BAB II STUDI PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
TUGAS AKHIR. Oleh : DICKY JAMALUDIN MALIK I1B000010

KAJIAN DISTRIBUSI SEDIMENTASI WADUK WONOREJO, TULUNGAGUNG-JAWA TIMUR

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 1 : 71-81, Maret 2015

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

KAJIAN DISTRIBUSI SEDIMENTASI WADUK BENING KABUPATEN MADIUN (EMPERICAL AREA REDUCTION METHOD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PREDIKSI BEBAN SEDIMENTASI WADUK SELOREJO MENGGUNAKAN DEBIT EKSTRAPOLASI DENGAN RANTAI MARKOV

BAB I PENDAHULUAN. Waduk yang sangat strategis di karsidenan Banyumas yang terdiri dari

ANALISIS KECENDERUNGAN SEDIMENTASI WADUK BILI- BILI DALAM UPAYA KEBERLANJUTAN USIA GUNA WADUK

Prasarana/Infrastruktur Sumber Daya Air

Lengkung Aliran Debit (Discharge Rating Curve)

BAB X PEMBUATAN LENGKUNG ALIRAN DEBIT

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III LANDASAN TEORI

LAPORAN PENELITIAN. Judul Penelitian PENGARUH PERUBAHAN IKLIM DAN TATAGUNA LAHAN TERHADAP SISA UMUR BENDUNGAN BATUJAI

Rahardyan Nugroho Adi BPTKPDAS

SEDIMENTASI PADA WADUK PANGLIMA BESAR SOEDIRMAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP UMUR LAYANAN WADUK

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

BAB II PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN DANAU, WADUK DAN BENDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

SEDIMENTASI DAN DAMPAKNYA PADA DPS CITARUM HULU

MONEV E T ATA A IR D AS PERHITUNGAN AN SEDIME M N

EFEKTIVITAS KEGIATAN PENGERUKAN SEDIMEN WADUK BILI-BILI DITINJAU DARI NILAI EKONOMI

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu daerah irigasi di Sumatera Utara adalah Bendungan Namu Sira-sira.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING)

BAB I PENDAHULUAN. (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di waduk (Asdak, 2007).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Desain Penelitian Partisipan... 35

ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA

LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS

KAJIAN SEDIMENTASI PADA SUMBER AIR BAKU PDAM KOTA PONTIANAK

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN EMBUNG KEDUNG BUNDER KABUPATEN PROBOLINGGO AHMAD NAUFAL HIDAYAT

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang

KATA PENGANTAR. Solo, November 2014 Kepala Balai. Dr. Nur Sumedi, S.Pi, MP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

2015 ANALISA PENGISIAN AWAL WADUK (IMPOUNDING) PADA BENDUNGAN JATIGEDE

SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR. Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R.

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

ANALISIS SEDIMENTASI PADA SALURAN UTAMA BENDUNG JANGKOK Sedimentation Analysis of Jangkok Weir Main Canal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Tinjauan Pustaka

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Studi Optimasi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air

STUDI SEDIMENTASI DI BENDUNG NAMU SIRA-SIRA DAN KAITANNYA TERHADAP TINGGI MERCU BENDUNG

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Menurut Sidauruk, dkk (2000), waduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

Bab III Metodologi Analisis Kajian

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

REKAYASA SUMBERDAYA AIR (WATER RESOURCES ENGINEERING ) OPERASI WADUK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

EVALUASI PENGGUNAAN LENGKUNG LAJU DEBIT-SEDIMEN (SEDIMENT-DISCHARGE RATING CURVE) UNTUK MEMPREDIKSI SEDIMEN LAYANG 1. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Azwar Samitra, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Tugas Akhir Kinerja Pengoperasian Waduk Sempor Jawa Tengah dan Perbaikan Jaringan Irigasinya

Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sebelah Tenggara Kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 39 km. Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENDUGAAN SISA USIA GUNA WADUK SUTAMI DENGAN PENDEKATAN SEDIMENTASI

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular.

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal

BAB III METODOLOGI Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna


SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

KAJIAN LAJU SEDIMENTASI WADUK PLTA KOTO PANJANG DALAM UPAYA MELESTARIKAN KESINAMBUNGAN ENERGI LISTRIK PROVINSI RIAU. Oleh: Imam Suprayogi, Bochari

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

Transkripsi:

II - 1 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Sedimentasi Keandalan suatu waduk didefinisikan oleh Lensley (1987) sebagai besarnya peluang bahwa waduk tersebut mampu memenuhi kebutuhan yang direncanakan sesuai dengan usia layannya tanpa adanya kekurangan. Usia layan waduk dapat diperhitungkan dengan menetapkan seluruh jumlah waktu yang diperlukan oleh sedimen untuk mengisi volume tampungan matinya. Volume mati bersama-sama dengan volume hidup, tinggi muka air minimum, tinggi mercu pelimpah, dan tinggi muka air maksimum merupakan bagian-bagian pokok karakter fisik suatu waduk yang akan membentuk zona-zona volume suatu waduk seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Secara geologi sedimen didefinisikan sebagai fragmen-fragmen material yang diendapkan oleh air atau angin. Sedimentasi merupakan kelanjutan dari proses erosi, oleh karena itu faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi menurut Langbein ( Kironoto, 1996 ) faktor yang mempengaruhi volume sedimen yang masuk ke waduk adalah. 1. Musim : a. curah hujan, b. run off.

II - 2 2. Tumbuh-tumbuhan : a. rimbun, b. gersang. 3. Geologi dan sifat tanah permukaan. 4. Kemiringan tanah dan sungai. 5. Tata guna lahan.. Namun demikian pengetahuan mengenai kelima faktor tersebut tidak menjamin ketepatan perkiraan volume sedimen yang masuk ke waduk. Dari kelima faktor di atas yang paling berpengaruh terhadap besarnya sedimen di waduk adalah curah hujan tahunan. M.A. pada kondisi debit rencana Tampungan lembah Dasar sungai sebelum pembendungan Volume hidup M.A. minimum Mercu bangunan pelimpah Saluran pengambilan Volume mati Gambar 2.1 Zona-zona Volume Suatu Waduk 2.2. Perkiraan Usia Guna ( Useful Life )Waduk Usia guna waduk adalah masa manfaat waduk dalam menjalankan fungsinya, sampai terisi penuh oleh sedimen kapasitas tampungan matinya.

II - 3 Dalam penelitian ini untuk memprediksikan usia guna waduk berdasarkan pada dua cara, yaitu : 2.2.1 Perkiraan usia guna berdasarkan kapasitas tampungan mati ( dead storage ). Perhitungan ini berdasarkan pada berapa waktu yang dibutuhkan oleh sedimen untuk mengisi kapasitas tampungan mati. Dengan diketahui besarnya kapasitas tampungan mati dan besarnya kecepatan laju sedimen yang mengendap, maka akan diketahui waktu yang dibutuhkan sedimen untuk mengisi pada daerah tampungan mati. Semakin bertambah umur maka semakin berkurang kapasitas tampungan matinya, yang kemudian akan mengganggu pelaksanaan operasional waduk. Sehingga hal ini merupakan acuan untuk memprediksikan kapan kapasitas tampungan mati tersebut akan penuh. 2.2.2 Perkiraan usia guna berdasarkan besarnya distribusi sedimen yang mengendap di tampungan dengan menggunakan The Empirical Area Reduction Method. Metode ini pertama kali diusulkan oleh Lane dan Koezler ( 1935 ), yang kemudian dikembangkan oleh Borland Miller (1958, dalam USBR,1973) dan Lara (1965, dalam USBR,1973). Dengan metode ini dapat diprediksi bagaimana sedimen terdistribusi di dalam waduk pada masa-masa yang akan datang. Dalam perhitungan ini sebagai acuan untuk menentukan usia guna waduk berdasar pada hubungan fungsi antara luas genangan dengan elevasi genangan dan kapasitas tampungan. Sebagai patokan elevasi pintu pengambilan sebagai acuannya. Sehingga apabila elevasi pintu pengambilan akan dicapai oleh elevasi

II - 4 endapan sedimen, maka kegiatan operasional waduk akan terganggu, yang pada akhirnya secara teknis akan mengakibatkan tidak berfungsinya waduk. 2.3. Pengendapan sedimen di waduk Nasib akhir dari semua waduk adalah terisi penuh oleh sedimen kapasitas tampungan matinya. Bila sedimen yang masuk lebih besar dibandingkan pada kapasitas tampungan mati waduknya, maka masa manfaat waduk tersebut akan pendek. Perencanaan waduk haruslah meliputi pertimbangan tentang kemungkinan laju pengendapan, untuk menetapkan apakah masa manfaat waduk yang direncanakan cukup untuk menjamin pembangunannya. Pengendapan sedimen yang terjadi disuatu waduk dipengaruhi oleh : 2.3.1 Efisiensi tangkapan sedimen ( Trap Efficiency ) Untuk menghitung jumlah sedimen yang tertahan atau mengendap di dalam waduk, yaitu dengan mencari besarnya trap efficiency yang didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah sedimen yang mengendap di waduk dengan total angkutan sedimen yang masuk ke dalam waduk ( Brune (1953) dalam USBR, 1973 ). Dalam menggunakan metode ini dapat diperkirakan besarnya trap efficiency secara empiris didasarkan pada pengukuran endapan sedimen di beberapa waduk besar (Gunner Brune, 1953), bahwa besarnya trap efficieny tergantung dari perbandingan antara kapasitas tampung waduk dan jumlah air yang masuk ke waduk dalam setahun. Untuk perhitungan ini dalam menentukan besarnya trap efficiency, terlebih dahulu ditentukan perbandingan antara kapasitas tampungan dengan inflow aliran

II - 5 tahunan. Setelah diperoleh nilai perbandingan antara C/I, maka besarnya trap efficiency dapat dicari dengan menggunakan grafik ( Brune, 1953 ), hubungan antara ratio of reservoir capacity to annual inflow ( sumbu x ) dengan sediment trapped percent ( sumbu y ), lihat pada Gambar 2.2. Nilai trap efficiency akan berkurang sejalan dengan operasional waduk karena kapasitas waduk akan terus berkurang akibat sedimen. Sedimen tertangkap, percent 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Lengkung median untuk w aduk dengan genangan normal Lengkung tepi untuk w aduk dengan genangan normal 0.001 0.01 0.1 1 10 Angka perbandingan kapasitas aliran masuk Gambar 2.2 Grafik Hubungan Capacity Inflow Ratio 2.3.2 Berat Volume Kering Besarnya angkutan sedimen yang masuk ke dalam waduk dinyatakan dalam satuan berat per satuan waktu yang dikonversikan ke dalam satuan volume per satuan waktu. Berat volume kering adalah masa sedimen kering dalam satuan volume. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berat volume kering di waduk, antara lain: 1. Cara pengoperasian waduk.

II - 6 2. Tekstur atau ukuran partikel sedimen. 3. Tingkat pemadatan. 4. Kemiringan dasar sungai. Lara dan Pemberton ( USBR, 1973 ) menggolongkan jenis dari operasi waduk yang diklasifikasikan dalam Tabel 2.1. Tipe Waduk 1 2 3 4 Tabel 2.1 Pembagian Tipe Waduk Berdasarkan Cara Operasinya Operasi Waduk Sedimen selalu terendam atau hampir terendam Umumnya draw down waduk sedang sampai besar Waduk umumnya kosong Sedimen dasar sungai (Miller (1953) dalam USBR, 1973) mengusulkan suatu rumus integral pendekatan untuk menentukan berat volume kering rata-rata dari semua sedimen yang mengendap di dalam waduk selama waktu T tahun beroperasi. W T = W1 +0,4343 K T ln T I... ( 2.1 ) T I K = K c. P c + K m. P m + K s. P s... ( 2.2 ) Dengan : W T = Berat volume kering setelah T tahun operasi waduk ( kg/m 3 ), W1 = Berat volume kering mula-mula setelah T tahun konsolidasi ( kg/m 3 ), K = Konstanta yang tergantung pada operasi waduk dan jenis material sedimen, P c, P m, P s = Persentase lempung, lumpur, pasir, K c, K m, K s, = Koefisien konsolidasi lempung, lumpur, pasir.

II - 7 Nilai K c, K m, K s, untuk masing-masing tipe waduk dapat dilihat dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. K Untuk Berbagai Waduk Tipe waduk K c K m K s 1 256 91 0 2 135 29 0 3 0 0 0 Volume kering awal menurut Lara dan Pamberton dapat diestimasi dengan persamaan : Dengan : W1 = W c. P c + W m. P m + W s. P s ( 2.3 ) W1 = Berat volume kering mula-mula setelah 1 tahun konsolidasi ( kg/m 3 ). P c, P m, P s = Persentase lempung, lumpur, pasir. W c,w m,w s = Konstanta berat volume kering untuk lempung, lumpur dan pasir yang nilainya tergantung dari bentuk waduk, yang nilainya seperti tabel berikut : Tabel 2.3 W Untuk Penentuan Berat Volume Kering Tipe waduk W c W m W s 1 416 1120 1550 2 561 1140 1550 3 641 1150 1550 4 961 1170 1550 2.3.3 Distribusi sedimen di dasar waduk. Aliran air sungai yang membawa sedimen menuju ke waduk dengan kecepatan turbelensi yang besar dari aliran akan berangsur-angsur berkurang. Partikel melayang ( suspended load ) dengan partikel ukuran yang cukup besar dan sebagian dari muatan dasar ( bed load ) akan mengendap membentuk delta di bagian hulu waduk, partikel yang lebih kecil akan tetap melayang terangkut oleh

II - 8 aliran dan akan mengendap lebih jauh di bagian hilirnya. Partikel-partikel yang lebih kecil lagi dapat tetap melayang dan sebagian darinya mungkin akan melewati waduk bersama-sama dengan aliran yang melalui alur buangan, turbinturbin, atau pelimpah. Dengan adanya pengendapan sedimen karena proses tersebut, terbentuklah distribusi endapan sedimen di dalam waduk. Disini distribusi endapan akan ditentukan dengan suatu metode yang dikenal dengan the emperical area reduction method sebagai dasar untuk menghitung besarnya distribusi sedimen. Data yang diperlukan adalah volume sedimen yang mengendap dan data hubungan elevasi dengan luas dan kapasitas waduk. Data tersebut dapat diperoleh melalui informasi tentang pengukuran langsung dilapangan yang berupa pengukuran echo sounding. Distribusi endapan sedimen di dalam waduk dipengaruhi oleh beberapa faktor. 1. Cara pengoperasian waduk. 2. Tekstur atau ukuran partikel sedimen. 3. Bentuk waduk. 4. Volume sedimen yang diendapkan di dalam waduk. Dari empat faktor di atas, faktor bentuk waduk dianggap sebagai faktor yang paling penting dalam menentukan distribusi endapan sedimen dalam waduk. Bentuk waduk ditentukan berdasarkan hubungan antara parameter m seperti diperlihatkan dalam Tabel 2.4. Nilai m didefinisikan sebagai kemiringan (slope)

II - 9 dari garis yang diperoleh dari plot data antara data kedalaman dengan data kapasitas waduk pada kertas logaritmik (Gambar 4.1). Tabel 2.4 Klasifikasi Waduk Berdasarkan Nilai m Bentuk Waduk Klasifikasi m 1 Lake 3,5-24,5 2 Flood plain foot hill 2,5 3,5 3 Hill 1,5 2,5 4 Normality empty 1,0 1,5 adalah : Pada empirical area-reduction method, persamaan dasar yang digunakan yo S = 0 A H dy + yo K a dy... ( 2.4 ) Dengan : S = volume sedimen total yang diendapkan di waduk, 0 = elevasi dasar ( asli ) waduk, yo = elevasi dasar waduk setelah terjadi endapan sedimen (setelah T tahun), A = luas waduk, H = kedalaman total waduk ( pada muka air normal ), K = konstanta untuk mengkonversikan luas sedimen relatif ( a ) kedalam luas sedimen sebenarnya, a = luas sedimen relatif. Dengan berdasar persamaan tersebut dan data empirik, diperoleh suatu persamaan sebagai berikut : Dengan : S Vh F =... ( 2.5 ) H. Ah F = fungsi tanpa dimensi, S = volume sedimen total, Vh = volume waduk pada elevasi h, Ah = luas waduk pada elevasi h.

II - 10 Untuk menentukan luas sedimen relatif ( Ap ), Lara mengusulkan sebuah grafik area design curve ( Gambar 2.3 ) atau dengan menggunakan persamaan yang diperlihatkan pada tabel di bawah ini, sesuai dengan bentuk masing-masing waduk. Tabel 2.5 Persamaan Untuk Mencari Ap Bentuk Waduk Ap ( Borland dan Miller ) Ap ( Lara ) I 3,417 p 1,5 (1 p) 0,2 5,074 p 1,85 (1 p) 0,35 II 2,324 p 0,50 (1 p) 0,40 2,48 p 0,57 (1 p) 0,41 III 15,882 p 1,10 (1 p) 2,30 16,967 p 1,15 (1 p) 2,32 IV 4,232 p 0,10 (1 p) 1,50 1,486 p 0,25 (1 p) 1,34 Dengan : Ap = luas sedimen relatif P = Kedalaman relatif waduk diukur dari dasar Sejak waduk beroperasi sampai dengan sekarang telah dilakukan pengukuran echo sounding. Data hasil pengukuran ini digunakan dalam penentuan distribusi endapan sedimen dan dianggap bahwa besar endapan sedimen yang masuk waduk pada tahun-tahun yang akan datang adalah tetap. Elevasi intake digunakan sebagai acuan untuk menentukan usia guna waduk. Setelah jumlah endapan sedimen mencapai elevasi intake diketahui, kemudian melakukan hitungan untuk menentukan nilai fungsi tanpa dimensi F(h), sehingga didapat grafik hubungan kedalaman relatif dengan nilai F(h) sampai berpotongan dengan grafik ( Gambar 2.4 ) dengan kedalaman relatifnya sama dengan kedalaman relatif pada elevasi intake.

II - 11 Luas Relatif (a) 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Bentuk Waduk I Bentuk Waduk II Bentuk Waduk III Bentuk Waduk IV 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Kedalaman relatif (p) Gambar 2.3 Grafik Area Design Curve Kedalaman untuk menentukan fungsi F(h) 1000 100 10 1 0.1 0.01 0.001 Kedalaman Relatif (p) 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Bentuk Waduk I Bentuk Waduk II Bentuk Waduk III Bentuk Waduk IV Gambar 2.4 Grafik Untuk Menentukan Elevasi Dasar Waduk Setelah T Tahun