BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

Gambar 1. Satelit Landsat

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

Citra Satelit IKONOS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SAMPLING DAN KUANTISASI

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ix

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

BAB I PENDAHULUAN I.1

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

III. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Pengolahan citra. Materi 3

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Subset citra QuickBird (uint16).

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ISTILAH DI NEGARA LAIN

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana Alam

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

RANCANG BANGUN APLIKASI FUSI CITRA (IMAGE FUSION) DARI DATA PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN METODE PANSHARPENING TUGAS AKHIR

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

Bab IV Hasil dan Pembahasan

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

JENIS CITRA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu negara dapat dijadikan sebagai tolak ukur kualitas dari pemerintahan suatu negara. Pembangunan wilayah pada suatu negara dapat dikatakan berhasil jika hasil yang didapatkan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Perencanaan yang matang menjadi kunci keberhasilan dari suatu pembangunan, sehingga data yang digunakan dalam perencanaan haruslah baik. Salah satu media yang digunakan dalam perencanaan adalah peta. Pengadaan peta seluas negara Indonesia dalam waktu yang singkat sangatlah tidak mudah jika pengukuran yang dilakukan menggunakan metode konvensional. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan pemetaan menggunakan metode Penginderaan Jauh. Penginderaan Jauh merupakan teknologi untuk mendapatkan informasi mengenai obyek, area, atau fenomena dari analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat yang tidak berhubungan langsung dengan obyek, area, atau fenomena tersebut (Lillesand, 1999). Penginderaan jauh juga memiliki data dan informasi waktu. Kelebihan pengukuran metode penginderaan jauh dibandingkan dengan metode konvensional adalah dalam segi tenaga dan biaya yang diperlukan relatif lebih kecil untuk kawasan yang sangat luas. Pada penelitian ini dilakukan proses fusi pada citra GeoEye-1 dengan menggunakan beberapa metode fusi pan-sharpening dengan studi kasus daerah sekitar Kali Gendol, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data citra GeoEye-1 yang lebih baik, sehingga lebih mudah dalam melakukan interpretasi citra secara visual guna identifikasi penutup lahan. Selain itu penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan citra GeoEye-1 dalam menunjukkan kenampakan daerah penelitian sebelum dan setelah dilakukannya proses fusi.

2 Metode fusi pan-sharpening ada beberapa macam, diantaranya yaitu Hue Saturation Value (HSV), Brovey, Principal Component Analysis (PCA), Gram- Schmidt, Wavelet dan lain sebagainya. Pada penelitian ini metode fusi pansharpening yang dibandingkan hasilnya yaitu Hue Saturation Value (HSV), Brovey dan Principal Component Analysis (PCA). Pemilihan metode fusi pan-sharpening yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan pada penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dengan judul Aplikasi Teknik dan Metode Fusi Data Optik ETM Plus Landsat dan Sar Radarsat untuk Ekstraksi Informasi Geologi Pertambangan Batubara (Sitanggang, 2003). Pada penelitian yang dilakukan oleh Gokmaria Sitanggang data yang digunakan adalah Citra Landsat 7 ETM+ dan Citra tunggal SAR Radarsat. 1.2 Identifikasi Masalah Metode fusi pan-sharpening ada beberapa metode. Setiap metode fusi citra memiliki algoritma dan karakteristik masing masing sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah penelitian ataupun proyek. Dalam penelitian ini dilakukan proses perbandingkan beberapa metode fusi citra yaitu Hue Saturation Value (HSV), Brovey dan Principal Component Analysis (PCA). Metode fusi pansharpening HSV, Brovey, dan PCA digunakan karena belum banyak penelitian yang meneliti metode tersebut, sehingga kelebihan dan kekurangan masing masing metode belum diketahui. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah pada sub bab 1.2 maka dapat dirumuskan pertanyaan pertayaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana melakukan proses fusi citra dengan menggunakan metode Intensity Hue Saturation Value (HSV), Brovey dan Principal Component Analysis (PCA)? 2. Metode fusi citra mana yang memberikan hasil terbaik untuk digunakan dalam identifikasi penutup lahan di lokasi penelitian? 3. Apa kelebihan dan kekurangan dari masing masing metode fusi pada lokasi penelitian?

3 1.4 Cakupan Masalah Batasan masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Penelitian ini menggunakan tiga metode fusi pada citra GeoEye-1 yaitu Hue Saturation Value (HSV), Brovey dan Principal Component Analysis (PCA). 2. Lokasi dilakukannya penelitian ini adalah di sekitar Kali Gendol, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Unsur unsur interpretasi visual yang digunakan yaitu bentuk (spasial), warna (spektral), dan tekstur. 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk membandingkan beberapa metode fusi citra pansharpening untuk keperluan identifikasi penutup lahan pada lokasi penelitian. Metode tersebut adalah HSV, Brovey, dan PCA. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apa kelebihan dan kekurangan dari masing masing metode tersebut. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang didapatkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi peneliti maupun praktisi untuk menentukan metode fusi pan-sharpening yang akan digunakan dalam sebuah penelitian ataupun proyek. 2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi kelebihan dan kekurangan dari masing masing metode fusi yang digunakan. 1.7 Tinjauan Pustaka Ernawati (2001) melakukan penelitian dengan judul Transformasi Komponen Utama Data Citra Landsat TM5 pada Areal Tanaman Padi. Data yang digunakan adalah data satelit Landsat TM5 pada tanggal 18 Juli dan 3 Agustus 1999, dengan menggunakan metode fusi Transformasi Komponen Utama (TKU) / Principal Component Analysis (PCA). Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa perubahan nilai reflektansi tanaman padi citra Landsat TM5 lebih terlihat pada spektrum inframerah dekat. Pada penelitian yang dilakukan Ernawati dengan studi

4 kasus di wilayah Ciasem, Subang, Jawa barat ini kesimpulan yang didapat adalah transformasi komponen utama pada data nilai digital tanaman padi menghasilkan 3 komponen utama yang setara dengan transformasi kecerahan, kehijauan dan kelembapan Tasseled Cap. Sitanggang (2003) melakukan penelitian aplikasi teknik dan metode fusi data optik ETM-plus Landsat dan SAR Radarsat untuk ekstraksi informasi geologi pertambangan batubara. Data yang digunakan adalah data primer SAR-Radarsat tahun 1997 dan data ETM-plus Landsat-7 tahun 2002. Data sekunder yang digunakan adalah peta geologi dan peta rupa bumi daerah studi kasus di Kalimantan Timur. Metode yang digunakan yaitu metode fusi Intensity Hue Saturation (IHS), Brovey / Color Normalization (CN) dan Transformasi Komponen Utama (TKU) / Principal Component Analysis (PCA). Yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah bahwa metode fusi Color Normalization (CN) memiliki hasil dengan kontras yang lebih baik dari pada metode Intensity Hue Saturation (IHS), dan metode Transformasi Komponen Utama (TKU) memberikan kenampakan yang jelas pada struktur batuan di daerah penelitian. Arum Wandayani (2007) melaksanakan penelitian aplikasi teknik dan metode fusi data citra ETM-plus Landsat dan data citra Quickbird. Penelitian yang dilakukan ini memiliki judul Perbandingan Metode Brovey dan PCA Dalam Fusi Citra Pankromatik dan Multispektral. Metode fusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Brovey (Color Normalization) dan metode Principal Component Analysis (PCA). Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk membandingkan dan mengevaluasi sejauh mana metode transformasi Brovey dan Principal Component Analysis (PCA) mampu memberikan kedetailan informasi warna dan informasi spasial. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa citra hasil fusi dengan metode Brovey memberikan penambahan informasi spasial yang tinggi sedangkan citra hasil fusi dengan metode Principal Component Analysis (PCA) mampu memberikan informasi warna yang lebih baik.

5 Tabel I.1. Tinjauan Pustaka Peneliti Judul Data dan Metode yang digunakan Lokasi Hasil Penelitian Data : Citra Metode TKU pada Transformasi Landsat TM5 nilaidigital tanaman padi Ernawati (2001) Komponen Utama Data Citra Landsat TM5 pada Areal Metode : Transformasi Komponen Ciasem, Subang, Jawa Barat menghasilkan 3 komponen utama yang setara dengan transformasi kecerahan, Tanaman Padi Utama kehijauan dan kelembapan Tasseled Cap Aplikasi Teknik Data : Citra Metode fusi Color dan Metode Fusi Landsat ETM- Normalization (CN) Gokmaria Sitanggang, dkk (2003) Data Optik ETM- Plus Landsat dan SAR Radarsat Untuk Ekstraksi Informasi Geologi Plus dan Citra tunggal SAR Radarsat Metode : IHS, Color Sangatta, Kalimantan Timur memiliki kontras yang lebih baik dari metode IHS, dan metode TKU memberikan kenampakan yang jelas pada struktur Pertambangan Normalization, batuan di daerah Batubara dan TKU penelitian. Data : Citra Citra hasil fusi metode Landsat ETM- Brovey memberikan Arum Wandayani Perbandingan Metode Brovey dan PCA Dalam Fusi Plus dan Citra Quickbird Metode : Brovey Singkawang, Kalimantan penambahan informasi spasial yang tinggi sedangkan citra hasil fusi (2007) Citra Pankromatik dan Multispektral dan PCA Barat dengan metode PCA mampu memberikan informasi warna yang lebih baik.

6 1.8 Landasan Teori 1.8.1 Citra GeoEye-1 Penginderaan jauh adalah suatu ilmu dan seni untuk mendapatkan informasi tentang obyek, area, atau fenomena dari analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat yang tidak berhubungan langsung dengan obyek, area, atau fenomena tersebut. Dalam melakukan pekerjaan penginderaan jauh yang dilakukan adalah menginterpretasi atau menganalisis pantulan cahaya yang terekam pada sebuah sensor (Lillesand, 1999). Setiap sensor yang dimiliki oleh alat penginderaan jauh memiliki karakteristik yang berbeda beda. Sebagai contoh adalah satelit ALOS yang dapat menyajikan informasi pada daerah berawan karena gelombangnya dapat menembus tutupan awan, asap, dan kanopi hutan. Citra GeoEye-1 merupakan salah satu citra beresolusi tinggi. Satelit perekaman citra yang diluncurkan pada 6 September 2008 oleh Vandenberg Air Force Base, California, AS ini memiliki resolusi spasial yang dapat diakses secara komersil adalah resolusi 0,5 meter saluran pankromatik dan 2 meter untuk saluran multispektral. Resolusi temporal satelit Geoeye-1 adalah 3 hari. Citra GeoEye-1 merupakan satelit yang dkeluarkan oleh GeoEye Inc yang sebelumnya juga mengeluarkan satelit IKONOS. GeoEye-1 dilengkapi dengan teknologi tercanggih yang pernah digunakan dalam sistem satelit komersial yang dibuat oleh General Dynamics. Proses pembuatan citra ini disponsori oleh Google dan National Geospatial Intelligence Agency (NGA). Gambar 1.1 Satelit GeoEye-1 (https://www.digitalglobe.com)

7 Tabel I.2 Karakteristik Citra GeoEye-1 ( www.satimagingcorp.com/satellite-sensors/ geoeye-1/ dan directory.eoportal.org/web/eoportal/satellite-missions/g/geoeye-1) Karakteristik Informasi Keterangan 6 September 2008 pukul 11:50:57 sampai dengan pukul 11:52:21 Peluncuncuran Cara Perekaman Pankromatik dan Multispektral Resolusi Spektral 0.46 meter (pankromatik), 0.5 meter (yang dapat diakses umum) 1.84 meter (multispektral), 2,0 meter (yang dapat diakses umum) Panjang Gelombang Pankromatik Multispektral Biru Green Merah : 450 800 nm : 450 510 nm : 510 580 nm : 655 695 nm Inframerah Dekat : 780 900 nm Akurasi Metrik CE stereo : 2 m / 6.6 ft LE stereo : 3 m / 9.84 ft CE mono : 2.5 m/8.20 ft Kecepatan Lebar Sapuan 7.5 km/detik 15.2 km Satelit Masa Operasi Kuantisasi Data Tipe Citra >10 tahun 11 bit Pushbroom imager. Lline direkam dengan sistem perekaman TDI (Time Delay Integration)

8 1.8.2 Interpretasi Citra Visual Interpretasi citra merupakan serangkaian kegiatan identifikasi, pengukuran dan penerjemahan data peginderaan jauh untuk mendapatkan informasi yang berguna bagi pengguna. Interpretasi data penginderaan jauh dapat dilakukan secara digital dan secara manual karena data penginderaan jauh dapat berupa data numerik maupun data visual. Interpretasi citra secara visual menurut Susanto (1987) terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu : 1. Penyadapan data dari data citra, berupa pengenalan obyek dan elemen yang tergambar pada citra yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik atau peta tematik. 2. Penggunaan data hasil penyadapan dari data citra digunakan untuk tujuan tertentu. Prinsip dari proses interpretasi obyek pada penginderaan jauh adalah menyelidiki karakteristik atau atributnya pada citra. Karakteristik obyek yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali obyek dapat disebut juga unsur interpretasi citra. Unsur unsur interpretasi citra tersebut adalah : 1. Rona, merupakan tingkatan gelap terangnya citra berdasarkan atas proporsi atau emisi spektrum elektromagnetik yang datang dari obyek dan ditangkap oleh sensor. 2. Ukuran, merupakan satuan dimensi berupa panjang, luas, tinggi, kemiringan dan volume dari suatu obyek. 3. Bentuk, merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu obyek. Saat ini detil yang berupa bentang buatan manusia relatif lebih teratur dan memiliki ciri bentuk tertentu jika dibandingkan bentuk bentang alam. Jadi bisa dikatakan bahwa bentuk adalah kunci interpretasi yang sangat penting untuk saat ini. 4. Tekstur, merupakan frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand, 1999) atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. 5. Pola, merupakan susunan keruangan yang teratur mengenai kenampakan topografi, geologi atau vegetasi. Pola juga terbentuk oleh campur tangan

9 manusia yang dimana dilakukannya beberapa bentuk umum pada suatu area yang sama, sehingga terciptalah pola. 6. Bayangan, merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses interpretasi karena daerah yang terkena bayangan memiliki karakteristik yang sulit diketahui dengan hanya terlihat samar samar atau bahkan tidak tampak sama sekali. 7. Situs (lokasi), merupakan lokasi topografi obyek berada dan hubungannya dengan lingkungan sekitar. 8. Asosiasi, merupakan keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek lainnya. Keterkaitan inilah yang mengakibatkan tidak jarang suatu obyek dijadikan dasar untuk menginterpretasi obyek lainnya. 1.8.3 Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik merupakan proses yang dilakukan untuk meningkatkan tingkat visibilitas citra sebelum diinterpretasi. Sama dengan koreksi geometrik, koreksi radiometrik merupakan pembetulan citra akibat kesalahan radiometrik. Koreksi radiometrik bertujuan untuk memperbaiki nilai piksel agar sesuai dengan warna asli. Efek atmosfer menyebabkan nilai pantulan obyek dipermukaan bumi yang terekam oleh sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar oleh karena adanya hamburan atau lebih kecil karena proses serapan. Metode-metode yang digunakan untuk menghilangkan efek atmosfer antara lain metode pergeseran histogram (histogram adjustment), metode regresi dan metode kalibrasi bayangan. 1.8.4 Klasifikasi Untuk Tutupan Lahan Klasifikasi secara umum dapat diartikan sebagai proses menetapkan objekobjek kenampakan atau unit menjadi kelompok - kelompok di dalam suatu sistem yang dilakukan berdasarkan kandungan isinya. Tahapan klasifikasi adalah mengenali, menentukan letak, dan melakukan pengelompokan obyek menjadi kelaskelas tertentu yang didasarkan pada kesamaan nilai spektral setiap piksel. Proses klasifikasi citra untuk tutupan lahan pengelompokkan obyek nya dapat dibagi atas vegetasi, tubuh air, awan, tanah, dan salju.

10 Penutup lahan dan penggunaan lahan memiliki defenisi yang berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1999), istilah penutup lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan Bumi. Sedangkan istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Konecny (2003) menyatakan bahwa penutup lahan menggambarkan penampilan fisik dari permukaan Bumi. Sementara itu, penggunaan lahan diartikan sebagai kategori lahan yang berhubungan dengan hak penggunaan tanah tersebut secara ekonomi. Klasifikasi dapat dikatakan sebagai klasifikasi penutup lahan atau klasifikasi penggunaan lahan tergantung dengan kedetailan kelas klasifikasi yang digunakan. Penutup lahan secara umum hanya diklasifikasikan menjadi lima kelas yaitu vegetasi, tanah, awan, tubuh air, dan salju. Kelima kelas tersebut merupakan jenis kelas yang masih sangat umum karena untuk kelas vegetasi, tanah, dan tubuh air masih dapat dilakukan pembagian kelas yang lebih detail sesuai dengan keperluannya. Sebagai contoh untuk kelas vegetasi masih dapat dibagi kelas nya sebagai daerah sawah, hutan dan kebun. Proses klasifikasi penutup lahan meliputi dua langkah : (1) mengenali objek objek penutup lahan (2) pemberian nama-nama piksel untuk diklasifikasi menggunakan algoritma klasifikasi tertentu. Daerah yang dipilih haruslah mencakup kelas kelas utama yang ditentukan yaitu tanah, vegetasi, dan tubuh air. Hasil klasifikasi yang dilakukan secara visual inilah yang nantinya dijadikan pertimbangan utama untuk menentukan citra hasil fusi metode manakah yang sesuai untuk dilakukan proses interpretasi visual pada lokasi penelitian. Penentuan unsur interpretasi yang digunakan juga merupakan aspek penting guna mengetahui kualitas dari hasil klasifikasi citra nya. Pada penelitian ini digunakan tiga unsur interpretasi citra yang digunakan, yaitu bentuk, warna, dan tekstur. Unsur unsur interpretasi citra tersebut dipilih karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan citra yang mudah untuk diinterpretasi secara visual guna identifikasi penutup lahan. Pemilihan ketiga unsur tersebut juga mempertimbangkan ketelitian spasial citra Geoeye-1 yang digunakan pada penelitian ini, dimana resolusi spasial citra pankromatiknya adalah 0,5 meter.

11 Skema Klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah SNI 7645-2010 yang membahas tentang klasifikasi penutup lahan dengan beberapa modifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah dengan menggabungkan level 2.1 Lahan terbuka dan level 2.2 Pemukiman dan lahan bukan pertanian yang berkaitan. Sehingga didapatkan kelas klasifikasi level 1 vegetasi dan klasifikasi level 2 berupa Perairan dan Lahan Terbuka yang di kombinasikan dengan Pemukiman dan lahan bukan pertanian yang berkaitan. 1. Daerah bervegetasi... Kelas pertama 1.1 Daerah Pertanian 1.1.1 Sawah 1.1.2... 1.2 Daerah Bukan Pertanian 2. Daerah tak bervegetasi 2.1 Lahan Terbuka... Kelas Kedua 2.2 Pemukiman dan lahan bukan pertanian yang berkaitan... Kelas Kedua 2.3 Perairan... Kelas Ketiga Gambar I.2. Skema klasifikasi penelitian 1.8.5 Metode Fusi Citra (Image Pan-sharpening) Fusi citra adalah proses penggabungan dua citra atau lebih dengan kualitas yang berbeda pada daerah yang sama dengan algoritma pengukuran yang berbeda beda untuk setiap metode fusi yang digunakan. Dalam pelaksanaannya kedua citra agar dapat dilakukan proses fusi harus mempunyai sistem proyeksi yang sama. Metode fusi citra dilakukan untuk menghasilkan citra yang memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan data citra masukannya. Citra hasil fusi memiliki kelebihan resolusi spasial dari data masukan citra pankromatik dan kelebihan resolusi spektral dari data masukan citra multispektralnya. Hal ini dilakukan karena banyak proses analisis dan interpretasi yang tidak dapat dilakukan pada satu buah citra karena setiap

12 citra memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa metode fusi diantaranya adalah metode Hue Saturation Value (HSV), Brovey (Color Normalization) dan Principal Component Analysis (PCA). 1.8.5.1 Metode fusi citra hue saturation value (HSV). Metode fusi citra Hue Saturation Value (HSV), pengertian dari Saturation adalah tingkat dari kecerahan warna tersebut secara keseluruhan atau brightness, sedangkan Hue menunjukkan dominasi ataupun rata rata panjang gelombang dari kontribusi cahaya ke suatu warna dan Value adalah tingkat kemurnian dari sebuah warna sampai keabu abuan atau pure color (Lillesand, 1999). Dalam Metode fusi dengan Hue Saturation Value (HSV) dilakukan transformasi warna HSV untuk memisahkan antara Value (V) dan spektral (H, S) dari sebuah citra RGB standar. Untuk 0 H 120 maka : R = 1 3 1 + Scos(H) cos (60 H), B = 1 (1 S), G = 31 - R G... (1.1) 3 Untuk 120 H 240 maka : G = 1 3 1 + Scos(H 120 ) cos (180 H), R = 1 (1 S), B = 31 - R B... (1.2) 3 Untuk 240 H 360 maka : B = 1 3 1 + Scos(H 240 ) cos (360 H), G = 1 (1 S), R = 31 - G B... (1.3) 3 Dimana S adalah nilai saturation (Adam, 2001) 1.8.5.2 Metode fusi citra brovey. Metode fusi citra Brovey adalah salah satu metode sederhana untuk mengkombinasikan data dari beberapa sensor, dengan batasan hanya tiga kanal yang dapat disertakan. Metode ini merupakan metode yang efektif karena piksel dari data kedua citra diproses secara bersamaan. Metode ini dilakukan proses normalisasi terhadap sebuah citra RGB. Caranya dengan mengalikan hasilnya dengan sebuah data citra yang beresolusi lebih tinggi untuk meningkatkan komponen intensitas dari citra. Metode transformasi Brovey menggunakan kombinasi linear dari pasangan citra awal untuk mendapatkan citra multispektral baru dengan resolusi spasial menyamai resolusi citra pankromatik awal. Metode Brovey merupakan komposisi dari rasio ketiga nilai kanal

13 multispektral untuk keperluan tampilan (display), dalam hal ini kanal RGB yang dipadukan dengan nilai spasial dari citra pankromatik awal. Rumus Umum yang digunakan untuk metode Brovey (Pohl,1998) adalah : R = Band 1 / (Band 1 + Band 2 + Band 3)* S1... (1.4) G = Band 2 / (Band 1 + Band 2 + Band 3)* S1... (1.5) R = Band 3 / (Band 1 + Band 2 + Band 3)* S1... (1.6) Band 1, Band 2, dan Band 3 masing masing merupakan kanal citra multispektral dan S1 menunjukkan citra pankromatik. 1.8.5.3 Metode fusi citra principal component analysis (PCA). Metode fusi citra Principal Component Analysis (PCA) atau biasa juga disebut Transformasi Komponen Utama (TKU) adalah metode analisis peubah ganda yang bertujuan memperkecil dimensi peubah asal sehingga diperoleh peubah baru (komponen utama) yang tidak saling berkolerasi tetapi menyimpan sebagian besar informasi yang terkandung pada peubah asal (Morisson, 1976). Pada metode ini harus dihitung nilai kovarian matrik C x terlebih dahulu :... (1.7) Dimana X adalah jumlah dimensi dari variabel, M adalah rata rata vektor dan k adalah nilai dari pixel (Minhayenud, 2008). 1.8.6 Teori Histogram Citra dan Statistika Citra Histogram adalah suatu bentuk grafik yang menunjukkan adanya dispersi data. Dari grafik ini kita dapat membuat analisa karakteristik dan penyebab dispersi tersebut. Tiap tampilan batang menunjukkan proporsi frekuensi pada masing-masing deret kategori yang berdampingan dengan interval yang tidak tumpang tindih. Histogram adalah hal yang sangat penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan citra. Dengan melihat histogram sebuah citra dapat disimpulkan apakah foto tersebut memiliki exposure yang baik atau tidak. Selain itu dengan melihat histogram juga dapat diketahui apakah cahaya yang ada dalam foto keras atau flat (datar).,

14 sehingga pada akhirnya bisa ditentukan proses editing mana yang paling pas untuk citra bersangkutan. Sebuah citra terdiri atas sejumlah banyak piksel dan setiap piksel memiliki elemen warna yang dihasilkan oleh campuran warna utama berupa Red, Green dan Blue (RGB). Masing-masing warna RGB memiliki tingkat keabuan yang bernilai dari nol sampai 255. Saat merekam sebuah citra satelit membaca nilai keabuan (tonal) dengan nilai antara nol sampai 255. Hasil perekaman tersebut diproyeksikan dalam bentuk grafik. Grafik inilah yang disebut histogram. Statistika Citra pada citra dapat dianalisis dengan melihat pada nilai min, nilai max dan juga nilai mean pada digital number citra. Citra dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik jika nilai minimumnya adalah nol dan nilai maksimumnya adalah 255. Nilai mean digunakan untuk melihat persebaran digital number pada citra tersebut. Jika nilai mean lebih menuju ke nilai nol maka data citranya cenderung gelap, begitu juga sebaliknya jika nilai mean lebih mendekati ke nilai 255 maka data citra nya cenderung lebih terang. 1.9 Hipotesis Metode fusi citra pada citra GeoEye-1 akan memberikan hasil yang berbeda pada masing masing metode fusi citra. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dimiliki oleh masing masing metode maka dapat diambil hipotesis bahwa proses fusi metode Principal Component Analysis akan memberikan nilai spektral yang lebih baik dibandingkan dua metode lain yang digunakan dalam penelitian ini sehingga informasi yang terdapat pada citra menjadi maksimal dan lebih mudah untuk diinterpretasi.