenangan menembak yang dimana Subagyo menjadi korban atas kelahan prosedur penembakan. 4 Hal ini sekiranya dapat menjadi suatu pelajaran yang sangat berharga bagi penegak hukum. Kesalahan yang di lakukan oleh penegak hukum ini menjadi suatu hal yang harus disoroti lebih lanjut. Pertanggungjawaban atas kewenangan menembak yang dimiliki oleh aparat kepolisian haruslah menjadi sorotan yang tajam, agar aparat kepolisian lebih berhati-hati dalam melakukan penembakan. Dengan demikian kewenangan tembak ditempat yang dimiliki oleh kepolisian harus dikaitkan dengan perlindungan pemerintah ataupun penerapan hak asasi manusia yang dilakukan pemerintah baik secara posedur tetap yang ada dengan praktiknya. Berdasarkan uraian diatas, ada hal yang menarik bagi penulis untuk diteliti dan dikaji yakni mengenai kewenangan polisi dalam melakukan 4 Kompas Jakarta. 2011. Polisi Penembak Supir Angkot Dikurung 21 Hari. dalam hhtp://megapolitan kompas.com/read/2009/11/25/09150035/polisi Penembak Sopir Angkot Dikurung 21 Hari. diunduh Sabtu. 23 September 2011 Jam 20:23 WIB

4 tembak di tempat, khususnya dalam praktiknya oleh aparat kepolisian. Oleh karena itu penelitian ini mengangkat judul PERTANGGUNGJAWABAN DALAM PELAKSANAAN KEWENANGAN MENEMBAK YANG DIMILIKI OLEH KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka peneliti dapat merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan pelaksanaan kewenangan menembak yang dimiliki oleh aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia? 2. Bagaimana pengaturan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan menembak yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan utama penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pengaturan pelaksanaan kewenangan menembak yang dimiliki oleh polisi. b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban kewenangan menembak yang dimiliki oleh polisi. 2. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

5 a. Mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan kewenangan menembak yang dimiliki oleh kepolisian dan bagaimana bentuk pertanggungjawabannya. b. Memberikan tambahan ilmu hukum bagi aparat penegak hukum, masyarakat, maupun bagi penulis sendiri. D. Kerangka Pemikiran Kepolisian merupakan salah satu institusi negara sebagai lapisan terdepan penjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat. Sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya yang cukup berat dan cenderung tugastugasnya yang dilaksanakan dilapangan dilakukan secara individu serta dituntut untuk mampu mengambil suatu keputusan secara perorangan dalam menghadapi situasi yang nyata. Beberapa oknum kepolisian terkadang dapat keliru dalam mengambil keputusan guna mencegah suatu masalah yang berakibat adanya anggota masyarakat tertentu yang dilanggar hak-haknya dan memberikan tanggapan negatif terhadap kepolisian. 5 Kewenangan yang diberikan kepada penyidik sedemikian rupa luasnya. Tetapi harus diingat, semua tindakan penyidik yang bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang adalah tindakan yang benarbenar diletakkan pada proporsi demi untuk kepentingan pemeriksaan, dan benar-benar sangat diperlukan, jangan sampai disalahgunakan, sehingga 5 Yahya Harahap.2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika. hal. 157

6 setiap langkah tindakan yang dilakukan penyidik langsung menjurus kelangkah penangkapan atau penahanan. 6 Dalam setiap melakukan tindakan aparat kepolisian mempunyai kewenangan bertindak menurut penilaiannya sendiri, namun hal inilah yang sering disalah gunakan oleh oknum kepolisian. Kewenangan ini tertulis didalam Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia berisi: 7 Untuk kepentingan umum pejabat kepolisian negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Dari pasal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dalam menjalankan kewenangannya sesuai dengan penilaiannya sendiri tentu saja hal ini perlu diperhatikan, mengingat dalam beberapa hal terjadi penyalahgunaan wewenang oleh oknum kepolisian. Kewenangan menembakmerupakan salah satu contoh yang sering terjadi dalam proses penangkapan para pelaku tindak pidana. Kewenangan untuk melakukan kewenangan menembak yang dilakukan oleh pihak Polri pada dasarrnya haruslah sesuai dengan langkahlangkah yang ada dalam peraturan, yakni salah satunya harus sesuai dengan 6 Ibid 7 Lihat pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

7 prosedur tetap yang dikeluarkan oleh Kapolri Nomor: PROTAP/ 1 / X / 2010 dan juga harus memperhatikan hal hal yang lainnya seperti: 8 1. Jangan gunakan kekerasan lebih dari seperlunya pada saat melakukan penangkapan. 2. Jelaskan kepada orang yang dicurigai atau tersangka pelanggaran apa yang dilakukan 3. Hargai hak asasi manusia dari yang menjadi tersangka. Sifat profesionalisme sangat diperlukan oleh setiap anggota Polri yang akan memiliki dan menggunakan senjata api karena memiliki tanggungjawab yang sangat besar, profesionalisme erat kaitannya dengan kinerja anggota Polri dalam menggunakan senjata api yang dipercayakan kepada mereka sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Dalam memegang dan menggunakan senjata api dikhawatirkan akan menimbulkan penyalahgunaan senjata api yang dipercayakan kepada mereka sebagai pelindung dan harus berakhir dengan pertanggungjawaban terhadap anggota Polri tersebut. E. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian agar terlaksana dengan maksimal maka peneliti menggunakan beberapa metode sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian 8 Sitompul. 2000. Beberapa Tugas dan Peranan Polri.Jakarta: CV Wanthy Jaya. Hal. 2

8 Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, 9 yaitu untuk memberikan gambaran selengkap-lengkapnya mengenai proses dalam prosedur kewenangan menembakdan bentuk pertanggungjawabannyabaik secara yuridis maupun empirisnya. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang diterapkan dalam penilitian ini adalah yuridis empiris. Pendekatan ini mengkaji tentang yuridis mengenai proses dan prosedur kewenangan menembak yang dimilikipolri sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaannya serta bagaimana bentuk pertanggungjwabannya. 3. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber data sebagai berikut: a. Data Primer Data primer diperoleh oleh penulis dari objek penelitian secara langsung yakni diwilayah Polda Jateng, baik yang diperoleh dari pihak kepolisian, korban penembakan maupun dari masyarakat yang mengetahui kejadian penembakan tersebut. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan bahan-bahan pustaka yang terdiri dari: 1) Bahan Hukum Primer 9 Bambang Sunggono.1997. Metodelogi Penelitian Hukum. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Hlm.35. penelitian deskriptif pada umumnya bertujuan untuk mendiskripsikan secara sistematis, factual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu

9 Bahan hukum primer meliputi: a) Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. b) Prosedur Tetap Kepala kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: Protab/1/X/2010 Tentang Penanggulangan Anarki. c) Perkap Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standart Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia d) Perkap Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Kerpolisian 2) Bahan Hukum Sekunder Meliputi literatur-literatur yang terkait dengan kewenangan menembak dan pertanggungjawabannya. 3) BahanHukum Tersier Berupa bahan hukum yang mendukung hukum primer dan bahan hukum sekunder, diantaranya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia dan sebagainya. Untuk mengumpulkan data dimaksud diatas digunakan teknik sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Dilakukan dengan mencari, mencatat, menginventarisasi, menganalisis, dan mempelajari data-data yang berupa bahan-bahan pustaka. b. Wawancara

10 Wawancara dilakukan terhadap aparat kepolisian yang bertugas di kantor maupun di lapangan guna menangkap pelaku kejahatan di wilayah Jawa Tengah. 4. Metode Analisis Data Dalam metode analisis data yang akan digunakan, penulis menggunakan metode analisis data kualitatif, yakni dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan literatur yang berhubungan dengan kewenangan menembak yang dimiliki oleh pihak kepolisian. Kemudian dihubungkan dengan data yang diperoleh dari pihak kepolisian Polda Jateng. Dengan demikian, akan diketahui masalah dan pemecahan masalah tersebut, serta hasil dari penelitian dan hasil akhir dari penelitian yang berupa kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Skripsi Penyusunan skripsi ini dibagi dalam empat bab yaitu: Bab I berisi pendahuluan, yang mencakup latar belakang permasalahan, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika skripsi. Bab II berisi tinjauan pustaka yang berisi uraian tentang kepolisian dan kewenangan kepolisian, tata cara penangkapan, peraturan tentang pelaksanaan kewenangan menembak.

11 Bab III berisi hasil penelitian dan analisis data, berisi praktek kewenangan menembak, pengaturan pertanggungjawaban kewenangan menembak sesuai dengan peraturan yang ada. Bab IV berisi penutup yang mencakup simpulan dan saran.