PRINSIP-PRINSIP HUKUM REGULASI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

dokumen-dokumen yang mirip
EKSISTENSI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP HUKUM SIBER Mahmuda Pancawisma Febriharini Fakultas Hukum UNTAG Semarang

BAB VII. Cyberlaw : Hukum dan Keamanan

CYBER ETHICS: ETIKA MENGGUNAKAN INTERNET

MODEL PENGATURAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pertemuan 5 HUKUM E-COMMERCE

Issue yurisdiksi dalam masalah cybercrime dikaitkan dengan kecendrungan. transnasional crime dan organized crime

TINDAK PIDANA HUKUM CARDING DI INDONESIA

BAB III PEMIDANAAN PELAKU CYBER SEX DALAM PASAL 45 AYAT 1 UU NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG ITE. A. Latar Belakang Penyusunan UU Nomor 11 Tahun 2008

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

JURISDICTION HUKUM TEKNOLOGI INFORMASI

BAB XI ETIKA DAN KERANGKA HUKUM BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI. "Pengantar Teknologi Informasi" 1

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PENDEKATAN HUKUM UNTUK KEAMANAN DUNIA CYBER SERTA URGENSl CYBER LAW BAGI INDONESIA

HAK CIPTA DALAM CYBERSPACE. Oleh : Asep Suryadi. Dosen pada Sekolah Tinggi Hukum Bandung, Jalan Cihampelas No. 8 Kota Bandung ABSTRAK

Key words: law enforcement, jurisdiction, cyber crime, banking.

TUGAS HUKUM TELEMATIKA PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM LINGKUP TEKNOLOGI INFORMASI. Nama Kelompok: 1. Dedeh Juniarsih ( )

Indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam hal pengaturan undang-undang ite. UU yang mengatur ITE di Indonesia dikenal denga

PERTEMUAN I Etika & Kebebasan Pribadi (Privacy) pada Komputer

MATERI MUATAN REGULASI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INFORMASI PRIBADI TERKAIT PRIVACY RIGHT

SILABUS PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG

KAJIAN YURIDIS DALAM ANTISIPASI KEJAHATAN CYBER

CYBER LAW & CYBER CRIME

KENDALA DALAM PENANGGULANGAN CYBERCRIME SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA KHUSUS

BAB 3 KEBERLAKUAN DAN HAMBATAN PENERAPAN ELECTRONIC SIGNATURE Keberlakuan Electronic Signature dalam Electronic Commerce

Muhammad Risnain, S.H.,M.H. 1

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah kejahatankejahatan

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PENYADAPAN DATA PRIBADI PENGGUNA INTERNET MELALUI MONITORING AKTIVITAS KOMPUTER DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA CYBERCRIME. A. Pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana cybercrime.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Bahwa tinjauan yuridis atas sengketa kasus ini ditinjau dari Undang-undang Nomor 5 Tahun

Carding Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 3/19/2015 nts/epk/ti-uajm 2

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

CYBERCRIME & CYBERLAW

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL

Faiq Tobroni, SHI., MH. Bahan Kuliah Faiq Tobroni

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Narotama Surabaya. Hlm 1. 2 Ridhokudik. Artikel Tentang CyberLaw dalam

KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI JUAL-BELI ONLINE

Cyber Crime : Sebuah Evolusi Kejahatan Jenis kejahatan konvensional : Kejahatan kerah biru (blue collar crime) Pencurian, penipuan, pembunuhan

HPI PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX. By Malahayati, SH., LLM

Pertama-tama, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat

PERTANGGUNG-JAWABAN KEJAHATAN YANG DILAKUKAN DALAM LAYANAN FREE WIFI MENURUT UU NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma

PENGERTIAN CYBER CRIME

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pertemuan 11. Pembahasan. 1. Pengertian Cyber law 2. Ruang Lingkup Cyber Law 3. Perangkat hukum Cyber law

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

cybercrime Kriminalitas dunia maya ( cybercrime

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam. di dunia maya adalah : oleh terdakwa.

Cyber Crime. Ade Sarah H., M.Kom

BAB I PENDAHULUAN. pemesanan barang dikomunikasikan melalui internet, hampir semua barang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA CYBER CRIME (MAYANTARA)

Seminar Nasional IT Ethics, Regulation & Cyber Law III

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lex Crimen Vol. II/No. 5/September/2013

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari

KETERKAITAN ARSIP ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH DI PENGADILAN

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini:

INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Perjanjian Jual Beli Barang Melalui Elektronik Commerce (E-Com)

informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 3/30/2014 nts/epk/ti-uajm 2

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. Dalam Bab mengenai hasil penelitian dan analisis ini, Penulis akan

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Peraturan Tertulis dan Tidak Tertulis. Tim Dosen PTIK

Pembahasan : 1. Cyberlaw 2. Ruang Lingkup Cyberlaw 3. Pengaturan Cybercrimes dalam UU ITE

PANANGGULANGAN KEJAHATAN MAYANTARA (CYBER CRIME) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (STUDI DI DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA)

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE

4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Sebagaimanatelahdiketahuinyakeabsahan perjanjian jual beli yang

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

Keamanan Sistem Informasi

Carding KELOMPOK 4: Pengertian Cyber crime

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan Komputer PERBANAS. Cyber Law Drafting. Kuliah Sessi 4: Prosedural dan Kelembagaan

Sejarah Etika Komputer. Pengertian Etika Komputer. Tokoh-tokoh Pelopor Etika Komputer. Sejarah & Tokoh-tokoh Pelopor Etikom.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan jaman telah membawa perubahan di berbagai

E-Journal Graduate Unpar Part B : Legal Science

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP CYBERBULLYING TAHUN 2016 TENTANG ITE

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

PENERAPAN ASAS NASIONALITAS PASIF TERHADAP TINDAK PIDANA TEKNOLOGI INFORMASI

CYBER CRIME DAN CYBER LAW TUGAS UAS. Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas UAS EPTIK

nasionalitas Masing-masing negara menganut kaidah yang berbeda-beda mengenai nasionalitas, misal: ius sangunis, ius soli.

PENERAPAN YURISDIKSI UNIVERSAL MELALUI MEKANISME EKSTRADISI ATAS KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN (CRIMES AGAINTS HUMANITY)

BAB I PENDAHULUAN. pidana tersebut. Oppenheim menyatakan bahwa :

I. PENDAHULUAN. Globalisasi sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

Pembahasan. 1. Cyberlaw 2. Ruang Lingkup Cyberlaw 3. Pengaturan Cybercrimes dalam UU ITE 4. Celah Hukum Cybercrime. I. Cyberlaw. I.

Transkripsi:

PRINSIP-PRINSIP HUKUM REGULASI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh: Dr Jamal Wiwoho Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani 1

Dalam Hukum Internasional dikenal 3 jenis Juridiksi: Juridiksi untuk menetapkan UU (the jurisdiction to prescribe) Juridiksi untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce) Jurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate) 2

Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu: Asas Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasrkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lai. Asas Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan Asas Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku. Asas Passive Nationality, yag menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban. 3

Asas Protective Principle, yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah Asas Universality selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus siber. Asas ini disebut juga sebagai universal interest jurisdiction. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara, dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking, viruses dan lain-lain. Namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional. 4

Oleh karena itu, untuk ruang siber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang siber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang siber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location. 5

Berdasarkan karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang siber dimana pengaturan dan penegakan hukumnya tidak dapat menggunakan cara-cara tradisional, beberapa ahli berpandangan bahwa sebaiknya kegiatan-kegiatan dalam cyberspace diatur oleh hukum tersendiri, dengan mengambil contoh tentang tumbuhnya the law of merchant (lex mercatoria) pada abad pertengahan. Asas, kebiasaan dan norma yang mengatur ruang siber ini yang tumbuh dalam praktek dan diakui secara umum disebut sebagai Lex Informatica. 6

Sengketa-sengketa di ruang siber (cyber space) juga terkait dengan Hukum Perdata Internasional, antara lain menyangkut masalah kompetensi forum yang berperan dalam menentukan kewenangan forum (pengadilan dan arbitrase) penyelesaian kasus-kasus perdata internasional (HPI). Terdapat dua prinsip kompetensi dalam HPI: pertama, the principle of basis of presence, yang menyatakan bahwa 7

kewenangan pengadilan untuk mengadili ditentukan oleh tempat tinggal tergugat. Kedua, principle of effectiveness yang menyatakan bahwa kewenangan pengadilan ditentukan oleh di mana hartabenda tergugat berada. Prinsip kedua ini penting untuk diperhatikan berkenaan dengan pelaksanaan putusan pengadilan asing (enforcement of foreign judgement). 8

Asas kompetensi ini harus dijadikan dasar pilihan forum oleh para pihak dalam transaksi e-commerce. Kekecualian terhadap asas ini dapat dilakukan jika ada jaminan pelaksanaan putusan asing, misalnya melalui konvensi internasional. 9

Berdasarkan karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang siber maka dapat dikemukakan beberapa teori sebagai berikut: Pertama, The Theory of the Uploader and the Downloader. Berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilayahnya, kegiatan uploading dan downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan kepentingannya. Misalnya, suatu negara dapat melarang setiap orang untuk uploading kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya dalam wilayah negara, dan melarang setiap orang dalam wilayahnya untuk downloading kegiatan perjudian tersebut. Minnesota adalah salah satu negara bagian pertama yang menggunakan jurisdiksi ini. 10

Kedua, teori The Law of the Server. Pendekatan ini memperlakukan server di mana webpages secara fisik berlokasi, yaitu yang dicatat sebagai data elektronik. Menurut teori ini sebuah webpages yang berlokasi di server pada Stanford University tunduk pada hukum California. Namun teori ini akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam jurisdiksi asing. Ketiga, The Theory of International Spaces. Ruang siber dianggap sebagai the fourth space, yang menjadi analogi adalah tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada sifat internasional, yakni sovereignless quality. 11

melakukan perbuatan hukum yang telah diatur oleh undang-undang ITE baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di Indonesia dengan mengacu kepada prinsip universal interest jurisdiction. Untuk Indonesia, regulasi hukum siber menjadi bagian penting dalam sistem hukum positif secara keseluruhan. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat telah mensyahkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk dijadikan hukum positif, mengingat aktivitas penggunaan dan pelanggarannya telah demikian tinggi. 12

Terimakasih 13

14