BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang. Undang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut dengan UUPTPK.

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

yang berdampak terhadap kerugiakan dan kepentingan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

JURNAL MEKANISME PELAKSANAAN PERAMPASAN ASET SEBAGAI PENGGANTI KERUGIAN NEGARA HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI. Disusun oleh : Vincentius Pramudaya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

PERAN KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM PEMULIHAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB I PENDAHULUAN. konstitus yang mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia. untuk merumuskan norma hukum dalam penanggulangannya. 1

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan yang sangat marak terjadi dalam birokrasi pemerintahan mempunyai dampak negatif dalam kehidupan sosial masyarakat, salah satunya tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime. Tindak pidana korupsi dimana karakteristiknya yang sistematis dan terorganisir hal ini sangat signifikan dan sangat merugikan negara dan rakyat, merugikan yang dimaksud tersebut berdasarkan undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara pasal 29 ayat (1), bahwa kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan administrasi atau oleh bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan. Dengan mengacu pada pasal tersebut bahwa dilingkungan pemerintah pengawasanan penggunaan keuanggan Negara secara tegas diatur untuk mencegah ataupun menanggulangi terjadinya kerugian negara yang disebabkan tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi sendiri jenisnya bermacam-macam, akan tetapi kejahatan tersebut komponen terpenting dari semua tindak pidana korupsi adalah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau aset negara digunakan tidak dengan prosedur yang berlaku, sehingga perlu tindakan perampasan aset oleh aparatur negara 1

2 dengan kewenanganya untuk mengembalikan keuangan negara yang telah dikorupsi, yakni melalui sarana yuridis dengan tahapan-tahapan yang telah ditentukan. Perampasan secara terminologi berasal dari kata rampas: memiliki makna ambil/dapat dengan paksa (dengan kekerasan), Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaiman diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa perampasan dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita, dan dalam undang-undang ini dikatakan bahwa perampasan sebagai salah satu bentuk pidana tambahan. Pidana tambahan menurut Pasal 18 Ayat (1) huruf a dikatakan perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut 1. Harta kekayaan yang dirampas tersebut dalam praktek peradilan pidana, dilakukan dahulu penyitaan, dimaksud tanpa perlu putusan pengadilan, karena syaratsyarat penyitaan yang bersifat sementara yang menjadi bagian dari tahap penyidikan. Dalam sistem peradilan dilakukan perampasan secara permanen atau memindahkan hak milik atau mengambil hak untuk negara apabila terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi atau telah memperoleh ketetapan dari hakim (inkracht). 1 Yusuf muhamad, 2013, Merampas Aset Korupsi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hlm. 162.

3 Seorang terpidana yang telah pengembalian kerugian keuangan negara tersebut,tidak menghapus sanksi pidana lainya, akan tetapi ini hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan, terdakwa tetap menerima sanksi pidana pokok. Sanksi pidana pokok dapat berupa hukuman mati, apabila korupsi dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya. Lalu pidana penjara,sanksi ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang dimana dalam putusan hakim menjatuhkan putusan sesuai undang-undang dengan pidana penjara maksimum dan minimumnya, serta denda sebagai alat pendera pelaku tindak pidana korupsi yang nominalnya sesuai peraturan perundang-undang yang sudah diatur. Pidana pokok dijatuhkan kepada terpidana diikuti dengan pidana tambahan yakni kewajiban untuk mengembalikan uang yang dikorupsi, sehingga dalam situasi finansial apapun seorang terpidana wajib mengembalikan uang korupsi. Karena dikhawatirkan perolehan harta tidak wajar yang ditemukan, apabila harta tersebut bisa dijelaskan perolehanya dari mana, namun jika ada perolehan yang tidak bisa dijelaskan dimungkinkan dirampas, harta kekayaan yang tidak dapat dijelaskan tersebutlah dikhawatirkan berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Problematika hukum yang terjadi adalah pengaturan di undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi khususnya untuk perampasan aset sebagai sanksi pidana tambahan, yaitu dilakukan apabila dalam janka waktu 1 (satu) bulan setelah putusan hakim, terpidana tidak dapat membayar uang pengganti, maka akan dilakukan perampasan aset milik terpidana oleh jaksa selaku eksekutor dari putusan

4 hakim pengadilan yang selanjutnya akan dilelang untuk menggantikan pembayaran uang pengganti. Ketentuan pengaturan terkait perampasan aset sebagai sanksi pidana tambahan ini menimbulkan persoalan situasi, yaitu apabila terpidana tidak memiliki harta kekayaan lagi atau tidak dapat mencukupi pembayaran uang pengganti dan situasi dimana terpidana dalam proses pemeriksaan meninggal dunia tetapi ditemukan kerugian negara Berdasarkan problematika di atas menjadi salah satu alasan penulis untuk meneliti Bagaimana mekanisme perampasan aset sebagai pengganti pembayaran uang hasil tindak pidana korupsi. Dari uraian tersebut diatas penulis menyajikan judul sebagai berikut : MEKANISME PELAKSANAAN PERAMPASAN ASET SEBAGAI UANG PENGGANTI KERUGIAN NEGARA HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalahnya adalah 1. Bagaimana pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi apabila terpidana tidak memiliki harta kekayaan lagi atau tidak dapat mencukupi pembayaran uang pengganti? 2. Bagaimana pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi dimana terdakwa dalam proses pemeriksaan di Pengadilan meninggal dunia tetapi ditemukan kerugian negara? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan adalah untuk memperoleh data tentang mekanisme pengembalian kerugian negara melalui perampasan aset terpidana tindak pidana korupsi D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan pada dunia pendidikan terutama ilmu hukum pidana yaitu bagaimana peranan yang ada dalam proses pengembalian kerugian negara hasil tindak pidana korupsi

6 b. Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan perubahan mengenai cara pandang dan berfikir penulis serta dapat memberikan pengalaman serta wawasan yang mendukung penulis dalam perkembangan pengetahuan hukum 2. Manfaat Praktis Penelitian ini digunakan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, masyarakat sekitar, pihak Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), khususnya bagi Jaksa/Hakim agar dapat dijadikan sebagai bahan referensi agar dapat memaksimalkan penyelesaian perkara tindak pidana korupsi khusus terhadap perampasan aset. E. Keaslian Penulisan Penulis menyatakan bahwa penelitian dengan judul Mekanisme Pelaksanaan Perampasan Aset Pengganti kerugian Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi. Merupakan hasil karya penulis sendiri, bukan hasil duplikasi hasil karya orang lain. Apabila ada penelitian yang sama maka penelitian penulis ini merupakan pelengkap atau pembaharuan. Hal ini dapat dibuktikan dengan memperbandingkan penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu : 1. Suyawan Purba, Fakultas Hukum Unversitas Atmajaya Yogyakarta ( Tahun 2012 ) dengan judul Skripsi Peranan Jaksa Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dan Upaya Mengembalikan Aset Negara Hasil Korupsi. Tujuan

7 Penelitian untuk memperoleh data tentang peran jaksa dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi serta memperoleh data tentang upaya jaksa dalam pengambilan aset negara yang telah dikorupsi. Hasil Penelitianya adalah fungsi jaksa dalam menagani perkara tindak pidana korupsi sangat diharapkan berperan aktif karena didalam proses penyidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh jaksa sangat menentukan kembalinya aset negara. Jika dalam tuntutan jaksa sangat lemah maka dalam pengembalian aset negara sangat kecil kemungkinanya untuk dikembalikan kepada Negara maka sebelum Jaksa melakukan penuntutan Jaksa harus mempelajari dan meneliti perkara yang ditangani, setelah memperoleh gambaran yang jelas dan pasti tentang adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa. Jaksa melakukan pembuktian dengan surat dakwaanya yang telah diatur dalam pasal 110 KUHAP. Dalam perkara yang ditangani oleh kejaksaan negeri kota Yogyakarta yaitu korupsi didepartemen koperasi kecil dan menengah daerah istimewa Yogyakarta dalam pengenaan pidana terhadap terdakwa kurang kuat sehingga hakim hanya menjatuhkan pidana terhadap Aprilanto pidana penjara selama 1 tahun dikarenakan dakwaan jaksa kurang kuat, akan tetapi dalam pengembalian aset Negara hasil korupsi jaksa dapat menegembalikan seluruh kerugian. 2. Agung Susilo Wibowo, Fakultas Universitas Atmajaya Yogyakarta (Tahun 2012) dengn judul skripsi Peran kejaksaan Negeri Sleman Dalam Pengembalian Kerugian Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi (periode tahun 2005-2010) Tujuan Penelitian memperoleh data tentang fungsi Kejaksaan negeri Sleman

8 sebagai eksekutor dalam pengembalian kerugian Negara akibat tindak pidana korupsi, memperoleh data tentang kendala yang timbul dalam pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.hasil Penelitian Peran kejaksaan negeri Sleman dalam mengembalikan kerugian Negara akibat tindak pidana korupsi belum maksimal karena berdasarkan fakta yang didapat hanya seperempat bagian yang bisa ditarik kejaksaan Negeri Sleman, serta kinerja jaksa dalam penanganan tindak pidana korupsi ada kurangnya koordinasi antara jaksa Fungsional dan Jaksa Pidana Khusus dalam proses pengembalian kerugian negara karena Jaksa Fungsional melaksanakan tugas dipersidangan dan diluar persidangan menjadi tugas Jaksa Pidana Khusus, sehingga kendala yang dihadapi Jaksa Pidana Khusus tidak diketahui oleh jaksa Fungsional. 3. Ronald Alex Harrison Siregar, Fakultas Universitas Atmajaya Yogyakarta (Tahun 2012) dengan judul skripsi Peran Jaksa Dalam Pelaksanaan Pengembalian uang Pengganti Kerugian Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi Tujuan Penelitian untuk menganalisis data tentang peran jaksa dalam pelaksanaan pengembalian uang pengganti kerugian negara akibat tindak pidana korupsi serta menganalisis data tentang hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengembalian uang pengganti kerugian negara akibat tindak pidana korupsi. Hasil penelitianya pelaksanaan pengembalian uang pengganti kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, adalah dalam waktu sebulan setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap, harta benda pelaku/korupstor dilelang untuk menutupi uang negara yang dikorupsi. Serta hambatan yang terjadi tidak ada aturan yang secara spesifik

9 mengatur mengenai siapa yang berwenag atau ditugasi untuk menghitung kerugian negara, mekanisme eksekusi uang pengganti belum mengacu kepada satu ketentuan yang baku dan bisa dibenarkan secara hukum, gugatan perdata yang menyita waktu lama, dan dalam kenyataan sering ada terpidana yang menghindar dari pertanggungjawaban untuk membayar uang pengganti kerugian negara dengan berbagai dalih. F. Batasan konsep 1. Mekanisme adalah sesuatu hal yang saling bekerja seperti mesin, jika yang satu bergerak yang lain ikut bergerak 2. Pelaksanaan adalah suatu proses, cara, perbuatan, melaksanakan ( rancangan, keputusan) 3. Perampasan adalah proses cara, perbuatan merampas, perebutan dengan paksa/ merebut 4. Aset adalah sesuatu yang mempunyai nilai tukar 5. Kerugian adalah negara menurut undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo undangundang 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang secara yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan

10 denda paling sedikit 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,- (satu milyar) 6. Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan Perundang-Undangan dinyatakan sebagi perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. 7. Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu Corruptie dalam bahasa belanda Corruptie yang atinya penyuapan. pengertian korupsi secara harafiah adalah a. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidak jujuran b. Perbuatan yang buruk seperti penerimaan uang sogok. c. Perbuatan yang kenyataanya menimbulkan keadaan yang bersifat buruk, perilaku yang jahat dan tercela. 8. Tindak pidana korupsi, menurut Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau sesuatu korporasi yang dapat merugikan Negara atau perekonomian negara. G. Metode Penelitian Jenis penelitian hukum yang dipergunakan adalah jenis penelitian hukum normatif, yang didukung dengan wawancara terhadap narasumber. Jenis penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara mencari data dengan peraturan perundangundangan, buku-buku, doktrin serta berbagai macam literatur lainya yang sekiranya

11 mempunyai kesamaan dengan topik dan objek penelitian serta mewawancarai narasumber yaitu pihak-pihak yang terkait dengan permasalahn yang diteliti. 1. Sumber Data a. Data Sekunder Data sekunder terdiri dari Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder : 1) Bahan Hukum Primer a) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) c) Undang-Undang No.31 tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi d) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan e) Peraturan MA No. 5 tahun 2014 tentang Pidan Tambahan Uang Pengganti 2) Bahan Hukum Sekunder Berupa buku, hasil penelitian, pendapat hukum dan website atau situs hukum b. Data Primer Data primer digunakan sebagai data penunjang yaitu melalui wawancara dengan narasumber yaitu di Kejaksaan Negeri Sleman dengan Ibu Sri Hartati selaku Jaksa Pidana Khusus tindak pidana korupsi.

12 2. Cara Pengumpulan Data Dalam rangka penulisan hukum ini, pengumpulan data dilakukan dengan metode : a. Studi Kepustakaan Mengumpulkan data sekunder yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dengan cara mempelajari dan memahami buku-buku literatur atau buku bacaan yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini, juga pendapat pakar-pakar dan ahli-ahli dan juga peraturan-peraturan perundang-undangan. b. Wawancara Wawancara, yaitu cara pengumpulan data dengan menggajukan pertanyaan kepada narasumber tentang obyek yang diteliti berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. 3. Metode Analisis Bahan hukum primer yang telah dikumpulkan dianalisis, dideskripsikan, disitemasisasikan, diinterprestasikan dan dilakukan penelitian hal ini sesuai dengan 5 tugas ilmu hukum normativ. Sedangkan bahan hukum sekunder yang berupa fakta hukum, doktrin, asas-asas hukum, pendapat hukum dalam litelatur, jurnal, hasil penelitian, dokumen, surat kabar, internet, dan majalah ilmiah dianalisis untuk menemukan persamaan dan perbedaanya, dari data yang diperoleh tersebut dianalisis untuk menemukan perbedaan dan persamaanya.

13 4. Proses berfikir Data yang diperoleh di analisi secara kualitatif, yaitu suatu tata cara penelitian menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu menganalisis,meneliti dan mempelajari secara utuh apa yang dinyatakan narasumber. Dalam analisis ini dipakai metodelogi berfikir deduktif yang menarik kesimpulan dengan proses awal yang umum (pengamatan baru) dan berahkir dengan suatu kesimpulan (sebagai hasil pengamatan) pengetahuan khusus 2 H. Sistematika penulisan Hukum / Skripsi Penulisan hukum ini disusun secara sitematis dalam bab per bab saling berhubungan dengan tujuan agar terwujud penulisan hukum yang menghasilkan keterangan jelas dan sistematis. Bab-bab tersebut adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Yaitu meliputi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II PEMBAHASAN Dalam bab pembahasan berisi tinjauan tentang tindak pidana korupsi, yaitu pengertian tindak pidana korupsi,jenis-jenis tindak pidana korupsi dan jenis-jenis sanksi tindak pidana korupsi Selanjutnya 2 Bambang Sugiono, 2003, Metodelogi Penelitian Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm 10

14 pembahasan tinjauan tentang sanksi pidana tambahan, yaitu sanksi pidana tambahan uang pengganti, perampasan aset sebagai uang pengganti. Dalam bab II pembahasan terahkir tentang perampasan aset menurut UU PTPK melalui jalur pidana dan jalur perdata. BAB III PENUTUP Bab yang terahkir dari penulisan hukum yang disusun oleh penulis. Bab ini terbagi dalam dua bagian besar yaitu bagian kesimpulan dan bagian saran.