BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. segala jenis kejahatan yang semakin merajalela. Tidak hanya kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pula praktik kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kecurangan di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat pada

BAB I PENDAHULUAN. terasa lama,koran-koran dipenuhi dengan perincian baru tentang skandal akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Kecurangan telah berkembang di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Fraud di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat umumnya, salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dewasa ini merupakan hasil dari proses

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar. Berdasarkan penelitian Corruption Perception Index (CPI) tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, dalam kehidupan kita sehari hari tindak kejahatan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang kian pesat. Hal ini

Andri Williyanto Prawira Sitorus SE.,Ak

BAB I PENDAHULUAN. usaha menuntut perusahaan mempunyai keunggulan bersaing (Competitive

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ekonomi pada saat ini, persaingan antara para pelaku

BAB 1 PENDAHULUAN. halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. juga sudah diakui pula sebagai masalah internasional. Tindak pidana korupsi telah

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas untuk setiap tahunnya. Seiring dengan berkembangnya dunia bisnis dan

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. harus memiliki akar dan memiliki nilai-nilai luhur yang menjadi dasar bagi etika

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : ) PENERAPAN E - AUDIT PADA AUDIT SEKTOR PUBLIK SESUAI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada umumnya, kecurangan berkaitan dengan korupsi. Dalam korupsi tindakan

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

PERTEMUAN 6: AUDIT INVESTIGASI

P e d o m a n. Anti Kecurangan (Fraud )

BAB I PENDAHULUAN. pengauditan disebut dengan fraud akhir akhir ini menjadi berita utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap perusahaan yang berbentuk perseroan terbuka, bidang

BAB I PENDAHULUAN. seiring perkembangan zaman. Kecurangan/fraud adalah penipuan kriminal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraud merupakan topik yang hangat dibicarakan di kalangan praktisi maupun

Garis besar proses Pemeriksaan Investigatif secara keseluruhan, dari awal sampai dengan akhir, dipilah-pilah sebagai berikut:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERAN SERTA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Jenis fraud (kecurangan) yang terjadi di setiap negara ada kemungkinan

BAB III DESKRIPSI PENGGELAPAN JABATAN PNS PEMKAB BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tuntutan ini wajar karena selama ini dirasakan BUMN dikelola secara

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi, CFrA.

PERTEMUAN 15: PENYELESAIAN HUKUM. B. URAIAN MATERI Tujuan Pembelajaran 15: Menjelaskan upaya hukum untuk penyelesaian investigasi

BAB I PENDAHULUAN. mengkhawatirkan timbulnya kecurangan (fraud) di lingkungan organisasi atau

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

DAFTAR TABEL. 1. Tabel 1.1 Kegiatan dan Jadwal Rencana Penelitian Tabel 2.1 Perbedaan Audit Laporan Keuangan dengan. Audit Investigatif...

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa PPN) ke kantor pajak untuk tahun

BAB I PENDAHULUAN. membawa pengaruh yang besar dalam setiap tindakan manusia. Persaingan di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. menentu, hal ini dikarenakan ketidakpastian keadaan politik dan perekonomian dalam

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan fenomena yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhi

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI MINAT STUDI AKUNTANSI FORENSIK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

BAB I PENDAHULUAN. dalam bersaing menghasilkan keuntungan dituntut untuk dapat menekan biaya agar

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah satu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. orde baru menyebabkan ketimpangan pembangunan di daerah-daerah lain di

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. salah satu contoh kecurangan tersebut adalah tindakan perbuatan korupsi yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin terbukanya peluang usaha, maka menyebabkan risiko terjadinya

Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya. Oleh : Dewi Asri Yustia. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Kecurangan pada pemerintahan, baik pusat dan daerah sudah kerap kali

Pertemuan 3 F R A U D

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tindakan kecurangan ini berkembang pesat ditengah-tengah perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. korupsi yang telah dilakukan oleh institusi kelembagaan pemerintah selama ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai kasus pelanggaran etika di bidang akuntansi yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. keamanan masyarakat dengan cara merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi,

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi yang diikuti dengan Tindak pidana pencucian uang

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masuk sebagai lima (5) besar predikat negara

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

SECARA HARFIAH BERARTI KEBUSUKAN, KEBURUKAN, KEBEJATAN, KETIDAK JUJURAN, DAPAT DISUAP, TIDAK BERMORAL, PENYIMPANGAN DARI KESUCIAN.

1 BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wilopo (2006) kasus fraud (kecurangan) di Indonesia terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan perekonomian di negeri kita, Bangsa Indonesia juga

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah yang dihadapi para pelaku usaha semakin kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. dan telah menjadi kebutuhan secara global. Salah satu upaya yang dilakukan

PERTEMUAN 11: BUKTI AUDIT INVESTIGASI

PERTEMUAN 14: BENTUK DAN LAPORAN AUDIT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemberitaan media akhir-akhir ini mengangkat kembali maraknya kasus

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. mendukung untuk memajukan perusahaan. (Tugiman, 2006 : 167).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. umumnya, salah satu contoh kecurangan tersebut adalah korupsi. Korupsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:854), peranan adalah tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu peristiwa.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

BAB II IDENTIFIKASI DATA

PERTEMUAN 10: AUDITOR INVESTIGASI

PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN INVESTIGATIF ATAS INDIKASI TINDAK PIDANA KORUPSI YANG MENGAKIBATKAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. tindak kecurangan yang dilakukan oleh aparatur sipil negara seperti perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan banyaknya pemberitaan mengenai adanya indikasi fraud

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pemerintahan Indonesia saat ini, korupsi (fraud) sudah menjadi hal yang sering terjadi. Hal ini dimungkinkan karena longgarnya pengawasan dari pihak yang lebih berwenang, atau dengan kata lain pendelegasian wewenang di dalam tubuh aparatur pemerintahan sudah sangat tidak efektif. Fraud dapat dilakukan oleh pihak yang berada di dalam maupun di luar lingkungan pemerintah. Namun pada umumnya dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan pemerintah, karena biasanya orang-orang tersebut memahami mengenai pengendalian internal (Internal control) yang ada di dalam lingkungannya, sehingga bukanlah hal yang sulit untuk melakukan sebuah kecurangan. Internal control bisa dikatakan sebagai kunci permasalahan dimana bisa terjadinya kecurangan, disamping orang tersebut mempunyai kesempatan dan mempunyai dorongan untuk melakukan kecurangan tersebut. Melihat keadaan ekonomi di Indonesia yang terkena krisis pada tahun 1998 dan terungkapnya kasus kasus korupsi, maka dapat dikatakan bahwa di negara kita praktek korupsi bukanlah hal yang tidak mungkin tidak terjadi. Dari informasi yang ada, terbukti bahwa praktik korupsi di Indonesia sudah melampaui batas dan termasuk tertinggi pada peringkat korupsi negara-negara di Asia, (misalnya di Kompas, Korupsi di Indonesia Paling Parah di Asia, Kamis 2 Maret 2000), bahkan di dunia, (Media Akuntansi, Juli 1999;16). Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2009 berada pada angka 2,8 (Transparency International Indonesia, 2009) meningkat 0,2 poin dari tahun 2008, menunjukan bahwa jumlah korupsi di Indonesia malah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Keuangan daerah merupakan sektor yang paling rawan dikorupsi dengan APBD sebagai objek korupsinya dan modus yang terjadi adalah modus penyalahgunaan anggaran (Indonesia Corruption Watch, 2010).

Melihat korupsi adalah salah satu bentuk kecurangan yang dinilai sebagai fenomena sosiologi dan dampaknya pada sendi-sendi sosial dan perekonomian secara makro, maka sangat dibutuhkan aspirasi dari masyarakat untuk dapat memberantas korupsi dan bentuk kecurangan lain yang pada prakteknya dengan tidak keluar dari jalur yang seharusnya yaitu dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta kepentingan masyarakat. Agar tindak pidana korupsi tidak meluas kemana-mana dan dapat sangat merugikan negara, Indonesia membentuk Komisi Pemberantas Korupsi atau sering disebut KPK. KPK tersebut merupakan badan khusus untuk memberantas korupsi. Dengan berdirinya KPK, merupakan bukti bahwa pemerintah sangat serius untuk memberantas korupsi. Meskipun kinerja KPK belum maksimal, tetapi setidaknya sedikit demi sedikit dapat diatasi. Hal ini dinilai wajar karena terdapat banyak kendala pada proses pengindikasian adanya suatu kejahatan. Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dan pengadilan harus membuktikan kecurigaan mereka kepada seseorang tentang apakah dia melakukan korupsi atau tidak. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Peranan Metode Pemeriksaan Dokumen dalam Audit Investigatif untuk Mengungkap Adanya Kasus Korupsi (Studi kasus pada POLDA JABAR) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan permasalahan di atas, permasalahan yang diangkat adalah apakah seorang auditor investigatif dapat membantu pengungkapan kecurangan dalam kegiatan penggunaan dana bantuan tanggap darurat dan bencana alam pada APBN tahun anggaran 2004 di pemerintah kabupaten X. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana metode pemeriksaan dokumen dapat mempengaruhi audit investigatif untuk mengungkap kecurangan

(fraud) pada kegiatan penggunaan dana bantuan tanggap darurat dan bencana alam pada APBN tahun anggaran 2004 di pemerintah kabupaten X. 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Bagi Penulis, Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam hal auditing, khususnya audit investigatif untuk membandingkan dengan teori yang pernah diperoleh dibangku kuliah, serta sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 2. Bagi masyarakat akademik umumnya, dan mahasiswa khususnya yang tertarik untuk meneruskan penelitian ini. 3. Bagi POLDA (Kepolisian Daerah) Jawa Barat, dengan dilakukannya penelitian ini dapat meningkatkan kerja sama dengan auditor investigatif dalam rangka pemberantasan korupsi. 1.5 Kerangka Pemikiran Saat ini tindak kejahatan seperti bukan hal yang tabu lagi bagi pelaku kejahatan, terutama kejahatan berjenis kerah putih (White collar crime). Salah satu kejahatan kerah putih yang paling banyak terjadi adalah kejahatan dibidang ekonomi itu sendiri lebih dikenal dengan sebutan kecurangan (fraud). Fraud termasuk dalam kategori penipuan, seperti yang dijelaskan oleh G. Jack Bologna, Robert J. Lindquist dan Joseph T. Welss (1993,3) dinyatakan bahwa Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver, yang terjemahannya berbunyi, kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Sedangkan menurut Theodorus M. Tuanakotta (2006;96), Fraud menyangkut kesalahan disengaja yang dapat diklasifikasi kedalam tiga tipe : 1. Fraudulent financial reporting, yang meliputi manipulasi, pemalsuan, atau alteration catatan akuntansi atau dokumen pendukung dari laporan keuangan yang disusun, tidak menyajikan atau sengaja menghilangkan

kejadian, transaksi, dan informasi penting dari laporan keuangan dan sengaja menerapkan prinsip akuntansi yang salah. 2. Misappropriation of asset, yang meliputi penggelapan penerimaan kas, pencurian aktiva dan hal-hal yang menyebabkan suatu entitas membayar untuk barang atau jasa yang diterimanya. 3. Corruption, yang meliputi Conflict of interest, bribery, illegal gratuities dan economic extortion. Korupsi, yang pengertiannya tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001, secara umum dapat dibagi menjadi tujuh kelompok, yakni : 1. Kerugian keuangan negara. 2. Suap menyuap. 3. Penggelapan dalam jabatan. 4. Pemerasan. 5. Perbuatan curang. 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan. 7. Gratifikasi atau pemberian hadiah. Beberapa Pengertian Korupsi berdasarkan United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) telah diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 2006: a. Penyuapan, janji, tawaran, atau pemberian kepada pejabat publik/swasta, permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik/swasta/internasional, secara langsung atau tidak langsung, manfaat yang tidak semestinya untuk pejabat itu sendiri atau orang atau badan lain yang ditujukan agar pejabat itu bertindak atau berhenti bertindak dalam pelaksanaan tugas-tugas resmi mereka untuk memperoleh keuntungan dari tindakan tersebut. b. Penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpangan lain oleh pejabat publik/swasta/internasional. c. Memperkaya diri sendiri dengan tidak sah. Menurut the Institute of Internal Auditor di Amerika, kecurangan mencakup ketidakberesan dan tindakan ilegal yang berartikan penipuan

yang disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan atau kerugian organisasi atau orang di luar organisasi. Berdasarkan pengertian diatas kecurangan mengarah kepada empat unsur penting, yaitu : 1. Ketidakberesan dan tindakan ilegal. 2. Penipuan yang disengaja. 3. Dilakukan untuk manfaat atau kerugian organisasi. 4. Dilakukan orang dalam atau luar organisasi. Biasanya kecurangan tidak bisa dilakukan oleh seseorang melainkan dilakukan secara bersama-sama (kolusi), agar kecurangan tersebut bisa ditutupi. Kata kolusi berarti persekongkolan (collusion) atau mufakat jahat untuk melakukan suatu kejahatan yang menimbulkan kerugian pada pihak tertentu. Sebagian besar kecurangan ditemukan dengan tidak sengaja atau kebetulan, melalui informan atau selama audit. Karena sifatnya yang tersembunyi, maka cukup susah untuk medeteksi apakah terjadi suatu kecurangan. Bisa juga kecurangan terungkap dengan timbulnya pengaduan atau adanya Whistleblower. Secara umum pengertian Whistleblower adalah orang-orang yang mengungkapkan fakta kepada publik mengenai sebuah skandal, bahaya, malpraktik, maladministrasi maupun korupsi. Whistle blowing adalah tindakan seorang pekerja yang memutuskan untuk melapor kepada media, kekuasaan internal atau eksternal tentang hal-hal ilegal dan tidak etis yang terjadi di lingkungan kerja. Dalam prakteknya dibedakan antara whistleblower dengan para pelapor dan informan. Namun perbedaan utamanya adalah para whistleblower tidak akan memberikan kesaksiannya langsung di muka persidangan (peradilan), jadi jika ia memberikan kesaksiannya ke muka persidangan, maka statusnya kemudian menjadi saksi. Para whistleblower ini sangat rentan akan intimidasi dan ancaman karena status hukumnya (di Indonesia) tidak diakui. Dalam kasus pidana korupsi, mereka biasanya disebut sebagai para pelapor (dikategorikan saja secara sederhana berdasarkan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) ).

Ketiadaan peraturan yang mengatur perlindungan terhadap saksi ini secara lengkap dan jelas menyebabkan kehadiaran UU perlindungan saksi. Dengan adanya UU khusus yang mengatur tentang perlindungan saksi diharapkan dapat memberikan titik terang bagi keamanan dan hak asasi orang yang menjadi saksi. Selain itu UU ini dapat menjadi payung bagi saksi, sehingga permasalahanpermasalahan tentang perlindungan saksi baik dalam tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus dapat terakomodir oleh UU ini. Tindak lanjut yang harus dilakukan dengan timbulnya pengaduan adalah dengan melaksanakan audit investigatif. Audit investigatif adalah salah satu aktivitas dalam rangka implementasi upaya strategi memerangi korupsi dengan pendekatan investigatif. Ditinjau dari profesi auditor atau bidang auditing, audit investigatif merupakan perkembangan atau spesialisasi dari auditing dengan tujuan tertentu (spesial audit). Dengan maraknya masalah kecurangan (fraud), yang di Indonesia kita kenal dengan istilah korupsi, berkembanglah audit yang berkaitan dengan kecurangan tersebut menjadi suatu spesialisasi dengan istilah audit investigatif, forensic audit, fraud audit. Namun demikian hingga saat ini belum ada batasan yang jelas tentang ruang lingkup istilah-istilah tersebut. Untuk keperluan praktis, audit investigatif didefinisikan menurut G. Jack Bologna dan Robert J. Lindquist (1993:3) Investigatife Auditing involves reviewing financial documentation for a specific purpose, which could relate to litigation support and insurance claims, as well as criminal matters, yang terjemahannya berbunyi, audit investigatif mencakup review dokumentasi keuangan untuk tujuan tertentu yang mungkin saja berhubungan dengan masalah pidana. Dari uraian di muka, ketertarikan penulis akan audit investigatif dan keinginan untuk menganalisis lebih lanjut tentang manfaat metode pemeriksaan dokumen dalam audit investigatif untuk mengungkap adanya kecurangan (fraud) pada penggunaan dana bantuan tanggap darurat dan bencana alam dalam APBN tahun anggaran 2004 di pemerintah kabupaten X, mengantarkan penulis sampai

pada hipotesis bahwa Metode Pemeriksaan Dokumen dalam Audit Investigatif Bermanfaat untuk Mengungkap Adanya Korupsi. Dalam audit investigatif, auditor bekerja atas nama penyidik. Prosedur audit yang digunakan di samping standar auditing, juga menggunakan wewenang penyidik yang sangat luas. Ruang lingkup audit lebih luas sesuai kewenangan penyidik. Laporan audit yang sering dilakukan berupa keterangan ahli dan di samping itu auditor juga di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai saksi ahli dan selanjutnya menjadi saksi ahli di sidang pengadilan. Garis besar proses pemeriksaan investigatif secara keseluruhan dari awal sampai dengan akhir dapat dipilah-pilah sebagai berikut : 1. Penelaahan informasi awal. Pada proses ini pemeriksa melakukan pengumpulan informasi tambahan, penyusunan fakta dan proses kejadian, penetapan dan penghitungan tentatif kerugian keuangan, penetapan tentatif penyimpangan, dan penyusunan hipotesa awal. 2. Perencanaan pemeriksaan investigatif. Pada tahapan perencanaan dilakukan pengujian hipotesa awal, identifikasi bukti-bukti, menentukan tempat/sumber bukti, analisa hubungan bukti dengan pihak terkait, dan penyusunan program pemeriksaan investigatif. 3. Pelaksanaan. Pada tahapan pelaksanaan dilakukan pengumpulan bukti-bukti, pengujian fisik, konfirmasi, observasi, analisa dan pengujian dokumen, interview, penyempurnaan hipotesa dan review kertas kerja. 4. Pelaporan. Fase terakhir, dengan isi laporan hasil pemeriksaan Investigatif kurang lebih memuat unsur-unsur melawan hukum, fakta dan proses kejadian, dampak kerugian keuangan akibat penyimpangan/tindakan melawan hukum, sebab-sebab terjadinya tindakan melawan hukum, pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum yang terjadi dan bentuk kerja sama pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum. Khusus untuk Badan Pemeriksa

Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) proses penyusunan laporan ini terdiri dari beberapa kegiatan sampai disetujui oleh BPK untuk disampaikan kepada KPK atau kepada Kejaksaan Agung, yang fasenya sebagai berikut : 1. Penyusunan konsep awal laporan. 2. Presentasi hasil pemeriksaan investigatif di BPK. 3. Melengkapi bukti-bukti terakhir. 4. Finalisasi laporan. 5. Penggandaan laporan. 5. Tindak lanjut Pada tahapan tindak lanjut ini, proses sudah diserahkan dari tim audit kepada pimpinan organisasi dan secara formal selanjutnya diserahkan kepada penegak hukum. Penyampaian laporan hasil audit investigatif kepada pengguna laporan diharapkan sudah memasuki pada tahap penyidikan. Berkaitan dengan kesaksian dalam proses lanjutan dalam peradilan, tim audit investigatif dapat ditunjuk oleh organisasi untuk memberikan keterangan ahli jika diperlukan. 1.5.1 Review penelitian terdahulu Penelitian terdahulu dilakukan oleh Arly Sapardiansyah mahasiswa Universitas Widyatama pada tahun 2009 dengan objek penelitian pada kecurangan (fraud) dalam institusi pendidikan, dengan judul Metode Pemeriksaan Dokumen dalam Audit Investigatif Bermanfaat untuk Mengungkap Adanya Kecurangan (Fraud) dalam Institusi Pendidikan. Di dalam penelitian sebelumnya di simpulkan bahwa audit investigatif ikut berperan dalam mengungkap kecurangan (fraud). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis yaitu dari objek yang diteliti, dimana objek yang diteliti dalam penelitian sebelumnya adalah penelitian pada kecurangan (fraud) dana bantuan departemen pendidikan nasional pada institusi pendidikan X, sedangkan objek yang diteliti oleh penulis adalah penelitian pada kecurangan

(fraud) dalam dana bantuan tanggap darurat dan bencana alam pada APBN tahun anggaran 2004 di pemerintah kabupaten X, dengan judul : Peranan Metode Pemeriksaan Dokumen dalam Audit Investigatif untuk Mengungkap Adanaya Kasus Korupsi 1.6 Metodologi Penelitian Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode eksploratif, yaitu penelitian dengan tujuan menemukan masalah-masalah baru. Menurut Husein Umar (2003:62), penelitian eksploratif merupakan penelitian yang sifatnya hanya melakukan eksplorasi, yaitu berusaha mencari ide-ide atau hubunganhubungan yang baru sehingga dapat dikatakan penelitian ini bertitik tolak dari variabel bukan dari fakta. Adapun cara pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah : 1. Penelitian kepustakaan (Library research), dengan cara mempelajari bukubuku yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti. 2. Penelitian lapangan (Field research), dengan cara melakukan penelitian langsung ke kantor untuk memperoleh data. 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di POLDA JABAR Jl. Soekarno-Hatta Nomor 748 Bandung pada bulan November 2009 sampai dengan selesai.