PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 1958 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 64 TAHUN 1958 (64/1958) Tanggal: 11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1958 TENTANG PENYERAHAN URUSAN LALU-LINTAS JALAN KEPADA DAERAH TINGKAT KE-I


UU 64/1958, PEMBENTUKAN DAERAH DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR *)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1959

PERATURAN DAERAH. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah ;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan:

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal: 25 JULI 1958 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA BESAR DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

MALUKU. DAERAH SWATANTARA TINGKAT I. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1952 TENTANG SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTERIAN-KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN PRESENTASE DARI PENERIMAAN BEBERAPA PAJAK NEGARA UNTUK DAERAH

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal:25 JULI 1958 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1957 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I SUMATERA BARAT, JAMBI DAN RIAU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1958 TENTANG PELAKSANAAN PERSETUJUAN PAMPASAN PERANG ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN JEPANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) SUMATERA TENGAH. OTONOM KOTA-KECIL PEMBENTUKAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:20 TAHUN 1958 (20/1958) Tanggal:17 JUNI 1958 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 69 TAHUN 1958 (69/1958) Tanggal: 9 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1958 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 1 31 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: Pasal 113 dari Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN DAERAH TIDAK AMAN KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN BAGIAN XV (KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM DAN TENAGA) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN DINAS 1954 *)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1957 TENTANG DASAR-DASAR PEMILIHAN DAN PENGGANTIAN ANGGOTA-ANGGOTA DEWAN PEMERINTAH DAERAH

UU 44/1957, PENETAPAN BAGIAN X (KEMENTRIAN PENDIDIKAN, PENGAJARAN DAN KEBUDAYAAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN DINAS 1954

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1957 TENTANG LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA; MEMUTUSKAN:

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No. 22 tahun 1948.

Tentang: PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM. PROPINSI SUMATERA TENGAH.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: Pasal 113 dan 115 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : pasal 113 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN PRESENTASI DARI BEBERAPA PENERIMAAN NEGARA UNTUK DAERAH

PENETAPAN BAGIAN XV (KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN TENAGA) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1955 *)

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1957 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA KONSTITUANTE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG POKOK-POKOK PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NASIONALISASI PERUSAHAAN BELANDA

Tentang: PENETAPAN BAGIAN X (KEMENTERIAN PENDIDIKAN, PENGAJARAN DAN KEBUDAYAAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1955 *)

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 83 TAHUN 2016 TENTANG

Mengingat: pasal 113 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG POKOK-POKOK PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NASIONALISASI PERUSAHAAN BELANDA

UU 56/1954, PENETAPAN BAGIAN XVI (KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM DAN TENAGA) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN TAHUN DINAS 1952 DAN 1953

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 81 TAHUN 1958 (81/1958) Tanggal: 23 OKTOBER 1958 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PEMBERHENTIAN MILITER SUKARELA DARI DINAS TENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI BERHADIAN TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : Pasal-pasal 73, 89 dan 90 ayat 1 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:60 TAHUN 1958 (60/1958) Tanggal:17 JULI 1958 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS CIPTA KARYA KABUPATEN SITUBONDO

Mengingat pula : Keputusan Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-26 pada tanggal 1O Agustus 1951; MEMUTUSKAN:

Mengingat : Pasal-pasal 96 dan 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Mendengar :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Alokasi. Anggaran Pendidikan. APBN.

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1958 TENTANG PENYERAHAN KEKUASAAN, TUGAS DAN KEWAJIBAN MENGENAI URUSAN-URUSAN KESEJAHTERAAN BURUH, KESEJAHTERAAN PENGANGGUR DAN PEMBERIAN KERJA KEPADA PENGANGGUR KEPADA DAERAH-DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: Bahwa berhubung dengan keinginan dan hasrat daerah-daerah untuk mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri yang seluas-luasnya, perlu urusan-urusan rumah-tangga daerah-daerah itu ditambah dengan kekuasaan, tugas dan kewajiban baru mengenai urusan-urusan kesejahteraan buruh, kesejahteraan penganggur dan pemberian kepada penganggur. Mengingat: 1. Pasal-pasal 98 dan 131 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; 2. Pasal-pasal 31 ayat (3) dan (4) dan 32 "Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 1956" (Undang-undang Nomor 1 tahun 1957), (Lembaran-Negara tahun 1957 Nomor 6). Mendengar: Dewan Menteri dalam rapatnya pada tanggal 24 Februari 1958. MEMUTUSKAN: Menetapkan: Peraturan Pemerintah tentang penyerahan kekuasaan, tugas dan kewajiban mengenai urusan-urusan kesejahteraan buruh, kesejahteraan penganggur dan pemberian kerja kepada penganggur kepada daerahdaerah sebagai berikut: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dengan "daerah" dalam peraturan ini ialah Daerah Tingkat I menurut pasal 2 ayat (1) sub a Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 (Lembaran-Negara tahun 1957 Nomor 6); BAB II 1 / 7

URUSAN-URUSAN YANG DISERAHKAN KEPADA DAERAH-DAERAH Pasal 2 Tentang kesejahteraan buruh. (1) Daerah-daerah diserahi urusan-urusan kesejahteraan buruh. (2) Yang dimaksud dengan urusan-urusan kesejahteraan buruh ialah usaha-usaha untuk memajukan kesejahteraan buruh di dalam maupun di luar perusahaan dengan jalan: a. memberi bantuan dalam penyelenggaraan asrama/pemondokan buruh, perumahan buruh, balai istirahat buruh, balai pertemuan buruh, keolah-ragaan buruh, hiburan buruh, tempat penitipan kanak-kanak/bayi-bayi buruh, pemberantasan buta huruf dan pendidikan umum di kalangan buruh, dan usaha-usaha lain dalam lapangan kesejahteraan buruh, sejauh soal-soal tersebut dengan Undang-undang/peraturan tidak dibebankan kepada pengusaha; b. memberi bimbingan kepada usaha-usaha kesejahteraan buruh; c. memberi ceramah-.ceramah dan kursus-kursus tentang kesejahteraan buruh. (3) Untuk menjalankan usaha-usaha untuk memajukan kesejahteraan buruh tersebut di ayat (2) dapat didirikan badan-badan yang bertujuan menyelenggarakan perbaikan kesejahteraan buruh, baik oleh Daerah sendiri maupun bersama-sama dengan buruh dan pengusaha. Pasal 3 Tentang kesejahteraan penganggur dan pemberian kerja kepada penganggur. (1) Daerah diserahi urusan-urusan menyelenggarakan dan memajukan usaha-usaha kesejahteraan penganggur dan usaha-usaha pemberian kerja kepada,penganggur. (2) Yang dimaksud dengan usaha-usaha kesejahteraan penganggur ialah: a. pemberian bantuan-bantuan sosial kepada kaum penganggur untuk meringankan beban penghidupan mereka; b. lain-lain usaha kesejahteraan penganggur untuk memelihara kemampuan bekerja, dengan jalan menyelenggarakan keolah-ragaan, kesenian, hiburan, pemberantasan buta huruf dan pendidikan umum di kalangan kaum penganggur dan sebagainya. (3) Yang dimaksud dengan pemberian kerja kepada penganggur ialah pemberian kepada kaum penganggur dan setengah penganggur pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya darurat atau sementara yang ditujukan untuk memelihara kemampuan bekerja kaum penganggur. BAB III KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 4 Tentang pembentukan dan penyusunan dinas kesejahteraan buruh, kesejahteraan penganggur dan pemberian kerja kepada penganggur daerah. Pembentukan dan penyusunan dinas kesejahteraan buruh, kesejahteraan penganggur dan pemberian kerja kepada penganggur daerah dilaksanakan oleh daerah dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk yang diberikan 2 / 7

oleh Menteri Perburuhan. Pasal 5 Tentang hal pegawai (1) Dengan tidak mengurangi hak daerah untuk mengangkat pegawai daerah dimaksud dalam pasal 53 Undang-undang Nomor 1 tahun 1957, maka untuk menyelenggarakan urusan-urusan yang diserahkan kepada daerah, setelah mendengar pertimbangan daerah, dengan keputusan Menteri Perburuhan dapat: a. diserahkan kepada daerah pegawai Negara Jawatan Hubungan Perburuhan dan Jawatan Penempatan Tenaga dari Kementerian Perburuhan yang ada pada saat pelaksanaan penyerahan berkedudukan dalam wilayah daerah, untuk diangkat menjadi pegawai daerah; b. diperbantukan pegawai Negara Jawatan Hubungan Perburuhan dan Jawatan Penempatan Tenaga dari Kementerian Perburuhan untuk dipekerjakan kepada daerah. (2) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan yang berlaku bagi pegawai Negara, maka dengan peraturan Menteri Perburuhan dapat diadakan ketentuan- ketentuan tentang kedudukan dan jaminan-jaminan pegawai Negara yang diangkat menjadi pegawai daerah atau yang diperbantukan kepada daerah. (3) Penempatan dan pemindahan pegawai Negara yang diperbantukan kepada daerah yang dilakukan di dalam wilayah daerah, diselenggarakan oleh Dewan Pemerintah Daerah dengan memberitahukan hal itu kepada Menteri Perburuhan. (4) Pemindahan pegawai Negara yang diperbantukan kepada daerah ke daerah lain, diselenggarakan oleh Menteri Perburuhan setelah mendengar pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. (5) Penetapan dan kenaikan pangkat dan gaji pegawai Negara yang diperbantukan, diselenggarakan oleh Menteri Perburuhan atau pegawai yang ditunjuk oleh Menteri tersebut dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah yang berkepentingan. (6) Kenaikan gaji berkala, pemberian istirahat, baik istirahat tahunan, istirahat besar maupun istirahat karena sakit/hamil dan sebagainya dari pegawai Negara yang diperbantukan diputus oleh Dewan Pemerintah Daerah menurut peraturan-peraturan yang berlaku bagi pegawai Negara dan diberitahukan kepada Menteri Perburuhan. Pasal 6 Tentang hal tanah, bangunan, gedung dan lain-lain sebagainya yang turut diserahkan. (1) Tanah, bangunan, gedung dan barang-barang tidak bergerak lainnya yang sampai pada saat mulai dilaksanakan penyerahan dikuasai dan telah dipergunakan untuk kepentingan penyelenggaraan urusanurusan kesejahteraan buruh, kesejahteraan penganggur dan pemberian kepada penganggur oleh Jawatan hubungan Perburuhan dan Jawatan Penempatan Tenaga dari Kementerian Perburuhan yang menjadi urusan daerah, diserahkan kepada daerah untuk diurus dan dipergunakan oleh daerah guna kepentingan penyelenggaraan urusan-urusan tersebut. (2) Bahan, perkakas, alat perlengkapan kantor dan barang bergerak lainnya yang ada pada saat mulai dilaksanakan penyerahan dan dipergunakan untuk kepentingan penyelenggaraan urusan- urusan kesejahteraan buruh, kesejahteraan penganggur dan pemberian kepada penganggur yang menjadi urusan daerah, diserahkan kepada daerah untuk menjadi miliknya. (3) Hutang-piutang yang bersangkutan dengan urusan-urusan yang diserahkan kepada daerah, mulai pada saat dilakukan pelaksanaan penyerahan menjadi urusan dan tanggungan daerah, dengan ketentuan bahwa untuk kesulitan-kesulitan yang timbul mengenai hal itu jika dipandang perlu dapat diminta 3 / 7

pertimbangan Menteri Perburuhan. Pasal 7 Tentang hal keuangan (1) Untuk menyelenggarakan kekuasaan, tugas dan kewajiban mengenai urusan-urusan kesejahteraan buruh, kesejahteraan penganggur dan pemberian kepada penganggur yang diserahkan kepada daerah, Kementerian Perburuhan menyerahkan kepada daerah, sejumlah uang yang ditetapkan dalam keputusan Menteri Perburuhan sekedar perbelanjaannya yang dimaksud sebelum diselenggarakan oleh daerah termasuk dalam Anggaran Belanja Kementerian Perburuhan. (2) Untuk tahun-tahun dinas yang berikutnya, maka belanja mengenai urusan-urusan yang telah diserahkan kepada daerah, dipisahkan dari anggaran Kementerian Perburuhan dan dipindahkan kedalam Anggaran Belanja Kementerian Dalam Negeri. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 8 Kesulitan-kesulitan yang timbul dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan peraturan ini diselesaikan dan diputuskan oleh Menteri Dalam Negeri dengan persetujuan Menteri Perburuhan. Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini dinamakan "Peraturan Pemerintah tentang penyerahan urusan-urusan kesejahteraan buruh, kesejahteraan penganggur dan pemberian kerja kepada penganggur kepada daerah-daerah". Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 25 Maret 1958 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO MENTERI PERBURUHAN, 4 / 7

SAMYONO MENTERI DALAM NEGERI, SANOESI HARDJADINATA Diundangkan, Pada Tanggal 27 Maret 1958 MENTERI KEHAKIMAN, G.A. MAENGKOM LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1958 NOMOR 26 5 / 7

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1958 TENTANG PENYERAHAN KEKUASAAN, TUGAS DAN KEWAJIBAN MENGENAI URUSAN-URUSAN KESEJAHTERAAN BURUH, KESEJAHTERAAN PENGANGGUR DAN PEMBERIAN KERJA KEPADA PENGANGGUR KEPADA DAERAH-DAERAH UMUM Dengan Peraturan Pemerintah ini kepada Daerah-daerah tingkat 1 dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 sub a dari Undang-undang Nomor 1 tahun 1957, baik yang kini telah ada maupun yang masih akan dibentuk dikemudian hari, diserahkan urusan-urusan kesejahteraan buruh, kesejahteraan penganggur dan pemberian kerja kepada penganggur, berdasarkan pertimbangan bahwa urusan-urusan perburuhan tersebut mempunyai aspek-aspek lokal, dan dapat diselenggarakan oleh daerah-daerah dalam bentuk otonomi. TENTANG KESEJAHTERAAN BURUH. Yang dimaksud dengan urusan kesejahteraan buruh ialah usaha-usaha sebagaimana disebut dalam pasal 2 ayat 2, sejauh soal-soal tersebut tidak dibebankan kepada pengusaha. Soal-soal yang berdasarkan Peraturan Perundangan, baik yang telah maupun yang akan ditetapkan, dibebankan kepada pengusaha, misalnya: 1. ketentuan tersebut di pasal 9 Arbeidsregeling-Nijverheids-bedrijven (Stbl. 1941 Nomor 467), yang menetapkan bahwa apabila pengusaha memberikan perumahan kepada buruh, pengusaha berkewajiban mengusahakan bahwa perusahaan itu patut: 2. ketentuan tersebut di pasal 5 Wervingsordonnantie 1936 (Stbl. 1936 Nomor 208), yang menetapkan bahwa "Werforganisasi" (yang harus difahamkan sebagai organisasi (wakil) dari pengusaha) berkewajiban menyediakan rumah penginapan (doorgangshuizen) yang patut untuk tenaga-tenaga yang dikerahkan dan keluarganya, diurus oleh Pemerintah Pusat. Urusan kesejahteraan buruh meliputi suatu lapangan yang sangat luas dan karena itu dalam pasal 2 diserahkan kepada daerah usaha-usaha tertentu yang melihat sifatnya dapat lebih sempurna diselenggarakan oleh Daerah. Dalam pada itu mengingat sifat ini, diusahakan penggunaan sistim gotong-royong dan pemakaian sumbersumber pembiayaan yang sesuai dengan keadaan setempat. Pada waktu urusan tersebut di atas masih diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, maka penyelenggaraannya dilakukan menurut keadaan kemampuan keuangan; di samping itu oleh karena penyelenggaraannya masih dalam taraf permulaan maka belumlah banyak pegawai yang ditugaskan mengurus urusan itu. Berhubung dengan itu jumlah pegawai yang akan diserahkan kepada atau diperbantukan kepada Daerah tidak banyak. Oleh karenanya penyerahan urusan-urusan ini akan dilaksanakan dengan mengingat kesediaan dan kemampuan Daerah. TENTANG KESEJAHTERAAN PENGANGGUR DAN PEMBERIAN KERJA KEPADA PENGANGGUR, Yang dimaksud dengan usaha-usaha kesejahteraan penganggur ialah usaha-usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) dan tidak meliputi urusan-urusan jaminan sosial untuk penganggur yang urusannya akan diatur secara tersendiri. 6 / 7

Urusan-urusan menyelenggarakan dan memajukan usaha-usaha kesejahteraan penganggur dan usaha-usaha pemberian kerja sebagaimana disebut dalam pasal 3 meliputi suatu lapangan yang sangat luas; melihat sifatnya kepada Daerah-daerah diserahkan urusan-urusan ini karena dapat lebih sempurna diselenggarakan oleh daerah-daerah. Dalam pada itu mengingat sifat ini dapat diusahakan penggunaan sistim gotong royong dan pemakaian sumbersumber pembiayaan yang sesuai dengan keadaan setempat. Pada waktu urusan-urusan tersebut di atas masih diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, maka penyelenggaraan tersebut dilakukan menurut keadaan kemampuan keuangan; di samping itu oleh karena penyelenggaraannya masih berada dalam taraf permulaan, maka belumlah banyak pegawai yang ditugaskan mengurus urusan-urusan itu. Berhubung dengan itu dengan penyerahan wewenang-wewenang ini kepada Daerah-daerah jumlah pegawai yang akan diserahkan atau diperbantukan kepada Daerah-daerah tidak banyak. Oleh karena itu penyerahan kekuasaan, tugas dan kewajiban tersebut akan dilaksanakan dengan mengingat kesediaan dan kemampuan Daerah. Penjelasan pasal demi-pasal tidak perlu, karena cukup jelas. Diketahui: MENTERI KEHAKIMAN, G. A. MAENGKOM 7 / 7