BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), cet. 1, hlm Rohiat, Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Kepala Sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa dan Negara yang otentik

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMP NEGERI 2 KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI TESIS

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan manfaatnya menurut para pengelola pendidikan membuat suatu

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan di Indonesia yang tercantum dalam UU Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 yaitu

RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 ( DUA BELAS ) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Pendidikan yang bermutu akan diperoleh pada sekolah yang

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan pada umumnya. Karena itu tugas pokok para pembuat

BAB I PENDAHULUAN. panjang, persiapan yang matang, dukungan sumber daya manusia dan sumber

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sebuah salah satu upaya dalam mencerdaskan. kehidupan bangsa. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini turut mempercepat laju

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang amat penting dalam suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beralihnya masyarakat kita dari masyarakat yang masih sederhana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang. SD Negeri 2 Tambakboyo mempunyai visi sekolah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. konsep kependidikan yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang berkualitas dan bermutu. Oleh karena, itu bagi sebuah bangsa

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang positif bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter dan kecakapan hidup. Nasional (UU No. 20/2003) Bab II Pasal 3, bahwa:

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. Secara konseptual desentralisasi pendidikan adalah suatu proses dimana suatu

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk. pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia karena mendapatkan pendidikan, Tanpa pendidikan Manusia. mulia dengan pendidikan termasuk di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS RESENSI

PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 tentang System Pendidikan Nasional bahwa: Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan secara bahasa

BAB I PENDAHULUAN. antara pendidikan dengan tingkat perkembangan bangsa tersebut yang

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi sekolah erat hubungannya dengan masyarakat. dan didukung oleh lingkungan masyarakat. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktifitas atau kegiatan yang selalu menyertai

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran penting bagi manusia. Menurut Undang-Undang

STRATEGI PENCAPAIAN STANDAR PENGELOLAAN SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai kata kunci untuk menguak kemajuan bangsa. Tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian atau kedewasaan manusia seutuhnya baik secara mental,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di Indonesia, pendidikan merupakan kebutuhan setiap warga negara agar memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan. Selain itu, pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu amanat bangsa yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan pendidikan nasional yang tertuang pada UU No. 20 Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan sumber daya manusia yang berkualitas maka Indonesia dapat menghadapi era global. Kualitas sumber daya manusia menentukan kemajuan pembangunan suatu bangsa. Oleh karena itu, kualitas pendidikan suatu bangsa harus senantiasa ditingkatkan agar tercapai kemajuan pembangunan. Hal tersebut bertolak belakang dengan realita kehidupan di Indonesia. Indonesia mengalami krisis di berbagai bidang kehidupan. Krisis yang terjadi di Indonesia bersumber dari rendahnya kualitas SDM. Hal itu juga berarti, krisis 1

yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia (E. Mulyasa, 2002: 3). Pendidikan di Indonesia terdapat beberapa jenjang, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Namun pendidikan yang paling penting keberadaannya adalah pendidikan dasar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Collier, dkk. (Ibrahim Bafadal, 2003: 9) bahwa sebagai satu bentuk satuan pendidikan dasar, sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang paling penting keberadaannya. Hal itu karena pendidikan di sekolah dasar merupakan dasar dari pendidikan yang selanjutnya, sehingga kualitas atau mutu pendidikan di sekolah dasar perlu ditingkatkan. Mutu pendidikan sekolah dasar ditentukan oleh beberapa komponen. Direktorat Pendidikan Dasar (Ibrahim Bafadal, 2003: 25) menyatakan ada lima komponen yang menentukan mutu pendidikan, yaitu: 1. kegiatan belajar mengajar, 2. manajemen pendidikan yang efektif dan efisien, 3. buku dan sarana belajar yang memadai dan selalu dalam kondisi siap pakai, 4. fisik dan penampilan sekolah yang baik, dan 5. partisipasi aktif masyarakat. Salah satu komponen yang menentukan mutu pendidikan adalah manajemen pendidikan yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan mengubah pengelolaan pendidikan yang awalnya pendidikan dikelola 2

secara terpusat (sentralisasi) kemudian diarahkan pada desentralisasi. Bentuk desentralisasi pengelolaan pendidikan merupakan imbas dari kebijakan politik di tingkat makro tentang otonomi daerah ditandai dengan keluarnya UU No. 32 tahun 2004 yang hakikatnya memberi kewenangan dan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan diberikan kepada daerah kabupaten dan kota berdasarkan asas desentralisasi dalam wujud otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab (E. Mulyasa, 2002: 5). Jika sebelumnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pemerintah pusat dengan paradigma sentralistik, maka dengan berlakunya undang-undang tersebut kewenangan bergeser kepada pemerintah daerah kota dan kabupaten dengan paradigma desentralistik. Bentuk alternatif sekolah yang ditawarkan oleh pemerintah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan adalah model Manajemen Berbasis Sekolah yang sering disingkat menjadi MBS. MBS memberikan otonomi kepada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. MBS memiliki tujuan utama sebagaimana dinyatakan oleh E. Mulyasa, (2002: 13) bahwa Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi 3

masyarakat terutama yang mampu dan perduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Berdasarkan pernyataan di atas, sekolah diberi kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pendidikan sesuai dengan potensi dan kebutuhan sekolahnya. Sekolah diberi keleluasaan untuk mengelola sumber daya yang ada sehingga dituntut kemandirian dan kreativitas dari sekolah dalam mengelola pendidikan. Di samping itu, sekolah dapat menjalin kerja sama yang erat dengan masyarakat dan pemerintah sehingga sekolah dituntut memiliki tanggung jawab yang besar. Adanya Manajemen Berbasis Sekolah, diharapkan dapat menghasilkan peserta didik yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan relevan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat. Diterapkannya MBS, juga diharapkan permasalahan-permasalahan terkait pendidikan dapat terselesaikan atau diminimalisasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nurkolis (2003: 41) yang menyatakan bahwa dengan diterapkannya MBS ini menjadi harapan banyak pihak agar krisis pendidikan akan bisa diselesaikan atau setidaknya diminimalisasi. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar (2013: 1) menyatakan implementasi program MBS di Indonesia yang telah dievaluasi pada tahun 2000, 2002, 2005, dan 2010 menunjukkan bahwa program pembinaan MBS memberikan dampak positif. Dampak positif dari program pembinaan MBS, antara lain: 1. peningkatan manajemen sekolah yang lebih transparan, partisipatif, demokratis, dan akuntabel; 4

2. peningkatan mutu pendidikan; 3. menurunnya tingkat putus sekolah; 4. peningkatan implementasi pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan strategi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM); dan 5. peningkatan peran serta masyarakat terhadap pendidikan di Sekolah Dasar. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar (2013: 2) juga menyatakan bahwa Berdasarkan monitoring dan evaluasi tentang implementasi MBS di SD, maka dapat dinyatakan bahwa SD di Indonesia bervariasi dalam implementasi MBS baik kuantitas maupun kualitasnya, serta terdapat berbagai masalah dan kendala implementasi MBS. Berdasarkan catatan lapangan yang penulis peroleh pada waktu prapenelitian, bahwa setelah diadakannya sosialisasi MBS pada tahun 2002 di Banjarnegara, kemudian ditunjuk beberapa sekolah sebagai piloting dari MBS. Salah satu sekolah yang ditunjuk adalah SD Negeri 2 Merden. SD Negeri 2 Merden menerapkan MBS sejak tahun 2002/2003. SD Negeri 2 Merden merupakan salah satu sekolah dasar di Kecamatan Purwanegara. Pada tahun 2007, Kepala SD Negeri 2 Merden bersama tim membentuk Kecamatan Purwanegara sebagai kecamatan MBS sehingga sekolah-sekolah yang ada di Kecamatan Purwanegara menerapkan MBS. Namun, banyak sekolah di Kecamatan Purwanegara belum menerapkan MBS sebaik di SD Negeri 2 Merden. Hal itu dibuktikan dengan SD Negeri 2 Merden pernah menjadi pusat kegiatan Public Hearing DPRD dan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara dalam pelaksanaan Program Rintisan Manajemen 5

Berbasis Sekolah (MBS) Tahun 2008, sebagai sasaran Studi Banding Program Rintisan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dari Pemda dan DPRD Kabupaten Timika, Papua Tahun 2008, sebagai sasaran Studi Banding Program Rintisan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dari Pemda dan DPRD Kabupaten Mimika, Papua Tahun 2010, serta sebagai sasaran Studi Banding Program Rintisan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Pembelajaran PAKEM melalui KKG dan KKKS Program BERMUTU tahun 2010/2011 dari: KKG Kecamatan Rakit, KKG Kecamatan Sigaluh, KKG Kecamatan Batur, KKKS Kecamatan Bawang, dan KKKS Kecamatan Punggelan. Dengan demikian, sekolah-sekolah lain di lingkungan tersebut belum mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sekitar untuk menyekolahkan anaknya sebaik di SD Negeri 2 Merden. Sehubungan dengan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang penerapan MBS di SD Negeri 2 Merden Banjarnegara. SD Negeri 2 Merden Banjarnegara sebagai salah satu lembaga pendidikan di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional telah berusaha menerapkan model MBS dalam pengelolaan pendidikan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dengan penerapan MBS, sekolah lebih leluasa dalam mengembangkan program-program yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan sekolah tersebut, guna menjaga eksistensinya di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat dan tingginya kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat sekitar kepada SD Negeri 2 Merden. Oleh karena 6

itu, penulis akan melakukan penelitian tentang penerapan serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan MBS di SD Negeri 2 Merden. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dalam penelitian ini teridentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut. 1. Kualitas pendidikan di Indonesia rendah. 2. Banyak sekolah di Kecamatan Purwanegara belum menerapkan MBS sebaik di SD Negeri 2 Merden. 3. Sekolah-sekolah lain di lingkungan Kecamatan Purwanegara belum mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sekitar untuk menyekolahkan anaknya sebaik di SD Negeri 2 Merden. C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas supaya memperjelas permasalahan dan tidak terjadi kesalahan dalam memahami permasalahan penelitian. Oleh karena itu, peneliti membatasi masalah yang akan diteliti pada penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SD Negeri 2 Merden. D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang dapat peneliti ajukan adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana penerapan MBS di SD Negeri 2 Merden Banjarnegara? 7

2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan MBS di SD Negeri 2 Merden? E. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1. Penerapan MBS di SD Negeri 2 Merden. 2. Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan MBS di SD Negeri 2 Merden. F. Manfaat Penelitian Secara terperinci, manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi pengembang khasanah keilmuan dan pengetahuan, terutama sekolah atau guru sekolah dasar yang belum optimal menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolahnya. b. Sebagai bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut yang sekiranya juga membahas tentang penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di suatu sekolah dasar khususnya, dan jenjang pendidikan yang lain pada umumnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Melalui kegiatan penelitian ini, para guru akan semakin termotivasi untuk bekerja lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat. 8

Hal itu karena penerapan MBS di suatu sekolah menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas. b. Bagi Kepala Sekolah Melalui kegiatan penelitian ini, kepala sekolah akan semakin meningkatkan kinerjanya dalam mengelola pendidikan dengan model Manajemen Berbasis Sekolah. c. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman peneliti terhadap penerapan Manajemen Berbasis Sekolah. 9