PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN PERSENTASI DARI BEBERAPA PENERIMAAN NEGARA UNTUK DAERAH.

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN PRESENTASI DARI BEBERAPA PENERIMAAN NEGARA UNTUK DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN PRESENTASE DARI PENERIMAAN BEBERAPA PAJAK NEGARA UNTUK DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1984 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1983/1984 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

Tentang: PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA NEGARA DENGAN DAERAH-DAERAH, YANG BERHAK MENGURUS RUMAH- TANGGANYA SENDIRI *)

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 160.2/PMK.07/2008 TENTANG

NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1993 TENTANG TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1992/93

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001

2016, No provinsi/kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN KERTAS PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 05/PMK.07/2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1994 TENTANG TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/94

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG BANTUAN PEMBANGUNAN SEKOLAH DASAR TAHUN 1983/1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG BANTUAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II TAHUN 1983/1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Rincian Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang Dialokasikan dala

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 127/PMK.07/2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1992 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992

145/PMK.07/2009 ALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL PAJAK TAHUN ANGGARAN 2006, 2007, DAN 2008 YANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

(1) Pendapatan Negara dalam Tahun Anggaran 1994/1995 adalah sebesar Rp (tujuh puluh enam triliun dua ratus lima puluh lima

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 152 /PMK.07/2007 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 17/PMK.07/2009 TENTANG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 131.1/PMK.07/2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 061 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 063 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1983 TENTANG BANTUAN PENUNJANGAN JALAN KABUPATEN TAHUN 1983/1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/94 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka usaha melancarkan pembangunan semesta perlu adanya penyederhanaan dalam bidang impor dan ekspor;

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI TAHUN 1983/1984 Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 1983 Tanggal 7 Mei 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 156 /PMK.07/2007 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

TENTANG MENTERI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lem

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PMK.02/2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI BERHADIAN TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN KERTAS PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT; MEMUTUSKAN:

PENETAPAN BAGIAN IV (KEMENTERIAN KEUANGAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1954 *) ANGGARAN (BAGIAN IV). KEMENTERIAN KEUANGAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1958 TENTANG PENGELUARAN UANG KERTAS PERBENDAHARAAN TAHUN 1958 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1982 TENTANG BANTUAN PEMBANGUNAN SEKOLAH DASAR TAHUN 1982/1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1981 TENTANG BANTUAN PEMBANGUNAN SEKOLAH DASAR TAHUN 1981/1982 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN POKOK PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 09 TAHUN 2017 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1953 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia T

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN PERSENTASI DARI BEBERAPA PENERIMAAN NEGARA UNTUK DAERAH. PRESIDEN, Berkehendak : Melaksanakan lebih lanjut ketentuan dalam "Undang-undang Pertimbangan Keuangan 1957", khususnya untuk menetapkan bagian daerah dari hasil yang diperoleh berdasarkan pasal 4 ayat (1) dan (2) dan pasal 5 ayat (1); Memperhatikan: Keputusan Panitia II (Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan) Musyawarah Nasional pada tanggal 15 September 1957, yang antara lain menyarankan agar supaya: a. dalam peraturan pelaksanaan perimb~ngan keuangan, bagianbagian yang diperoleh masing-masing daerah dari pajak yang dipungut (dikenakan di dalam wilayahnya, ditetapkan secara mutlak, menurut sifat pajak dan keadaan daerah masingmasing); b. daerah-daerah sejauh mungkin dan secara langsung dapat memperoleh bagiannya masing-masing;. Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1958 (LembaranNegara 1958 No. 23) hanya berlaku untuk tahun anggaran 1958; b. bahwa perimbangan keuangan berdasarkan "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957" sesuai dengan kebijaksanaan keuangan Pemerintah sebagai yang telah ditentukan dalam "anggaran Negara 1959 perlu mendapat penyelenggaraan lebih lanjut dalam tahun 1959; c. bahwa...

2 c. bahwa berhubung dengan itu dan sejalan dengan saran Musyawarah Nasional dimaksud di atas, sebagai tindakan sementara pasal 4 ayat (1) dan (2) dan pasal 5 ayat (1) "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957; dilaksanakan demikian sehingga masing-masing daerah secara langsung dapat memperoleh bagiannya; d. bahwa dengan mengetahui secara langsung dan kongkrit sumbersumber penghasilan daerah dan jumlah penghasilan dari sumbersumber itu, daerah-daerah dapat segera menuju kearah penyusunan anggaran keuangan yang normal; Mengingat : 1. "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957" (Undangundang No. 32 tahun 1956, Lembaran-Negara 1956 No. 77); 2. pasall ayat (1) dan (2), pasal2 dan pasal 73 "Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 1956" (Undangundang No.1 tahun 1957, Lembaran-Negara 1957 No.6); 3. Undang-undang tentang Penetapan Anggaran Negara Bagian III dan IV tahun 1959; 4. pasal 98 Undang-undang Dasar Semen tara Republik Indonesia; Mendengar : 1. Panitia Negara Perimbangan Keuangan; 2. Dewan Menteri dalam sidangnya pada tanggal 25 Maret 1959; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENETAPAN PERSENTASI DARI BEBERAPA PENERIMAAN NEGARA UNTUK DAERAH. Pasal 1...

3 Pasal 1. (1) Bagian dari penerimaan pajak pendapatan ("Ordonansi pajak peralihan 1944", Staatsblad 1944 No. 17 jo. Undang-undang No. 21 tahun 1957, Lembaran-Negara 1957 No. 41) seperti: dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf a "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957", sepanjang mengenai ketetapan besar, ditetapkan sebesar: a. 60% (enam puluh persen) bagi daerah-daerah tingkat I, kecuali Daerah tingkat I Jakarta Raya, b. 10% (sepuluh persen) bagi Daerah tingkat I Jakarta Raya, c. 30% (tiga puluh persen) bagi daerah-daerah tingkat II, kecuali daerah-daerah tingkat II (Kotapraja) Surabaya, Kediri, Malang, Semarang, Bogor, Bandung, Palembang, Tanjungkarang/Teluk Betung, Pangkalpinang, Medan, Padang, Pontianak dan Daerahdaerah tingkat II (Kabupaten lama) Bondowoso, Panarukan, Jember, Banyuwangi, Musi/Banyuasin, Deli/Serdang, Simelungun, dan bagian itu diserahkan kepada masing-masing daerah, dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. (2) Kepada daerah-daerah tingkat II dimaksud di bawah ini diserahkan persentasi, sebagai tertera di belakang nama daerahdaerah tingkat II tersebut, dari pajak pendapatan dimaksud dalam ayat (1), dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. Daerah tingkat II. a. (Kotapraja): 1. Surabaya... 3% (tiga persen) 2. Kediri... 15% (lima belas persen) 3. Malang... 3% (tiga persen) 4. Semarang... 3% (tiga persen) 5. Bogor... 3% (tiga persen) 6. Bandung...

4 6. Bandung... 3% (tiga persen) 7. Palembang... 3% (tiga persen) 8. Tanjung Karang/Teluk Betung. 3% (tiga persen) 9. Pangkalpinang... 8% (delapan persen) 10. Padang... 3% (tiga persen) 11. Medan... 3% (tiga persen) 12. Pontianak... 6% (enam persen). Daerah tingkat II: b. (Kabupaten lama): 1. Bondowoso... 8% (delapan persen) 2. Panarukan... 3% (tiga persen) 2.Jember... 3% (tigapersen) 3.Banyuwangi... 3% (tiga persen) 4.Musi/Banyuasin... 3% (tiga persen) 5.Deli/Serdang... 3% (tiga persen) 7. Simelungun... 20% (dua puluh persen). (3) Bagian dari penerimaan pajak pendapatan seperti dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf a, "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957", sepanjang mengenai ketetapan kecil, ditetapkan bagi daerah- Jaerah tingkat II sebesar 900/0 (sembilan puluh persen) dan bagian itu diserahkan kepada masing-masing daerah, dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. Pasal 2. (1) Bagian dari penerimaan pajak upah ("Ordonansi pajak upah 1934", Staatsblad No. 611) seperti dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf b "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957", ditetapkan sebesar: a. 90%...

5 a. 90% (sembilan puluh persen) bagi daerah-daerah tingkat II kecuali Daerah-daerah tingkat II (Kotapraja) Surabaya, Semarang, Bogor, Bandung, Palembang, Tanjungkarang/Teluk Betung, Padang, Medan dan Daerah-daerah tingkat II (Kabupaten lama) Panarukan, Jember, Banyuwangi, DelijSerdang, dan bagian itu diserahkan kepada masing-masing daerah, dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. b. 10% (sepuluh persen) bagi Daerah tingkat I Jakarta Raya. (2) Kepada daerah-daerah tingkat II dimaksud di bawah ini diserahkan persentasi, sebagai tertera di belakang nama daerahdaerah tingkat II tersebut, dari pajak upah dimaksud dalam ayat (1), dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. Daerah tingkat II: a. (Kotapraja): 1. Surabaya... 30% (tiga puluh persen) 2. Semarang... 750% (tujuh puluh lima persen) 3. Bogor... 65% (enam puluh lima persen) 4. Bandung... 70% (tujuh puluh persen) 5. Palembang... 60% (enam puluh persen) 6. Tanjungkarang/Teluk Betung... 55% (lima puluh lima persen) 7. Padang... 70% (tujuh puluh persen) 8. Medan... 6% (enam persen) Daerah tingkat II: b. (Kebupaten lama): 1. Panarukan... 80% (delapan puluh persen) 2. Jember... 5% (lima persen) 3. Banyuwangi... 75% (tujuh puluh lima persen) 4. Deli/Serdang. 60% (enam puluh persen) Pasal 3...

6 Pasal 3. (1) Bagian dari penerimaan pajak meterai ("Peraturan bea meterai 1921 ", Staatsblad 1921 No. 498) seperti dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf c "Undang-undang Pertimbangan Keuangan 1957", ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen) bagi daerah-daerah tingkat I, kecuali Daerah tingkat I Jakarta Raya, dan bagian itu diserahkan kepada masing-masing daerah dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. (2) Kepada Daerah tingkat I Jakarta Raya diserahkan 10% (sepuluh persen) dari penerimaan pajak meterai dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. Pasal 4. (1) Bagian dari penerimaan: a. pajak kekayaan ("Ordonansi pajak kekayaan 1932", Staatsblad 1932 No. 405). b. pajak perseroan ("Ordonansi pajak perseroan 1925" Staatsblad 1925 No. 319) seperti dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) "Undangundang Perimbangan Keuangan 1957" ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dan bagian itu diserahkan kepada masing-masing daerah tingkat I, kecuali Daerah tingkat I Jakarta Raya, dalam wilayah mana pajak tersebut dipungut. (2) Kepada Daerah tingkat I Jakarta Raya diserahkan 10% (sepuluh persen) dari pajak kekayaan dan 0,25% (dua puluh lima per seratus Jpersen)1 dari pajak perseroan dalam wilayah mana pajak-pajak tersebut dipungut. Pasal 5

7 Pasal 5. (1) Bagian dari penerimaan: a. bea masuk. b. bea keluar, seperti dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) "Undangundang Perimbangan Keuangan 1957" ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen) dan bagian itu diserahkan kepada masingmasing daerah tingkat I, kecuali Daerah tingkat I Jakarta Raya, dalam wilayah mana bea-bea terse but dipungut. (2) Kepada Daerah tingkat I Jakarta Raya diserahkan 0,5% (lima per sepuluh persen) dari penerimaan bea masuk dan bea keluar dalam wilayah mana bea-bea tersebut dipungut. Pasal 6. (1)Bagian dari penerimaan cukai seperti dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957" ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dan bagian itu diserahkan kepada masing-masing daerah tingkat I, kecuali Daerah tingkat I Jakarta Raya, dalam wilayah mana cukai tersebut dipungut. (2)Kepada Daerah tingkat I Jakarta Raya diserahkan 2% (dua persen) dari penerimaan cukai, dalam wilayah mana cukai tersebut dipungut. (3)Mengenai cukai minyak tanah pem berian bagian kepada masingmasing daerah tingkat I didasarkan atas pemakaian minyak tanah di daerah itu.' Pasal 7...

8 Pasal 7. (1)Penyerahan terse but pasal 1 sampai dengan 4 dilaksanakan oleh Kantor Pusat Perbendaharaan Negara atas permintaan dari Kantor lnspeksi Keuangan yang bersangkutan. (2)Penyerahan tersebut pasal 5 dan 6 dilaksanakan oleh Kantor pusat Perbendaharaan Negara atas permintaan dari Kantor Daerah Bea- Cukai yang bersangkutan. (3)Penyerahan tersebut pasal 5 dan 6, yang tidak dipungut melalui sesuatu Kantor Bea-Cukai, diatur oleh Kantor Besar J awa tan Bea- Cukai. (4)Penyerahan-penyerahan tersebut ayat (1), (2) dan (3) dilakukan tiaptiap bulan. (5)Pengeluaran-pengeluaran tersebutayat (1), (2) dan (3) dibebankan atas mata-anggaran 4.1.7.36 dari anggaran belanja tahun 1959 dari Kementerian Keuangan. Pasal 8. (1) Menteri Dalam Negeri dapat memberikan ganjaran, subsidi dan sumbangan dalam arti pasal 7, 8 dan 9 "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957" kepada daerah-daerah. (2) Pengeluaran terse but ayat (1) dibebankan atas anggaran belanja tahun 1959 dari Kementerian Dalam Negeri. Pasal 9. Pelaksanaan selanjutnya serta penyelesaian persoalan yang timbul dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur dalam instruksi bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan. Pasal 10. Peraturan ini berlaku untuk tahun anggaran 1959. Pasal 11...

9 Pasal 11. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan dan berlaku surut sampai 1 Januari 1959. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dngan penempatan dalam Lembaran- Negara. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 April 1959. Presiden Republik Indonesia, ttd SOEKARNO. Menteri Keuangan, ttd SOETIKNO SLAMET. Diundangkan pada tanggal25 April 1959, Menteri Kehakiman, ttd G. A. MAENGKOM. Menteri Dalam Negeri ttd SANOESIHARDJADINATA LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 NOMOR 26.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMEINTAH NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN PERSENTASI DARI BEBERAPA PENERIMAAN NEGARA UNTUK DAERAH. 1. UMUM. 1. Seperti telah dimaklumi Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1958 hanya berlaku untuk tahun anggaran 1958 dan guna melaksanakan lebih lanjut dari perimbangan keuangan dalam tahun anggaran 1959, sesuai dengananggaran Negara Bag. III dan IV tahun 1959, khusus untuk mengatur pelaksanaan pasal 4 dan 5 "Undang-undang Perimbangan Ksuangan 1957" guna penetapan persentasijbagian bagi semua daerah berdasarkan kebijaksanaan Pemerintah dalam batas-batas kesanggupan keunagannya, dipandang perlu untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah ini. 2. Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1958, maka Pemerintah dalam tahun 1958 telah dapat memperoleh bahan-bahan dan angka-angka seperlunya, sehingga dalam tahun 1959 Pemerintah dapat mengambil langkah setapak lebih lanjut dan lebih riil terhadap pelaksanaan perimbangan keuangan antara Negara dan daerah. 3. Dengan mempergunakan bahan-bahan, yang telah diperleh itu serta menghapuskan kelemahan-kelemahan, yang ada pada Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1958 ditentukanlah dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain : a. Penghapusan adanya prinsip"plafond" seperti tereantum dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1958: b. Penetapan bagian untuk Kotapraja Jakarta Raya dari penerimaan pajak meterai, pajak kekayaan, pajak perseroan bea keluar/masuk dan cukai; c. Penetapan bagian bagi tiap-tiap Daerah tingkat I dari penerimaan cukai. d. Penetapan persentasi tersendiri terhadap beberapa. Daerah tingkat II (Kotapraja dan Kabupaten lama), yang tidak sama dengan bagian beberapa pajak Negara untuk Daerah-daerah yang bersamaan.

- 2 - Penetapan ini dianggap perlu diadakan. karena pada dasamya perimbangan keuangan bertujuan an tara lain untuk menggantikan pemberian tunjangan (subsidi dahulu) dengan sistim penyerahan sumber-sumber penghasilan Negara, yang m~njadi endapat pokok dan tulang punggung dari keuangan Negara, ehingga dengan demikian daerah tidak lagi menggantungkan iri kepada Pemerintah Plisat dan dapat menllju kearah "selfsupporting" dengan mengintensivir sumber pendapatan daerah dan mengadakan sumber-sumber baru. 4. Dari penetapan sebagian dari penerimaan clikai untuk tiaptiap Daerah tingkat I, tampaklah kemajuan dalam pelaksanaan dasar-dasar yang ditetapkan dalam "Undanglindang Perimbangan Keuangan 1957", sekalipun perimbangan keuangan sebagai yang dicita-citakan berdasarkan Undang-undang dimaksud masih belum mendapat realisasi sepenuhnya, satu dan lain karena pelaksanaan dan pemecahan persoalan dimaksud masih memerlllkan banyak bahan-bahan keterangan dan waktu. II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. lstilah yang dipakai sekarang ialah "pajak pendapatan'" oleh karena istilah "pajak peralihan" se bagai tereantllm dalam Ordonansi pajak peralihan 1944 (Staatsblad 1944 No. 17) sudah diganti dengan istilah, pajak pendapatan" sebagai termaktulb dalam Undang-undang No. 21 tahun 1957 (lembaran-negara 1957 No. 41). Adanya perbedaan mengenai sifat dan pajak pendapatan dalam pajak pendapatan ketetapan besar dan ketetapan keeil oleh Kepala Desa dibawah penilikan Pamongpraja. lnilah yang menjadi alasan untuk menetapkan pajak penapatan ketetapan kecil sebagai pajak, yang 90% dari penerimaannya diserahkan kepada Daerahdaerah tingkat II. Pasal 2. Pada dasarnya penerimaan pajak upah (Ordonanasi pajak upah 1934, Staatsblad 1934 No. 611) hanya diberikan sebagian kepada Daerah-daerah tingkat II, akan tetapi oleh karena dalam Kotapraja Jakarta Raya tidak terdapat Daerah-daerah tingkat II, maka dianggap periu dan sudah pada. tempatnya, bahwa sebagian dari pajak upah dimaksud diberikan pula kepada Daerah tingkat I Jakarta Raya.

- 3 - Pasal 3. Bagian dari penerimaan pajak meterai (Peraturan bea meterai 1921. Staatsblad 1921 No. 498) ditetapkan hanya untuk Daerah tingkat I, karena sukar diketahui dimana tempat kediaman sebenarnya dari pemakai meterai itu. Pasal 4. Berhubung dengan kenyataan, bahwa pajak kekayaan (Ordonansi pajak kekayaan 1932, Staatsblad 1932 No. 405) dan pajak perseroan. (Ordonansi pajak perseroan 1925, Staatsblad 1925 No. 319) selalu ditetapkan berdasarkan alasan-alasan yang senantiasa terdapat dalam lingkungan Daerah tingkat I, maka karena itulah sebagian dari penerimaan kedua pajak terse but diserahkan kepada Daerah-daerah tingkat I. Pasal 5. Pada dasarnya penetapan bagian dari penerimaan bea keluar masuk diperuntukkan bagi Daerah-daerah tingkat I, karena penerimaan terebut merupakan hasil dari pada pemakaian serta pengeiuaran barang-barang dari seluruh Daerah tingkat I yang bersangkutan. Didalam hal ini Daerah tingkat I Jakarta Raya dengan adanya pelabuhan ekspor dan impor yang terpenting diwilayahnya dan yang dipergunakan untuk kepentingan seluruh Indonesia, memperoleh pula sebagian dari penerimaan bea keluar/masuk tersebut. Pasal 6. Ketentuan dalam pasal 6 ini merupakan pelaksanaan lanjutan dari pada perimbangan keuangan antara Pus at dan daerah untuk dapat memberikan jaminan terhadap sumbersumber keuangan daerah seperti yang dimaksudkan dalam "Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957". Seperti halnya tercantum dalam penjelasan dari pada, pasal 5, maka bagian dari cukai ini ditetapkan untuk Daerah-daerah tingkat I, dalam wilayah mana cukai itu dipungut.

- 4 - Dalam ayat 3 diadakan ketentuan, bahwa mengenai cukai minyak tanah pemberian bagian didasarkan tas pemakaian. Hal ini disebabkan, karena pembayaran cukai minyak tanah itu dilakukan seluruhnya oleh Kantor Besar perusahaan-perusahaan minyak dan tidak oleh perusahaan-perusahaan minyak setempat. Cukup jelas. Pasal 7. Cukup jelas. Cukup jelas. Pasal8. Pasal 9. Cukup jelas. Pasa! 10. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 1760 Diketahui: Menteri Kehakiman, G. A. MAENGKOM.