HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI PROTEIN DAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI SMP NEGERI 10 MANADO

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI SMK N 2 YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG ANEMIA DAN KEBIASAAN MAKAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI ASRAMA SMA MTA SURAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG ANEMIA DENGAN STATUS HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 10 MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII SMP II KARANGMOJO GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KASSI-KASSI

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : Endar Wahyu Choiriyah J PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

WAHANA INOVASI VOLUME 3 No.2 JULI-DES 2014 ISSN :

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI MAN 2 MODEL PALU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL

Keywords: Anemia, Social Economy

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KEPATUHAN KONSUMSI TABLET FE PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN KEPATUHAN IBU HAMIL MENGKONSUMSI TABLET BESI

HUBUNGAN ASUPAN MAGNESIUM DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI PENDERITA ANEMIA DI SUKOHARJO SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

KEBIASAAN MINUM TABLET FE SAAT MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS XI DI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA TAHUN 2016

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI DI SMP NEGERI 13 MANADO Natascha Lamsu*, Maureen I. Punuh*, Woodford B.S.

Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Anemia Pada Remaja Putri

ABSTRAK. Kata Kunci: Asupan Energi, Frekuensi Antenatal Care, Ketaatan Konsumsi Tablet Fe, Anemia

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional sebagai landasan kemajuan suatu bangsa, salah satu ciri bangsa yang maju adalah

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Perilaku tentang gizi terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri. Ratih Puspitasari 1,Ekorini Listiowati 2

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

Kalimantan Selatan. RS Pelita Insani Martapura, Kalimantan Selatan *Korespondensi :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII DAN IX DI SMP N 8 MANADO

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS DAWE KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

PUBLIKASI KARYA ILMIAH HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SMA 1 MOJOLABAN KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG GIZI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA ABSTRAK. Satiti Setiyo Siwi, S.S.T.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin pada Balita Usia Bulan

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN

PERBANDINGAN KONSUMSI ZAT GIZI, STATUS GIZI, DAN KADAR HEMOGLOBIN PENGANTIN WANITA DI WILAYAH PANTAI DAN PERTANIAN KABUPATEN PROBOLINGGO

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 11 BANDA ACEH TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang menyiapkan tenaga kerja, dituntut mampu menghasilkan lulusan

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. optimal. Dibutuhkan tenaga kerja yang sehat, berkualitas dan produktif untuk bersiap

PUBLIKASI KARYA ILMIAH HUBUNGAN ASUPAN FE, ZINC, VITAMIN C DAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 4 BATANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI PROTEIN DAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Disususn Oleh: YULIANINGSIH J 310 060 011 PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI PROTEIN DAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN Yulianingsih J 310 060 011 Program S1 Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57102 Telp: 0271-717417 ext 453 (office) 08156718444 (mobile) ABSTRACK Background : The Nutrition is one determinant factor that used to measure quality of human resources. Malnutrition will cause the failure of physical growth and intellectual development, work productivity and immune system lower, resulting in increased morbidity and mortality. Level of food consumption is one distinguising factor to measure person's nutritional status. Protein and iron intake is strong associated with haemoglobin. Protein has important role on iron transport in the body. Therefore, lack of protein intake will cause the hampered of iron transport then resulting, also level of haemoglobin in deficiency of iron. Purpose : The aims of study is to investigate the correlation between protein and iron consumption with haemoglobin on childbearing women in Cangkringan District Sleman Regency. Methods : This research uses analytic survey with cross sectional approach. The subjects of study were 26 selected by multi-stage random sampling method. Consumption of protein and iron were collected through interviews with 3x24 hour recall questionnaire method. Cyanmethemoglobin methode was used to blood sampling. The significances statistic data was analysed by fisher exact test. Results : Based on univariate analysis, in protein consumption 15 subject (57,7%) were included in category less, while category in iron consumption 22 subject (84,6%) were included in less moreover based on haemoglobin level, most subjects as 17 subjects (65,4%) were included in normal categories. Conclusion: Overall there was no correlation between protein and iron consumption with haemoglobin on women of childbearing age in Cangkingan District Sleman Regency. It is expected that people can pay attention to the pattern of food consumption according to the number of nutrient adequacy. Keywords : protein consumption, iron intake, haemoglobin level, woman of childbearing age.

ABSTRAK Pendahuluan : Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh, yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Tingkat konsumsi makanan merupakan salah satu penentu status gizi seseorang, konsumsi protein dan zat besi sangatlah berhubungan dengan kadar hemoglobin. Protein berperan penting dalam transportasi zat besi di dalam tubuh. Oleh karena itu, kurangnya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi besi. Disamping itu kekurangan zat besi juga menurunkan kadar hemoglobin. Tujuan : Mengetahui hubungan antara konsumsi protein dan zat besi dengan kadar hemoglobin pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah subjek penelitian sebanyak 26 dipilih dengan metode multi stage random sampling. Data konsumsi protein dan zat besi dikumpulkan melalui wawancara dengan metode recall 3x24 jam dan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar hemoglobin dengan cyanmethemoglobin. Analisis data dengan uji statistik fisher exact test. Hasil : Berdasarkan analisis univariat tingkat konsumsi protein subjek sebanyak 15 subjek (57,7%) termasuk dalam kategori konsumsi protein kurang sedangkan konsumsi zat besi subjek sebanyak 22 subjek (84,6%) termasuk dalam kategori konsumsi zat besi kurang dan sebagian besar kadar hemoglobin subjek sebanyak 17 subjek (65,4%) termasuk dalam kategori hemoglobin normal. Kesimpulan : Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi protein dan zat besi dengan kadar hemoglobin pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Hal ini diharapkan masyarakat dapat memperhatikan pola konsumsi makan sesuai angka kecukupan gizi (AKG). Kata Kunci : konsumsi protein, konsumsi zat besi, kadar hemoglobin, wanita usia subur (WUS). A. PENDAHULUAN Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh, yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Kecukupan zat besi sangat diperlukan oleh setiap perkembangan kecerdasan, individu. Sejak janin yang masih di

dalam kandungan, bayi, anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan gizi, karena ibu atau calon ibu membutuhkan gizi yang cukup untuk mempersiapkan masa kehamilan sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang sehat (Depkes, 2008). Secara Nasional prevalensi anemia sebesar 14,8% (menurut acuan SK Menkes) dan sebesar 11,9% menurut acuan Riskesdas (Riskesdas, 2007). Pada tahun 2001 prevalensi anemia pada wanita usia subur adalah 27,9% (Depkes, 2006). Prevalensi anemia gizi yang dianggap tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah sebesar 15% (Depkes,1996). Menurut Gibson (2005) beberapa faktor yang mempengaruhi jenis kelamin, pada wanita mempunyai kadar hemoglobin lebih rendah dibandingkan seorang laki-laki. Anemia defisiensi besi merupakan stadium ketiga dari defisiensi besi yang disebabkan habisnya simpanan besi sehingga kadar hemoglobin menurun. Infeksi parasit dan infeksi penyakit menyebabkan kadar hemoglobin rendah yang timbul pada infeksi kronik dan peradangan. Keberadaan seseorang dari permukaan laut (ketinggian), seseorang yang berada pada ketinggian tertentu mempunyai respon yang tinggi untuk membangkitkan respon terhadap penyesuaian diri untuk menurunkan tekanan darah parsial oksigen dan mengurangi saturasi oksigen dalam darah. Kadar hematokrit dan hemoglobin seseorang meningkat secara bertahap seiring dengan ketinggian yang semakin tinggi. kadar hemoglobin diantaranya adalah

Protein berperan penting dalam transportasi zat besi di dalam tubuh. Oleh karena itu, kurangnya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi besi. Menurut penelitian Maesaroh (2007) menunjukkan bahwa tingkat konsumsi protein memiliki hubungan yang paling kuat dengan kadar hemoglobin. Di samping itu makanan yang tinggi protein terutama yang berasal dari hewani banyak mengandung zat besi. Transferin adalah suatu glikoprotein yang disintesis di hati. Protein ini berperan sentral dalam metabolisme besi tubuh sebab transferin mengangkut besi dalam sirkulasi ke tempat-tempat yang membutuhkan besi, seperti dari usus ke sumsum tulang untuk membentuk hemoglobin yang baru. Feritin adalah protein lain yang penting dalam metabolisme besi. Pada kondisi normal, feritin meyimpan besi yang dapat diambil kembali untuk digunakan sesuai kebutuhan (Purwitaningtyas, 2011). Zat besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paruparu ke jaringan tubuh, alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2004). Pada tubuh orang dewasa mengandung zat besi (Fe) antara 2,5-4g, yang kurang lebih 2,5g tersebut terdapat dalam sirkulasi yaitu dalam sel darah merah, sebagai komponen hemoglobin (Linder, 2006). Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, bahkan penderita kekurangan zat besi akan mengalami penurunan daya tahan tubuh, disamping itu kekurangan zat besi juga menurunkan kadar

hemoglobin. Menurut penelitian Dewi (2011) menunjukkan ada hubungan antara asupan zat besi (Fe) dengan kadar hemoglobin. Kekurangan kadar hemoglobin dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lalai dan cepat capai. Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin mengetahui hubungan antara konsumsi protein dan zat besi dengan kadar hemoglobin pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Alasan pemilihan lokasi yaitu karena hasil survei menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada wanita usia subur 51,33 % (Dinkes Sleman, 2008). B. TUJUAN Mengetahui hubungan antara konsumsi protein dan zat besi dengan kadar hemoglobin pada wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Cangkringan, Sleman. C. METODE Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian yang mempelajari hubungan antara variabel bebas (protein dan zat besi) dengan variabel terikat (kadar hemoglobin), penelitian ini dilakukan dengan cara observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Pada penelitian ini semua objek penelitian yaitu variabel bebas (protein dan zat besi) harus dilakukan penelitian pada saat yang bersamaan tetapi untuk variabel terikat (kadar hemoglobin) dilakukan pengambilan data hanya satu kali saja. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran data yang telah terkumpulkan kemudian dilakukan analisa secara deskriptif dalam bentuk frekuensi dan persentase. Analisis bivariat dilakukan berdasarkan skala data. Pada uji ini

dilakukan uji kenormalan data, yaitu untuk mengetahui data konsumsi protein, konsumsi zat besi dan kadar hemoglobin Wanita Usia Subur (WUS) berdistribusi normal atau tidak normal. Data berdistribusi normal dan berskala nominal maka data konsumsi protein, konsumsi zat besi dan kadar hemoglobin Wanita Usia Subur (WUS) menggunakan uji statistik fisher exact D. PEMBAHASAN 1. Karakteristik Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah Wanita Usia Subur (WUS) di masing-masing Desa di Kecamatan Cangkringan yang berjumlah 26 orang. Karakteristik subjek penelitian terdiri dari usia, pendidikan dan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 1. test karena jumlah sel mempunyai nilai expected kurang dari 5. Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%) Usia 20-35 Tahun 17 65,4 > 35 Tahun 9 34,6 Jumlah 26 100 Pendidikan SD 3 11,5 SMP 7 26,9 SMA 12 46,2 Perguruan Tinngi 4 15,4 Jumlah 26 100 Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 11 42,3 Petani 4 15,4 Wiraswasta 4 15,4 PNS 2 7,7 Swasta 5 19,2 Jumlah 26 100 Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa usia subjek penelitian dengan persentase tertinggi yang berusia 20 sampai 35 tahun sebesar 65,4%. Pada pendidikan diketahui bahwa pendidikan subjek penelitian dengan persentase tertinggi pada pendidikan terakhir SMA yaitu 46,2%. Sedangkan

untuk pekerjaan subjek penelitian sebagian besar adalah sebagai Ibu rumah tangga yaitu sebesar 42,3%. 2. Konsumsi Protein Konsumsi protein subjek penelitian berdasarkan nilai parameter statistik menunjukkan bahwa nilai rata-rata konsumsi protein WUS sebanyak 84,2 ± 21,9% dengan nilai minimum 51% dan nilai maksimum konsumsi protein WUS sebanyak 139,6%. Distribusi konsumsi protein secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Konsumsi Protein Subjek Penelitian Kategori Konsumsi Protein Cukup Kurang Jumlah (n) Persentase (%) 11 42,3 15 57,7 Total 26 100 Berdasarkan Tabel 2 konsumsi protein subjek penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas kategori adalah kurang, yaitu sebanyak 15 orang atau 57,7%. Subjek penelitian yang mengkonsumsi lauk nabati seperti tahu dan tempe lebih banyak dibandingkan dengan lauk hewani seperti daging ayam, telur dan daging sapi disebabkan karena lauk nabati harganya lebih murah dan mudah diperoleh, sehingga subjek penelitian lebih sering mengkonsumsi lauk nabati dibandingkan lauk hewani. Hal ini sesuai dengan pendapat Muchtadi (2010) bahwa lauk protein nabati lebih banyak dikonsumsi karena harganya yang lebih murah dibandingkan dengan protein hewani. Jika hal ini terjadi dapat menyebabkan jumlah zat besi didalam tubuh akan berkurang karena kurang mengkonsumsi makanan mengandung tinggi zat besi yang banyak bersumber dari protein hewani. konsumsi protein subjek penelitian

3. Konsumsi Zat Besi Konsumsi zat besi subjek penelitian berdasarkan nilai parameter statistik menunjukkan bahwa nilai rata-rata konsumsi zat besi WUS sebanyak 46,6 ± 20,0% dengan nilai minimum 19,6% dan nilai maksimum konsumsi zat besi WUS sebanyak 92%. Distribusi konsumsi protein secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Konsumsi Zat Besi Subjek Penelitian Kategori Konsumsi Zat Besi Jumlah (n) Persentase (%) Cukup 4 15,4 Kurang 22 84,6 Jumlah 26 100 Berdasarkan Tabel 3 konsumsi zat besi subjek penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas kategori konsumsi protein subjek penelitian adalah kurang, yaitu sebanyak 22 orang atau 84,6%. Zat besi memiliki dengan anemia yaitu membantu dalam pembentukan atau peningkatan dalam sel-sel darah merah (Soehardi, 2004). Asupan zat besi yang tidak memadai akan berpengaruh terhadap peningkatan absorbsi besi dari makanan, memobilisasi simpanan zat besi dalam tubuh, dan mengurangi transportasi besi ke sumsum tulang, serta akan menurunkan kadar hemoglobin sehingga akan mengakibatkan terjadinya anemia karena defisiensi zat besi (Gibney, 2009). 4. Kadar Hemoglobin Kadar hemoglobin subjek penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar hemoglobin adalah 12,3 ± 1,07 g/dl, dengan nilai minimum 10,52 g/dl dan nilai maksimum kadar hemoglobin sebanyak 14,83 g/dl. Distribusi kadar fungsi utama yang berhubungan

hemoglobin secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kadar Hemoglobin Subjek Penelitian Kategori Hemoglobin Jumlah (n) Persentase (%) Normal 17 65,4 Tidak 9 34,6 Normal Jumlah 26 100 Berdasarkan tabel 4 kadar hemoglobin subjek penelitian mayoritas normal yaitu 65,4%. Menurut Supariasa (2002) seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia. Menurut Supariasa (2002) menyatakan bahwa kadar hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. 5. Hubungan Konsumsi Protein dengan Kadar Hemoglobin menyatakan bahwa kategori kadar Hasil uji korelasi konsumsi status anemia dinyatakan normal jika 12 g/dl dan dinyatakan tidak normal <12g/dl. protein dengan kadar hemoglobin dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut : Hemoglobin juga berguna untuk membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah Tabel 5 Distribusi Konsumsi Protein dengan Kadar Hemoglobin Konsumsi Kadar hemoglobin p protein Normal Tidak Normal Total N % N % N % Kurang 9 60 6 40 15 100 0,683 Cukup 8 72,7 3 27,2 11 100

Berdasarkan tabel 5 diatas menunjukkan bahwa pada subjek yang memiliki kadar hemoglobin normal dengan konsumsi protein kurang sebesar 60% sedangkan pada subjek yang memiliki kadar hemoglobin normal dengan konsumsi protein cukup sebesar 72,7%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji fisher exact diperoleh nilai p = 0,683 hal ini menunjukkan p > 0,05 yang dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi protein disebabkan karena kadar hemoglobin darah seseoang dipengaruhi oleh banyak faktor, sesuai dengan pendapat Gibson (2005) antara lain disebabkan karena kekurangan mikronutrien lain, infeksi parasit maupun berbagai status penyakit. 6. Hubungan Konsumsi Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin Hasil uji korelasi konsumsi zat besi dengan kadar hemoglobin dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut : dengan kadar hemoglobin. Hal ini Tabel 6 Distribusi Konsumsi Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin Konsumsi Kadar hemoglobin p Zat Besi Normal Tidak Normal Total N % N % N % Cukup 4 100 0 0 4 100 0,263 Kurang 13 59,09 9 40,9 22 100 Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa pada subjek yang memiliki kadar hemoglobin normal dengan konsumsi zat besi cukup sebesar 100%, sedangkan pada subjek yang memiliki kadar hemoglobin normal dengan konsumsi zat besi kurang sebesar 59,09%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji

fisher exact diperoleh nilai p = 0,263 berarti tidak ada hubungan antara konsumsi zat besi dengan kadar E. KESIMPULAN 1. Tingkat konsumsi protein sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) di hemoglobin. Ketidakcukupan asupan Kecamatan Cangkringan makanan sumber zat besi pada wanita usia subur dapat disebabkan karena rendahnya tingkat pendapatan keluarga atau daya beli, pengetahuan gizi yang rendah, perilaku makan yang salah dan kurangnya kombinasi dari makanan yang dikonsumsi dan salah satu penyebab lainnya adalah karena subjek dengan kebiasaan minum teh Kabupaten Sleman adalah kurang yaitu 57,7% 2. Tingkat konsumsi zat besi sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman adalah kurang yaitu 84,6% 3. Kadar hemoglobin sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) di setelah makan, karena teh salah satu Kecamatan Cangkringan faktor yang dapat menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh. Kabupaten Sleman adalah normal yaitu 65,4% Perubahan kebiasaan minum teh 4. Berdasarkan uji statistik, tidak ada dapat dilakukan dengan cara mengurangi konsumsi teh menjadi tidak setiap hari atau minum 2-3 jam hubungan antara konsumsi protein dengan kadar hemoglobin pada Wanita Usia Subur (WUS) di setelah makan seperti yang dianjurkan oleh Hartoyo (2003). Kecamatan Kabupaten Sleman Cangkringan

5. Berdasarkan uji statistik, tidak ada hubungan antara konsumsi zat besi dengan kadar hemoglobin pada Wanita Usia Subur (WUS) di DAFTAR PUSTAKA Adi M, Etisa. 2011. Jurnal Asupan Mikronutrien, Kadar Hemoglobin dan Kesegaran Jasmani Remaja Putri. FK Universitas Diponegoro. Semarang. Kecamatan Kabupaten Sleman Cangkringan Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. F. SARAN 1. Meningkatkan konsumsi makanan sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG) 2. Memperhatikan bahan makanan yang dikonsumsi terutama yang mengandung zat gizi yang sesuai dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh. 3. Dapat lebih memantau kesehatan masyarakat khususnya dalam pola konsumsi makan masyarakat dengan memberikan penyuluhan tentang konsumsi makanan yaitu protein dan zat besi sesuai dengan kecukupan gizi. Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Almatsier, S. 2005. Penuntun Diet. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Angka Kecukupan Gizi. 2004. Jakarta : Persatuan Ahli Gizi Nasional. Anonim, 2007. Manfaat Protein dalam Kehidupan Sehari-hari. (http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid) diakses tanggal 12 Oktober 2011. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Hidup. Jakarta : EGC. Astari. 2008. Refleksi Hari Ibu. (http://www.gizi.net/) diakses : tanggal 12 Desember 2011. Chuningham, F Gary. 2005.Obstetry Williams. Jakarta : EGC. 252-6,24-111

Depkes RI. 1996. Pedoman pengukuran dan pemeriksaan. Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI : Jakarta. Depkes RI. 2005. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat. Dirjen Bina Kesehatan Mayarakat, Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta. Depkes RI. 2006. Pedoman pengukuran dan pemeriksaan. Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI : Jakarta. Dewi A, Shintiana. 2011. Hubungan Antara Asupan Zat Besi (Fe) dan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin Pada Siswi Kelas X Dan XI Di SMA Futuhiyyah Mranggen Kabupaten Demak. Skripsi Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat. Dinkes Kabupaten Sleman. 2008. Survei Anemia Pada Wanita Usia Subur Di Kabupaten Sleman. Sleman. Ganong, William.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. EGC: Jakarta. 2008. Gibney dkk. 2009. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Gibson, R, S. 2005. Principle of Nutritional Assesment. Oxford University Press. New Zealand : 446-447. Hardinsyah, Dodik B, Retnaningsih, Tin, H. 2004. Modul Pelatihan Ketahanan Pangan Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartoyo, A. 2003. The dan Khasiatnya Bagi Kesehatan. Kanisius. Jogjakarta. Husaini, dkk. 1989. Study Nutritional Anemia An Assesment of Information Compilation For Supporting And Formulating National Policy And Program. Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI dengan PusLitBang Depkes RI. Jakarta. Irianto. 2007. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Jogjakarta. Khomsan, A. 1994. Mengapa Wanita Rawan Gizi. Intisari. Linder, M.C. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas Indonesia. Jakarta. Maesaroh. 2007. Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Zat Besi dan Hubungannya dengan Kadar HB pada Santri Remaja Putri di Ponpes Abirathul Islami Saribari Kaliwungu. Semarang. FK Universitas Diponegoro. Semarang.

Mary E. Beck. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan penyakitpenyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta. Muchtadi, D, 2010. Pengantar Ilmu Gizi. Alfabeta. Bandung. Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta Pusat : Rineka Cipta. Cancer and Nutrition. Am J Clin Nutr. 80:1391 6. Suhardjo, 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara. Supariasa. dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta. Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta. Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metode Pendidikan Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Purwitaningtyas K, D. 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi dan Pola Menstruasi dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri Di SMA N 2 Semarang. FK Universitas Diponegoro. Semarang. Riskesdas, 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional 2007. Diakses tanggal13 Desember 2011. http://.www. Riskesdas.litbang.depkes.go.id. Roedjito, D. 1989. Kajian Penelitian Gizi. Institute Pertanian Bogor. Bogor. Rosell, MS., Appleby, PN., Spencer,EA., and Key TJ. 2004. Soy intake and blood cholesterol concentrations: a cross-sectional study of 1033 pre- and postmenopausal women in the Oxford arm of the European Prospective Investigation into