BAB II TEORI PENUNJANG

dokumen-dokumen yang mirip
Pengolahan citra. Materi 3

1.1 Intensitas. 1.2 Luminansi. 1.3 Lightness. 1.4 Hue. 1.5 Saturasi

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

SAMPLING DAN KUANTISASI

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

Pertemuan 2 Representasi Citra

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Grafik Komputer dan Pengolahan Citra. Pengolahan Citra : Representasi Citra. Universitas Gunadarma Pengolahan Citra : Representasi Citra 1/16

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

One picture is worth more than ten thousand words

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengolahan Citra Warna 1 Semester Genap 2010/2011. Dr. Fitri Arnia Multimedia Signal Processing Research Group (MuSig) Jurusan Teknik Elektro-UNSYIAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

Model Citra (bag. I)

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop

Model Citra (bag. 2)

BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (

BAB II CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO. Oky Dwi Nurhayati, ST, MT

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Sesi 3 Operasi Pixel dan Histogram. : M. Miftakul Amin, S. Kom., M. Eng.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA

BAB IV ANALISA. 4.1 Analisa teknik pengolahan citra

CS3214 Pengolahan Citra - UAS. CHAPTER 1. Pengantar Pengolahan Citra

Implementasi Algoritma Kompresi Shannon Fano pada Citra Digital

COLOR SPACE. Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Drawing, Viewport, dan Transformasi. Pertemuan - 02

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB 2 LANDASAN TEORI

Grafika Komputer Pertemuan Ke-14. Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom

(IMAGE ENHANCEMENT) Peningkatan kualitas citra di bagi menjadi dua kategori yaitu :

Sesi 2: Image Formation. Achmad Basuki PENS-ITS 2006

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1)

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt

Sistem Deteksi Bola Berdasarkan Warna Bola Dan Background Warna Lapangan Pada Robot Barelang FC

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. perangkat komputer digital (Jain, 1989, p1). Ada pun menurut Gonzalez dan Woods

IMPLEMENTASI ALGORITMA CONNECTED-LABELLING UNTUK MENDETEKSI OBJEK BINTANG PADA CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

Pengolahan Citra Berwarna

PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN

Perbaikan Kualitas Citra Menggunakan Metode Contrast Stretching (Improvement of image quality using a method Contrast Stretching)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma, 2005

PENERAPAN SEGMENTASI MULTI KANAL DALAM MENDETEKSI SEL PARASIT PLASMODIUM SP. I Made Agus Wirahadi Putra 1, I Made Satria Wibawa 2 ABSTRAK

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB II LANDASAN TEORI

Dasar-dasar Photoshop

Transkripsi:

BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai pekerjaan sesuai dengan kehendak programmer selama 24 jam tanpa kenal lelah, sedangkan manusia hanya dapat bekerja dengan batas-batas tertentu. Computer vision pada hakekatnya meniru sistem visual manusia (human vision), dimana manusia melihat objek dengan mata lalu diteruskan ke otak untuk di intepretasikan sehingga manusia dapat mengetahui apa yang tampak dalam penglihatannya dan apa yang harus dikerjakan. Computer vision merupakan proses otomatis yang mengintegrasikan proses visual seperti akusisi gambar, pengolahan gambar, analysis, recognition dan membuat keputusan serta melakukan aksi tertentu, misalnya memandu robot, mengontrol peralatan, memantau proses manufaktur [3]. Berdasarkan prinsip computer vision ini, maka dapat diimplementasikan sebuah system yang dapat digunakan untuk identifikasi produk kemasan. 2.2 Pengertian Citra dan Pengolahan Citra Digital Citra merupakan representasi dua dimensi dari bentuk fisik nyata 3 dimensi, yang mana perwujudannya bisa bermacammacam. Mulai dari gambar hitam putih pada sebuah foto yang tidak bergerak sampai pada gambar berwarna yang bergerak pada sebuah pesawat televisi. Pada proses transformasi yang menghasilkan citra dari bentuk tiga dimensi ke bentuk dua dimensi akan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor yang mengakibatkan penampilan citra suatu benda tidak identik dengan bentuk fisik nyatanya. Faktor-faktor tersebut merupakan efek degradasi atau penurunan kualitas yang dapat berupa rentang kontras benda yang terlalu sempit atau terlalu lebar, distorsi geometri (geometric distortion), kekaburan (blur), kekaburan akibat obyek citra yang bergerak (motion blur), noise 9

10 atau gangguan yang disebabkan oleh interferensi peralatan pembuat citra, baik itu berupa tranduser, peralatan elektronik ataupun peralatan optik. Proses pengolahan citra digital menggunakan komputer digital adalah terlebih dahulu mentransformasikan citra kedalam bentuk besaran-besaran diskrit dari nilai tingkat keabuan pada titik-titik elemen citra. Bentuk citra ini disebut citra digital. Elemen-elemen citra digital apabila ditampilkan dalam layar monitor akan menempati sebuah ruang yang disebut dengan pixel (picture elemen / pixel). Teknik dan proses untuk mengurangi atau menghilangkan efek degradasi pada citra digital meliputi perbaikan citra (image enhancement), restorasi citra (image restoration), dan transformasi spasial (spatial transformation). Subyek lain dari pengolahan citra digital diantaranya adalah pengkodean citra (image coding), segementasi citra (image segmentation), representasi dan deskripsi citra (image representation and description). Pengolahan citra digital memiliki banyak aplikasi seperti pada bidang penginderaan jarak jauh, robotik, pemetaan, biomedis, dan sebagainya. Perlengkapan pengolahan citra berupa digitizer atau scanner, komputer digital, alat penyimpanan data dengan kapasitas besar. 2.3 Model Citra Oleh karena citra merupakan matrix dua dimensi dari fungsi intensitas cahaya, maka referensi citra menggunakan dua variabel yang menunjuk posisi pada bidang dengan sebuah fungsi intensitas cahaya yang dapat dituliskan sebagai f(x,y) dimana f adalah nilai amplitudo pada koordinat spasial (x,y). Karena cahaya merupakan salah satu bentuk energi, f(x,y) tidak berharga nol atau negatif dan merupakan bilangan berhingga, yang dalam pernyataan matematis adalah sebagai berikut : 0 < f(x,y) [2.1]

11 Konvensi sistem koordinat citra diskrit ditunjukkan oleh gambar berikut, (0,0) y Citra f(x,y) x Gambar 2.1 Konvensi Sistem Koordinat Citra Diskrit Citra yang kita lihat sehari-hari merupakan cahaya yang direfleksikan oleh sebuah obyek.fungsi f(x,y) dapat dilihat sebagai fungsi dengan dua unsur, pertama merupakan besarnya sumber cahaya yang melingkupi pandangan kita terhadap obyek (illumination), kedua merupakan besarnya cahaya yang direfleksikan oleh obyek dalam pandangan kita (reflectance component). Keduanya dituliskan dengan fungsi yang berturutturut i(x,y) dan r(x,y). Fungsi i(x,y) dan r(x,y) merupakan kombinasi perkalian untuk membentuk fungsi f(x,y) yang dapat dituliskan dengan persamaan, f(x,y) = i(x,y) r(x,y) dengan [2.2] 0 < i(x,y) < ~ [2.3] 0 < r(x,y) < 1 [2.4] Persamaan diatas menandakan bahwa nilai kerefleksian dibatasi oleh nilai 0 (total absorption) dan nilai 1 (total reflectance). Fungsi i(x,y) ditentukan oleh sumber atau asal sinar, sedangkan fungsi r(x,y) ditentukan oleh karakteristik dari obyek. Citra digital (digital image) adalah citra kontinyu f(x,y) yang sudah didiskritkan baik koordinat spasial maupun tingkat

12 kecerahannya.kata kontinyu disni menjelaskan bahwa index x dan y hanya bernilai bulat.kita dapat menganggap citra digital sebagai matrix dengan ukuran M x N yang baris dan kolomnya menunjukkan titik-titiknya, yang diperlihatkan pada persamaan berikut, f (0,0) f (1,0) f ( x, y) = M f ( M 1,0) f (0,1) f (1,1) M f ( M 1,1) L L L f (0, N 1) f (1, N 1) M f ( M 1, N 1) [2.5] Citra yang tidak berwarna atau hitam putih dikenal juga sebagai citra dengan derajat keabuan (citra gray level). Derajat keabuan yang dimiliki ini bisa beragam mulai dari 2 derajat keabuan (yaitu 0 dan 1) yang dikenal juga sebagai citra monochrome, 16 derajat keabuan dan 256 derajat. Semakin besar jumlah derajat keabuan yang dimiliki maka semakin halus gambar tersebut. Dalam sebuah citra monochrome, sebuah piksel diwakili oleh 1 bit data yang berisikan data tentang derajat keabuan yang dimiliki piksel tersebut. Data akan berisi 1 bila piksel tersebut berwarna putih dan data akan berisi nilai 0 bila piksel tersebut berwarna hitam. Citra yang memiliki 16 derajat keabuan (mulai dari 0 yang mewakili warna hitam sampai dengan 15 yang mewakili warna putih) direpresentasikan oleh 4 bit data, sedangkan citra dengan 256 derajat keabuan (nilai dari 0 yang mewakili warna hitam sampai dengan 255 yang mewakili warna putih) direpresentasikan oleh 8 bit data. Dalam citra berwarna, jumlah warna bisa beragam mulai dari 16, 256, 65536, atau 16 juta warna, yang masing masing direpresentasikan oleh 4, 8, 16 atau 24 bit data untuk setiap pikselnya. Warna yang ada terdiri dari 3 komponen utama yaitu nilai merah (red), nilai hijau (green) dan nilai biru (blue). Paduan ketiga komponen utama pembentuk warna ini dikenal sebagai RGB color.

13 2.4 Ciri Suatu Gambar Ciri merupakan suatu tanda yang khas, yang membedakan antara satu dengan yang lain. Tidak berbeda dengan sebuah gambar, gambar juga memiliki ciri yang dapat membedakannya dengan gambar yang lain. Masing ciri ciri gambar didapatkan dari proses ekstraksi ciri ( Mandasari, 2006 ). Ciri ciri dasar dari gambar : Warna Ciri warna suatu gambar dapat dinyatakan dalam bentuk histogram dari gambar tersebut yang dituliskan dengan: H(r,g,b), dimana H(r,g,b) adalah jumlah munculnya pasangan warna r (red), g (green) dan b (blue) tertentu. Bentuk Ciri bentuk suatu gambar dapat ditentukan oleh tepi (sketsa), atau besaran moment dari suatu gambar. Pemakaian besaran moment pada ciri bentuk ini banyak digunakan orang dengan memanfaatkan nilai-nilai transformasi fourier dari gambar. Proses yang dapat digunakan untuk menentukan ciri bentuk adalah deteksi tepi, threshold, segmentasi dan perhitungan moment seperti (mean, median dan standard deviasi dari setiap lokal gambar). Tekstur Ciri tekstur dari suatu gambar dapat ditentukan dengan menggunakan filter Gabor. Ciri tekstur ini sangat handal dalam menentukan informasi suatu gambar bila digabungkan dengan ciri warna gambar. Dari ketiga ciri diatas, dalam tugas akhir ini hanya menggunakan ciri warna dan bentuk. 2.5 Model Warna Warna yang kita lihat sebenarnya adalah spektrum cahaya yang dipantulkan oleh benda yang kemudian ditangkap oleh indra penglihatan kita (yakni mata) lalu diterjemahkan oleh otak sebagai sebuah warna tertentu. Sebagai contoh kita melihat warna hijau yang terdapat pada daun karena cahaya yang datang (umumnya cahaya matahari yang punya spektrum cahaya yang

14 cukup komplit) diserap oleh daun selain warna hijau yang dipantulkan, dan cahaya hijau yg terpantul inilah yang kita tangkap sehingga kita dapat melihat bahwa daun berwana hijau. jadi sebenarnya faktor penting bagi kita untuk melihat sebuah warna dengan baik adalah cahaya yang mengenai benda tersebut. Gambar 2.2 Spektrum Warna Karena terkait dengan cahaya maka kita mengetahui bahwa tidak semua spektrum cahaya dapat ditangkap oleh indra penglihatan kita, karena itu kemudian timbul istilah spektrum cahaya tampak (visible spectrum) yang rangenya cukup besar. range inilah yang menjadi penyebab kita dapat melihat beraneka ragam warna yang secara umum dipisahkan menjadi beberapa spektrum dasar. 2.5.1 Model Warna RGB Model warna RGB adalah model warna berdasarkan konsep penambahan kuat cahaya primer yaitu Red, Green dan Blue.

15 Gambar 2.3 Struktur Warna RGB Dalam suatu ruang yang sama sekali tidak ada cahaya, maka ruangan tersebut adalah gelap total. Tidak ada signal gelombang cahaya yang diserap oleh mata kita atau RGB (0,0,0). Apabila kita menambahkan cahaya merah pada ruangan tersebut, maka ruangan akan berubah warna menjadi merah misalnya RGB (255,0,0), semua benda dalam ruangan tersebut hanya dapat terlihat berwarna merah. Demikian apabila cahaya kita ganti dengan hijau atau biru. Berdasar pada tri-stimulus vision theory yang mengatakan bahwa manusia melihat warna dengan cara membandingkan cahaya yang datang dengan sensor-sensor peka cahaya pada retina (yang berbentuk kerucut). Sensor-sensor tersebut paling peka terhadap cahaya dengan panjang gelombang 630 nm (merah), 530 nm (hijau) dan 450 nm (biru). Model ini dapat digambarkan dengan kubus dengan sumbu-sumbu R, G dan B. Warna sudut kubus pada sumbu utama menyatakan warna primer. Warna sudut kubus diluar sumbu utama menyatakan warna komplementer (merah dengan cyan, hijau dengan magenta, biru dengan kuning). Warna gray dinyatakan sepanjang diagonal hitam-putih.

16 Gambar 2.4 Pemodelan Warna RGB Model warna RGB merupakan model additive dimana intensitas warna - warna primer dijumlahkan untuk mendapatkan warna lainnya. RGB model dapat digabung dengan halftoning untuk memperbanyak warna. Dalam sistem on/off RGB hanya ada 8 warna, dengan halftoning 2x2 didapat 125 (=5 merah x 5 hijau x 5 biru) macam warna. 2.5.2 Model Warna HSV Model warna HSV mendefinisikan warna dalam terminologi Hue, Saturation dan Value. Hue menyatakan warna sebenarnya, seperti merah, violet, dan kuning. Hue digunakan untuk membedakan warna-warna dan menentukan kemerahan (redness), kehijauan (greeness), dsb, dari cahaya. Hue berasosiasi dengan panjang gelombang cahaya. Saturation menyatakan tingkat kemurnian suatu warna, yaitu mengindikasikan seberapa banyak warna putih diberikan pada warna. Value adalah atribut yang menyatakan banyaknya cahaya yang diterima oleh mata tanpa memperdulikan warna.

17 Gambar 2.5 Model Warna HSV Karena model warna HSV merupakan model warna yang diturunkan dari model warna RGB maka untuk mendapatkan warna HSV ini, kita harus melakukan proses konversi warna dari RGB ke HSV. HSV merupakan salah satu cara untuk mendefinisikan warna yang didasarkan pada roda warna. Hue mengukur sudut sekitar roda warna (merah pada 0 derajat, 120 derajat di hijau, biru, di 240 derajat). Saturation yang menunjukkan pada radius roda warna sehingga menunjukkan proporsi antara gelap (pusat) untuk warna ke putih murni (di luar).value Menunjukkan nilai kecerahan. Hue memiliki nilai antara 0 hingga 360 (derajat), Saturation and Value berkisar dari 0 hingga 100%. 2.5.3 Model Warna HSL Pada dasarnya model warna HSL hampir sama dengan model warna HSV.Model warna HSL terdiri dari 3 komponen yaitu Hue, saturation, dan Lightness. Hue merupakan

18 karakteristik warna berdasar cahaya yang dipantulkan oleh objek, dalam warna dilihat dari ukurannya mengikuti tingkatan 0 sampai 360. Sebagai contoh, pada tingkat 0 adalah warna Merah, 60 adalah warna Kuning, untuk warna Hijau pada tingkatan 120, sedangkan pada 180 adalah warna Cyan. Untuk tingkat 240 merupakan warna Biru, serta 300 adalah warna Magenta. Saturation/Chroma adalah tingkatan warna berdasarkan ketajamannya berfungsi untuk mendefinisikan warna suatu objek cenderung murni atau cenderung kotor (gray). Saturation mengikuti persentase yang berkisar dari 0% sampai 100% sebagai warna paling tajam. Lightness adalah tingkatan warna berdasarkan pencampuran dengan unsur warna Putih sebagai unsur warna yang memunculkan kesan warna terang atau gelap. Nilai koreksi warna pada Lightness berkisar antara 0 untuk warna paling gelap dan 100 untuk warna paling terang. 2.6 Histogram Hue Histogram hue merupakan salah satu metode yang biasa digunakan pada pengolahan citra digital untuk merepresentasikan nilai fitur suatu warna. Histogram hue adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai intensitas pixel dari suatu gambar atau bagian tertentu di dalam gambar berdasarkan format warna HSV/HSL/HSB. Dari sebuah histogram dapat diketahui frekuensi kemunculan nisbi (relative) dari intensitas pada gambar tersebut. Karena itu, histogram adalah alat bantu yang berharga dalam pekerjaan pengolahan gambar baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Histogram hue pada dasarnya sama dengan histogram RGB bedanya pada histogram hue menggunakan nilai hue sebagai ganti dari RGB karena nilai hue menyatakan warna alami tanpa memperhatikan pencahayaan. Nilai hue diperoleh dari proses konversi RGB ke HSV.Penggunaan nilai hue disini dimaksudkan untuk mendapatkan warna asli dari gambar tanpa adanya pengaruh dari intensitas cahaya.sehingga data fitur warna yang dihasilkan akan lebih baik dan lebih akurat jika dibandingkan dengan

19 menggunakan histogram RGB yang sangat peka terhadap pengaruh cahaya. Gambar 2.6 Contoh Histogram Hue 2.7 Thresholding Thresholding adalah suatu proses yang digunakan untuk menghasilkan citra biner yaitu citra dengan hanya dua warna, yaitu: hitam dan putih. Operator ini memilih piksel yang memiliki nilai tertentu, atau lingkup tertentu. Proses ini dapat dilakukan apabila kita telah mengetahui brightness level (atau contrast) dari gambar tersebut. Bentuk teknik Thresholding ada 2 macam, yaitu: Uniform Thresholding dan Adaptive Thresholding. Didalam uniform thresholding metode yang digunakan adalah dengan menentukan suatu batas level, yang nantinya akan dipergunakan untuk menentukan warna piksel. Piksel yang levelnya lebih dari threshold level akan dirubah menjadi putih, dan sebaliknya piksel yang levelnya ada di bawah dari level threshold akan dirubah menjadi hitam. Seperti yang ditampilkan pada gambar sebelah kiri berikut merupakan gambar original dan gambar sebelah kanan adalah hasil thresholding. Gambar 2.7 Contoh Proses Thresholding

20 2.8 Deteksi Tepi Canny (Canny Edge Detection) Operator Canny didesain untuk menjadi sebuah pendeteksi tepi yang optimal( berdasarkan criteria tertentu). Canny menggunakan sebuah gambar grayscale, dan menghasilkan sebuah gambar yang menampilkan posisi dari intensitas dan akhir yang telah ditemukan. Operator Canny bekerja dalam sebuah proses bertingkat. Pertama gambar akan diperhalus dengan menggunakan konvolusi Gaussian. Kemudian sebuah operator turunan pertama dari 2-D digunakan untuk menghaluskan gambar pada daerah yang telah ditandai dengan sebagian turunan pertama yang tinggi. Tepi ini diberikan kenaikan menjadi lipatan dalam ukuran gradient gambar. Kemudian algoritma tersebut mencari puncak dari lipatan ini dan memberi nilai nol pada semua piksel yang bukan merupakan puncak lipatan yang menghasilkan garis tipis pada gambar keluaran, sebuah proses yang dikenal dengan nonmaximal suppression. Proses pencarian ini menampilkan hysteresis yang dikendalikan oleh dua thresholds: T1 dan T2 dengan T1 > T2. Pencarian hanya dapat dimulai pada titik dimana nilai lipatan lebih tinggi dari T1. Pencarian kemudian berlanjut dalam dua arah keluar dari titik tersebut hingga tinggi dari lipatan tersebut bernilai kurang dari T2. Hysteresis ini membantu untuk meyakinkan bahwa tepi yang memiliki noise tidak rusak menjadi banyak bagian tepi. Berikut adalah blok diagram dari algoritma deteksi tepi canny : Gambar 2.8 Blok Diagram Deteksi Tepi Canny