Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR PUSTAKA. Eddi Rudiana Arief, et. Al. (ED). Hukum Islam di Indonesia Pemikiran

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

BAB II SEJARAH KHI DAN PASAL 185 KOMPILASI HUKUM ISLAM. yang beragama Islam merupakan fenomena aktual yang harus dillihat

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WARIS ISLAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

PERGESERAN PEMIKIRAN HUKUM KEWARISAN ISLAM MAHKAMAH AGUNG

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DI TINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FIQH WARIS. Keywords: substite heir, compilation of Islamic law, zawil arham

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

PEMIKIRAN HUKUM KEWARISAN ISLAM DI INDONESIA TENTANG BAGIAN PEROLEHAN AHLI WARIS PENGGANTI

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

Oleh RIAN PRIMA AKHDIAWAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. perebutan harta warisan. Islam sebagai agama rahmatan li al- a>lami>n sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya, selain itu kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS ISLAM (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan

PERADILAN AGAMA SEBAGAI INSTITUSI PENEGAK HUKUM ISLAM DI INDONESIA Oleh Marzuki

pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal.

BAB IV ANALISIS AH TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM PERDATA. A. Ahli waris pengganti menurut hukum perdata

BAHAN AJAR PERADILAN AGAMA BAB I PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB IV. A. Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor: 2800/Pdt.G/2011/PA.Sda. Tentang Penentuan Ahli Waris Pangganti.

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM WARIS ISLAM STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAGIAN WARISAN UNTUK CUCU DAN WASIAT WAJIBAH

KEBERADAAN MAWALI HUKUM KEWARISAN BILATERAL

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN PENGAADILAN AGAMA TUBAN NOMOR 0182/PDT.P/2012/PA.TBN TENTANG PENOLAKAN PERMOHONAN PENGANGKATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad Firdaus, Akad-Akad Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2007), h.43

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari berbagai masalah yang dihadapi manusia, maka masalah manusia dengan

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 25A Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa wilayah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP BAGIAN ISTRI LEBIH BESAR DALAM PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk beragama Islam telah menganut adanya sistem hukum nasional. Dalam upaya menjamin adanya kepastian hukum bagi warga negaranya yang beragama Islam, maka negara Indonesia mengadakan kodifikasi dan unifikasi hukum Islam. Adapun salah satu hasil yang telah dicapai dalam peningkatan dan penyempurnaan hukum nasional adalah dengan mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum Islam yaitu dengan terbentuknya Kompilasi Hukum Islam melalui Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991, dan dilaksanakan dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 154 tahun 1991. Menurut beberapa pakar hukum Islam seperti Rachmat Djatnika, Abdul Gani Abdullah, Bustanul Arifin, dan lain sebagainya, Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan hukum positif Islam untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku (ius constitutum). Ia memiliki konsistensi dengan peraturan perundangundangan yang kedudukannya lebih tinggi dan dijadikan sebagai rujukan bagi para penegak hukum 1. 1 Cik Hasan Bisri, Dimensi-Dimensi Kompilasi Hukum Islam, Ulul Albab Press, Bandung, 1996, hlm. 13. 1

Tema utama penyusunan Kompilasi Hukum Islam (KHI) ialah mempositifkan hukum Islam di Indonesia, yang dijadikan pedoman oleh para hakim dalam melaksanakan tugasnya sehingga terjamin adanya kesatuan dan kepastian hukum. Sebab untuk dapat berlakunya hukum Islam di Indonesia, harus ada antara lain hukum yang jelas dan dapat dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan masyarakat. Dengan lahirnya KHI, semua hakim di lingkungan Pengadilan Agama diarahkam kepada persepsi penegakan hukum yang sama 2. Menurut A. Djazuli, KHI ini dibuat oleh dua kekuatan besar masyarakat Indonesia. Pertama, masyarakat ulama (Depatemen Agama) dan kedua, masyarakat umara (Mahkamah Agung). Dari dua kekuatan inilah akhirnya berhasil memunculkan suatu produk hukum yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai pegangan para hakim di lingkungan Peradilan Agama sekaligus bagi masyarakat yang membutuhkannya 3. Dalam literatur hukum kewarisan Islam di Indonesia, permasalahan hukum tentang penggantian ahli waris merupakan salah satu konsep pembaharuan hukum kewarisan Islam dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yakni diberikannya hak seorang ahli waris yang telah meninggal dunia kepada keturunannya yang masih hidup. Aturan mengenai hal ini tercantum dalam ketentuan Pasal 185 KHI yang menyatakan bahwa: 2 Yahya Harahap, "Informasi Materi KHI, Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam", dalam Mimbar Hukum: Aktualisasi Hukum Islam, No. 5, Al Hikmah, Jakarta, 1992, hlm. 25. 3 A. Djazuli, Beberapa Aspek Pengembangan Hukum Islam di Indonesia, dalam Eddi Rudiana Arief, et. Al. (ED). Hukum Islam di Indonesia Pemikiran dan Praktek, Rosdakarya, Bandung, 1991, hlm. 235-236. 2

(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173. (2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. Kedua ayat dalam pasal tersebut telah mengangkat posisi seseorang yang sebelumnya dipandang tidak berhak mendapatkan warisan, untuk kemudian ditempatkan sebagai kelompok ahli waris yang berhak menerima harta warisan setelah diangkat untuk menempati kedudukan orang tuanya yang telah meninggal lebih dahulu dari pewaris. Namun kedua pasal tersebut tidak menegaskan apakah ketentuan itu berlaku hanya pada ahli waris garis lurus ke bawah (nubuwwah), atau berlaku pula pada ahli waris garis lurus ke atas (ubuwwah), atau berlaku juga pada ahli waris garis ke samping (ukhuwwah). Dalam kenyataannya, pemikiran mengenai sistem kewarisan Islam di Indonesia, terutama berkaitan dengan sistem ahli waris pengganti, bersifat multi tafsir. Hal ini dimungkinkan terjadi, mengingat adanya pluralitas pemahaman hukum kewarisan diantara masyarakat muslim di Indonesia. Sebagai contoh misalnya, pemikiran menurut paham Ahlu sunnah wal-jamaah sebagai pemikiran kewarisan Islam yang tertua dan paling banyak penganutnya, tidak mengenal penggantian ahli waris, selama masih ada ahli waris yang derajatnya sama dengan ahli waris yang akan digantikan tempatnya tersebut. Tetapi apabila tidak ada lagi ahli waris yang sama derajatnya dengan ahli waris yang akan digantikan tempatnya itu, maka Ahlu sunnah 3

membolehkan pengisian tempat sebagai ahli waris pengganti 4. Dalam paham Ahlu Sunnah tidak dikenal penggantian dalam ahli waris, melainkan terdapat sistem hijabmenghijab. Hijab berarti penutup, sehingga seorang ahli waris tidak dapat memperoleh harta warisan dikarenakan tertutup oleh ahli waris lainnya yang kedudukannya lebih dekat kepada pewaris berdasarkan garis pewarisan patrilineal (ushbah) 5. Namun dalam beberapa kasus, Hakim Pengadilan Agama di Indonesia memberikan putusan yang berkaitan dengan perkara kewarisan yang mengandung unsur ahli waris pengganti, dengan menerapkan asas bilateral Hazairin. Sebagai contohnya adalah Putusan Nomor: 13/Pdt.G/2012/PA.Gst dan Putusan Nomor: 237/Pdt.G/2011/PTA.Smg. Namun, dari berbagai kasus serupa, belum tentu menjamin putusan tersebut mengikat hakim lain, baik di tingkat Pertama maupun hakim Tingkat Banding untuk mengikutinya karena sistem hukum yang diikuti di Indonesia bukan seperti Negara Anglo Saxon. Hal inilah yang kemudian membuat Penulis tertarik untuk membahas mengenai sistem kewarisan Islam dan penerapannya dalam prakten peradilan Agama, khususnya yang berkaitan dengan penetapan ahli waris pengganti dengan merujuk pada Putusan Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya No. 0639/Pdt.G/2009/PA.Tsm. Hasil studi mengenai Ahli Waris Pengganti tersebut, akan Penulis tuangkan dalam sebuah skripsi dengan judul PENETAPAN AHLI WARIS PENGGANTI 4 Abdoer Raroef, Al-Qur an dan Ilmu Hukum, Acomparative Study, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm. 105. 5 Sayuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm. 152-153 4

MENURUT HUKUM KEWARISAN ISLAM INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN KETENTUAN PASAL 185 KOMPILASI HUKUM ISLAM (Studi Kasus Perkara Nomor : 0639/Pdt.G/2009/PA.Tsm). B. Identifikasi Masalah. Untuk membatasi masalah yang ada, maka penelitian ini membahas mengenai masalah yang berkaitan dengan : 1. Bagaimana konsep ahli waris pengganti menurut Hukum Kewarisan Islam Indonesia dihubungkan dengan ketentuan Pasal 185 KHI? 2. Bagaimana penetapan ahli waris pengganti dalam Putusan Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya Nomor: 0639/Pdt.G/2009/PA.Tsm? C. Tujuan Penelitian. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan memahami konsep penetapan ahli waris pengganti menurut Hukum Kewarisan Islam Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan memahami penerapan ahli waris pengganti dalam Putusan Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya No. 0639/Pdt.G/2009/PA.Tsm. D. Kegunaan Penelitian. Penelitian atau pembahasan yang dilakukan penulis diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi pihak-pihak yang membaca dan mempunyai 5

minat kepentingan dari masalah-masalah hasil penelitian serta menjadi pertimbangan yang bermanfaat. Adapun kegunaan dari penelitian ini meliputi dua bagian, yaitu : 1. Kegunaan Teoritis. a. Penulisan ini diharapkan dapat melatih kemampuan menganalisa dan memperluas wawasan berfikir Penulis secara kritis dalam bidang hukum perdata, khususnya mengenai permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep dan pentapan ahli waris pengganti dalam Hukum Kewarisan Islam Indonesia. b. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis terhadap Hukum Perdata Positif Indonesia dalam rangka pengembangan ilmu hukum, khususnya di dalam menentukan konsep dan pentapan ahli waris pengganti dalam Hukum Kewarisan Islam Indonesia. 2. Kegunaan Praktis. a. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan wawasan alternatif bagi para pengemban hukum, terutama praktisi hukum, Pengacara, Hakim dan pihakpihak lain yang terkait dalam proses pemeriksaan perkara yang berkaitan dengan kewarisan Islam. b. Penulisan ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis sebagai referensi normatif bagi masyarakat dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara hukum. 6

E. Kerangka Pemikiran. Hukum kekeluargaan Indonesia menuju ke arah parental, hal ini terbukti dari yurisprudensi. Hukum waris nasional berdasarkan Pancasila mendudukkan dan menghormati hukum waris ajaran agama. Hukum kekeluargaan nasional Indonesia cenderung menjurus menciptakan kekeluargaan parental (bilateral). Sistem perkawinan nasional ditentukan oleh hukum agama, sistem perkawinan menentukan sistem kekeluargaan. Bentuk kekeluargaan dan pengertian keluarga menentukan sistem kewarisan. Karena hukum perkawinan sudah menurut agama, maka hukum kewarisan agama berlaku bagi pemeluknya. Bagi hukum kewarisan agama yang tidak menjangkau ketentuan hukum waris, dapat diberlakukan hukum adat. Maka terlihat gambaran bahwa, hukum waris Islam bagi yang Bergama Islam dan hukum waris adat bagi yang beragama selain Islam 6. Cita-cita inilah yang ingin dituju para praktisi hukum Islam, agar hukum kewarisan termasuk dapat terbentuk dalam suatu Undangundang Hukum terapan Peradilan Agama. Salah satu terobosan pembaruan hukum waris dalam Kompilasi Hukum Islam adalah pembaruan mengenai plaatvervulling (Ahli Waris Pengganti) yang semula hanya dari keturunan anak laki-laki menjadi semua keturunan ahli waris anak, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggal dunia terlebih dahulu dari Pewaris. Seiring dengan perkembangan azas persamaan hak dan kedudukan (equal right and equal status) yang diperankan oleh azas hukum warisan baru, telah diakui hak dan 6 Ichtijanto SA, Kedudukan Anak Laki-Laki dan Perempuan dalam Hukum Kewarisan Islam Di Masa Mendatang, Mimbar Hukum, No. 27 tahun 1996, hlm. 47-49. 7

kedudukan keturunan dari anak perempuan yang meninggal terlebih dahulu dari orang tuanya. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam yang menegaskan: Ahli Waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya. Padahal paham yang dinut sebelum Kompilasi hukum islam, Hukum Islam (Kitab Fiqih) tidak membenarkan kedudukan ahli waris pengganti dari keturunan anak perempuan, bahkan ahli waris Pengganti dari keturunan anak laki-laki jika diantara Ahli Waris tersebut terdapat anak laki-laki maka cucu dari keturunan anak laki-laki yang meningal terlebih dahulu dari Pewaris menjadi terdinding (terhijab). Para perumus Kompilasi Hukum Islam memanfaatkan kaidah fikih aladatu muhakamat (adat yang baik dapat dijadikan hukum Islam) pada penggantian ahli waris yang tidak terdapat pengaturannya di dalam al-qur an dan al-hadits. Juga tidak dalam kitab-kitab fikih hasil penalaran para fuqaha. Untuk menegakkan asas keadilan yang berimbang dalam hukum kewarisan Islam dalam hukum adat itu dijadikan hukum Islam dalam kompilasi, selaras dengan kaidah fiqih 7. Dalam konsepsi hukum kewarisan Islam di Indonesia, khususnya berkaitan dengan pengertian ahli waris pengganti menurut hukum kewarisan Islam Indonesia, ada beberapa perbedaan dikalangan para fuqaha. Paling tidak, terdapat tiga macam ajaran tentang Hukum Kewarisan Islam yang dikenal, pertama, ajaran Kewarisan Ahlu Sunnah Wal Jamaah atau yang lazim disebut dengan madzhab sunny (madzhab 7 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm. 115-118. 8

Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali) yang cenderung bersifat patrilineal, kedua, ajaran Syi ah dan ketiga, ajaran Hazairin yang cenderung bilateral. Dari berbagai ajaran kewarisan Islam tersebut, pemikiran Hazairin lah yang dengan tegas mengemukakan eksistensi penggantian ahli waris melalui konsep yang beliau sebut sebagai Mawali. Konsep Mawali (ahli waris pengganti) inilah yang telah memberikan warna yang berbeda bagi sistem Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam. Asas bilateral yang digagas oleh Hazairin merupakan sebuah metode hasil-hasil keilmuan kontemporer (khususnya antropologi) dalam menetapkan hukum-hukum fikih (kewarisan) 8. Pemikiran hukum kewarisan Islam menurut ajaran Syi ah masih asing di Indonesia. Ajaran Syi ah menganut konsep kewarisan bilateral sebagaimana pendapat Hazairin. Hal ini didasarkan pada adanya kehendak memberikan penghargaan yang sama terhadap Ali dan Fatimah yang melanjutkan keturunan Nabi 9. Namun paham Syiah tidak mengenal adanya konsep ahli waris pengganti sebagaimana yang dipahami oleh Hazairin. Pemikiran menurut paham Ahlu sunnah wal-jamaah adalah pemikiran kewarisan Islam yang tertua dan paling banyak penganutnya. Pemikiran hukum golongan ahlu Sunnah Wal Jamaah tidak mengenal apa yang dinamakan pengisian 8 Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia Dari Nalar Partisipatoris Hingga Emansipatoris, cet. I, LKiS, Yogyakarta, 2005, hlm. 10. 9 Mohammad Daud Ali, kuliah Kapita Selekta Hukum Islam pada Program Pascasarajana Universitas Indonesia tanggal 18 Juni 1997, Laporan Kuliah Kapita Selekta Hukum Islam, hlm. 177. 9

tempat (plaatsvervulling) sebagaimana diatur dalam Pasal 842 KUH Perdata. Yang dimaksud dengan penggantian tempat dalam hukum waris yang disebut dengan penggantian ahli waris ini, yaitu meninggal dunianya seseorang dengan meninggalkan cucu yang orangtuanya telah meninggal terlebih dahulu. Cucu ini menggantikan posisi orangtuanya yang telah meninggal untuk mendapatkan warisan dari kakek atau neneknya. Besarnya bagian yang seharusnya diterima oleh cucu adalah sejumlah bagian yang seharusnya diterima orangtuanya jika mereka masih hidup. Pada pemahaman Kewarisan Ahlu sunnah wal Jamaah, Penggantian Ahli Waris tersebut tidak dimungkinkan, selama masih ada ahli waris yang derajatnya sama dengan ahli waris yang akan digantikan tempatnya tersebut. Tetapi apabila tidak ada lagi ahli waris yang sama derajatnya dengan ahli waris yang akan digantikan tempatnya itu, maka Ahlu sunnah membolehkan pengisian tempat sebagai ahli waris pengganti. Sehingga pengisian tempat tersebutpun memiliki berbagai pengecualian ataupun persyaratan tertentu, tidak secara otomatis sebagaimana konsep Mawali menurut Hazairin. Hal tersebut didasarkan pada Hadis Zaid bin Tsabit yang garis-garis hukumnya sebagai berikut: a. Cucu laki-laki melalui anak laki-laki menempati tempat anak laki-laki, bila tidak ada anak laki-laki dan tidak ada anak perempuan. b. Cucu perempuan melalui anak laki-laki menempati tempat anak perempuan, bila tidak ada anak laki-laki dan tidak ada anak perempuan. 10

c. Cucu laki-laki melalui anak laki-laki yang menempati tempat anak laki-laki, bila tidak ada anak laki-laki dan tidak ada anak perempuan itu, mewaris dan menghijab sama seperti anak laki-laki. d. Cucu perempuan melalui anak laki-laki yang menempati tempat anak perempuan, bila tidak ada anak laki-laki dan tidak ada anak perempuan itu, mewaris dan menghijab sama seperti anak perempuan. e. Cucu laki-laki melalui anak laki-laki tidak mewaris bila ada anak laki-laki f. Bila ahli waris terdiri atas seorang anak perempuan dan cucu laki-laki melalui anak laki-laki, maka anak perempuan itu memperoleh ½ harta peninggalan dan cucu laki-laki melalui anak laki-laki itu memperoleh sisa 10. Dari pengertian ahli waris pengganti yang diberikan oleh ketiga mazhab di tersebut di atas, Kompilasi Hukum Islam tidak memberi batasan yang jelas, maka pemahaman tentang ahli waris pengganti seperti dimaksud dalam Pasal 185 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam itu dapat diartikan secara luas. Sehingga pengertian ahli waris yang digantikan itu meliputi garis lurus ke bawah dan juga dari garis menyamping. Jadi pasal ini selain bisa menampung cucu dari pewaris baik dari anak laki-laki atau perempuan juga bisa menampung anak-anak (keturunan) saudarasaudara yang lebih dahulu meninggal dunia dengan tentunya tetap memperhatikan aturan hijab menghijab antara derajat yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah. 10 Lihat: Sayuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm. 152-153. 11

Hal yang perlu diperhatikan dari pasal 185 ini adalah bahwa isi pasal tersebut tidak bersifat imperatif (selalu digantikan) oleh anaknya 11. Tetapi pasal ini bersifat tentatif atau alternatf. Hal mana diserahkan kepada pertimbangan hakim Peradilan Agama menurut kasus demi kasus. Hal ini bisa dilihat dari kata dapat dalam pasal tersebut. Sifat alternatif atau tidak imperatif dalam pasal 185 sudah tepat, sebab tujuan dimasukkannya ahli waris pengganti dalam KHI karena melihat pada kenyataan dalam beberapa kasus, kasihan terhadap cucu atau cucu-cucu pewaris. Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa bagian ahli waris pengganti tidak boleh lebih dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti, bahwa pengganti ahli waris sebenarnya bukan ahli waris, tetapi mendapat waris karena keadaan atau pertimbangan tertentu. Kalau mereka itu sejak dari semula dianggap sebagai ahli waris yang kini menjadi pengganti ahli waris, tentu tidak diperlukan pembahasan khusus seperti yang disebutkan dalam ayat (2). Adanya ayat (2) ini sudah tepat sekali sehingga ahli waris yang sesungguhnya tidak akan terlalu dirugikan. F. Metode Penelitian. Metode penelitian merupakan suatu alat yang sangat penting dalam rangka memperoleh hasil yang akurat sesuai dengan tujuan penelitian, oleh karena itu penulis melakukan penelitian bedasarkan metode-metode sebagai berikut : 11 Raihan A. Rasyid, Pengganti Ahli Waris Dan Wasiat Wajibah dalam Mimbar Hukum, No. 23, al Hikmah dan Depag RI, Jakarta, 1995, hlm. 58 12

1. Spesifikasi penelitian Spesifikasi dalam penelitian ini adalah Deskriptif Analisis, yaitu untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan sistematis terhadap permasalahan ahli waris pengganti menurut Hukum Kewarisan Islam di Indonesia dihubungkan dengan Pasal 185 KHI dan penerapannya dalam praktek di Pengadilan Agama kota Tasikmalaya. 2. Metode pendekatan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji dan menguji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan konsep ahli waris pengganti dan penerapannya dalam praktek di Pengadilan Agama kota Tasikmalaya, yaitu Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan Keputusan Menteri Agama Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 juni 1991 Tentang KompilasiHukum Islam (KHI). 3. Tahap penelitian. Untuk memperoleh data berkaitan dengan penetapan ahli waris pengganti menurut Hukum Kewarisan Islam di Indonesia dihubungkan dengan Pasal 185 KHI dan penerapannya dalam praktek Pengadilan Agama kota Tasikmalaya dilakukan melalui tahapan: a. Penelitian Kepustakaan. Yang merupakan data-data sekunder, meliputi bahan hukum: 13

1) Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan, seperti Undangundang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan Keputusan Menteri Agama Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 juni 1991 Tentang KompilasiHukum Islam (KHI). 2) Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku-buku yang berkaitan dengan konsep ahli waris pengganti dan penerapannya dalam praktek Pengadilan Agama. 3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang di peroleh dari kamus, internet, jurnal, artikel, dan lain-lain untuk membantu melengkapi bahan hukum primer. b. Penelitian Lapangan. Penelitian lapangan dimaksudkan untuk memperoleh data primer guna mendukung atau melengkapi data sekunder. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Studi dokumen atau kepustakaan untuk mendapatkan bahan kajian teori-teori berupa pendapat-pendapat atau tulisan-tulisan para ahli atau pihak lain berupa informasi, baik dalam bentuk formal maupun naskah resmi. 14

b. Wawancara, yaitu dilakukan untuk mencari keterangan sejelas-jelasnya mengenai konsep ahli waris pengganti menurut hukum islam dan penerapannya dalam praktek Pengadilan Agama kota Tasikmalaya. 5. Metode Analisis Data. Dalam menganalisis data dilakukan dengan menggunakan metode Yuridis Normatif Kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas dengan melihat metode normative yang mengatur tentang masalah yang diteliti dan tidak menggunakan rumus maupun data statistic. G. Jadwal Penelitian Kegiatan Waktu 1. Tahap Penelitian a. Pembuatan rancangan penelitian b. Pengumpulan bahan c. Penyusunan izin penelitian 2. Penelitian Perpustakaan 3. Analisis Data 4. Penyusunan Laporan Jumlah 2 minggu 2 minggu 2 minggu 2 minggu 2 minggu 2 minggu 12 minggu 15

H. Sistematika Penulisan. Penulisan hukum ini, keseluruhan pembahasan terdiri dari lima bab di mana setiap bab terbagi lagi menjadi sub-sub yang lebih kecil, adapun gambaran dari setiap bab adalah sebagai berikut : Bab I berisikan gambaran umum secara sistematis yang terdiri dari Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. Bab II mengemukakan tinjauan umum mengenai teori-teori, definisi, peraturanperaturan yang berkaitan dengan hukum kewarisan Islam di Indonesia. Bab III mengemukakan hasil-hasil dari penelitian tentang konsep dan penetapan ahli waris dalam sistem kewarisan Islam Indonesia berupa pemaparan secara sistematis. Bab IV analisis terhadap peraturan yang berlaku dan pengimplementasian beserta fakta-fakta yang telah terjadi, yang didapat dari hasil kepustakaan dan penelitian lapangan. Bab V bab akhir yang berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya. 16