BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti.

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS COST AND BENEFIT KEMUNGKINAN PENERAPAN FOREIGN ACCOUNT TAX COMPLIANCE ACT (FATCA) DI INDONESIA

MENGENAL FOREIGN ACCOUNT TAX COMPLIANCE ACT (FATCA) DAN TINJAUAN SINGKAT DARI ASPEK HUKUM PERBANKAN INDONESIA

RAHASIA BANK. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790]

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Formulir Pembukaan Rekening Bisnis Ritel/UKM - Perorangan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.010/2015 TENTANG

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN

2017, No penguatan basis data perpajakan untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN

No ke luar Indonesia. Dengan adanya pusat-pusat pelarian pajak/perlindungan dari pengenaan pajak (tax haven), dan belum adanya mekanisme serta

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI (EXCHANGE OF INFORMATION)

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. ini diberlakukan. Analisis tersebut berdasarkan pada pertanyaan apakah

AKSES INFORMASI KEUANGAN

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

FORMULIR SERTIFIKASI DIRI BADAN (FATCA DAN CRS)

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik. kesimpulan, yaitu :

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

FORMULIR PERUBAHAN INFORMASI PRIBADI MANULIFE KARYAWAN SEJAHTERA / MANULIFE KARYAWAN SEJAHTERA PLUS

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867]

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

Departemen Hukum Otoritas Jasa Keuangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah N

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 16/PJ/2017

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI BERDASARKAN PERMINTAAN

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2 / 6 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. A. Permintaan Informasi kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/PMK.03/2015 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 28/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI BERDASARKAN PERMINTAAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /SEOJK.03/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN DAN PENGHIMPUNAN DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN PERPAJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/7/PBI/2002 TENTANG

No. 3/ 5 /DPD Jakarta, 31 Januari 2001 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 19/PMK.03/2018

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/2/PBI/2003 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

RAHASIA BANK THALIS NOOR CAHYADI, M.A., M.H., CLA

MENTEF.l!KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

2 Pengaturan moneter oleh Bank Indonesia dimaksudkan untuk mencapai dan memelihara kestabilan moneter, memastikan efektivitas kebijakan moneter, serta

Transkripsi:

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN 3.1. Metoda Penelitian Berdasarkan karakterisitik masalah dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk merancang penelitian ini, yaitu metode deskriptif. Alasan penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini karena penulis mengolah data-data yang dikumpulkan yang telah diteliti dan diolah sehingga penulis dapat menjelaskannya secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai faktafakta serta karakter dari masalah yang diteliti. 3.2. Objek Penelitian 3.2.1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia Amerika Serikat Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan tunduk pada batas-batas perundang-undangan Amerika Serikat, yang berlaku dari waktu ke waktu, pemerintah Amerika Serikat akan mengizinkan warga negara atau penduduknya untuk mengkreditkan pajak Indonesia dalam jumlah yang sepadan terhadap pajak Amerika Serikat. Besarnya kredit pajak tersebut didasarkan pada jumlah pajak yang dibayarkan kepada Indonesia, namun kredit pajak tersebut tidak melebihi batasan yang ditetapkan oleh perundangundangan Amerika Serikat untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk keperluan penerapan pengkreditan terhadap pajak Amerika Serikat yang berhubungan dengan pajak yang dibayarkan kepada Indonesia, ketentuanketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber Penghasilan) akan diterapkan untuk menentukan sumber penghasilan, namun tetap tunduk pada aturan- 34

aturan tentang sumber penghasilan yang ada dalam perundang-undangan domestik yang diterapkan semata-mata untuk membatasi kredit pajak luar negeri. Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan tunduk pada batas-batas perundang-undangan Indonesia, yang berlaku dari waktu ke waktu, pemerintah Indonesia akan mengizinkan penduduknya untuk mengkreditkan dalam jumlah sepadan pajak penghasilan yang dibayarkan kepada Amerika Serikat terhadap pajak Indonesia besarnya kredit pajak tersebut didasarkan pada jumlah pajak yang dibayarkan kepada Amerika Serikat namun tidak melebihi batasan yang ditetapkan oleh perundang-undangan Indonesia untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk keperluan penerapan pengkreditan terhadap pajak Indonesia yang berhubungan dengan pajak yang dibayarkan kepada Amerika Serikat, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber Penghasilan) akan diterapkan untuk menentukan sumber penghasilan. 3.2.2. Peraturan Perpajakan Amerika Serikat Terhadap Warga Negara Amerika Serikat di Seluruh Dunia Kewajiban membayar pajak di implementasikan oleh pemerintah AS, dimana Amerika adalah negara serikat. Artinya setiap negara bagian di Amerika Serikat adalah memiliki otonomi sendiri. Demikian juga dalam mengimplementasikan wajib pajak kepada warganya. Untuk itu Pajak itu di berlakukan dalam beberapa level. 1. Pajak Federal. 2. Pajak Negara Bagian. 3. Pajak County/ City (biasa di Indonesia sebut Kabupaten/Kotamadya). 35

Dalam hal ini termasuk, pajak penghasilan, pemilikan rumah/kebun/tanah, pajak penjualan, pajak penghasilan pekerja, warisan, hadiah, dan kematian. Dan hal ini sudah di tegaskan oleh Kongres AS, dan Konstitusi Amerika Serikat yang disebut 16th Amandement setelah secara ratifikasikan pada tanggal 3 Februari 1913, secara explisit tertulis, The Congress shall have power to lay and collect taxes on incomes, from whatever source derived, without apportionment among the several States, and without regard to any census or enumeration. Untuk itu secara Konstitusi di berlakukan Bea Cukai dalam USC Title 19. Dan yang sangat terkenal yaitu pembentukan Internal Revenue Code yang kini di kenal IRS (Internal Revenue Services) USC Title 26. Internal Revenue Service (IRS) The Internal Revenue Service (IRS) adalah bagian dari Badan Departemen Keuangan Federal Amerika Serikat. Yang bertugas memungut semua pajak, dan memonitor serta mengawasi penerimaan pajak. Badan ini memiliki kekuatan yang sangat besar sekali dan mereka sangat serius dalam menjalankan tugas untuk memungut dan mengawasi penerimaan pajak. Baik itu individu, maupun perusahaan. Baik itu perusahaan di Amerika sendiri, maupun perusahaan yang berbasis di luar Amerika, tetapi memiliki kepentingan bisnisnya di Amerika. 3.2.3. Intergovernmental Agreement (Model IGA) Pada banyak kasus, hukum internasional akan mencegah Foreign Financial Institutions (FFI) untuk melapor secara langsung ke Internal Revenue Service (IRS) mengenai Informasi yang dibutuhkan peraturan 36

undang-undang Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA). Hal ini bertolak belakang dengan tujuan FATCA untuk mendapatkan pajak dari mereka yang memiliki dana di luar negeri. Untuk mengatasi hal ini departemen keuangan bekerja sama dengan pemerintah asing untuk mengembangkan 2 Model perjanjian antar negara yang memfasilitasi FATCA dalam menjalankan tugas-tugasnya dan mengurangi beban FFI. Model pertama dari perjanjian antar pemerintah ini dipublikasikan pada tanggal 26 Juli 2012. Mitra hukum (dalam hal ini pemerintah asing) yang ikut menandatangani perjanjian (Model 1 IGA) dengan Unites State (US) akan melaporkan setiap informasi mengenai akun-akun US yang memenuhi standar yang telah ditentukan pada perjanjian Model 1 IGA. FFI sendiri akan termasuk pada Model 1 IGA untuk melaporkan setiap informasi mengenai akun-akun US kepada mitra hukum. Mitra hukum ini nantinya akan bertukar informasi dengan IRS secara berkesinambungan. Aturan ini yang akan memastikan IRS mendapatkan informasi tentang akun-akun US dari FFI. Model kedua dari perjanjian antar pemerintah ini dipublikasikan pada tanggal 14 November 2012. Mitra hukum yang menandatangani perjanjian (Model 2 IGA) ini setuju untuk mengizinkan FFI beroperasi di wilayahnya dan mengirimkan laporan mengenai akun-akun US langsung kepada IRS, kecuali yang telah dirubah berdasarkan Model 2 IGA. Pada beberapa kasus seperti pemegang akun US yang tidak patuh harus dilaporkan kepada IRS melalui FFI. Kedua model baik Model 1 IGA dan Model 2 IGA menyatakan bahwa mitra hukum harus menyertakan semua institusi financial yang berlokasi di 37

wilayahnya dan mengirimkan laporan mengenai informasi akun-akun US sesuai kesepakatan. Sebaliknya mitra hukum akan diberi kemudahan dalam mengurus aplikasi FATCA. Departemen Keuangan dan IRS percaya bahwa IGA dapat mempermudah implementasi FATCA dan akan terus menyetujui perjanjian bilateral yang sesuai dengan kedua model. Sebagai tambahan Departemen Keuangan dan IRS akan terus mengembangkan implementasi FATCA berdasarkan IGA. Departemen Keuangan dan IRS juga tetap berkomitmen untuk bekerjasama dengan pihak-pihak asing dalam mengembangkan transparansi pertukaran data pada skala global. Gambar 3.1. IGA Status as of June 11, 2013 Kelemahan Serta Kelebihan Model 1 IGA dan Model 2 IGA Model 1 IGA dan Model 2 IGA sama-sama memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri dalam penerapannya bagi FFI maupun bagi pemerintah 38

Indonesia. Kelemahan yang terdapat dalam Model 1 IGA adalah jika nantinya Indonesia sepakat untuk menggunakan Model 1 IGA pada pelaksanaan FATCA, pemerintah Indonesia harus menyediakan fasilitas untuk reporting informasi mengenai akun milik warga negara AS kepada IRS. Pemerintah terpaksa membuat regulasi domestik untuk dapat membuat reporting ini, regulasi domestik tersebut contohnya, PP, PMK, UU, PBI, dan lain sebagainya. Sedangkan kelemahan dari sisi Model 2 IGA itu sendiri adalah pihak FFI sendiri yang menyediakan informasi mengenai akun milik warga negara AS tanpa harus melalui Direktorat Jenderal Pajak, lalu Model 2 IGA ini dapat di audit langsung oleh IRS. Hal tersebut sangat mengganggu sistem kedaulatan dalam negeri karena kedaulatan di Indonesia terbiasa untuk bekerja secara government to government diantara kedua belah pihak negara bukan dengan cara government to business untuk melakukan audit terhadap informasi yang berasal dari FFI. Sedangkan kelebihan yang terdapat dalam Model 1 IGA adalah pemerintah memiliki kedaulatan penuh untuk dapat mencegah adanya interfensi IRS kepada FFI secara langsung ke Indonesia, selain itu pemerintah memiliki data semua US person yang ada di Indonesia, mulai dari data kekayaan, transaksi, investasi, dan lain sebagainya. Lalu kelebihan yang terdapat dalam Model 2 IGA adalah pemerintah tidak perlu membuat regulasi domestik terkait dengan penerapan kebijakan FATCA ini nantinya, karena semuanya diserahkan kepada sistem bisnis masing-masing dari FFI. Interaksi IGA dengan Final Regulation FFI yang disebut di Model 1 IGA akan bekerja sesuai hukum negara yang bersangkutan dan negara tersebut akan melaporkan akun-akun US yang 39

memenuhi syarat seperti tercantum pada Model 1 IGA. Maka seperti yang disebutkan pada Model 1 IGA, FFI tidak perlu menerapkan final regulation dengan tujuan menghindari pemutusan dari FATCA. Pada beberapa kasus seperti yang disebutkan di Model 1 IGA, hukum yang berlaku di wilayah mitra hukum bisa memperkenankan penduduk FFI untuk memilih menggunakan hukum tersebut ketimbang yang ada di Model 1 IGA. Dan pada Model 2 IGA, FFI harus melakukan implementasi FATCA seperti yang sudah disebutkan pada peraturan yang berlaku. 3.2.4. Pertukaran Informasi Antara Indonesia Amerika Serikat Ruang Lingkup Dalam rumusannya disebutkan kewajiban untuk melakukan pertukaran informasi tetapi istilah tersebut tidak diartikan bahwa informasi yang dipertukarkan harus bersifat timbal balik. Ketentuan ini mewajibkan kedua negara untuk memberikan informasi yang diperlukan oleh salah satu negara dalam rangka penerapan P3B yang bersangkutan atau dalam rangka penerapan undang-undang domestiknya. Pertukaran informasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : 1. Pertukaran informasi atas permintaan, yaitu permintaan informasi menyangkut wajib tertentu, yang untuk keperluan penerapan undangundang domestik, sumber-sumber informasi yang tersedia dalam negeri tidak mencukupi; 2. Pertukaran informasi secara otomatis, informasi yang dipertukarkan dalam hal ini biasanya menyangkut bunga, royalti, dan dividen. Pengiriman informasi menyangkut jenis penghasilan tersebut dilakukan secara otomatis; 40

3. Pertukaran informasi secara spontan, yaitu pengiriman informasi sebagai hasil audit, yang menyangkut wajib pajak negara mitra P3B yang mungkin berguna bagi negara tersebut dalam rangka pengenaan pajak terhadap wajib pajak yang bersangkutan. Tujuan Bagi Indonesia ketentuan yang mengatur tentang pertukaran informasi sangat berguna dalam upaya untuk mencegah penghindaran pajak. Ketentuan Pasal 26 ayat (1), dari sudut pandang kebijakan Indonesia, berisi empat hal pokok, yaitu : 1. Pertukaran informasi untuk kepentingan penerapan P3B; 2. Pertukaran informasi dalam rangka penerapan undang-undang domestik dari negara yang membutuhkan informasi; 3. Pertukaran informasi dibatasi kepada orang atau badan dan pajak yang dicakup dalam P3B; 4. Pertukaran informasi diperlukan untuk mencegah terjadinya pengelakan pajak. 3.2.5. Kerahasiaan Data Nasabah Untuk Kepentingan Perpajakan Dikarenakan kegiatan dunia perbankan mengelola yang masyarakat, maka bank wajib pula menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat. Bank wajib menjamin keamanan uang tersebut agar benar-benar aman. Agar keamanan nasabahnya terjamin pihak perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya. Dengan kata lain bank harus menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah dan apabila melanggar kerahasiaan ini perbankan akan dikenakan sanksi. Rahasia bank adalah segala sesuatu yang 41

berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Perbankan Indonesia 1992/1998). Hal ini diatur oleh Pasal 40 dengan rumusan sebagai berikut : a. Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh Bank menurut kelaziman dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44. b. Ketentuan sebagaimana dimaksud berlaku bagi pihak terafiliasi. Lebih lanjut, penjelasan resmi pada Pasal 40 mengutarakan antara lain sebagai berikut : Ayat (1) Dalam hubungan yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank adalah data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Menurut ketentuannya, bank dan pihak terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal-hal tertentu yang diutus oleh undang-undang tersebut dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pihak terafiliasi adalah pihak yang berkaitan dengan pengelolaan bank. Siapa yang disebut sebagai pihak terafiliasi diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 22 undang-undang Perbankan Indonesia 1992/1998, antara lain direksi, pejabat dan pegawai bank. 42

Namun dalam kasus tertentu, kerahasiaan bank tidak berlaku untuk nasabah, misalnya : a. Untuk kepentingan perpajakan pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tentang keuangan nasabahnya penyimpanan tertentu kepada pejabat bank. b. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara. Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. c. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. d. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Ketentuan mengenai rahasia bank tersebut tentunya merupakan perlindungan bagi nasabah penyimpanan agar dananya yang disimpan pada bank tidak diketahui oleh pihak-pihak lain yang tidak berkepentingan. Simpanan tersebut merupakan hak pribadi nasabah penyimpanan yang tidak perlu diketahui oleh orang lain. Pelaksanaan dari ketentuan mengenai rahasia bank ini perlu diperhatikan oleh bank dan petugasnya agar tidak 43

menimbulkan permasalahan yang mungkin akan merugikan bank. Bank dalam hal ini perlu memperhatikan kedudukannya yang sering disebut sebagai lembaga kepercayaan. 44