POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDASARI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN *

dokumen-dokumen yang mirip
MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

URGENSI PARTISIPASI PUBLIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (#4) Teori Perundang-undangan (Pembentukan Peraturan Perundangundangan)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. OLEH : SRI HARININGSIH, SH.,MH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI APRIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG SISTEM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

2017, No tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 3. Keputusan Presiden

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PROSEDUR REVISI UNDANG-UNDANG. Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Siti Martini, SH. MSi

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO,

Transkripsi:

POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDASARI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN * Oleh: Dra. Hj. IDA FAUZIAH (Wakil Ketua Badan Legislasi DPR) A. Pendahuluan Dalam Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) diatur bahwa ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undangundang. Ketentuan Pasal 22A tersebut ditetapkan dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2000 dan merupakan Perubahan Kedua UUD NRI Tahun 1945. Ketentuan ini didasarkan pada pemikiran bahwa undang-undang yang dibahas DPR bersama Presiden (Pemerintah) akan berlaku umum kepada masyarakat. Undang-undang sangat kompleks dan juga menyangkut akibat hukum yang luas. Oleh karena itu perlu tata cara yang baku dan lengkap. Terkait dengan ketentuan Pasal 22A UUD NRI Tahun 1945, MPR telah mengeluarkan Ketetapkan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan sebagai pengganti atas Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tersebut mengamanatkan pembentukan undang-undang yang mengatur tentang tata urutan peraturan perundang-undangan. Atas dasar itulah, maka disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUPPP). Dengan berlakunya UUPPP tersebut, maka Ketetapan MPR Nomor ** Disampaikan dalam acara Sosialisasi mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dengan Tema: Paradigma Baru Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, bertempat di Hotel Bidakara, pada hari Senin, tanggal 13 Desember 2010. [1]

III/MPR/2000 tersebut dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Pasal 4 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003. UUPPP pada dasarnya dimaksudkan untuk membentuk suatu ketentuan baku mengenai tata cara pembentukan peraturan perundangundangan serta untuk memenuhi perintah Pasal 22A UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 6 Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000. Di samping itu, UUPPP juga dimaksudkan untuk menyempurnakan berbagai ketentuan yang ada dan tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berasal dari masa kolonial maupun yang dibuat setelah Indonesia merdeka, antara lain yaitu: 1. Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie, yang disingkat AB (Stb.1847:23) yang mengatur ketentuan-ketentuan umum peraturan perundang-undangan. Sepanjang mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketentuan AB tersebut tidak lagi berlaku secara utuh karena telah diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional. 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Undang- Undang ini merupakan Undang-Undang dari Negara Bagian Republik Indonesia Yogyakarta. 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang- Undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan Berita Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang-Undang Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang-Undang Federal. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234 Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi Pengundangan Lembaran Negara dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara. [2]

6. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang. 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden. 9. Peraturan Tata Tertib DPR atau DPRD yang mengatur antara lain mengenai tata cara pembahasan rancangan undang-undang atau rancangan peraturan daerah serta pengajuan dan pembahasan rancangan undang-undang atau peraturan daerah yang menjadi usul inisiatif DPR atau DPRD. UUPPP, saat ini telah mempunyai beberapa peraturan pelaksana yaitu: 1. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional. 2. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden. 3. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan. Di samping itu, UUPPP juga mempunyai keterkaitan yang erat dengan beberapa undang-undang lainnya, yaitu: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah beberapa kali diubah dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Keterkaitan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 berkenaan dengan pembentukan Peraturan Daerah sedangkan dengan [3]

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 berkenaan dengan pembentukan Undang-Undang dan juga Peraturan Daerah. Seiring dengan berkembangnya waktu dan dinamika ketatanegaraan di Indonesia, UUPPP dirasakan masih terdapat kekurangan dan belum menampung berbagai perkembangan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan. Atas dasar itu, DPR dan Pemerintah sepakat untuk mengagendakan penyusunan RUU tentang Perubahan Atas UUPPP dalam Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) Prioritas Tahun 2010 yang dalam praktiknya diamanatkan kepada Badan Legislasi DPR untuk menyusunnya. Badan Legislasi DPR dalam menyusun RUU Perubahan Atas UUPPP telah menerima berbagai masukan dan informasi terkait dengan materi muatan atas RUU tersebut, termasuk di antaranya Naskah Akademik dan RUU Perubahan Atas UUPPP yang disusun oleh Pemerintah dan/atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Berbagai pakar dan/atau institusi juga telah diundang oleh Badan Legislasi DPR untuk memberikan masukan atas RUU dimaksud, antara lain yaitu: Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,S.H.,M.H. (Universitas Indonesia); Prof.Dr.Bagir Manan,S.H.,MCL., Prof.Dr. I Gede Panca Astawa,SH,MH (Universitas Padjajaran); Prof.Dr.Philipus M.Hadjon,SH (Universitas Airlangga); Prof.H.A.S.Natabaya,SH,LLM; Prof.Dr.HM.Laica Marzuki,S.H. (Universitas Hasanuddin); Prof.Dr.Saldi Isra,S.H.,LL.M. (Universitas Andalas); Prof.Dr.Johanes Usfunan,S.H.,LL.M. (Universitas Udayana); Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK); dan lain sebagainya. Bahkan, Badan Legislasi DPR dalam menyusun RUU tersebut juga didampingi oleh para anggota FORUM KONSTITUSI dan mantan Pimpinan Badan Legislasi DPR, antara lain yaitu: H.Zein Badjeber,SH, dan Pataniari Siahaan. Selain itu, Badan Legislasi DPR juga telah mengunjungi berbagai provinsi, antara lain Provinsi Bali, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta guna mendapatkan berbagai masukan dan penyempurnan atas RUU tersebut. Oleh karena RUU Perubahan Atas UUPPP memuat banyak perubahan, maka sesuai Lampiran Nomor 199 UUPPP, RUU tersebut [4]

kemudian disusun menjadi RUU pengantian yang direncanakan mengganti dan mencabut UUPPP. Dengan demikian, maka judul rancangan undangundang menjadi Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUUPPP). RUU tersebut terdiri atas 13 Bab, 79 Pasal, dan 197 Ayat (Lihat Lampiran Tabel Persandingan). B. Identifikasi Masalah Berdasarkan masukan dan informasi yang diperoleh Badan Legislasi DPR, ada beberapa identifikasi masalah atas UUPPP, yaitu: 1. Perihal definisi pembentukan peraturan perundang-undangan. 2. Jenis, hierarki, dan materi muatan peraturan perundang-undangan. 3. Perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan. 4. Pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan. 5. Pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan. Perihal definisi pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UUPPP dirumuskan sebagai berikut: Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Berdasarkan rumusan tersebut, terdapat masalah terkait frasa: pada dasarnya, teknik penyusunan, dan penyebarluasan. Identifikasi Masalah Pertama, yaitu frasa pada dasarnya menimbulkan beragam interpretasi, apakah hal ini berarti suatu keharusan yang mewajibkan pembentukan peraturan perundang-undangan harus melalui tahap perencanaan sampai dengan penyebarluasan, atau hal itu bermakna opsional yang berarti pembentukan peraturan perundangundangan boleh dilakukan secara bertahap atau tidak. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi produk peraturan perundangundangan itu sendiri. Apalagi dalam praktiknya, ada beberapa peraturan [5]

perundang-undangan yang pembentukannya diduga tidak taat pada masingmasing tahapan tersebut. Frasa teknik penyusunan dirasa kurang tepat dimasukkan dalam variabel pembentukan. Sebab, pembentukan merupakan suatu proses dan bukan merupakan suatu teknik atau metoda. Oleh karena itu, perlu disempurnakan dan disesuaikan dengan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Frasa penyebarluasan dirasa juga kurang tepat jika dimasukkan sebagai salah satu variabel pembentukan. Sebab, sulit dicari wujud hukum dari tahap penyebarluasan itu. Hal itu berbeda misalkan dengan tahap perencanaan yang dapat diwujudkan dalam bentuk PROLEGNAS, penyusunan dalam bentuk Naskah Akademik dan/atau Rancangan Undang- Undang, pembahasan dalam bentuk pembahasan bersama dan/atau tingkat pembicaraan, pengesahan atau penetapan dalam bentuk pembubuhan tanda tangan rancangan peraturan perundang-undangan oleh pejabat yang berwenang, serta pengundangan dalam bentuk penempatan rancangan peraturan perundang-undangan yang telah disahkan atau ditetapkan dalam suatu dokumen resmi negara (Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita Negara, Lembaran Daerah, atau Tambahan Lembaran Daerah). Konseptualisasi dari pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut cukup menyita banyak perhatian, baik dari Badan Legislasi DPR maupun para narasumber yang ditemui. Hal ini dikarenakan konseptualisasi tersebut merupakan batasan atau rambu-rambu yang akan dipakai lebih lanjut oleh tim penyusun dalam menyusun RUUPPP. Identifikasi Masalah Kedua, yaitu perihal jenis, hierarki, dan materi muatan peraturan perundang-undangan. Dalam hal jenis peraturan perundang-undangan, ada beberapa permasalahan terkait dengan Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, dan/atau peraturan perundang-undangan yang mendapat delegasi langsung dari undangundang. [6]

Peraturan Presiden, merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang tidak disebutkan dalam UUD NRI Tahun 1945. Di sisi lain, Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 mempunyai wewenang pembentukan peraturan perundang-undangan atas undang-undang, peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (Perppu), dan peraturan pemerintah (PP). Berdasarkan hal itu, maka sudah cukup banyak tentunya wewenang pengaturan yang dimiliki oleh Presiden. Oleh karena itu, pemberian wewenang kepada Presiden untuk menetapkan Peraturan Presiden tentunya dianggap sebagai suatu pemberian wewenang yang berlebihan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan. Pendapat ini cukup mengemuka dan banyak mendapat perhatian yang serius dari para narasumber yang ada. Peraturan Menteri, merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (4) UUPPP diakui keberadaanya dan berdasarkan Lampiran Nomor 173 UUPPP bersifat teknis administratif. Berdasarkan data dan informasi yang diterima oleh Badan Legislasi DPR, jenis peraturan ini banyak menimbulkan berbagai permasalahan. Apalagi khususnya untuk Peraturan Menteri yang dibentuk bukan atas perintah langsung dari peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya. Berdasarkan daftar inventarisasi masalah dalam konsultasi DPRD kepada Badan Legislasi DPR, substansi yang sering dipersoalkan adalah keberadaan Peraturan Menteri khususnya Peraturan Menteri terkait bidang pemerintahan, keuangan, dan/atau bidang lainnya. Sama seperti halnya Peraturan Presiden, jenis peraturan ini juga tidak diatur dalam UUD NRI Tahun 1945. Peraturan Daerah, merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang diatur dan diakui keberadaannya oleh UUD NRI Tahun 1945, tetapi kurang jelas pengaturannya dalam UUPPP. Hal ini disebabkan dalam UUPPP, Peraturan Daerah mempunyai 3 bentuk yang berbeda yaitu Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan Desa. UUPPP tidak mengatur secara tegas bagaimana kedudukan dari masing-masing jenis peraturan perundang-undangan tersebut. Di [7]

samping itu, terkait dengan wewenang Mahkamah Agung (MA) yang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undangundang, juga dipertanyakan keefekvitasannya. Apakah mungkin MA dapat melakukan judicial review atas Peraturan Desa yang diperkirakan dapat mencapai puluhan ribu. Sebab, jumlah desa yang ada di Indonesia, saat ini masih berjumlah puluhan ribu. Selain jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana telah disebutkan di atas, ada juga permasahan terkait jenis peraturan perundangundangan yang dibentuk berdasarkan atas perintah langsung suatu undangundang. Permasalahan itu, antara lain dapat ditemukan dalam beberapa undang-undang yang secara tegas telah mengamanatkan pengaturannya kepada Direktur Jenderal. Hal ini tentu bertentangan dengan Lampiran Nomor 175 dan Nomor 176 UUPPP. Terkait dengan hierarki peraturan perundang-undangan, permasalahan yang terjadi berkenaan dengan kekuatan hukum dari jenis peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UUPPP (hierarki struktural) terhadap Pasal 7 ayat (4) UUPPP (hierarki fungsional). UUPPP hanya mengakui keberadaannya, tetapi tidak menjelaskan kedudukannya. Bagaimana misalkan jika ada PP bertentangan dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) atau Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU); PP bertentangan dengan Peraturan MPR/DPR/DPD/DPRD; atau Peraturan Menteri bertentangan dengan Qonun/Perdasus/Perdasi, dan lain sebagainya. Terkait dengan materi muatan peraturan perundang-undangan, permasalahan yang ada berkenaan dengan materi muatan UU, Perppu, dan Perda. Dalam UUPPP, materi muatan UU belum memasukkan aturan mengenai akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Perjanjian Internasional yang perlu disahkan menjadi UU, dan Kebutuhan hukum dalam masyarakat. Di samping itu, Ketentuan Pasal 8 huruf a UUPPP dinilai terlalu menyederhanakan substansi yang ada dalam UUD NRI Tahun 1945. Dalam Pasal 9 UUPPP ketentuan yang mengatur mengenai materi muatan Perppu [8]

perlu dipertegas karena adanya unsur kegentingan yang memaksa. Jadi tidak hanya disamakan dengan materi muatan UU saja. Dalam UUPPP, terkait dengan materi muatan Perda tidak mengatur secara tegas mengenai bentuk dan besaran sanksi pidana. Padahal, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah mengatur ketentuan pidana tersebut secara rinci. Identifikasi Masalah Ketiga, yaitu perihal perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan. Dalam UUPPP, hanya diatur adanya PROLEGNAS dan PROLEGDA. Jenis peraturan perundang-undangan lainnya seperti PP, Peraturan Presiden, dan lain sebagainya tidak mengenal adanya perencanaan. Akibatnya, untuk jenis PP misalkan, banyak UU yang hingga saat ini belum ada PP-nya. Bahkan, sampai dengan UU tersebut diganti. Identifikasi Masalah Keempat, yaitu perihal pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan. Dalam UUPPP belum diatur secara tegas mengenai keterlibatan DPD dalam pembahasan UU. Hal ini menimbulkan permasalahan hukum karena dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, hal itu telah diatur secara jelas dan tegas. Permasalahan lainnya, yaitu mengenai penetapan Perppu menjadi UU atau pencabutannya. UUPPP belum mengatur secara rinci mengenai penetapan atau pencabutan Perppu berikut akibat hukumnya. Hal ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan hukum. Contoh nyata yang paling jelas adalah perihal penetapan atau pencabutan Perppu terkait Kasus Bank Century beberapa waktu yang lalu. Identifikasi Masalah Kelima, yaitu perihal pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan. Dalam UUPPP, berkenaan dengan pengundangan masih dianut adanya pemisahan dokumen antara peraturan perundang-undangan dengan penjelasan atas peraturan tersebut. Hal ini terkait erat dengan faktor historis dalam perkembangan dan praktik pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam workshop yang diadakan oleh Badan Legislasi DPR yang melibatkan berbagai stakeholders terkait, direkomendasikan agar hal tersebut dapat disatukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat memudahkan dalam pendokumentasian atas [9]

suatu produk peraturan perundang-undangan. Di samping itu juga, ke depan agar tugas pengundangan berikut mekanisme penomorannya dapat dilakukan secara terpadu yang dilakukan oleh kementerian yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan. Berkenaan dengan penyebarluasan, UUPPP hanya mengatur kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan saja dan tidak mencakup dokumen pembentukan peraturan perundang-undangan lainnya, baik pada tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, maupun pengesahan atau penetapan. Padahal dalam pembentukan hukum yang responsif, diperlukan adanya keterlibatan masyarakat secara partisipatif. Terkait dengan hal ini, UUPPP meskipun telah memuat adanya bab ketentuan partisipasi masyarakat, masih dirasakan belum optimal pelaksanaannya. C. Materi Muatan RUU Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, Badan Legislasi DPR menyusun RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang ringkasannya sebagai berikut: BAB I KETENTUAN UMUM 1. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. 2. Peraturan Perundang-undangan adalah aturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 3. Menghapus beberapa definisi yang sudah tidak digunakan lagi dalam RUU, antara lain yaitu: Peraturan Presiden, dan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat. [10]

4. Menambahkan rumusan definisi baru sesuai dengan materi muatan RUU, yaitu: Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, DPR, DPD, dan DPRD. BAB II ASAS PEMBENTUKAN DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Judul bab dalam UUPPP diubah dan disempurnakan sesuai dengan materi muatan RUU. 2. Asas kelembagaan dan organ pembentuk yang tepat, diubah dan disempurnakan menjadi asas kelembagaan dan pejabat pembentuk yang tepat. BAB III JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Menghapus Peraturan Presiden dalam daftar jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. 2. Mengatur kedudukan yang seimbang antara jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang bersifat struktural dan fungsional. 3. Mengatur materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang. Dalam UUPPP hanya diatur 2 hal yaitu: Perintah UUD NRI Tahun 1945 dan UU. Dalam RUUPPP ditambah 3 hal baru yaitu: pengesahan perjanjian internasional, putusan Mahkamah Konstitusi, dan pemenuhan kebutuhan hukum masyarakat. 4. Menegaskan dan menyempurnakan kembali hal yang menjadi materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Pengganti Undang-Undang. 5. Mengatur jenis peraturan perundang-undangan yang boleh memuat ketentuan pidana (UU, Perda Provinsi, dan Perda Kabupaten/Kota) termasuk bentuk sanksinya. [11]

BAB IV PERENCANAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Mengatur PROLEGNAS, PROLEGDA, Perencanaan Pembentukan PP. 2. Mengatur program legislasi peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada angka 1. BAB V PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Memuat aturan yang mewajibkan bahwa penyusunan UU dan Perda harus disertakan dengan Naskah Akademik, dan/atau keterangan/materi muatan yang diatur. 2. Memuat aturan mengenai penyusunan Perppu. 3. Memuat aturan mengenai Penyusunan PP dan Perda. BAB VI TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Memuat ketentuan yang menegaskan bahwa teknik penyusunan peraturan perundang-undangan mengacu pada lampiran UU ini. BAB VII PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN UNDANG-UNDANG Pokok materi muatan bab ini mengatur dan menegaskan keikutsertaan DPD dalam pembahasan UU yang terkait dengan wewenang yang dimilikinya sesuai UUD NRI Tahun 1945 dalam tahap Pembicaraan Tingkat I. Perumusan norma RUU disesuaikan dengan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta Peraturan DPR tentang Tata Tertib DPR. BAB VIII PEMBAHASAN DAN PENETAPAN PERATURAN DAERAH Mengatur mengenai mekanisme pembahasan dan penetapan Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta pendelegasian wewenang untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. BAB IX PENGUNDANGAN Memuat ketentuan yang mengatur bahwa UU dan PP serta Peraturan Perundang-undangan lainnya selain Perda diundangkan dalam Lembaran [12]

Negara dan Perda dalam Lembaran Daerah. Dalam RUU sudah tidak dikenal lagi dokumen hukum yang bernama Tambahan Lembaran Negara/Tambahan Lembaran Daerah. Perumusan norma ini berdasarkan hasil workshop Badan Legislasi DPR dan masukan narasumber, antara lain: Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,S.H.,M.H. serta Forum Konstitusi. BAB X PENYEBARLUASAN Memuat ketentuan yang mengatur bahwa DPR dan Pemerintah terlibat dalam penyebarluasan pembentukan peraturan perundang-undangan (mulai dari perencanaan sampai dengan sosialisasi undang-undangnya). BAB XI PARTISIPASI MASYARAKAT Mengatur lebih rinci bentuk partisipasi masyarakat dan siapa yang dimaksud dengan masyarakat serta transparansi pembentukan peraturan perundang-undangan. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Mengatur mengenai ketentuan transisi terkait dengan pengundangan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara/Lembaran Daerah. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Mengatur daya laku Undang-Undang ini dan mencabut UUPPP. D. Penutup Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum yang bersumber pada Pancasila dan UD NRI Tahun 1945. Untuk mewujudkan negara hukum tersebut diperlukan tatanan yang tertib, antara lain di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan. [13]

Tertib Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus dirintis sejak saat perencanaan sampai dengan pengundangan dan penyebarluasannya. Dalam membentuk peraturan perundang-undangan yang tertib, diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan pembahasan, teknik penyusunan maupun pemberlakuannya. Selain itu, pembentukan peraturan perundang-undangan hanya dapat terwujud jika didukung oleh cara dan metoda yang pasti, baku dan standar yang sesuai dengan perkembangan hukum ketatanegaraan Republik Indonesia. Untuk mewujudkan cara dan metoda yang pasti, baku dan standar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan serta untuk memenuhi perintah Pasal 22A UUD NRI Tahun 1945, mengenai tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan perlu diatur dengan undang-undang. Walaupun UUPPP telah memberikan pedoman dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, antara lain mengenai: asas pembentukan peraturan perundang-undangan, materi muatan, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, perencanaan hingga pengundangan peraturan perundang-undangan, tetapi seiring dengan perkembangan politik hukum di Indonesia, beberapa ketentuan dalam UUPPP sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan paradigma hukum pembentukan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, UUPPP perlu dilakukan penggantian. RUUPPP mengatur mengenai pembentukan peraturan perundangundangan, sebagai landasan yuridis dalam membentuk peraturan perundangundangan baik di tingkat pusat maupun daerah, sekaligus mengatur secara lengkap dan terpadu baik mengenai sistem, asas, jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan, proses pembuatan peraturan perundangundangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, serta partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. [14]

Adapun mengenai batasannya, RUUPPP hanya mengatur tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi: UU, Perppu, PP, Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota. Adapun mengenai pembentukan UUD tidak diatur dalam RUUPPP. Hal ini karena tidak termasuk kompetensi pembentukan UU dan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. =======&&&&&&&======= [15]