BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain atau kepada beberapa orang sesudah meninggalnya orang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga.

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, baik hubungan dengan Allah swt. maupun hubungan dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan penciptaan manusia. Syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

KAIDAH FIQH. Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

I. PENDAHULUAN. maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

Kepada Siapa Puasa Diwajibkan?

DI ANTARA SIFAT-SIFAT TERPUJI ASY-SYAIKH RABI AL-MADKHALI - HAFIZHAHULLAH-

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP PERJANJIAN KERJA ANTARA TKI DENGAN PJTKI DI PT. AMRI MARGATAMA CABANG PONOROGO

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENETAPAN HARGA PADA JUAL BELI AIR SUMUR DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

Menjaga Kebersihan Jasmani bagian dari Sunnah Rasulullah

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN NAFKAH ANAK ATAS DASAR EX AEQUO ET BONO DALAM STUDI PUTUSAN No.1735/Pdt.G/2013/PA.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI IKAN TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i)

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

Wa ba'du: penetapan awal bulan Ramadhan adalah dengan melihat hilal menurut semua ulama, berdasarkan sabda Nabi r:

PAKET FIQIH RAMADHAN (ZAKAT FITRAH)

SUMPAH PALSU Sebab Masuk Neraka

Pendapat Ulama Hanafiyah dan Ulama Syafi iyah Tentang Penarikan Kembali Harta yang Sudah Dihibahkan (Studi Komparatif)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TENTANG APLIKASI PERJANJIAN SEWA SAFE DEPOSIT BOX DITINJAU DARI BNI SYARIAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Wallahu A lam bisshawab Wa shallallahu ala nabiyyina Muhammadin wa ala aalihi wa shahbihi wa sallam

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

Menzhalimi Rakyat Termasuk DOSA BESAR

Hijab Secara Online Menurut Hukum Islam

Kaidah Fiqh BERSUCI MENGGUNAKAN TAYAMMUM SEPERTI BERSUCI MENGGUNAKAN AIR. Publication in CHM: 1436 H_2015 M

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA TENTANG PENAMBAHAN UANG SEWA TAMBAK DI DESA GISIK CEMANDI KEC. SEDATI KAB.

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain agar mereka tolong-menolong dalam semua kepentingan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Selain ayat al-qur an juga terdapat sunnah Rasulallah SAW yang berbunyi:

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah Swt. menciptakan manusia di bumi ini dengan dua jenis yang

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENENTUAN TANAH TUNGGU BAHAULAN DI DESA SUNGAI ULIN

BAB I PENDAHULUAN. Melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah merupakan tabi at. manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU

KAIDAH FIQH. "Mengamalkan dua dalil sekaligus lebih utama daripada meninggalkan salah satunya selama masih memungkinkan" Publication: 1436 H_2015 M

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGERTIAN TENTANG PUASA

Kaidah Fiqh. Seorang anak dinasabkan kepada bapaknya karena hubungan syar'i, sedangkan dinasabkan kepada ibunya karena sebab melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya 1. Diakui secara ijma

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BUNGA KAMBOJA KERING MILIK TANAH WAKAF DI DESA PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB I PENDAHULUAN. Kewarisan merupakan salah satu bentuk penyambung ruh keislaman antara

PUASA DI BULAN RAJAB

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN HADIAH JALAN SEHAT DARI HASIL PENJUALAN KUPON. Kupon Di Desa Made Kecamatan Sambikerep Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. menghayati kandungan isinya. Buta aksara membaca al-qur an ini

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

UNTUK KALANGAN SENDIRI

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam

PANDUAN ISLAMI DALAM MENAFKAHI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hukum Islam pengangkatan anak dibolehkan, namun dengan. orang tua asuh dengan anak asuh, dan sama sekali tidak menciptakan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN HIBAH DALAM KEADAAN SAKIT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS SADD AH TERHADAP JUAL BELI KREDIT BAJU PADA PEDAGANG PERORANGAN DI DESA PATOMAN ROGOJAMPI BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Sebab pendidikan tidak pernah terpisah dengan kehidupan manusia. 1 Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Umumnya bentuk atau cara perceraian karena talak,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB II TABUNGAN ZAKAT AL-WADI< AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar wasiat merupakan penghibahan harta dari seseorang kepada orang lain atau kepada beberapa orang sesudah meninggalnya orang tersebut. Di sisi lain wasiat juga merupakan tasharruf (pelepasan) terhadap harta peninggalan yang dilaksanakan sesudah meninggal dunia seseorang. 1 Pada dasarnya memberikan wasiat merupakan tindakan ikhtiyariyah, yakni suatu tindakan yang dilakukan atas dorongan kemauan sendiri dalam keadaan bagaimanapun. Menurut asal hukum wasiat adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan kemauan hati dalam keadaan apapun dan tidak ada paksaan dari berbagai pihak. Karenanya tidak ada dalam syari at Islam suatu wasiat yang wajib dilakukan dengan jalan putusan hakim. 2 Dalam pendapat lain mengatakan wasiat merupakan pesan terakhir dari seseorang yang mendekati kematiannya, dapat berupa pesan tentang apa yang harus dilaksanakan para penerima wasiat terhadap harta peninggalannya atau pesan lain di luar harta peninggalan. Wasiat menurut bahasa mengandung beberapa arti: menjadikan, menaruh belasan kasihan, berpesan, menyambung, memerintahkan, mewajibkan. Secara etimologi, para ahli hukum Islam mengemukakan bahwa wasiat adalah pemilikan yang didasarkan pada orang yang menyatakan wasiat 1 Moh. Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 145 2 Ibid, 148 1

2 meninggal dunia dengan jalan kebaikan tanpa menuntut imbalan atau tabarru'. 3 Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa pengertian ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam dikalangan Mazhab Hanafi yang mengatakan wasiat merupakan tindakan seseorang yang memberikan haknya kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik kepada orang lain untuk memiliki sesuatu, baik berupa kebendaan maupun manfaat secara suka rela tanpa imbalan yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai terjadi kematian orang yang menyatakan wasiat tersebut. Wasiat dalam hukum Islam pada dasarnya hanya ditujukan kepada orang lain di luar ahli waris, atau terutama kepada ahli waris yang karena alasan lain seperti mahjub (terhalang oleh ahli waris lain) tidak mendapatkan warisan. Sedangkan wasiat terhadap ahli waris, hanya dimungkinkan bila ahli waris yang lain menyetujui pemberian wasiat dari yang memberi wasiat. 4 Sehubungan dengan hal tersebut, wasiat mempunyai beberapa arti yaitu menjadikan, menaruh kasih sayang, menyuruh dan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Secara umum kata wasiat disebutkan dalam Al-Qur an sebanyak 9 kali, dalam bentuk kata kerja disebut sebanyak 14 kali, dalam bentuk kata benda jadian disebut sebanyak 2 kali, hal yang berhubungan dengan wasiat ini seluruhnya disebut dalam Al-Qur an sebanyak 25 kali. 5 3 Asymuni A. Rahman et. al., Ilmu Fiqh 3, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN Direktorat Jenderal pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta: Departemen Agama, 1986, hlm. 181 4 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 131 5 Ibid, hlm. 149

3 Menurut ketentuan hukum Islam, bahwa bagi seorang yang merasa telah dekat ajalnya dan ia meninggalkan harta yang cukup (apalagi banyak) maka diwajibkan kepadanya untuk membuat wasiat bagi kedua orang tuanya demikian juga bagi kerabat yang lainnya, terutama sekali apabila ia telah pula dapat memperkirakan bahwa harta mereka (kedua orang tuanya dan kerabat lainnya) tidak cukup untuk keperluan mereka. 6 Wasiat bukan saja dikenal dalam hukum Islam, tetapi dikenal juga dalam hukum perdata BW. 7 Wasiat dalam hukum perdata dikenal dengan nama testament yang diatur dalam buku kedua bab ketiga belas. Dalam pasal 875 BW dikemukakan bahwa surat wasiat (testamen) adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali oleh orang yang menyatakan wasiat itu. Pernyataan kehendak yang berupa amanat terakhir orang yang menyatakan wasiat itu dikemukakan secara lisan di hadapan notaris dan dua orang saksi. Wasiat dalam hukum perdata harus dibuat dalam bentuk surat wasiat (testamen) dan pembuatan surat wasiat itu merupakan perbuatan hukum yang sangat pribadi. Baik hukum Islam maupun hukum barat, keduanya tidak membenarkan atau melarang wasiat seorang yang merugikan ahli waris yang sudah seharusnya mendapatkan warisan. Burgerlijk Wetboek (BW) menegaskan bahwa segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, 6 Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjutak, Hukum Waris Islam Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 44 7 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2008, hlm. 150

4 adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang, sekadar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang ada. Ada beberapa perbedaan antara wasiat dengan hibah. 8 Pada hibah, pemilikan dari pemberian itu terjadi setelah selesai pernyataan hibah diucapkan atau dinyatakan oleh yang menghibahkan, sedangkan pada wasiat pemilikan itu baru terjadi setelah meninggal dunia orang yang berwasiat, bahkan jika orang yang menerima wasiat lebih dahulu meninggal dari orang yang berwasiat, maka wasiat itu menjadi batal, kecuali ada perjanjian bahwa ahli waris orang yang menerima wasiat boleh menerima wasiat itu. Hibah hanya berupa pemberian harta hak milik, sedang wasiat bentuk pemberiannya lebih luas dari itu, boleh berupa harta milik, pembebasan hutang, manfaat dan sebagainya. Hibah tidak dapat dibatalkan, sedangkan wasiat dapat dibatalkan bila orang yang menerima wasiat lebih dahulu meninggal dari orang yang berwasiat. Sedangkan perbedaan wakaf dengan wasiat, pada masalah wakaf pokok harta ditahan dan menyerahkan manfaatnya saja. Namun dalam hal wasiat kepemilikan diserahkan sepenuhnya setelah kematian dengan cara memberikan (tabarru ) bendanya maupun manfaatnya. 9 Mengenai batas maksimal untuk wakaf tidak ada batasnya, sementara dalam wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga kecuali atas izin ahli waris. Di sisi lain wakaf boleh 8 Asymuni A. Rahman et. al., op. cit., hlm. 181 9 Shalih bin Ghanim As-Sadlan, Intisari Fiqh Islam, Surabaya: Pustaka La Raiba Bima Amanta (elba), 2007, hlm. 171

5 diberikan kepada ahli waris, sedangkan wasiat tidak boleh diberikan kepada ahli waris kecuali dengan izin ahli waris yang lain. Dalam firman Allah SWT: '() * #$%&!" 2*. 01 +,- 6708 34501 67= > - < 9:; #$ 8CDE- 7%&+%'= A;? OP (5#Q KLMDN J% FG"'HI W 01 RPSTUV R" +?.XEYZ%[0 _%"67 TZ0&S#Q W,]^U1 b%'c;deha 8COP#`M67%& #$ 7 + #1 ff 8 e*%", i8cd EHahWJ,g=R >? 1 k$%& E%&_ K m6 2 8D Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah(wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah-jika kamu raguragu: (Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seorang), walaupun dia karib kerabat dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah, sesungguhnya kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa.(qs. Al Maidah:106) 10 Dalam hadist Rasulullah SAW yang berhubungan dengan wasiat diantaranya ialah: 10 Lembaga Lajnah Penerjemah, Al Qur an dan Terjemahannya, Bandung: CV. Diponegoro, 2000, hlm. 99

6 ع ن ع ب د االله اب ن ع م ر ق ال :" ا ن ر س و ل االله ص ل ى االله ع ل ي ه و س ل م ق ا ل: م ا ح ق ام ر ئ (ا خ ر ج ه ال ب خ ار ي ) 11 ف ي ه ي ب ي ت ل ي ل ت ين ا لا و و ص ي ت ه م ك ت و ب ة ع ن د ه م س ل م ل ه ش ي ي ي و ص ى Artinya: Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: bahwa Rasullullah SAW bersabda: tidak pantas seorang muslim yang mempunyai suatu harta yang harus diwasiatkannya membiarkannya dua malam, kecuali wasiatnya itu tertulis. (HR. Bukhari) Berbeda pendapat para ulama tentang hukum wasiat. Ibnu Hazm berpendapat bahwa wasiat itu wajib dilakukan oleh seorang yang mempunyai harta, banyak atau sedikit. Ibnu Jarir ath-thabari juga berpendapat bahwa wasiat itu wajib hukumnya tetapi dikhususkan bagi ibu dan bapak dan kerabat yang tidak mewarisi. Mazhab yang empat, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali serta Golongan Sya ah Zaidiyah berpendapat bahwa wasiat itu bukan wajib bagi orang yang mempunyai harta banyak atau sedikit, tetapi hukumnya tidak sama bagi tiap-tiap orang. Hukumnya disesuaikan dengan orang yang berwasiat dan orang atau yang akan berwasiat. 12 Dan sebanyaknya wasiat adalah sepertiga dari harta, tidak boleh lebih kecuali apabila di izinkan oleh semua ahli waris dan sesudah orang yang berwasiat meninggal dunia. 13 Terdapat ikhtilaf di kalangan Ulama adakah saksi dibolehkan daripada kalangan bukan Islam dalam keadaan musafir atau tidak. Mengikut jumhur ulama (kebanyakan ulama) antaranya Imam Syafi i, Imam Malik dan Imam beberapa Mazhab yang lain mengatakan tidak boleh orang kafir menjadi saksi 982 11 Imam Bukhori, Shahih Bukhari, Bairut Libanon: Darul Kutub Al-Alamiyah Juz 2, hlm. 12 Asymuni A. Rahman et. al., op. cit, hlm. 187 13 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung: PT SinarBaru Al Gensindo, 1994, hlm. 372

7 walaupun dalam perkara wasiat. 14 Adapun orang kafir, mereka lebih daripada fasik. Orang fasik pun tidak boleh menjadi saksi maka bagaimana orang kafir yang lebih daripada fasik boleh menjadi saksi. Adapun Imam Abu Hanifah menyatakan bahawa orang kafir boleh menjadi saksi dalam masalah wasiat. Sejalan dengan itu, disyaratkan orang yang berwasiat itu hendaklah orang yang mempunyai kesanggupan melepaskan hak miliknya kepada orang lain (tabarru ). Para ahli fiqh menetapkan bahwa orang yang mempunyai tabarru itu tanda-tandanya ialah baligh, berakal dapat menentukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Sadar atas semua tindakan yang akan dilakukannya dan tidak dibawah perwalian. 15 Dikalangan ahli hukum Mazhab Hanafi mensyaratkan orang yang berwasiat itu hendaknya orang yang mempunyai keahlian memberikan milik kepada orang lain. Keahlian itu harus memenuhi syarat yaitu dewasa, berakal sehat, tidak mempunyai utang yang menghabiskan seluruh hartanya, tidak bergurau dan tidak dipaksa. 16 Jika diperhatikan syarat-syarat yang ditetapkan para ahli fiqih itu, terasa ada sesuatu kekurangan, terutama dalam melepaskan suatu hak milik yang berharga kepada orang lain. Syarat itu ialah baligh. Seorang dikatakan baligh bila ia telah bermimpi atau telah keluar air maninya biasanya berumur 14-15 tahun bagi laki-laki dan 12-13 tahun bagi perempuan. Pada umumnya orang yang yang demikian baik laki-laki maupun perempuan belum mempunyai tabarru yang sempurna karena itu diperlukan syarat yang lain, 14 Syaikh al-alamah Muhammad bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, Bandung: Hasyimi Press, 2010, hlm. 333 15 Asymuni A. Rahman et. al., loc. cit., hlm. 191 16 Abdul Manan, op. cit., hlm. 156

8 ialah Rasyid. Seorang dikatakan Rasyid bila telah dewasa jasmani dan rohaninya, telah dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya baik kepada Allah maupun kepada manusianya. Zaman sekarang ini amat disayangkan kita melihat sebagian kaum muslimin khususnya yang tinggal di negeri lain yang kebanyakan orang non muslim mewasiatkan hartanya dengan jumlah yang banyak kepada lembagalembaga yang ditangani banyak orang Nasrani, Yahudi atau yang lainnya, dengan alasan bahwa mereka adalah lembaga-lembaga sosial atau pendidikan, atau kemanusiaan atau sejenisnya yang tidak bisa dimanfaatkan oleh kaum muslimin dan tidak ada yang bisa memanfaatkan harta tersebut kecuali orangorang kafir dan membiarkan saudara-saudara mereka sesama muslim yang teraniaya, terlantar serta kelaparan di dunia tanpa bantuan dan pertolongan. Ini adalah merupakan kelemahan iman dan termasuk tanda-tanda terkikisnya iman juga merupakan bukti loyalnya kepada orang-orang kafir serta masyarakatnya yang kafir serta wujud rasa kagum kepada mereka. 17 Semua Mazhab sepakat temasuk Imam Syafi i bahwa seorang kafir dzimmi boleh berwasiat untuk sesama kafir dzimmi, 18 juga untuk seorang muslim dengan syarat wasiat syar'iyyah. Tetapi kalau dia mengatakan: "Saya berwasiat untuk Yahudi atau Nashara", maka tidaklah sah karena dia telah menjadikan kekafiran sebagai pembawa wasiat. Sedangkan para Ulama 17 http:// ar rahmah.com/index.php/blog/read/hukum wasiat., dikutip tanggal 27 Oktober 2010 18 Kafir dzimmmi ialah seseorang yang membayar jizyah kepada kaum muslim. Sedangkan kafir kharbi menurut mazhab Imamiyah ialah orang kafir yang tidak membayar jizyah, meskipun tidak memerangi kaum muslim, dan menurut Mazhab lainnya ialah orang yang mengangkat senjata terhadap kaum Muslim dan menyamun.

9 Mazhab berselisih pendapat tentang sahnya wasiat seorang muslim untuk seorang kafir harbi. Maliki, Hanbali dan mayoritas Syafi iyah mengatakan bahwa wasiat seperti itu sah, sedangkan Mazhab Hanafi dan mayoritas Imamiyah mengatakan tidak sah. 19 Padahal seorang yang dihukumi kafir akan kehilangan solidaritas dan pertolongan masyarakat Islam, karena dia telah memerangi Islam dengan kekafiran yang jelas dan kemurtadan yang gamblang. Oleh karena itu, dia harus diboikot oleh masyarakat Islam dan diputuskan segala hubungan sosial sehingga dia dapat menyadari kesalahannya dan kembali kepada Islam. 20 Bahkan seorang yang dianggap kafir bila mati jenazahnya tidak diperlakukan sebagaimana jenazah seorang muslim, dan harta peninggalannya tidak menjadi warisan bagi kaum muslim, sebagaimana dia juga tidak berhak mewarisi harta keluarganya yang muslim. 21 Dengan berdasarkan pada latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan terhadap persoalan di atas, padahal dalam kitab al-muhadzab karya Imam al-syirazi, kitab al-mughni al-syarkhu al-kabir karya Ibnu Qudamah yang di dalamnya mengutip pendapat Imam Syafi i, kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd serta kitab Tausyikh Ibnu Qasim karya Imam Nawawi al- Bantani yang notabenenya merupakan Ulama Syafi iyah menjelaskan tentang kebolehan wasiat orang kafir meskipun orang kafir itu dzimmy atau harbi. Di uraikan dalam kitab al-muhadzab karya Imam al-syirazi yang merupakan 19 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris. Bandung: Pustaka Setia, 2009, hlm. 352 20 Syaikh Said Al-Qohthoni, Hukum Mengafirkan Menurut Ahlus-Sunnah dan Ahlul Bid ah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993, hlm. 32 21 Ibid, hlm. 33

10 salah satu Ulama Mazhab Syafi i yang di dalam karyanya menjelaskan tentang kebolehan wasiat orang kafir kepada muslim sebagai berikut: يصح وهو المذهب لا نه تمليك يصح للذمي فصح للحربيكالبيع Artinya: Dalam mazhab ini diperbolehkan wasiat kepada siapa saja yang bisa diberi kepemilikan, sah kepada kafir dzimmi, maka juga sah kepada kafir harbi seperti jual beli. 22 Dari uraian di atas, penulis tertarik mengangkat penelitian tersebut dalam skripsi dengan judul: Studi Analisis Pendapat Imam Syafi i Tentang Kebolehan Wasiat Orang Kafir Kepada Muslim. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka ada permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pendapat Imam Syafi i tentang wasiat orang kafir kepada muslim? 2. Bagaimana istinbath hukum Imam Syafi i tentang kebolehan wasiat orang kafir kepada muslim? C. Tujuan Penulisan Skripsi Sesuai dengan permasalahan diatas, penulisan ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pendapat Imam Syafi i tentang wasiat orang kafir kepada muslim. 342 22 Imam al-syirazi, Al-Muhadzab, Bairut Libanon: Darul Kutub Al Alamiyah Juz 6, hlm.

11 2. Untuk mengetahui istinbath hukum Imam Syafi i tentang kebolehan wasiat orang kafir kepada muslim. D. Telaah Pustaka Pada tahapan ini penulis mencari landasan teoritis dari permasalahannya, dengan mengambil langkah ini pada dasarnya bertujuan sebagai jalan pemecahan permasalahan penelitian dengan harapan apabila peneliti mengetahui apa yang telah dilakukan oleh peneliti lain. Sejauh penelusuran penulis, belum pernah ditemukan tulisan yang lebih spesifik dan mendetail yang membahas tentang masalah studi analisis pendapat Imam Syafi i tentang kebolehan wasiat orang kafir kepada muslim. Namun demikian ada beberapa tulisan atau buku yang berhubungan dengan wasiat orang kafir kepada muslim. 1. Abdullah Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, dalam buku ini tepatnya di bab 6 dijelaskan beberapa masalah hukum tentang wasiat dan permasalahannya dalam konteks kewenangan Peradilan Agama sebagaimana yang tersebut dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Dalam buku ini dijelaskan aneka masalah diuraikan secara logis, sistematis dan filosofis dengan memadukan antara teori dan praktik. 2. Asymuni A. Rahman dkk, Ilmu Fiqh 3 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama

12 Republik Indonesia, dalam buku ini tepatnya di bab V menjelaskan tentang pengertian dan dasar hukum wasiat serta perbedaan pendapat para ulama salafiyah, unsur-unsur wasiat dan hal-hal yang membatalkan wasiat. Dan dalam buku ini dijelaskan mengenai tidak disyaratkan bahwa antara yang memberi wasiat dan penerimanya sama-sama beragama islam, boleh berwasiat antara orang yang berlainan agama. 3. Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, Panduan Wakaf, Hibah dan Wasiat Menurut al-qur an dan as-sunnah, dalam buku ini tepatnya di bab III menjelaskan tentang wasiat menurut Al qur an dan as Sunnah. Dan dijelaskan pula wasiat seorang kafir yang diamanatkan kepada seorang muslim tentu lebih diperbolehkan. 4. Kitab al-mughni al-syarkhu al-kabir karya Ibnu Qudamah yang notabenenya merupakan ulama Hanbali yang di dalamnya mengutip pendapat Imam Syafi i yang menjelaskan bahwa diperbolehkan wasiat kepada siapa saja yang bisa diberi kepemilikan baik dia seorang Muslim, kafir dzimmi, kafir harbi dan orang murtad seperti jual beli. 5. Kitab Khawasyi karya Imam al-mawardi yang merupakan ulama Syafi iyah menjelaskan dalam karyanya bab Washaya bahwa wasiatnya orang kafir itu diperbolehkan, baik dia kafir dzimmi atau kafir harbi sebagaimana wasiatnya orang Islam. 6. Skripsi Budi Cahyono (21109120), Analisis Hukum Islam Terhadap Wasiat Pengangkatan Ahli Waris (Erfstelling) dalam KUHPerdata, yang menjelaskan bahwa dalam pasal 954 KUHPerdata bahwa di dalam hukum

13 islam tidak dikenal pengangkatan waris dengan wasiat seperti yang diatur dalam KUHPerdata, oleh karena ahli waris sudah ditentukan secara syara, maka di dalam syara melarang mengangkat orang lain menjadi ahli warisnya baik melalui jalan apapun termasuk melalui wasiat. Berdasarkan telaah pustaka diatas Penelitian ini berbeda dengan hasil karya terdahulu, karena lebih spesifik membahas tentang analisis pendapat Imam Syafi i tentang kebolehan wasiat orang kafir kepada muslim. E. Metode Penelitian Dalam usaha penulis memperoleh data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan seputar permasalahan diatas, maka penulis menggunakan beberapa metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif artinya metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannnya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. 23 Penelitian kualitatif cenderung berkembang dan banyak digunakan dalam ilmu-ilmu sosial yang berhubungan dengan perilaku sosial manusia dengan berbagai argumentasi tentunya. 2. Sumber Data Penelitian 23 Sugiyono, Metode Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfa Beta, 2008, hlm. 9

14 a. Data primer Sumber utama (primer) yaitu sumber literature utama yang berkaitan langsung dengan objek penelitian. Sumber primer dalam penelitian ini adalah kitab Al-Muhadzab, karangan Imam al-syirazi yang merupakan salah satu ulama Mazhab Syafi i yang menjelaskan pendapat dari mazhabnya yaitu Imam Syafi i tentang kebolehan wasiat orang kafir kepada muslim. b. Data Sekunder Adapun sumber data pelengkap (sekunder) yaitu, data-data yang digunakan sebagai pendukung atau pelengkap yang ada relevansinya didalam penelitian atau penulisan karya ilmiah. Sumber data pelengkap dalam penelitian ini adalah kitab-kitab fiqh yang lain, baik karya ulama terdahulu atau karya kontemporer, kitab al-mughni al-syarkhu al-kabir, kitab Bidayatul Mujtahid Serta kitab Tausyikh Ibnu Qasim karya Imam Nawawi al-bantani serta buku-buku seperti Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia karya Prof. Dr. Abdul Manan, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam karya Prof. Muhammad Amin Summa, Hukum Islam di Indonesia karya Dr. Ahmad Rofiq, MA, serta beberapa artikel makalah yang dapat memberikan kontribusi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data skripsi ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research) di mana data-data yang dipergunakan

15 dalam skripsi ini kesemuanya diperoleh dari sumber-sumber literature, baik sumber utama (primer) maupun sumber data pelengkap (sekunder). 4. Metode Analisis Data Pada dasarnya analisis adalah kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu hipotesa. Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. 24 Dalam analisis diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar sesuatu. Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sisitematis catatan hasil penelitian untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang masalah yang dikaji. 25 Dalam menganalisis data yang telah diperoleh, penulis menggunakan beberapa metode, yaitu deskriptif analitik yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi atau kejadian. Dengan metode ini, penulis mendiskripsikan sekaligus menganalisis pendapat Imam Syafi i tentang kebolehan wasiat orang kafir dan istinbath hukumnya. F. Sistematika Penulisan Agar pembahasan lebih terarah dan mudah dipahami, maka dalam menguraikan peneliti berusaha menyusun kerangka secara sistematik. Dalam penulisan skripsi ini terbagi lima bab yang mana satu bab dengan bab yang 26 24 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. AlfaBeta, 2009, hlm. 89 25 M. Subana, Sudrajad, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung, Pustaka Setia, 2005 Cet. II, hlm.

16 lainnya saling mendasari dan terkait. Hal ini digunakan untuk memudahkan dalam penulisan dan memudahkan pembaca dalam memahami dan menangkap hasil penelitian. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: Bab pertama pendahuluan, dalam bab ini akan dijelaskan mengenai: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan. Bab dua adalah tinjauan umum tentang wasiat, hibah dan qiyas, yang berisikan landasan teori yang akan di bahas yaitu: wasiat yang di dalamnya akan mengupas pengertian wasiat, dasar hukum wasiat, rukun dan syarat wasiat, pencabutan dan pembatalan wasiat. Bahasan selanjutnya adalah hibah, yang didalamnya akan membahas pengertian hibah, dasar hukum hibah, rukun dan syarat hibah, penarikan hibah. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan qiyas yang di dalamnya akan menerangkan tentang pengertian qiyas, dasar hukum qiyas, macam-macam qiyas, pendapat ulama terhadap kehujjahan qiyas. Bab tiga tentang pendapat Imam Syafi i tentang kebolehan wasiat orang kafir kepada muslim. dalam bab ini akan dijelaskan tentang biografi Imam Syafi i, Pendapat Imam Syafi i tentang wasiat orang kafir kepada muslim dan metode istinbath hukum Imam Syafi i tentang kebolehan wasiat orang kafir kepada muslim. Bab Empat merupakan analisis yang menjelaskan tentang analisis pendapat Imam Syafi i tentang wasiat orang kafir kepada muslim serta analisis

17 istinbath hukum Imam Syafi i tentang kebolehan wasiat orang kafir kepada muslim. Bab Lima adalah penutup, yang berisikan tentang kesimpulan, saransaran dan penutup.