Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PEMILIHAN TOPIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

G U B E R N U R JAMB I

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAKU MUTU LINGKUNGAN. Untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar dipakai mutu baku lingkungan.

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia,

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

WALIKOTA BANJARMASIN

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

A. Pemanfaatan Air Sungai Citarum oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta. Raharja Kabupaten Bandung Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Makalah Baku Mutu Lingkungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya.

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

ANALISIS IDENTIFIKASI & INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR DI KALI SURABAYA

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri sebagai tempat produksi yang mengolah bahan mentah menjadi

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita dari koran ataupun

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Mangetan Kanal Kabupaten Sidoarjo dengan Metode QUAL2Kw

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 157A/KPTS/1998

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

APLIKASI TEKNOLOGI FILTRASI UNTUK MENGHASILKAN AIR BERSIH DARI AIR HASIL OLAHAN IPAL DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri.

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

b. bahwa Ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 114 Tahun 2003 tentang

Kementerian Lingkungan Hidup LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

Syarat Bangunan Gedung

PEDOMAN PENERAPAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN PADA SUMBER AIR

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. lingkungan tidak memenuhi syarat penghidupan bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

Transkripsi:

Seminar Pengendalian Pencemaran Air di Kab. Sidoarjo Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Oktober 2008

Contoh Sumber Pencemar Air Sungai

Langkah Srategis 1. Pengendalian Pencemaran Air Sungai dengan penerapan Standard Kualitas Air Standard Perairan (Stream Standard) Standard Effluen (Effluent Standard) Standard Beban Pencemaran Maksimum Standard Daya Dukung 2. Pemulihan Kualitas Air Sungai

Contoh penyebaran polusi dari sungai yang meluap ke pemukiman

Langkah Strategis 1. Pengendalian Pencemaran Air Sungai dengan penerapan Standard Kualitas Air Sungai

Contoh sungai yang bersih dengan penerapan standard kualitas air sungai

Standard Perairan (Stream Standard) Dalam penentuan standard perairan ini umumnya hanya didasari pada besarnya konsentrasi sejumlah parameter yang disyaratkan untuk setiap kelas air Standard perairan yang pernah berlaku di Indonesia secara umum dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu : 1. Standard perairan yang berlaku secara Nasional Contoh : - PP No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air - Kep-02/MENKLH/1/1998 tentang Baku Mutu Air Pada Sumber Air 2. Standard perairan yang berlaku di Propinsi Contoh : SK Gubernur Jawa Timur No 413/1987 tentang Baku Mutu Air

Keuntungan : 1. Sungai akan terjamin kualitas airnya sesuai dengan standard yang diberlakukan sehingga dapat digunakan sesuai peruntukkannya 2. Memberikan perlindungan bagi pemakai air akan kepastian kualitas air sungai 3. Monitoring kualitas air lebih mudah dilakukan dengan pengambilan sampel pada air sungai 4. Jumlah sampel bisa direncanakan sehemat mungkin, sehingga biaya monitoring lebih ekonomis

5. Pemanfaatan air sungai dapat disesuaikan dengan kelas sungai masing-masing (I, II, III, IV) 6. Sungai dapat dimanfaatkan sebagai reaktor alam, sehingga mengurangi beban industri (industri yang letaknya di hulu mungkin tidak perlu mengolah limbah) 7. Ada upaya untuk mengatur kepadatan industri yang membuang limbah kesungai agar kualitas air sungai tetap memenuhi standard

Contoh pemanfaatan sungai

Contoh pemanfaatan sungai yang merusak (galian pasir)

Kerugiannya : 1. Kualitas air sungai dipengaruhi oleh debit, sehingga pada musim hujan bisa membuang limbah banyak (diencerkan oleh air sungai) sedangkan pada musim kemarau jumlah limbah harus dibatasi 2. Apabila terjadi pencemaran, sulit untuk mencari sumber pencemar 3. Standar seringkali tidak mempertimbangkan perkembangan kondisi yang ada, misalnya meningkatnya jumlah industri disekitar IPAM tidak mampu untuk merubah golongan air kelas B menjadi kelas C atau D

4. Kurang adil, karena pembuang limbah di bagain hulu bisa tidak mengolah, tetapi pembuang limbah di bagian hilir harus mengolah limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai 5. Apabila sungai tercemar, untuk membersihkannya diperlukan biaya yang cukup besar, karena tidak ditangani langsung dari sumber pencemar 6. Ada kemungkinan dilakukan pembatasan jumlah industri yang membuang limbah ke sungai agar kualitas air sungai dapat tetap dipertahankan 7. Jumlah limbah yang dibuang oleh industri bisa berbeda antara musim hujan (dimana debit sungai besar) dan musim kemarau (dimana debut sungai kecil)

Contoh sulitnya mencari sumber pencemar sungai

Standard Effluen (Effluent Standard) Standard effluen adalah baku mutu kualitas limbah cair yang ditetapkan konsentrasinya sebelum dibuang ke badan air. Secara umum baku mutu limbah cair ini dibedakan atas 2 kelompok : Standard effluen yang berlaku secara Nasional Contoh : Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan industri Standard effluen yang berlaku di Propinsi Contoh : SK Gubernur Jawa Timur No 45/2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Industri dan Kegiatan usaha lainnya

Contoh penerapan baku mutu nasional untuk sungai yang melintas antar propinsi

Keuntungan : 1. Membatasi kadar limbah yang masuk kedalam sungai sesuai dengan standard 2. Apabila terjadi pencemaran lebih mudah mengetahui sumbernya dari data monitoring limbah industri 3. Adil karena tidak ada perbedaan standard konsentrasi limbah yang boleh dibuang baik oleh industri dibagian hulu maupun dibagian hilir

4. Ada penggolongan konsentrasi limbah yang dibuang sesuai dengan kelas sungai (golongan I boleh dibuang ke sungai kelas I, golongan II boleh dibuang ke sungai kelas II, golongan III boleh dibuang ke sungai kelas III, golongan IV boleh dibuang ke sungai kelas IV) 5. Memudahkan pemberian ijin pembuangan limbah cair untuk yang sudah memenuhi effluen standard 6. Meningkatkan kesadaran pengusaha industri untuk mengolah limbahnya 7. Ada pemberian insentif atau penghargaan bagi industri yang memenuhi effluent standard

Kerugian : 1. Sungai tidak terjamin kualitasnya, apabila jumlah industri yang membuang sangat banyak 2. Tidak memanfaatkan sungai sebagai reaktor alam untuk melakukan purifikasi secara alamiah (meskipun kualitas air sungai baik, industri tetap harus membuang limbah sesuai dengan standar konsentrasi) 3. Industri memerlukan biaya besar untuk membangun IPAL 4. Kurangnya kontrol atau monitoring pada kualitas air sungai

5. Sungai bisa jadi tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya karena adanya akumulasi limbah 6. Biaya monitoring lebih besar karena setiap limbah yang akan masuk ke sungai harus diperiksa kualitasnya 7. Jarak dan jumlah industri yang membuang limbah ke sungai tidak lagi diperhatikan karena yangmenjadi ukuran adalah terpenuhinya standard effluen

Standard Beban Pencemaran Maksimum Standard beban pencemaran maksimum adalah baku mutu kualitas limbah cair yang ditetapkan tidak hanya konsentrasinya saja tetapi juga beban maksimumnya sebelum dibuang ke badan air. Secara umum baku mutu beban pencemaran maksimum untuk limbah cair ini dibedakan atas 2 kelompok : 1 Standard beban pencemaran maksimum yang berlaku secara Nasional Contoh : - Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri - Kep-42/MENLH/10/1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi

2. Standard beban pencemaran maksimum yang berlaku secara Daerah (Propinsi) Contoh : SK Gubernur Jawa Timur No 45/2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri atau Kegiatan Usaha Lainnya di Jawa Timur Untuk menjaga kualitas air sungai agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, penerapan standard beban pencemaran maksimum ini mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian.

Keuntungan : 1. Fleksibel, karena kadar maksimum setiap parameter dan debit limbah cair maksimum boleh dilampaui sepanjang beban pencemaran maksium tidak terlampaui 2. Monitoring limbah industri bisa dilakukan berdasarkan prioritas pada industri yang diperkirakan memberikan beban pencemaran maksimum (lebih hemat) 3. Ada kemungkinan industri dapat membuang limbahnya secara langsung apabila belum mencapai beban pencemaran maksimum (memanfaatkan sungai sebagai reaktor alam)

4. Lebih adil, karena industri sejenis, yang kapasitas produksinya besar harus mengolah limbah, sedang yang kapasitas produksinya kecil bisa jadi tidak perlu mengolah limbah karena belum melampaui beban pencemaran maksimum 5. Industri tidak memerlukan biaya mahal untuk membuat IPAL 6. Petugas yang diperlukan untuk monitoring lebih sedikit jika dibandingkan dengan stream standard dan effluent standard

Kerugian : 1. Industri yang mempunyai debit limbah dan kadar limbah yang besar harus mengeluarkan biaya untuk pengelohan limbah 2. Industri yang beban pencemarannya kecil seringkali diabaikan dari monitoring, dan apabila cukup banyak industri kecil ini akumulasinya juga akan besar 3. Kualitas air sungai kurang diperhatikan, karena yang di monitor hanya beban pencemaran maksimum 4. Penegakan hukum hanya diberlakukan pada industri yang melebihi beban pencemaran maksimum, sedangkan yang tidak melebihi beban pencemran maksimum bebas membuang limbah tanpa mengolah terlebih dahulu 5. Adanya kemungkinan penurunan kualitas air sungai pada musim kemarau

Standard Daya Dukung Pelaksanan stream standard, effluent standard, dan standard berdasarkan beban pencemaran maksimum ternyata tidak dapat menyelamatkan sungai-sungai di Indonesia dari pencemaran air. Oleh sebab itu pada PP 82/2001 diperkenalkan beban pencemaran berdasarkan daya tampung sungai. Disamping itu pada PP 82/2001 diberikan juga baku mutu kualitas sungai berdasarkan kelas-kelas peruntukan sungai (I, II, III, IV). Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air telah diatur berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 110 tahun 2003. Untuk menjaga kualitas air sungai agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, penerapan standard daya dukung ini mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian.

Contoh sungai yang belum diperhatikan daya dukungnya

Keuntungan : 1. Sungai dapat melakukan self-purification karena beban pencemaran yang diterima tidak melampaui batas kemampuan sungai 2. Sungai kelihatan jernih, karena organisme yang ada di air mampu berkembang biak dengan baik, juga karena tingkat kekotoran dan kekeruhan air tidak ada 3. Sungai bisa dijadikan sebagai tempat rekreasi, sarana hiburan, dan dari segi estetika enak untuk dipandang serta dinikmati 4. Sungai yang dijadikan air baku air minum tidak terlalu sulit dalam pengolahannya dan tidak membutuhkan pengadaan instalasi yang sangat mahal

5. Industri akan mengolah limbahnya dengan baik sebelum dibuang ke sungai karena berkaitan dengan ijin pembuangan limbah cair bisa setiap saat dicabut apabila dilanggar 6. Industri disepanjang sungai dapat mengambil air sungai sesuai dengan kebutuhannya 7. Sungai dapat dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya

Kerugian : 1. Setiap industri harus mengolah limbahnya dan membuat IPAL 2. Memerlukan biaya dan tenaga yang banyak untuk pengawasan terhadap industri yang membuang limbahnya ke tempat lain 3. Adanya pembatasan pemberian ijin lokasi industri di sepanjang sungai dan kemungkinan penurunan jumlah investasi 4. Setiap sungai perlu mempunyai database untuk keperluan perhitungan daya tampung dan daya dukung untuk setiap segemen sungai 5. Masih diperlukan data monitoring kualitas air sungai dan limbah industri

Langkah Strategis 2. Pemulihan Kualitas Air Sungai Dilakukan dengan strategi konservasi sungai yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing sungai : 1. Preservasi 2. Mitigasi 3. Limitasi 4. Restorasi

Contoh : Apa yang harus dilakukan untuk kondisi sungai seperti ini?

1. Preservasi Yaitu melindungi bagian sungai dari perusakan akibat ulah manusia. Dalam hal ini tindakan yang dilakukan adalah menjaga kelestarian vegetasi alami di sekitar daerah observasi. Pertumbuhan pemukiman dan pertanian diusahakan agar tidak mencapai lahan tersebut 2. Mitigasi yaitu upaya untuk mempertahankan agar peruntukan lahan tetap berada di dalam batas-batas daya dukung lingkungannya

Apakah sungai ini perlu dipreservasi?

3. Limitasi Yaitu membatasi dan meniadakan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya mutu ekologik sungai. Tindakan ini antara lain dapat berubah membatasi peruntukan lahan agar tidak mengganggu batas sempadan sungai, mengurangi atau meniadakan sumbersumber pencemaran. 4. Restorasi Yaitu memperbaiki struktur sungai yang telah mengalami kerusakan parah agar sedapat mungkin memperoleh kembali sifat-sifat alamiahnya. Kegiatan restorasi ini bisa dilakukan dengan membebaskan daerah tepian sungai dari peruntukan yang tidak sesuai (misal pemukiman) untuk kegiatan penghijauan dimana daerah sempadan sungai merupakan zona penyangga sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Apakah sungai ini perlu di restorasi?

3. Limitasi Yaitu membatasi dan meniadakan faktor-faktor yang menyebabkan Natural BIOLOGICAL rendahnya mutu ekologik sungai. Tindakan ini antara lain dapat Ecological struktural NATURALNESS OFF berubah naturalness features WATERCOURSES membatasi peruntukan lahan agar tidak mengganggu batas sempadan sungai, mengurangi atau meniadakan sumber-sumber pencemaran. 4. Restorasi Yaitu memperbaiki struktur sungai yang telah mengalami kerusakan Ecological Minimal parah agar sedapat mungkin memperoleh kembali basic sifat-sifat quality structure alamiahnya. diversity MINIMUM Kegiatan restorasi ini bisa dilakukan dengan membebaskan daerah tepian sungai dari peruntukan yang tidak sesuai (misal pemukiman) untuk kegiatan penghijauan dimana daerah sempadan sungai merupakan zona penyangga sesuai dengan peraturan yang berlaku. River Restoration River engineering for human function Dead watercourse Minimal water quality ECOLOGICAL QUALITY OBJECTIVES Natural water quality Water purification Pollution

Keterangan gambar : Dead watercouse (sungai mati) yaitu sungai yang tidak mempunyai daya guna purifikasi alamiah sama sekali karena kualitas ekologiknya sangat rendah. Natural water quality (kualitas air alami) yaitu kualitas air sungai dalam keadaan sangat alami sehingga sangat mendukung terjadinya purifikasi alamiah. Minimal water quality (kualitas air minimum) yaitu kualitas air minimum yang harus dipenuhi oleh suatu sistem sungai Natural structure features (bentuk struktur alami) yaitu stuktur sungai yang masih alami belum mendapat gangguan dari manusia

Contoh struktur sungai yang masih alami

Contoh sungai yang sudah terkena aktivitas manusia

Keterangan gambar : Ecological naturalness (kealamiahan ekologik) yaitu kualitas ekologik yang alamiah dimana proses biologik alamiah yang sesuai dengan situasi fisik dan geografis dapat berlangsung secara permanen. Ecological basic quality (kebutuhan dasar ekologik) yaitu kualitas ekologik minimum sungai yang harus dipenuhi oleh suatu sungai. Biological naturalness (kealamiahan biologik) yaitu kondisi dimana organisme-organisme yang tak saling bergantung dapat hidup dengan baik secara permanen.

Apakah sungai ini perlu dikonservasi?

Pola Umum Konservasi Pada kelompok kualitas ekologik baik yang kondisinya masih alami maka tindakan yang perlu dilakukan preservasi, yaitu melindungi bagian sungai dari perusakan akibat aktivitas manusia. Dalam hal ini tindakan yang dilakukan adalah menjaga kelestarian vegetasi alami disekitar daerah observasi. Pertumbuhan pemukiman dan pertanian diusahakan tidak mencapai lahan tersebut.

Pada kelompok kualitas ekologik moderat ini yang kondisinya sebagian sudah tidak alami lagi maka tindakan yang perlu dilakukan adalah limitasi yaitu membatasi dan meniadakan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya mutu ekologik sungai. Tindakan limitasi ini antara lain dapat berupa membatasi peruntukan lahan agar tidak mengganggu batas sempadan sungai seperti mengosongkan bantaran sungai dari pemukiman dengan penghijauan dan mengatur tepian sungai berjarak 10 meter dari sempadan sungai, mengurangi atau meniadakan pencemar seperti buangan limbah pabrik yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai.