BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn

BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra

BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS 4.1 Vektor Pergeseran Titik Pengamatan Gunungapi Papandayan

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMODELAN MEKANISME GEMPA BUMI PADANG 2009 BERDASARKAN DATA SUGAR

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Subduksi antara Lempeng Samudera dan Lempeng Benua [Katili, 1995]

BAB IV ANALISIS Seismisitas sesar Cimandiri Ada beberapa definisi seismisitas, sebagai berikut :

BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMODELAN DEFORMASI CO-SEISMIC

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4.

Analisis Mekanisme Gempabumi Sorong 25 September 2015 (WIT) (Preliminary Scientific Report)

Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr

Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 dari Data GPS Kontinyu SuGAr

PEMODELAN MEKANISME GEMPA BENGKULU M8,5 TAHUN 2007 BERDASARKAN DATA GPS

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS

BAB V ANALISIS IMPLIKASI DEFORMASI CO-SEISMIC TERHADAP BATAS DAERAH DAN NEGARA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta

BAB 4 ANALISIS DATA TIME SERIES GPS KONTINU SUGAR

Soal No. 1 Perhatikan gambar berikut, PQ adalah sebuah vektor dengan titik pangkal P dan titik ujung Q

a menunjukkan jumlah satuan skala relatif terhadap nol pada sumbu X Gambar 1

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

Bab IV Hasil dan Pembahasan

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

Pemodelan Perubahan Jaring Titik Kontrol Nasional Wilayah Provinsi Aceh Akibat Efek Coseismic Gempa Aceh Andaman 2004

BAB III METODOLOGI. Pada bab ini membahas metodologi yang secara garis besar digambarkan pada bagan di bawah ini:

Tabel 1 Sudut terjadinya jarak terdekat dan terjauh pada berbagai kombinasi pemilihan arah acuan 0 o dan arah rotasi HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DEFORMASI GUNUNG API BATUR BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS BERKALA TAHUN 2008, 2009, 2013, DAN 2015

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

1. Jika f ( x ) = sin² ( 2x + ), maka nilai f ( 0 ) =. a. 2 b. 2 c. 2. Diketahui f(x) = sin³ (3 2x). Turunan pertama fungsi f adalah f (x) =.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005]

PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT)

BAB IV ANALISIS SEISMIC HAZARD

K13 Revisi Antiremed Kelas 10 FISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. komplek yang terletak pada lempeng benua Eurasia bagian tenggara (Gambar

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG. Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Struktur Akibat Gempa BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Kuswondo ( )

PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI Oleh ZULHAM SUGITO 1

Secara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut :

19. VEKTOR. 2. Sudut antara dua vektor adalah θ. = a 1 i + a 2 j + a 3 k; a. a =

Analisa Kecepatan Pergeseran di Wilayah Jawa Tengah Bagian Selatan Menggunakan GPS- CORS Tahun

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

ANALISIS PERGESERAN AKIBAT GEMPA BUMI SUMATERA 11 APRIL 2012 MENGGUNAKAN METODE GPS CONTINUE

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode Single Event Determination(SED), alur kedua

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

Antiremed Kelas 11 FISIKA

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

IV. METODOLOGI PENELITIAN

S e l a m a t m e m p e r h a t i k a n!!!

PERANGKAT LUNAK UNTUK PERHITUNGAN SUDUT ELEVASI DAN AZIMUTH ANTENA STASIUN BUMI BERGERAK DALAM SISTEM KOMUNIKASI SATELIT GEOSTASIONER

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan...

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi

ANALISIS RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE DIFFERENCE WILAYAH SULAWESI TENGAH (Periode Januari-April 2018)

Analisis Kejadian Rangkaian Gempa Bumi Morotai November 2017

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

REGANGAN TEKTONIK DAN ESTIMASI POTENSI BAHAYA GEMPA DI SELAT SUNDA BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS

LAPORAN GEMPABUMI Mentawai, 25 Oktober 2010

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang

4, digunakan. metode P sedangkan jika δ maks

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE FEBRUARI 2018 (GEMPABUMI PIDIE 08 FEBRUARI 2018) Oleh ZULHAM SUGITO 1

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16

BAB III PERANCANGAN ALAT

ANTIREMED KELAS 11 FISIKA

Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut :

Transkripsi:

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS IV.1. PENGOLAHAN DATA Dalam proses pemodelan gempa ini digunakan GMT (The Generic Mapping Tools) untuk menggambarkan dan menganalisis arah vektor GPS dan sebaran gempa, dan Matlab untuk perhitungan modelnya. GMT adalah suatu paket software untuk membuat peta kualitas tinggi melalui postscript dalam berbagai jenis proyeksi. Software ini di kembangkan oleh Paul Wessel (Universitas Manoa, Hawaii) dan Walter H.F. Smith (NOAA) tahun 1988. Data yang digunakan adalah data kejadian gempabumi selama 8 bulan di sekitar pantai barat daya dari Bengkulu (Sumatera Bagian Selatan). Pada tabel 4.1 disajikan data gempa utama dan beberapa gempa susulannya (tanggal 12 Sepetember 2007), sementara untuk keseluruhan data sebaran gempa dapat dilihat pada lampiran (tabel 2b). Tabel 4.1. Mainshock dan Aftershock Earthquake Bengkulu (12 September 2007). Waktu Kejadian (jam Lintang Bujur Kedalaman Skala No Tahun Bulan Tanggal menit detik) (derajat) (derajat) (km) (magnitud) 1 2007 9 12 111026.83-4.44 101.37 34 8.5 2 2007 9 12 112307.61-2.59 101.79 35 5 3 2007 9 12 113011.57-4.26 101.36 35 5.3 4 2007 9 12 114001.77-2.84 100.22 35 5.5 5 2007 9 12 120609.45-4.18 101.31 35 5 6 2007 9 12 122147.1-2.71 100.28 35 5.2 7 2007 9 12 130207.44-2.93 101.38 35 5.6 8 2007 9 12 130741.87-3.53 100.75 35 5 9 2007 9 12 131719.14-3.26 100.72 43 5.2 10 2007 9 12 144005.73-3.16 101.46 35 5.9 11 2007 9 12 153509.95-4.08 101.18 35 5 12 2007 9 12 163703.92-3.14 101.4 35 5.8 13 2007 9 12 165327.11-3.07 100.46 42 5 14 2007 9 12 220226.66-4.43 101.4 28 5.1 15 2007 9 12 221721.55-2.8 100.91 35 5.1 16 2007 9 12 231946.99-4.01 101 26 5.1 17 2007 9 12 234903.72-2.62 100.84 35 8.1 29

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengamati sebaran kejadian gempa. Agar lebih mudah melihat sebarannya, maka dibuatlah visualisasi gambar sebaran gempa yang terjadi di sebelah barat daya Bengkulu. Beberapa stasiun pengamatan SUGAR dan sebaran Gempa (Mainshock dan Aftershock) di tunjukkan di bawah (gambar 4.1) : Stasiun SUGAR Aftershock Mainshock Gambar 4.1. Stasiun SUGAR dan Sebaran Gempabumi September 2007 (Barat Daya Bengkulu) Pengolahan data dilakukan untuk mencari parameter-parameter dislokasi yang diperlukan dalam penentuan model dislokasi, antara lain : panjang bidang gempa (P), lebar bidang gempa (W), sudut patahan yang terbentuk (dipping), dan slip yang terjadi di bidang gempa. Dalam perhitungan menggunakan model dislokasi, nilai parameter yang sudah diperoleh di atas dimasukkan ke persamaan dislokasi untuk menentukan lebar bidang gempa dan slip yang terjadi. Selanjutnya akan diperoleh beberapa model dislokasi dengan nilai lebar dan slip tertentu. Kemudian dari standar deviasi (residu) setiap model, dipilihlah model yang memiliki nilai residu paling kecil mendekati nol, untuk ditentukan sebagai model yang paling mendekati keadaan sebenarnya. Data vektor pergeseran GPS dengan model yang sudah dipilih dibandingkan, untuk memperoleh kesimpulan akhir. (Gambar 4.2) 30

Data Sebaran Gempa Plot Sebaran Gempa (Bidang Gempa/Rupture Area) Panjang Bidang Gempa (p) & Sudut pada Bidang Gempa (Dipping/ θ) Rumus Model Dislokasi Lebar (w) = 60-70 km Slip (s) = 3-7 m (dalam negatif) d(gempa) = Ax d(gempa) = f(p, θ, w, s) Data GPS : Jarak dan Vektor Pergeseran (Horizontal & Vertikal) Standar Deviasi: (d(gps) d(gempa)) 2 yang paling minimum No Yes Model Optimal dengan w, s optimal Gambar 4.2. Diagram Alir Langkah-langkah Pengolahan Data. 31

IV.I.1 Perhitungan Jarak SUGAR & Pengolahan Data Bidang Gempa IV.I.1.1. Perhitungan Jarak SUGAR Jarak (X 2 ) merupakan parameter pertama yang ditentukan untuk penyelesain rumus model dislokasi. Maka didapatkan jarak untuk stasiun-stasiun yang diamati adalah sebagai berikut (tabel 4.1), letak stasiun SUGAR berada pada jarak <200 km dari trench (zona subduksi) ke arah pantai : Tabel 4.2. Jarak SUGAR terhadap Trench Stasiun GPS Jarak (m) MKMK 176744,186 LAIS 186046,5116 PRKB 97674,4186 LNNG 195348,8372 IV.I.1.2. Pengolahan Data Bidang Gempa Secara teoritis sebaran gempa susulan menggambarkan cakupan dari gempa utama (bidang tempat terjadinya gempa). Dari visualisasi dapat diketahui : 1. Sejauh mana jarak sebaran gempa yang terjadi terhadap trench, dan 2. Panjang bidang gempanya. Langkah selanjutnya adalah menentukan bidang gempa dari data hasil plot sebaran gempa di GMT, pengolahan data dijelaskan pada gambar 4.3. Input : Bujur dan Lintang Gempa & SUGAR Pengolahan Output : Peta Bidang Sebaran Gempa Gambar 4.3. Diagram Pengolahan Data Sebaran Gempa Untuk lebih jelasnya sebaran gempa dan stasiun SUGAR hasil plot di GMT ditampilkan pada gambar 4.4 di bawah ini, stasiun SUGAR yang diamati adalah yang 32

terletak di dalam zona studi bidang gempa dan memiliki nilai pergeseran paling signifikan yaitu PRKB, MKMK, LAIS, dan LNNG sedangkan untuk stasiun BTET, JMBI, PPNJ, MNNA, dan MLKN nilai pergeserannya tidak signifikan dan tidak masuk dalam zona studi bidang gempa. C Stasiun SUGAR B Aftershock Jarak A D Panjang Trench Gambar 4.4. Bidang Gempa dan Sebaran Stasiun SUGAR IV.I.2. Pengolahan Nilai Dipping (α) Pengolahan dilakukan dengan mengamati jarak bidang sebaran gempa dari trench (subduksi) terhadap kedalaman masing-masing pengamatan sebaran gempa (gambar 4.5). Jarak didapat dari perhitungan dengan rumus : Jarak = Keterangan : Xi = koordinat easting toposentrik trench Xn = koordinat easting toposentrik gempa Yi = koordinat northing toposentrik trench Yn = koordinat northing toposentrik 33

Gambar 4.5. Sebaran Gempa (Jarak terhadap Kedalaman) Dari sebaran gempa dan melalui proses fitting trend-linear diperoleh nilai dipping (α) = 10,65 0. Nilai α yang sudah diketahui ini adalah parameter kedua yang didapat (fix) dan digunakan dalam penyelesaian model dislokasi sederhana ini. IV.I.3. Penentuan Width dan Slip IV.I.3.1. Pengolahan Model Pengolahan model dipakai sebagai pembanding terhadap data pergeseran hasil pengolahan GPS, dengan syarat semakin kecil selisih hasil pengamatan terhadap model, maka data pergeseran hasil pengolahan GPS makin baik dan makin fit (cocok) dengan model, pada kedalaman dan slip tertentu. Pergeseran Observasi = Obs Pergeseran Model Kalkulasi = Mod (Obs-Mod) 2 mendekati 0 (nol) atau nilai terkecil. Trend model dislokasi sederhana (half-space) ini meliputi pergerakan horizontal dan pergerakan vertikal. Untuk pergerakan horizontal, nilai (-) diartikan bahwa pergeseran akibat gempa terjadi ke arah barat, dan nilai (+) diartikan bahwa pergeseran akibat gempa terjadi ke arah timur. Sedangkan untuk pergerakan vertikal, nilai (-) 34

diartikan bahwa pergeseran akibat gempa terjadi ke arah utara, dan nilai (+) diartikan bahwa pergeseran akibat gempa terjadi ke arah selatan. IV.I.3.2 Penentuan Data Pergeseran pada SUGAR Pengolahan data SUGAR dilakukan untuk memperoleh nilai parameter lebar (width) dan besar slip yang terjadi pada saat gempa dari data vektor pergeseran GPS yang disesuaikan dengan model. Nilai yang dipilih adalah nilai dengan standar deviasi lebih kecil dari nilai standar deviasi pada model. Di bawah ini, disajikan informasi pergeseran horizontal stasiun SUGAR (PRKB, MKMK, LAIS, dan LNNG). Tabel 4.3. Tabel 4.3. Posisi dan Besar Pergeseran Horizontal Stasiun SUGAR [Meilano, 2008] Nama Stasiun Bujur (derajat) Lintang (derajat) de (m) (pergeseran easting) dn (m) (pergeseran northing) LAIS 102,0458-3,52922-0,616538-0,371153 LNNG 101,1565-2,28531-0,163509-0,341367 MKMK 101,0914-2,54267-0,305251-0,528957 PRKB 100,3996-2,9666-0,732255-0,959663 Pada gambar 4.6a di bawah, ditampilkan visualisasi vektor pergeseran dari data GPS terhadap arah horizontal. Dari gambar 4.6a ini dapat diamati bahwa pergerakan horizontal stasiun SUGAR menuju arah barat daya. 35

3 Gambar 4.6a. Pergerakan Horizontal Stasiun GPS Pergeseran yang diamati juga dalam lingkup vertikal (naik atau turun). Di bawah ini, disajikan informasi pergeseran vertikal stasiun SUGAR (PRKB, MKMK, LAIS, dan LNNG). Tabel 4.4. Tabel 4.4. Posisi dan Besar Pergeseran Vertikal Stasiun SUGAR [Meilano, 2008] du (m) Nama Stasiun Bujur (derajat) Lintang (derajat) (pergeseran vertikal) LAIS 102,0458-3,52922-0,09827 LNNG 101,1565-2,28531-0,0217 MKMK 101,0914-2,54267-0,09562 PRKB 100,3996-2,9666-0,08509 Untuk lebih jelasnya arah pergerakan vertikal ditampilkan dalam visualisasi vektor pergeseran dari data SUGAR terhadap arah vertikal (gambar 4.6b), dari gambar dapat dilihat bawah pergerakan stasiun SUGAR menunjukkan ke arah bawah/turun (bernilai negatif). 36

9 Gambar 4.6b. Pergerakan Vertikal Stasiun SUGAR Perhitungan pergeseran yang terjadi pada stasiun SUGAR selanjutnya dibandingkan dengan penyelesaian rumus dari model dislokasi menggunakan parameter-parameter yang telah diperoleh pada pengolahan data di atas. Dari tabel 4.3 dan tabel 4.4 diperoleh nilai vektor pergeseran. Nilai vektor pergeseran horizontal (tabel 4.5a) dan vertikal (tabel 4.5b) ini merupakan pergeseran observasi SUGAR, koordinat setelah pergeseran akibat gempa dapat dilihat pada lampiran. Tabel 4.5a. Posisi dan Pergeseran Horizontal Observasi Stasiun SUGAR setelah Gempa R Stasiun GPS de (m) dn (m) (de 2 +dn 2 ) 1/2 (m) Α* (derajat) Pergeseran Horizontal R. -cos α (m) PRKB -0,732255-0,959663 1,207124873 14-1,171268105 MKMK -0,305251-0,528957 0,610715712 20-0,573885048 LAIS -0,616538-0,371153 0,71963439 12-0,703908652 LNNG -0,163509-0,341367 0,378505775 25-0,343042731 (Α* adalah sudut yang dibentuk oleh R dan garis yang tegak lurus terhadap trench) 37

Tabel 4.5b. Posisi dan Pergeseran Vertikal Observasi Stasiun SUGAR setelah Gempa Nama Stasiun Bujur (derajat) Lintang (derajat) Pergeseran Vertikal (m) LAIS 102,0458-3,52922-0,09827 LNNG 101,1565-2,28531-0,0217 MKMK 101,0914-2,54267-0,09562 PRKB 100,3996-2,9666-0,08509 Untuk menghitung pergeseran pada model (arah horizontal dan vertikal) menggunakan rumus model dislokasi maka ditentukan variasi lebar (60-70 km dengan interval 10 km) dan variasi slip (3-7 meter, dalam negatif, dengan interval 0,5 meter). Penentuan variasi lebar (width) bidang gempa berdasarkan pada plot sebaran gempa (gambar 4.4) yang terkonsentrasi dalam jarak 30-100 km, maka jaraknya diperkirakan antara 60-70 km. Variasi slip ditentukan berdasarkan besar kekuatan gempa coseismic nya (skala magnitud 8.5), diasumsikan bahwa slip yang terjadi untuk kekuatan gempa dengan skala tersebut antara 3-7 meter. Perhitungan model dislokasi dengan cara ini dilakukan untuk mencari lebar dan slip mana yang paling mendekati nilai vektor pergeseran dari SUGAR. Metode yang dipakai ini dikenal dengan sebutan Metode Grid Search. (tabel 4.6) Tabel 4.6. Nilai Pergeseran Stasiun GPS berdasarkan Metode Grid Search Parameterparameter yang Ditentukan V (m) (pergeseran horizontal) di masingmasing stasiun SUGAR W (m) (pergeseran vertikal) di masing-masing stasiun SUGAR Width (km) Slip (m) PRKB MKMK LAIS LNNG PRKB MKMK LAIS LNNG 60-5,5-0,3894-0,7623-0,7097-0,7131-0,1594-1,1761-0,6752-0,1494 60-5 -0,354-0,693-0,6451-0,6482-0,1449-1,0692-0,6138-0,1358 70-4,5-0,3462-0,7724-0,7417-0,7377-0,1396-1,0982-0,737-0,3579 38

Proses pencocokan (fitting) beberapa model dan data pengamatan untuk mencari model yang paling sesuai (mendekati) dapat dilihat pada langkah-langkah berikut, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada plotting. Semua model dengan parameter kedalaman (D) = 30 km, jarak SUGAR, dan dipping = 10,65 0. 1. Model pertama dengan width = 60, slip = -5. Nilai yang diamati untuk pergeseran horizontal memiliki Standar Deviasi pergeseran horizontal (x) sebesar 0,195 (gambar 4.8a). Pada gambar 4.8a dijelaskan bahwa pengamatan horizontal SUGAR dibandingkan terhadap model dislokasi untuk pergerakan horizontal. Hasilnya cukup menjelaskan sebagai contoh : bahwa fitting pergeseran SUGAR di PRKB yang nilainya -1,171268105 tidak mengikuti trend pergeseran pada model dislokasi yang nilainya -0,354 dengan standar deviasi yang cukup besar yaitu 0,667927. Dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini, pemodelan bidang gempa dari model (1) : w = 60 km p = 162,5 km s = -5 m α = 10,65 Gambar 4.7. Pemodelan Bidang Gempa (1) SUGAR Model Gambar 4.8a. Fitting Model (1) dan Data Pengamatan SUGAR (pergeseran horizontal) 39

Nilai yang diamati untuk pergeseran Standar Deviasi pergeseran vertikal (y) sebesar 0,308 (gambar 4.8b). Pada gambar 4.8b dijelaskan bahwa pengamatan vertikal SUGAR dibandingkan terhadap model dislokasi untuk pergerakan vertikal. Hasilnya cukup menjelaskan sebagai contoh : bahwa fitting pergeseran SUGAR di PRKB yang nilainya -0,08509 mengikuti trend pergeseran pada model dislokasi yang nilainya -0,1449 dengan standar deviasi yang kecil yaitu 0,003578. * SUGAR Model Gambar 4.8b. Fitting Model (1) dan Data Pengamatan SUGAR (pergeseran vertikal) 40

Pada gambar 4.8c di plot titik-titik model (1) yang sama dengan jarak stasiun SUGAR, untuk mengamati selisih nilai pergeseran observasi dengan pergeseran model baik pergeseran horizontal (gambar 4.8a) maupun pergeseran vertikal (gambar 4.8b). Visualisasi vektor pergeseran dari model (1) di atas dapat dilihat di bawah ini : 35 cm 61 cm Gambar 4.8c. Visualisasi Pergeseran Horizontal (atas) dan Vertikal (bawah) Hasil Fitting Model (1) 41

2. Model pertama dengan width = 60, slip = -5,5. Pada model ini diperoleh standar deviasi antara pergeseran observasi dengan pergeseran model : untuk pergeseran horizontal Standar Deviasi (x) nya sebesar 0,196 (gambar 4.10a). Pada gambar 4.10a dijelaskan bahwa pengamatan horizontal SUGAR dibandingkan terhadap model dislokasi untuk pergerakan horizontal. Hasilnya cukup menjelaskan sebagai contoh : bahwa fitting pergeseran SUGAR di PRKB yang nilainya -1,171268105 tidak mengikuti trend pergeseran pada model dislokasi yang nilainya -0,3894 dengan standar deviasi yang cukup besar yaitu -0,1594. Dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini, pemodelan bidang gempa dari model (2) : w = 60 km p = 162,5 km s = -5,5 m α = 10,65 Gambar 4.9. Pemodelan Bidang Gempa (2) SUGAR Model Gambar 4.10a. Fitting Model (2) dan Data Pengamatan SUGAR (pergeseran horizontal) 42

Nilai yang diamati untuk pergeseran vertikal Standar Deviasi (y) nya sebesar 0,380 (gambar 4.10b). Pada gambar 4.10b dijelaskan bahwa pengamatan vertikal SUGAR dibandingkan terhadap model dislokasi untuk pergerakan vertikal. Hasilnya cukup menjelaskan sebagai contoh : bahwa fitting pergeseran SUGAR di PRKB yang nilainya -0,08509 mengikuti trend pergeseran pada model dislokasi yang nilainya -0,1594 dengan standar deviasi yang kecil yaitu 0,005523. * SUGAR Model Gambar 4.10b. Fitting Model (2) dan Data Pengamatan SUGAR (pergeseran vertikal) 43

Pada gambar 4.10c di plot titik-titik model (2) yang sama dengan jarak stasiun SUGAR, untuk mengamati selisih nilai pergeseran observasi dengan pergeseran model baik pergeseran horizontal (gambar 4.10a) maupun pergeseran vertikal (gambar 4.10b). Visualisasi vektor pergeseran dari model (2) di atas dapat dilihat di bawah ini : 39 cm 68 cm Gambar 4.10c. Visualisasi Pergeseran Horizontal (atas) dan Vertikal (bawah) Hasil Fitting Model (2) 44

3. Model ketiga dengan width = 70, slip = -4,5. Pada model ini diperoleh standar deviasi antara pergeseran observasi dengan pergeseran model : untuk pergeseran horizontal Standar Deviasi (x) nya sebesar 0,219 (gambar 4.11a). Pada gambar 4.11a dijelaskan bahwa pengamatan horizontal SUGAR dibandingkan terhadap model dislokasi untuk pergerakan horizontal. Hasilnya cukup menjelaskan sebagai contoh : bahwa fitting pergeseran SUGAR di PRKB yang nilainya -1,171268105 tidak mengikuti trend pergeseran pada model dislokasi yang nilainya -0,3462 dengan standar deviasi yang cukup besar yaitu 0,680737. Dapat dilihat dari gambar di bawah ini, realisasi paramter-parameter berdasarkan pemodelan bidang gempa dari model (3) : w = 70 km p = 162,5 km s = -4,5 m α = 10,65 Gambar 4.11. Pemodelan Bidang Gempa (3) SUGAR Model Gambar 4.12a. Fitting Model (3) dan Data Pengamatan SUGAR (pergeseran horizontal) 45

Nilai untuk pergeseran vertikal Standar Deviasi (y) nya sebesar 0,382 (gambar 4.12b). Pada gambar 4.12b dijelaskan bahwa pengamatan vertikal SUGAR dibandingkan terhadap model dislokasi untuk pergerakan vertikal. Hasilnya cukup menjelaskan sebagai contoh : bahwa fitting pergeseran SUGAR di PRKB yang nilainya -0,08509 mengikuti trend pergeseran pada model dislokasi yang nilainya -0,1396 dengan standar deviasi yang kecil yaitu 0,002972. * SUGAR Model Gambar 4.12b. Fitting Model (3) dan Data Pengamatan SUGAR (pergeseran vertikal) 46

Pada gambar 4.12c di plot titik-titik model (3) yang sama dengan jarak stasiun SUGAR, untuk mengamati selisih nilai pergeseran observasi dengan pergeseran model baik pergeseran horizontal (gambar 4.12a) maupun pergeseran vertikal (gambar 4.12b). Visualisasi vektor pergeseran dari model (3) di atas dapat dilihat di bawah ini : 35 cm 14 cm Gambar 4.12c. Visualisasi Pergeseran Horizontal (atas) dan Vertikal (bawah) Hasil Fitting Model (3) Nilai perhitungan masing-masing pergeseran dan standar deviasi dari ketiga model secara lebih lengkap dapat dibaca dalam lampiran (tabel 4.7) beserta koordinat sesudah gempa. 47

IV.2. ANALISIS Dari pengolahan data menggunakan model dislokasi, maka dapat dianalisis beberapa hal sebagai berikut : 1. Plot data gempa yang didapat dari USGS sejak gempa pada tanggal 12 September 2007sampai 20 Mei 2008 di Bengkulu menunjukkan sebaran gempa terkonsentrasi (bidang Gempa) di sebelah selatan Pulau Sumatera, barat daya Bengkulu. 2. Nilai Dipping yang diperoleh dari hasil pengamatan bidang gempa adalah 10,62 0. 3. Berdasarkan pengamatan sebaran gempa yang terjadi, dari penentuan bidang gempa maka diperoleh panjang bidang gempa adalah ±162,5 kilometer (km). 4. Dari model dislokasi diperoleh Lebar bidang gempa adalah 60 kilometer (km) dengan nilai slip -5 meter (m), pemilihan berdasarkan pada nilai standar deviasi terkecil dari ketiga model, yaitu memiliki Standar Deviasi pergeseran horizontal (x) sebesar 0,195 dan Standar Deviasi pergeseran vertikal (y) sebesar 0,308. w = 60 km p = 162,5 km s = -5 m α = 10,65 5. Model dislokasi yang dipakai memiliki sensitivitas tehadap fungsi jarak. Bahwa jarak pengamatan mempengaruhi arah pergerakan horizontal (barat atau timur) maupun vertikal (naik atau turun) yang diakibatkan oleh gempabumi. 6. Data hasil pengamatan vektor pergeseran SUGAR (Jaringan GPS Sumatera) menunjukkan adanya pergerakan ke arah barat daya pada permukaan bidang gempa, pergerakan turun di daerah sekitar rupture area (dekat pantai, pusat terjadinya Gempabumi), namun terjadi kenaikan di wilayah Sumatera (>200km dari pusat gempa). 48