PENDIDIKAN SUKU ANAK DALAM : SUATU PERUBAHAN DARI PARADIGMA POSITIVISTIK KE KONSTRUKTIVISME

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. Pendahuluan. Kata Kunci : Suku Anak Dalam; Kematian berturut-turut; Alih fungsi lahan; Nilai Pancasila; 1 Suci Varista Sury ( )

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Fenomena yang terjadi saat ini adalah pengaruh kebudayaan asing mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Lebih jauh lihat diakses pada 15 October WIB.

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

PROGRAM BACA,TULIS DAN HITUNG (BTH) SEBAGAI SALAH SATU BENTUK AKULTURASI DALAM KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA ORANG RIMBA YANG BERUBAH

BAB III GAMBARAN KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS (TNBD)

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas Adat Terpencil (KAT) sebagai bagian dari penduduk. Indonesia merupakan lapisan paling bawah dalam struktur dan

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PROGRAM TRANS SOSIAL. keturunan dari manusia pemburu dan peramu (cro magnon) yang sehari-harinya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. lebih dulu telah merdeka bahkan jauh sebelum indonesia merdeka.

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

Talang Mamak Hidup Terjepit di tanah dan Hutannya Sendiri. Pertama-tama Saya akan menceritakan tentang: Asal-usul Talang Mamak,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

BAB I PENDAHULUAN. Hutan Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama Matakuliah : PENGANTAR ANTROPOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia untuk disemayamkan. Hal ini menjadi amat penting bagi manusia

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Enok Yanti, 2013

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

BAB I. PENDAHULUAN. yang berada di wilayah pesisir seperti Desa Dabong. Harahab (2010: )

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. dari beragam suku bangsa. Di antara suku bangsa tersebut masih ada yang hidup

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Hewan primata penghuni hutan tropis

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat

REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dinamika Kebudayaan. surono

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Kepedulian atas konservasi hutan yang melibatkan warga, membuat Hotlin Ompusunggu meraih penghargaan dari Whitley Award 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersebut pun akan sedikit terganggu. Dalam melakukan suatu pekerjaan tentunya. hidup tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Perlukah Ujian Nasional Online Diadakan?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perlindungan Hutan Tropis Berbasis Kearifan Lokal. Inisiatif Hutan Desa di Kabupaten Merangin

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moch Ali M., 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

SMP NEGERI 3 MENGGALA

REPRESENTASI KERUSAKAN LINGKUNGAN DI KALIMANTAN DALAM NOVEL ANAK BAKUMPAI TERAKHIR KARYA YUNI NURMALIA (PERPEKTIF EKOLOGI SASTRA)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I PENDAHULUAN. menjadi modal dasar pembangunan nasional disektor pertanian sebagai prioritas

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

I. PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah

Transkripsi:

PENDIDIKAN SUKU ANAK DALAM : SUATU PERUBAHAN DARI PARADIGMA POSITIVISTIK KE KONSTRUKTIVISME Erwan Baharudin Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510 erwan.baharudin@esaunggul.ac.id Abstrak Dalam adat suku anak dalam atau orang rimba atau orang kubu, pendidikan dinilai sebagai ancaman bagi sukunya, karena dinilai dapat merusak adat mereka secara keseluruhan dan juga takut akan mendapatkan bencana karena kutukan dari tuhan. Tetapi, karena mereka tidak bisa membaca, menulis dan berhitung, orang rimba sering tertipu dalam hal perekonomian. Pandangan hidup tersebut akhirnya lambat laun mulai berubah dengan adanya agen yang aktif mengkonstruktif pemikiran dan perilaku orang rimba tersebut. Disini terlihat adanya proses perubahan yang dialami oleh suku anak dalam dari pemikiran yang positivistik menjadi konstruktivistik. Tetapi, pemahaman mengenai pendidikan tersebut tidak hanya di jumpai pada suku anak dalam, hal serupa juga dijumpai di beberapa suku yang lain, seperti suku Baduy dalam, suku Sasak, dan Suku Pada awalnya mereka tetap bersikukuh untuk tidak mau sekolah, mereka berpendapat bahwa buat apa pintar kalau hanya untuk membodohi orang lain. Akan tetapi pendirian tersebut sekarang ini lambat laun mulai berubah seiring dengan perubahan waktu. Kata Kunci : Pendidikan, Adat, Perubahan Pendahuluan Masyarakat rimba yang tinggal dan hidup dalam hutan di daerah Jambi terdiri dari kelompok-kelompok yang tersebar di kawasan hutan bukit dua belas. Masing masing kelompok ini dipimpin oleh seorang Temenggung (kepala rombong atau kepala kelompok). Ada sekitar 11 temenggung dan jumlah poluasi sekitar 1300 orang. Dalam satu rombong ketemenggungan ada beberapa rombong yang terdiri dari beberapa keluarga (Bubung). Filosofi hidup mereka pun bersumber pada kehidupan hutan. Orang Rimba ada yang hidup berpindah-pindah didalam hutan, ada yang bermukim permanen didalam hutan dan ada juga yang telah bermukim di kawasan dekat dengan pemukiman penduduk biasa Kehidupan yang unik dan eksotik merupakan sebab kepopuleran mereka. Ditengah derap dunia yang melaju cepat, mereka masih saja terkungkung dalam kehidupan seperti yang dilaksanakan nenek moyang mereka ratusan atau bahkan ribuan tahun yang silam. Mereka berkeyakinan bahwa merubah alam adalah pembangkangan terhadap kehendak Tuhan dan merupakan pelanggaran adat. Tuhan adalah sang penguasa alam dan manusia merupakan makhluk yang bergantung kepada alam. Oleh sebab itu, suku rimba ini dianggap bodoh, miskin, primitive, dan stereotip-stereotip negatif lainnya. Bahkan, di kalangan penduduk Jambi sendiri, kata Kubu selalu distereotipkan kepada komunitas yang dianggap terpinggirkan, bodoh, bau, primitif, (tidak modern). Karena kebodohan itu, komunitas Orang Rimba seringkali menjadi korban penipuan oleh pendatang-pendatang asing yang menganggap dirinya, pintar, modern. Tetapi sebenarnya mereka mulai berubah, meski perlahan. Banyaknya interaksi dengan ma- Forum Ilmiah Volume 7 Nomor 2, Mei 2010 100

syarakat luar hutan dan perubahan lingkungan yang begitu cepat dalam beberapa dekade terakhir memaksa mereka untuk menyesuaikan diri. Orang Rimba saat ini adalah Orang Rimba yang sedang berubah dalam hal apapun juga termasuk dalam mengenyam pendidikan. Pendidikan disini bukan hanya belajar membaca atau menulis saja, tetapi juga pemahaman mereka terhadap lingkungannya, dimana hutan yang mereka tempati harus dijaga kelestariannya, bagaimana cara menghadapi orang-orang luar yang menebangi pohon pohon mereka. Dengan kata lain,mereka memerlukan pendidikan hukum untuk bisa melawan orang luar yang bermaksud untuk mengeksploitasi lingkungan mereka. Tetapi, untuk bisa merubah pemahaman terhadap pentingnya pendidikan tidaklah mudah, tercatat sudah beberapa kali warsi mengerahkan fasilitator-fasilitator pendidik untuk terjun ke orang rimba tersebut, seperti Yusak Adrian Hutapea, Saur Marlina Butet Manurung (Oktober 1999 September 2003). Dimasa ini, juga dirintis pendidikan untuk perempuan rimba. Oceu Apristawijaya (September 2002 Desember 2003), Saripul Alamsyah Siregar (September 2003 Januari 2005), Agustina D. Siahaan (September 2003 April 2005), Ninuk Setya Utami (Januari 2005 Desember 2006), Fery Apriadi (Januari 2005 sekarang) dan Galih Sekar Tyas Sandra (Juni 2006 sekarang). Pada awalnya banyak yang tidak berhasil. Diperlukan polapola pendekatan yang panjang dan variatif sebelum masuk kedalamnya. Belum lagi kendala-kendala dari pihak orang tua, macam-macam alasannya, melanggar adat, merubah halom, tidak ada gunanya, biarpun bisa membaca akan tetap dipelolo kanti (diakali orang luar), biar bisa baca tetap saja orang Kubu (tetap primitif dan bodoh), sampai ada seorang indok (ibu) yang mengancam akan bunuh diri kalau guru masih mengajar anaknya lagi. Ia takut anaknya akan disekolahkan dan dibawa keluar lalu tak kembali lagi. Ia baru menerima saat sang guru bersumpah kalau melanggar maka : ke darat dimakon merego (harimau), ke air dimakon kuya hayek (buaya), masuk hutan tetimpa kayu. Pembahasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD), seluas 60.500 hektar dan terletak di Kabupaten Sarolangun, Tebo, dan Batanghari, menjadi tempat habitat orang rimba sejak ratusan tahun lalu. Lebih kurang 5.000 jiwa orang rimba hidup mengembara di kawasan konservasi itu. Mereka menggantungkan hidup dari alam atau disebut orang rimba Halom (hutan) dan memberikan pengetahuan dari generasi ke generasi. Namun, hutan TNBD sebagai sumber hidup mereka kian berkurang akibat dieksploitasi orang luar dengan pembalakan liar dan perluasan areal perkebunan sehingga mengikis harapan mereka. Karena itu TNBD harus diselamatkan dan dilestarikan. Orang Rimba memiliki cara yang khas dalam memahami dunia sekitar yang merupakan hasil dari interaksinya dengan alam dan kelompok manusia lainnya selama ribuan tahun. Mereka mengembangkan dunia batin yang cocok dan sesuai dengan kondisi mereka. Dunia batin itu mempengaruhi cara mereka dalam memahami sesuatu dan dalam bertindak. Ide tentang dunia atau dunia batin mewujudkan dirinya dalam bentuk riil yakni sistem kepercayaan, mitos, adat, struktur sosial, trait psikologis dan sebagainya. Dikalangan masyarakat adat tersebut ada sebuah pepatah yang mengatakan Mendingan bodoh dari pada Pinter tapi digunakan untuk minterin orang lain. Pepatah ini merupakan pegangan hidup orang rimba yang diturunkan terus menerus. Dengan demikian, setiap ada pengenalan pendidikan dari beberapa LSM (Warsi), NGO, dan Pemerintah, mereka menolaknya dengan dasar pedoman hidup mereka tadi. Forum Ilmiah Volume 7 Nomor 2, Mei 2010 101

Akan tetapi yang mengkhawatirkan di masyarakat rimba ini, mereka hidup berdampingan dengan pendatang dalam arti semua kehidupannya mulai bersentuhan dengan pihak luar, misalnya dalam pemenuhan kebutuhan makan mereka seperti membeli beras, menjual hasil hutan (kayu, binatang buruan, dll) sangat rentan dengan penipuan, karena mereka tidak bisa membaca dan menghitung. Hal itu juga disadari oleh kelompok-kelompok orang rimba tersebut, tetapi karena mereka masih kekeh dengan pegangan dan pandangan mereka terhadap pendidikan, maka mereka seolah-olah pasrah dengan kondisi tersebut karena mereka mempertahankan adat dan budayanya. Mereka khawatir dan curiga dengan adanya pendidikan malahakan mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap budayanya. Sebab mereka menyadari perubahan apapun berpotensi merubah budaya Orang Rimba secara keseluruhan. Mereka takut akan dikutuk oleh tuhan. Oleh karena itulah, dalam memberikan pendidikan bagi orang rimba diperlukan strategi adaptasi tertentu untuk dapat berhasil. Jangan sampai salah pendekatan. Hal ini telah berhasil dalakukan salah satunya oleh Butet Manurung, yang dapat mengambil simpati dari anak-anak orang rimba. Mereka dengan sendirinya meminta diajarkan membaca dan menulis. Meskipun banyak hambatan dari beberapa orang tua anak rimba itu, namun akhirnya Butet berhasil mendirikan sebuah sekolah untuk anak rimba (sokola). Hingga sekarang sokola tersebut sudah banyak mendapatkan anak didik suku rimba. Pada masa lalu bersekolah merupakan tabu. Mereka mengganggap sekolah akan merubah adat dan akan mendapat kutukan dari tuhan. Kepercayaan mereka tidak mentolerir adanya perubahan. Saat ini sikap Orang Rimba terhadap pendidikan sangat positif. Mereka memiliki semangat luar biasa untuk belajar. Mereka beranggapan bahwa bila seseorang bodoh maka hanya akan dibodohi oleh orang pintar. Mereka merasa bahwa kebodohan mereka karena ketidakmampuan membaca, menulis dan berhitung menyebabkan sering ditipu oleh orang luar. Perubahan sikap tentang pendidikan ini juga dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan orang luar, terutama warga transmigran, yang menyebabkan mereka berpikir ulang mengenai sikap mereka. Mereka sadar hanya dengan menjadi pintar maka mereka dapat menghindarkan diri dari eksploitasi orang luar. Kesadaran itu tumbuh ketika menyaksikan warga transmigran yang notabene lebih terdidik dan sangat memperhatikan pendidikan, memiliki taraf hidup yang cukup tinggi. Warga transmigran sangat cepat berubah dari warga yang relatif sengsara menjadi warga yang makmur hanya dalam tempo beberapa tahun saja. Perubahan cepat itu diakui Orang Rimba karena para transmigran pintar, dan kepintaran itu diperoleh melalui sekolah. Pergeseran di internal orang rimba telah terjadi melalui proses akulturasi (culture contact) dan asimilasi. Menurut Koentjaraningrat (2009), proses akulturasi merupakan proses social yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa sehingga unsureunsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Proses akulturasi tersebut sudah ada sejak zaman sejarah manusia. Sementara itu melalui asimilasi, Pepatah mengatakan buku itu jendela dunia. Itu berlaku untuk dunia melek huruf. Yang lebih penting lagi, membaca adalah kunci jendelanya. Orang yang tidak dapat baca-tulis-hitung sama seperti orang buntung kaki yang ingin berkelana mengelilingi dunia. Atau sama seperti orang yang punya mata tapi tidak dapat Forum Ilmiah Volume 7 Nomor 2, Mei 2010 102

melihat. Bila banyak orang buta berkumpul, memang satu sama lain tidak akan menyadari ada yang kurang dalam kehidupan mereka tapi saat orang luar mulai campur tangan mengusik nafas kehidupan bukit Duabelas, Orang Rimba terdesak ke suatu lingkaran yang mengecil dan mereka tidak berdaya, bahkan tidak menyadari apa yang tengah dan akan terjadi pada mereka. Orang Rimba harus disadarkan, bukan hanya itu, mereka juga butuh kekuatan, mereka butuh pendidikan. Tujuan taktisnya ada 2. Pertama sebagai alat identifikasi diri yaitu kebanggan dan kepercayaan diri bahwa ia setara dengan orang luar dan akan mampu mengatasi orang yang mencoba mengakalinya. Yang kedua, adalah kemampuan untuk membuktikannya. Kesimpulan Orang rimba merupakan kumpulan orang yang tinggal di hutan sumatera daerah Jambi. Mereka hidup berkelompok- ke lompok kecil yang dipimpin oleh temenggung. Dalam adat mereka pendidikan apabila dilakukan, merupakan hal yang dianggap merusak adat mereka dan bisa mengakibatkan bencana akibat kutukan tuhan. Tetapi hal itu kemudian berubah dengan adanya upaya upaya pengkonstruksian yang dilakukan oleh LSM LSM yang mendirikan sekolah dan juga adanya interaksi dengan para transmigran yang taraf hidupnya lebih baik dibandingkan dengan orang rimba itu sendiri. Juga disadari sendiri oleh orang rimba bahwa mereka sering kena tipu dalam perdagangan, karena mereka tidak bisa membaca, menulis dan berhitung. Kejadian-kejadian inilah yang akhirnya merupakan proses perubahan dari orang rimba itu sendiri. Mereka yang dulunya negatif pada pendidikan mulai positif pandangannya pada pendidikan. Disini terlihat dengan jelas adanya pelaku pelaku yang aktif dalam mengkonstruksi bentuk dan tipe suatu organisasi social (orang rimba), bagaimana proses suatu pendidikan berubah dari positivistik determinisme menjadi suatu konstruktivisme. Daftar Pustaka Achmanto Mendatu, Orang Rimba Menantang Zaman, www. goodreads.com, diakses tanggal 11 Desember 2009. Achmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma, Prenada Media Group, Jakarta, 2005. Amri Marzali, Antropologi dan Pembangunan Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, 2007. Butet Manurung, Sokola Rimba Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba, Insist Press, Yogyakarta, 2008. Carol Ember, Melvin Ember, Peter NP, Anthropology, Prentice Hall, New Jersey, 2007. David M. Fetterman, Ethnography Step By Step, Sage Publication, New Delhi, 1993. Francois Robert Zacot, Orang Bajo Suku Pengembara Laut, Gramedia, 2008. Ind, Baru 150 Orang Suku Anak Dalam yang Bisa Membaca, www.tempointeraktif.com, diakses tanggal 2 Februari 2007. Irma Tambunan, Menjadi Guru bagi Sesama, www.wg-tenure.org, diakses tanggal 26 April 2010. Forum Ilmiah Volume 7 Nomor 2, Mei 2010 103

Johan Weintre, Organisasi Sosial dan Kebudayaan Kelompok Mino-ritas Indonesia: Studi Kasus Masyarakat Orang Rimba di Sumatera (Orang Kubu Noma-den), Laporan Studi Lapangan, Pusat Studi Kebudayaan Uni-versitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2003. Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Cetakan ke-22, Penerbit Djam-batan, Jakarta, 2007. Tatan, Suku Anak Dalam Jambi diberdayakan agar Tak Hidup Berpindah, www.antaranews.com, diakses tanggal 24 April 2010. Toni, Leorince: Bias-Bias Cahaya di Hutan Kubu, www.pesat.org, diakses tanggal 4 April 2010. Forum Ilmiah Volume 7 Nomor 2, Mei 2010 104