BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

A. Latar Belakang Penelitian

2015 PEMBELAJARAN PAI PADA PROGRAM AKSELERASI DI SD AR-RAFI BALEENDAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eni Suratmi Ningsih, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB 1 PENDAHULUAN. diperlukan suatu tujuan pendidikan sebagaimana yang telah tercantum dalam

PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI STIMULUS ALAM SEKITAR DI SDN TERSANA BARU KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2004), hlm Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana yang efektif dalam pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. secara adil dan makmur, maka diperlukan suatu pendidikan. Hal ini. ditegaskan pada pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003, telah di gariskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan degradasi moral. Mulai dari tidak menghargai diri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan pekerjaan yang baik. Sekolah harus mampu mendidik peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga.

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian,

2014 PENGARUH PAI DAN KEGIATAN EKSTRAKULIKULER KEAGAMAAN TERHADAP PENINGKATAN AKHLAK MULIA SISWA

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang ditekankan pada upaya pengembangan aspek-aspek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

I. PENDAHULUAN. sendiri yaitu mempunyai potensi yang luar biasa. Pendidikan yang baik akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia yang sangat luas mengakibatkan adanya perbedaan

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dapat menumbuhkan potensi sumber

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

BAB I PENDAHULUAN. didik, sehingga menghasilkan peserta didik yang pintar tetapi tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku yang baik. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum tujuan pendidikan dapat dikatakan membawa anak ke arah

PENDAHULUAN. seperti dirumuskan dalam Undang Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL)

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. interaksi positif antara anak didik dengan nilai-nilai yang akan

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam dan juga

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya adalah untuk membantu peserta didik agar

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan inovasi dalam bidang pendidikan.peningkatan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. menyeluruh. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. keluarga maupun masyarakat dalam suatu bangsa. Pendidikan bisa. dikatakan gagal dan menuai kecaman jika manusia - manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang. negara, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Perilaku-perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Undang-undang pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan nasional

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. didik memperoleh ilmu pengetahuan, keterampilan, budi pekerti, bekal hidup di masyarakat. Sekolah Menengah Atas merupakan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus.

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan kebutuhan pokok bagi manusia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, karena manusia pada saat dilahirkan tidak mengetahui apapun. Pendidikan juga memiliki pengaruh terhadap kemajuan, baik dalam kemajuan ekonomi, politik dan teknologi. Hal ini senada dengan pendapat Syafaruddin (2008, hlm. 1) bahwa kemajuan industri yang begitu cepat, stabilitas politik dan ekonomi yang terjamin, transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih, merupakan wujud dari sistem kebijakan pendidikan yang mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat. Sementara Ramayulis (2012, hlm. 30) mendefinisikan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat dan negara. Pendapat Ramayulis tersebut sesuai dengan pengertian pendidikan yang tercantum dalam sistem pendidikan nasional pasal 1 UU RI nomor 20 tahun 2003 (DPR RI, 2009, hlm. 2) tentang sistem pendidikan nasional yang mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan uraian diatas, pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan dengan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan dan akhlak mulia, dalam mencapai kepribadian yang berakhlakkarimah. Dalam mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki akhlakmulia merupakan tugas seorang guru, Pendidik merupakan yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik. waktu dan kesempatannya juga dicurahkan dalam rangka mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak dan karakter peserta didik (Ramayulis, 2012, hlm. 112-113). Selain itu guru juga mempunyai tugas dalam menata lingkungan yang kondusif. Sebagaimana teori Piaget bahwa peran guru adalah, merancang program, menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pelajaran, dan mengendalikan aktivitas peserta didik untuk melakukan inkuiri dan interaksi dengan lingkungan (Rasyidin, dkk. 2011, hlm. 110). Menata lingkungan yang kondusif di sekolah perlu dilakukan agar terciptanya proses pendidikan yang baik dalam pembentukan akhlak.sebagaimana menurut aliran behavioristik, E.L Thorndike dan B.F Skinner yang merupakan dua orang tokoh psikologi berpandangan behavioristik(dalam Rasyidin, dkk. 2011, hlm. 114) bahwa Perilaku manusia adalah hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan. Menurut teori Behavioristik, ada tigal hal yang mempengaruhi proses belajar seseorang yaitu: stimulus, respon, dan akibat. Stimulus adalah care, yaitu sesuatu yang datang dari lingkungan yang dapat membangkitkan respon individu. Sedangkan akibat adalah sesuatu yang terjadi setelah individu merespon baik yang sifatnya positif maupun negatif. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan akhlak peserta didik termasuk unsur ruhani yang ada dalam diri mereka. Menurut Ihsan, (2010, hlm. 136) bahwa

Fitrah-nya, ruhani selalu mengajak kepada jalan yang benar. Namun akibat pengaruh lingkungan ruhani dapat terjatuh dan melaksanakan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Oleh karena itu, ruhani memerlukan lingkungan yang baik seperti halnya lingkungan yang bernuansa agama, karena dalam agama terdapat nilai-nilai yang sudah baku dan mutlak yang mengarahkan manusia untuk selalu berbuat baik termasuk mengenalkan Tuhannya. Selain lingkungan yang baik agama juga memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan akhlak, karenaorang yang jauh dari agamanya akan menjadikan manusia berbuat perilaku yang menyimpang, penyimpangan beragama yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak taat beragama, walau perbuatan tersebut dilakukan secara komunal oleh orang-orang yang mengaku beragama (Rahmat, 2012, hlm. 4). Pada hakikatnya agama mempunyai pengaruh kepada setiap individu khususnya dalam beretika yang baik. Menurut Jalaludin (2007, hlm. 281) bahwa agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong invidu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian, serta ketaatan keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etika karena dalam melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya. Dalam pendidikan di sekolah pun agama merupakan suatu hal yang sangat penting, sebagaimana yang telah diterapkan dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab V peserta didik pasal 12 (DPR RI, 2009, hlm. 9) bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidikan yang seagama. Akan tetapi masih ada beberapa sekolah yang tidak mengetahui mengenai pendidikan keagamaan. Sebagaimana menurut Rahmat (2012, hlm. 3-4) bahwa dalam UU 1945 dan UU sistem pendidikan nasional pun

seharusnya sarat dengan agama dan moralitas, tetapi realitasnya masih jauh dari yang diharapkan. Fasih membaca al-qurˈan, mengerjakan salat lima waktu, dan berakhlak mulia merupakan tujuan pendidikan (khususnya pendidikan agama) dalam berbagai kurikulum nasional (kurikulum 1985, kurikulum 1994, dan kurikulum 2004) yang sebagiannya dapat terukur, misalnya mahir membaca al-qurˈan diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik Sekolah Dasar (SD), walau kenyataannya di Sekolah Menengah Atas (SMA) pun masih menjadi bagian dari kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI). Tetapi bagaimanakah dengan kemampuan peserta didik dalam keterampilan dasar ini? Hasil penelitian dalam tabel ini merupakan berdasarkan hasil survey di berbagai sekolah dan universitas di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Tasikmalaya peserta didik SD, Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Universitas (2001, 2004, 2011) dapat diuraikan pada Tabel 1.1 sebagai berikut. TABEL 1.1 Persentase Peserta Didik dan Mahasiswa Yang Bisa dan Tidak Bisa Membaca al-qurˈan Kemampuan Membaca al-qurˈan Jenjang Bisa Membaca Tidak Bisa Pendidikan Membaca SD 10% 90% SMP 25% 75% SMA 35% 65% Mahasiswa (UPI & 40% 60% ITENAS) Sumber: (Rahmat, 2012, hlm. 3).

Data bulan September 2001 di beberapa sekolah dan universitas. Kondisi ini relatif sama hingga tahun 2005. Bahkan menurun pada tahun 2011. Hasil survey pada tabel tersebut dapat kita amati, bahwa yang hanya dapat membaca a-qurˈān sebesar 35%, lebih besar yang tidak dapat membaca sebanyak 65%. Ironis sekali, jika dalam pendidikan keagamaan saja apatis lalu bagaimana dengan akhlak mereka yang sekarang. Hal itu baru dari segi kemampuan membaca al-qurˈan belum lagi diukur secara lebih luas dan mendalam, misal pemahaman al-qurˈan, dan pengamalan beragama. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pendidikan dan suasana keagamaan dan karakter terhadap ketaatan beragama dan perilaku berkarakter atau ber al-akhlāq al-karīmaђ (akhlak mulia). Peserta didik begitu mudah terkena sugesti negatif dan begitu mudah marah, seperti halnya tawuran antar pelajar, kasus penyalahgunaan narkotika dan zat-zat adiktif (NAPZA), dan pergaulan bebas sudah dipandang sebagai ciri pergaulan remaja dan anak baru gede (ABG). Sikap negatif tersebut tidak heran jika melahirkan sikap immoral, misalnya bersikap tidak hormat terhadap orang tua dan kepada para guru, bersikap tidak jujur, dan peraturan-peraturan yang sudah banyak dilanggar (Rahmat, 2012, hlm. 4). Dari peristiwa diatas terlihat ada kesenjangan dengan tujuan pendidikan yang telah disebutkan di atas dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 (DPR RI, 2009, hlm. 6) bahwa tujuan pendidikan yaitu salah satunya menjadikan peserta didik berakhlak mulia. Oleh karena itu, pendidikan agama sangatlah penting bagi peserta didik, karena agama dapat merubah akhlak peserta didik menjadi akhlak mulia, Agama diyakini dapat mengantarkan peserta didik kepada keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia (Rahmat, 2012, hlm. 7). Dalam hal ini Agama merupakan sarana terbaik, hal ini sesuai dengan firman Allah:

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allāh. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allāhlah hati menjadi tenteram (QS. Al-Ra d [13]: 28). 1 Dalam membina pendidikan agama di sekolah yang sangat berperan adalah guru, terutama guru pendidikan agama. Dalam Peraturan Mentri Agama (Permenag) nomor 16 tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan pada sekolah dijelaskan dalam pasal 1 (Pendis, 2010) bahwa guru pendidikan agama adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, memberi teladan, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dalam menjalankan perannya guru PAI perlu membina akhlak peserta didik, denganmenghidupkan lingkungan keagamaan, Penciptaan suasana keagamaan perlu dilakukan di sekolah agar terbentuknya sausana keagamaan (Ramayulis, 2012, hlm. 520). Selain itu karena tugas dan peran guru PAI antara lain, 1. Tugas dalam layanan dan bimbingan dalam kelas dan 2. Di luar kelas... (Soetjipto & Kosasi, 2009, hlm. 107). Selain itu pula karena fungsi pendidikan keagamaan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi masyarakat yang mengenal dan mengamalkan nilai-nilai keagamaan. Menurut Alim (2011, hlm. 6-7) bahwa fungsi pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama serta untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Mengembangkan manusia Indonesia 1 Seluruh teks dan terjemah Al-Qurˈan dalam skripsi ini dikutip dari Al-Qurˈanin word, yang disesuaikan dengan Al-Qurˈandan terjemahnya. Penerjemah: Tim Depag RI, Jakarta: CV Darus Sunnaħ, 2002. Kutipan ayat Al-qurꞌan disingkat Q.S. = Qurꞌan Surat dilanjutkan dengan nama dan nomor surat serta ayat contoh: (QS.Al-Ra d [13]: 28)

seutuhnya, yakni manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, keperibadian yang mantap dan mandiri serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik meneliti lebih dalam mengenai bagaimana peran guru PAI dalam menjalankan tugasnya khususnya dalam menghidupkan suasana keagamaan di sekolah, untuk itu peneliti merasa perlu untuk menelitinya dengan membuat judul skripsi sebagai berikut Peranan Guru PAI dalam Menghidupkan Suasana Keagamaan di Sekolah Menengah. Penelitian ini sangatlah penting karena memberikan kontribusi bagi para guru PAI dan lembaga sekolah yang lainnya mengenai bagaimana seharusnya peran guru PAI dalam menghidupkan suasana keagamaan. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan di atas, terlihat bahwa kondisi fakta di lapangan sangat miris sekali. Begitu banyak dikalangan remaja permasalahan dalam pergaulan yang diakibatkan oleh kurangnya bekal ilmu keagamaan, serta lingkungan yang tidak baik, sehingga berdampak negatif terhadap mereka. Perbuatan yang immoral dengan kurangnya bersikap sopan santun, bersikap tidak jujur, dan lain sebagainya merupakan cerminan kehidupan yang tidak lagi menanamkan nilai-nilai keagamaan. Banyaknya peraturanperaturan yang mereka langgar, sehingga membuat Indonesia ini kering dan seakan sarat akan makna keagamaan. Agar permasalahan ini tidak semakin berkembang dan merajalela, dan untuk meminimalisir permasalahan ini agar tidak terjadi kembali, maka disinilah perlu untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan khususnya dalam menghidupkansuasana keagamaan dalam lingkungan, terutama dalam

lingkungan pendidikan atau sekolah. sekolah merupakan lingkungan yang terpenting, karena disinilah mereka dididik dan dibina. solusi terbaik adalah guru PAI menjalankan perannya dalam menghidupkan lingkungan keagamaan yang baik dan kondusif, serta dengan berpikir kreatif dan inovatif agar menjadikan peserta didik yang berakhlak mulia. C. Rumusan Masalah Penelitian Untuk menyelesaikan permasalahan diatas, peneliti merumuskan permasalahan yaitu, Bagaimana Peranan Guru PAI dalam Menghidupkan Suasana Keagamaan di Sekolah Menengah? Permasalahan tersebut dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kehidupan beragama di SMA Pasundan 2 Bandung? 2.Bagaimana upaya guru PAI dalam pengembangan wawasan ilmu terhadappeserta didik di SMA Pasundan 2 Bandung? 3. Bagaimana upaya guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan di SMA pasundan 2 Bandung? 4. Bagaimana upaya guru PAI dalam melaksanakan kegiatan/aktivitas keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung? 5.Bagaimana upaya guru PAI dalam membina sikap warga SMA pasundan 2 Bandung? 6. Bagaimana upaya guru PAI dalam membina hubungan/interaksi yang Islami di SMA Pasundan 2 Bandung? 7. Bagaimana upaya guru PAI dalam menciptakan citra yang Islami di SMA Pasundan 2 Bandung? D. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan guru PAI dalam menghidupkansuasana keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung. Adapun secara khusus dan operasional, penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan kehidupan beragama di SMA Pasundan 2 Bandung.

2. Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam pengembangan wawasan ilmu terhadap peserta didik di SMA Pasundan 2 Bandung. 3.Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung. 4.Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam melaksanakan kegiatan/aktivitas keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung. 5.Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam membina sikap warga SMA pasundan 2 Bandung. 6.Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam membina hubungan/interaksi yang Islami di SMA Pasundan 2 Bandung. 7.Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam menciptakan citra yang Islami di SMA Pasundan 2 Bandung. E. Manfaat/Signifikansi Penelitian 1.Secara Teoretis Secara teoretis manfaat dari penelitian ini agar dapat memberikan landasan-landasan empirik bagaimana kehidupan beragama di sekolah khususnya dengan mendeskripsikan peranan guru PAI dalam menghidupkanlingkungan beragama. 2.Secara Kebijakan Dari segi kebijakan formal bidang yang dikaji ini merupakan suatu hal yang perlu untuk dijadikan kebijkan di sekolah karena, seringnya masalah yang dihadapi dalam membina akhlak peserta didik serta sulitnya menata lingkungan yang baik sesuai dengan keagamaan. 3.Secara Praktis a. Bagi guru 1). Diperolehnya gambaran tentang kehidupan beragama di sekolah dengan peranan guru PAI dalam menghidupkan lingkungan beragama diupayakan guru dapat menghidupkanlingkungan yang kondusif dan beragama, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.

2). Lebih memperhatikan perilaku peserta didik dalam pergaulan sehari-hari dan selama mengikuti proses pendidikan peserta didik. b. Bagi peserta didik 1). Untuk memotivasi peserta didik untuk berperan aktif dalam menghidupkanlingkungan yang beragama 2). Menumbuhkan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari c. Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam (Prodi IPAI) Dengan adanya skripsi ini, sebagai karya ilmiah bagi prodi IPAI dalam mengkaji peranan guru PAI dalam menghidupkansuasana keagamaan di sekolah menengah, penelitian yang dilaksanakan di SMA Pasundan 2 Bandung. 4. Dari segi isu dan aksi sosial Hasil penelitian ini bisa dijadikan alat untuk pengalaman hidup para tenaga pendidik khususnya guru PAI di sekolah dalam membina akhlak peserta didik misalnya, dengan melihat bagaimana peranan Guru PAI dalam menghidupkansuasana keagamaan dan bagaimana dampaknya terhadap warga sekolah menengah khususnya peserta didik. peneliti menyarankan agar tenaga pendidik di sekolah menengah untuk mengimplementasikan apa yang telah peneliti kaji dalam penelitian ini, mengingat hal ini bisa juga dijadikan ukuran atau acuan dalam membina akhlak terutama menata lingkungan yang kondusif sesuai dengan keagamaan. F. Struktur Organisasi Skripsi Agar skripsi ini tersusun secara sistematis, maka penelitian ini disusun berdasarkan strukur organisasi skripsi sebagai berikut: Bab I Pendahuluan,meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi.

Bab II Kajian Pustaka, membahas teori-teori yang berkaitan dengan masalah penelitian ini yang menjelaskan mengenai konsep guru, Agama Islam dan Pendidikan Agama Islam, Pembinaan Keagamaan, dan Sekolah. Bab III Metode Penelitian, metode penelitian dan prosedur penelitian yang terdiri dari unsur-unsur, desain penelitian, partisipan dan tempat penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan isu etik. Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian, hasil penelitian dan pembahasan berisi temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan berbagai kemungkinan sesuai dengan urutan rumusan permasalahan penelitian dan membahas temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan. Bab V Kesimpulan, Implikasi dan Rekomendasi, menyajikan penafsiran dan pemikiran peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian, hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil yang diteliti, serta merekomendasikan untuk penelitian selanjutnya.