BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS GENDER DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN A. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang terkena PHK (pengangguran) dan naiknya harga - harga kebutuhan

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena kemiskinan perdesaan bukan merupakan suatu gejala yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kemiskinan menjadi salah satu alasan rendahnya Indeks Pembangunan

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan nasional pada usaha proaktif untuk meningkatkan peran

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

dalam Pembangunan Nasional;

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Keberhasilan Program pemberdayaan Masyarakat. dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. individu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dengan layak. Kemisikinan

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

ANGGARAN RESPONSIF GENDER Anggaran Responsif Gender (ARG) DAN PENYUSUNAN GENDER BUDGET STATEMENT

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

MENGENALI DAN MEMAHAMI PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN YURNI SATRIA

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonominya. Definisi pembangunan ekonomi semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan, dimana salah satu misinya yaitu mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan. Dalam misi tersebut pemerintah mencanangkan sejumlah hal, di antaranya adalah menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis, menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial, sarana dan prasarana ekonomi, serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek, termasuk gender. Sehubungan dengan itu, arah kebijakan penanggulangan kemiskinan pada RPJMN 2010-2014 antara lain menurunkan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1 persen pada tahun 2009 menjadi 8-10 persen pada akhir tahun 2014, perbaikan distribusi perawatan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah. Badan Pusat Statistik (BPS 2010) melaporkan bahwa pada tahun 2010 penduduk miskin di Indonesia berjumlah 31,03 juta jiwa atau 13,33 persen dari total penduduk nasional. Dari total penduduk miskin tersebut, mayoritasnya (64,23 persen) merupakan penduduk perdesaan. Umum diketahui bahwa meskipun data yang ditunjukkan oleh pemerintah merujuk data kemiskinan pada tingkat individu, namun tidak satu pun data yang ditampilkan terpilah menurut jenis kelamin, sehingga data tersebut tidak dapat memberikan gambaran mengenai fenomena gender dalam kemiskinan. Di lain pihak, dalam RPJMN tahun 2010-2014 pemerintah menyatakan bahwa pengarusutamaan gender (PUG), bersamaan dengan pembangunan berkelanjutan dan good governance (tata kelola yang baik) merupakan tiga pengarusutamaan dalam pembangunan nasional. Adapun PUG dalam pembangunan diartikan sebagai suatu strategi yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam

mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan. Sasaran utama PUG ini antara lain meningkatnya kualitas hidup dan peran perempuan, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi termasuk akses terhadap penguasaan sumber daya, dan politik. Tertulis dalam RPJMN 2010-2014, pemerintah juga menyatakan bahwa upaya untuk mengentaskan kemiskinan dilakukan melalui empat fokus prioritas, salah satu di antaranya adalah menyempurnakan dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan program yang berbasis pemberdayaan masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Mulai tahun 2007, Pemerintah Indonesia mencanangkan PNPM Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan serta PNPM Mandiri Wilayah Khusus dan Daerah Tertinggal. Dalam Pedoman Umum dinyatakan bahwa PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan, yang dalam pelaksanaan pengambilan keputusannya dilandasi oleh sejumlah prinsip atau nilai-nilai dasar, di antaranya prinsip kesetaraan dan keadilan gender (KKG), dimana masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan. Sebagaimana diketahui, telah ada sejumlah penelitian yang meneliti PNPM Mandiri di perdesaan dan perkotaan. Namun demikian, dari sejumlah penelitian tersebut, diketahui bahwa peneliti umumnya meneliti penyelenggaraan PNPM Mandiri secara parsial, dalam arti bahwa mereka tidak meneliti keluaran program PNPM secara keseluruhan sebagaimana dikemukakan dalam Pedoman Umum PNPM. Hal tersebut dijumpai pada penelitian yang dilakukan Nugroho (2009), Soraya (2009), Johar (2011), dan Anggraini (2011). Penelitian Nugroho (2009) yang berjudul Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Lampung Barat, melakukan analisis pencapaian tujuan PNPM secara umum dan tidak menganalisisnya dengan perspektif gender. Soraya (2009) dan Johar (2011) meneliti hanya salah satu kegiatan PNPM, khususnya tentang Kelompok Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan atau Kelompok SPKP saja, dan tidak melihat dimensi gender di dalamnya. Adapun Anggraini (2011), meskipun menyatakan

3 bahwa dalam penelitiannya menggunakan teknik analisis gender dalam pemberdayaan perempuan melalui PNPM, namun fokus penelitiannya hanya pada Kelompok SPKP, dan tidak melakukan analisis gender dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan (keluaran) yang seharusnya dicapai dalam PNPM. Selain itu, dalam ketiga studi terakhir tersebut, responden dalam penelitian hanya terdiri dari perempuan, padahal PNPM menyatakan secara eksplisit bahwa program PNPM ditujukan untuk mewujudkan KKG bagi keluarga miskin baik di perdesaan maupun perkotaan. Sebagaimana diketahui tujuan program PNPM Mandiri adalah meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan/atau kelompok perempuan dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan melalui tiga unsur utama, yakni pengembangan/penguatan kelembagaan, stimulan dana untuk kegiatan ekonomis produktif dan dana bergulir untuk modal Kelompok SPKP, serta penyediaan sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan masyarakat. Dengan demikian, penelitian tentang analisis gender dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan yang lebih komprehensif menjadi penting dilakukan, khususnya guna memperoleh pemahaman yang lebih baik atas keberhasilan PNPM Mandiri Perdesaan dalam mewujudkan pengentasan kemiskinan yang dilandasi keadilan dan kesetaraan gender. 1.2 Masalah Penelitian Sebagaimana tercantum dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan, program ini diharapkan menghasilkan keluaran, di antaranya terjadinya peningkatan keterlibatan Rumahtangga Miskin (RTM) dan kelompok perempuan dalam perencanaan dan pelaksanaan programnya. Dinyatakan bahwa dalam perencanaan, penetapan kriteria RTM dikategorikan ke dalam miskin dan sangat miskin yang harus dilakukan secara partisipatif dengan menggunakan kriteria lokal. Sehubungan dengan itu, bagaimanakah kategori rumahtangga pada profil rumahtangga peserta PNPM Mandiri Perdesaan menurut kriteria lokal tersebut?

Dalam konteks pengembangan kelembagaan PNPM Mandiri yang berbasis KKG dinyatakan bahwa dalam proses perencanaan kegiatan, khususnya pada tahap Musyawarah Antar Desa (MAD), Sosialisasi tingkat Kecamatan serta Musyawarah Desa (Musdes) Sosialisasi disyaratkan adanya perwakilan perempuan berturut-turut sekitar 50 persen per desa dan sekurang-kurangnya sekitar 40 persen. Dalam pelaksanaannya, baik itu menyangkut kelembagaan, peningkatan kapasitas kelompok usaha dan dana bergulir kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPKP), serta sarana sosial dasar juga harus dilandasi KKG. Sehubungan dengan itu, bagaimanakah proporsi laki-laki dan perempuan yang berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan? Sebagaimana diamanatkan oleh INPRES No. 9 tahun 2000, dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dipandang perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional. Di pihak lain, sebagaimana dikutip Mugniesyah (2002), Moser (1993) menyatakan bahwa untuk mengetahui ada tidaknya kesetaraan gender dalam penyelenggaraan program pembangunan dapat menggunakan teknik analisis gender. Teknik analisis gender diartikan sebagai alat untuk melakukan pengujian secara sistematis terhadap peranan-peranan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang memusatkan perhatiannya pada ketidakseimbangan kekuasaan, kesejahteraan dan beban kerja antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Dalam konteks PUG dalam pembangunan di Indonesia, menurut Surbakti dkk. (2001) sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah (2007b) ada empat faktor utama untuk mengidentifikasi ada tidaknya kesenjangan gender, yakni: akses, kontrol, partisipasi dan manfaat. Sehubungan dengan itu apakah laki-laki dan perempuan, memiliki akses dan kontrol terhadap sumberdaya PNPM Mandiri Perdesaan baik dalam hal kelembagaan, stimulan dana bergulir pada simpan pinjam dan sarana sosial dasar ekonomi? Apakah akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya dalam PNPM Mandiri tersebut memasilitasi mereka untuk memperoleh manfaat sesuai yang dirumuskan dalam tujuan PNPM Mandiri Perdesaan?

5 Dalam konteks pendekatan kebijakan pembangunan, Moser (1993) dalam Mugniesyah (2006) memperkenalkan suatu konsep yang dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh dari manfaat yang dapat dipenuhi oleh program-program pembangunan yang dikenal sebagai pemenuhan kebutuhan praktis gender (practical gender needs) dan strategis gender (strategical gender needs). Sehubungan dengan hal itu, serta merujuk pada manfaat yang bisa diperoleh rumahtangga miskin dari adanya PNPM Mandiri Perdesaan, apakah PNPM Mandiri Perdesaan mampu memenuhi kedua kategori kebutuhan gender tersebut? Faktor-faktor apakah yang mempengaruhinya? 1.3 Tujuan Penelitian Merujuk pada rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa hal sebagai berikut, yaitu: 1. Profil rumahtangga peserta PNPM Mandiri Perdesaan, yang meliputi aspek demografi sosial dan ekonomi. 2. Proporsi peserta PNPM Mandiri Perdesaan laki-laki dan perempuan yang berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan, baik dalam hal kelembagaan, stimulan dana bergulir kelompok simpan pinjam maupun sarana sosial dasar ekonomi perdesaan. 3. Akses dan kontrol peserta PNPM Mandiri Perdesaan, laki-laki dan perempuan, terhadap sumberdaya PNPM Mandiri Perdesaan, baik dalam hal kelembagaan, stimulan dana bergulir untuk kelompok simpan pinjam dan/atau sarana sosial dasar ekonomi, serta manfaat yang mereka peroleh dari akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya PNPM Mandiri Perdesaan. 4. Hubungan antara manfaat yang diperoleh peserta PNPM Mandiri Perdesaan, laki-laki dan perempuan, dari adanya PNPM Mandiri Perdesaan dengan mampu tidaknya program tersebut dalam pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.4 Kegunaan Penelitian 1. Bagi penulis merupakan bagian dari proses belajar dalam menyintesis beragam konsep dan teori yang relevan untuk menelaah keberhasilan program penanggulangan kemiskinan berdasarkan perspektif gender. 2. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan awal bagi bahan kajian lebih lanjut mengenai fenomena gender dalam penyelenggaraan program pengentasan kemiskinan. 3. Bagi para penentu kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penyempurnaan dalam pengelolaan proyek penangulangan kemiskinan berperspektif gender.