BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau memperbaiki keadaan suatu negara. Dengan adanya kewajiban

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari segala bidang. Pembangunan tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

I. PENDAHULUAN. Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APA ITU DAERAH OTONOM?

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

DAFTAR ISI. Elita Dewi: Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, 2002 USU Repository 2006

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang luas, nyata dan bertanggung jawab Kepada Daerah secara profesional. Hal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

L E M B A R A N D A E R A H

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 1 TAHUN 2013 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DANA BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI DESA DAN ALOKASI DANA DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (supremacy of law).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

BAB I PENDAHULUAN. mengingat kebutuhan serta kompleksitas permasalahan yang ada saat ini.

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk

Transkripsi:

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Kebijakan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran Menurut Carl Fredric, kebijakan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu di mana terdapat beberapa hambatan (kesulitankesulitan) dan kemungkinan kemungkinan (kesempatan-kesempatan) di mana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud (Agustino, 2008 : 7). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan definisi kebijakan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman ini bisa amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya yang seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu program, mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana (Edy, 2005 : 7) Thomas R Dye mengemukakan bahwa kebijakan sebagai whatever government choose to do or not to do yang dalam bahasa Indonesia berarti apapun juga yang dipilih pemerintah, baik mengerjakan sesuatu ataupun tidak mengerjakan (mendiamkan) sesuatu. ( Didik Fatkhur dkk, 2013 : 963) Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya

13 pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu. 2. Tinjauan Tentang Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia didasarkan pada Pasal 18 Amandemen Keempat UUD 1945, yang dinyatakan dari ayat (1) sampai ayat (7) Pasal 18 adalah sebagai berikut : a. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang b. Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. c. Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. d. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. e. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. f. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pambantuan. g. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang-undang. Dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dilakukan berberapa kali perubahan, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa Urusan Pemerintahan terdiri atas

14 urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Kemudian dalam ayat (4) disebutkan bahwa Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah Gubernur, Bupati, atau Wali Kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dirubah terakhir melalui Perubahan kedua Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 1 angka 6 menjelaskan definisi otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Tujuan otonomi daerah, adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, daya saing daerah dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah menekankan pentingnya prinsipprinsip demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat, dan pemerataan keadilan dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkenaan dengan potensi dan keanekaragaman antar daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini dianggap sangat penting, karena tantangan perkembangan lokal, nasional, regional, dan internasional di berbagai bidang ekonomi, politik dan kebudayaan terus meningkat dan mengharuskan diselenggarakannya otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional.

15 Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat (HAW. Widjaja, 2007 : 133). Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional dan berkeadilan, jauh dari praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme serta adanya perimbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian prinsip otonomi daerah adalah sebagai berikut : (HAW. Widjaja, 2007 : 7-8). a. Prinsip Otonomi Luas Yang dimaksud otonomi luas adalah kepala daerah diberikan tugas, wewenang, hak, dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintahan yang tidak ditangani oleh pemerintah pusat sehingga isi otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah memiliki banyak ragam dan jenisnya. Di samping itu, daerah diberikan keleluasaan untuk menangani urusan pemerintahan yang diserahkan itu, dalam rangka mewujudkan tujuan dibentuknya suatu daerah, dan tujuan pemberian otonomi daerah itu sendiri terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan potensi dan karakteristik masing-masing daerah. b. Prinsip Otonomi Nyata Yang dimaksud prinsip otonomi nyata adalah suatu tugas, wewenang dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintahan yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah masing-masing. c. Prinsip Otonomi Yang Bertanggungjawab Yang dimaksud dengan prinsip otonomi bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan

16 dengan tujuan pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Walaupun demikian daerah-daerah memiliki otonomi luas tidaklah berarti daerah tersebut bebas melaksanakan kewenangannya, dan tetap dilakukan pengawasan dari pemerintah, sebagaimana pendapat Bagir Manan : Pengawasan (toezicht, supervision) merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kebebasan berotonomi. Antara kebebasan dan kemandirian berotonomi di suatu pihak dan pengawasan di pihak lain, merupakan dua sisi dari satu lembar mata uang dalam negara kesatuan dengan sistem otonomi (desentralisasi) Kebebasan dan kemandirian berotonomi dapat dipandang sebagai pengawasan atau kendali terhadap kecenderungan sentralisasi yang berlebihan. Sebaliknya pengawasan merupakan kendali terhadap desentralisasi berlebihan. Tidak ada otonomi tanpa sistem pengawasan (A. Zakarsi, 2011 : 50). Peranan dan kedudukan pemerintahan daerah sangat strategis, dan sangat menetukan secara nasional, sehingga paradigma baru pemerintahan yang berbasis daerah akan berimplikasi pada bergesernya tugas dan fungsi pemerintah pusat lebih banyak ke arah penyelenggaraan fungsi pengarah dan mendelegasikan sebagian besar kegiatan di daerah dengan memberi kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya kepada daerah. Ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah sebagai berikut : (Adrian Sutedi, 2009 : 10) a. Kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola, dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan b. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu Pendapatan Asli Daerah harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

17 3. Tinjauan Tentang Peraturan Daerah Peraturan Daerah adalah instrumen aturan yang secara sah diberikan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Kedudukan dan fungsi Peraturan Daerah tentunya berbeda antara yang satu dengan lainnya sejalan dengan sistem ketatanegaraan yang termuat dalam Konstitusi dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Menurut Van Der Tak Peraturan perundang-undangan merupakan hukum tertulis yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, berisi aturan-aturan tingkah laku yang bersifat abstrak dan mengikat umum ( Aziz Syamsudin, 2011 : 13 ) Peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas perbantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing masing daerah. Kewenangan pembentukan peraturan daerah ini merupakan suatu pemberian wewenang (atribusian) untuk mengatur daerahnya (Maria Farida Indrati, 2007:202). Pemerintahan Daerah akan sangat bergantung pada kebijakan yang lebih tinggi tingkatannya dalam hal ini kebijakan yang menjadi dasar penentu munculnya konsep Pemerintahan Daerah, mengingat bahwa diatas kebijakan yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah (Undang-Undang), terdapat kebijakan yang lebih tinggi tingkatannya, yakni UUD atau Konstitusi. Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 7 menyebutkan bahwa jenis dan hirarkhi Peraturan Perundang-undangan di Indonesia terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketepatan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Penggati Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

18 Penyusunan Peraturan Daerah harus memiliki tiga landasan, adapun landasan tersebut adalah sebagai berikut (Ida Zuraida, 2013:14) : a. Landasan Filosofis, adalah suatu rumusan perundang-undangan harus mendapatkan pembenaran yang dapat diterima jika dikaji secara filosofis. Pembenaran itu harus sesuai dengan cita-cita dan pandangan hidup masyarakat, yaitu cita-cita kebenaran, cita-cita keadilan dan cita-cita kesusilaan. b. Landasan Sosiologis, adalah suatu perundang-undangan harus sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Oleh karena itu hukum yang dibentuk harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. c. Landasan Yuridis, adalah suatu peraturan perundang-undangan harus mempunyai landasan hukum atau dasar hukum atau legalitas yang terdapat dalam ketentuan lain yang lebih tinggi Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, peraturan daerah di bentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Peraturan daerah sebagai salah satu bentuk perturan perundang-undangan merupakan bagian dari pembangunan sistem hukum nasional. Peraturan daerah yang baik dapat terwujud apabila didukung oleh metode dan standar yang tepat sehingga memenuhi teknis pembentuka peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011. 4. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu komponen sumber pendapatan daerah sebagaimana yang telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Pengelolaan pendapatan asli daerah yang efektif dan efisien perlu dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi daerah maupun perekonomian nasional.

19 Kontribusi yang dicapai dari pendapatan asli daerah dapat terlihat dari seberapa besar pendapatan tersebut disalurkan untuk membangun daerah agar lebih berkembang. Berdasarkan pada Pasal 285 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dilakukan berberapa kali perubahan, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis, yaitu : a. Pajak daerah, yaitu kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat b. Retribusi daerah, yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran/pemakaian karena memperoleh jasa yang diberikan oleh daerah atau dengan kata lain retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara langsung dan nyata, seperti retribusi Pelayanan Kesehatan, retribusi Pelayan Persampahan / Kebersihan, retribusi pelayanan pemakaman, retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair, dll. c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/bumn, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. d. Lain-lain PAD yang sah, yaitu penerimaan daerah yang berasal dari lainlain milik pemda, seperti hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, dll.

20 Pendapatan Asli Daerah merupakan modal dasar bagi tiap daerah dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan dan sekaligus merupakan suatu bukti terhadap tingginya tingkat kesadaran masyarakat dalam mendukung pemerintah, sekaligus bagaimana kemampuan daerah dalam menggali potensi sumber sumber Pendapatan Asli Daerah. 5. Tinjauan Tentang Retribusi Berdasarkan Pasal (1) angka 64 Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan ( Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ). Halim berpendapat bahwa retribusi adalah pungutan yang dilakukan pemerintah sebagai akibat adanya kontraprestasi yang diberikan pemerintah daerah, atau pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan pemerintah daerah yang langsung dinikmati secara perseorangan oleh warga masyarakat dan pelaksanaannya didasarkan atas peraturan yang berlaku ( Harlan Evan Kapioru, 2014 : 108). Penerimaan pemerintah daerah selain dari pajak daerah dan bagi hasil pajak pusat yang diperuntukkan ke pemerintah daerah berasal dari retribusi daerah. Akan tetapi, untuk retribusi tiap daerah memiliki potensi yang berbeda satu sama lain, untuk itu pemerintah daerah harus dapat melihat peluang apa saja yang dapat dilakukan dalam menggali penerimaan dari retribusi untuk menunjang penerimaan. Karakteristik Pemungutan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut : (Ida Zuraida, 2013 : 85) a. Dapat dipungut apabila ada jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dan dinikmati oleh orang atau badan sesuai ketentuan yang berlaku. b. Pihak yang membayar retribusi daerah mendapat imbalan jasa secara langsung dari pemerintah daerah.

21 c. Wajib retribusi yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran dapat dikenai sanksi ekonomis d. Hasil penerimaan retribusi disetorkan ke kas daerah. e. Digunakan Untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Retribusi daerah digolongkan menjadi tiga jenis berdasarkan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah, yaitu : (( Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ). a. Retribusi Jasa Umum Retribusi jasa umum adalah retribusi atas pelayanan yang disediakan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingn dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi ini dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil atau atas kebijakan nasional atau daerah untuk memberikan pelayanan tersebut secara cuma cuma (Pasal 109) b. Retribusi Jasa Usaha Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi : pelayanan dengan memanfaatkan kekayaan daerah dan pelayanan yang belum mampu untuk dikelola swasta (Pasal 126) c. Perizinan Tertentu Pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.(pasal 140 ayat (1)) 6. Tinjauan Tentang Pengelolaan Parkir Transportasi merupakan salah satu jenis prasarana perkotaan dan menjadi salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat terutama untuk menunjang mobilitas masyarakat untuk melakukan

22 kegiatan sehari-hari. Parkir merupakan komponen penting dalam kebijakan transportasi terutama di kota besar, kurangnya lahan parkir dapat menyebabkan penumpukan kendaraan yang dapat menyebabkan kemacetan. Parkir didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak suatu kendaraan dalam jangka waktu tertentu (Adisasmita, 2011:173). Tempat parkir sebagai salah satu bentuk fasilitas layanan publik membutuhkan pengelolaan yang baik agar mampu memberikan pelayanan yang baik bagi pengguna jasa parkir, serta dapat dijadikan sebagi sumber pendapatan. Melihat lokasi parkir yang sebagian memakai badan jalan, maka diperlukan pengelolaan yang tepat agar tidak menimbulkan permasalahan lalu lintas. Parkir dapat menghasilkan pendapatan bagi Pemerintah Daerah melalui manajemen atau pengelolaan parkir yang baik. Pengelolaan parkir merupakan serangkaian kebijakan dan program yang digunakan oleh Pemerintah daerah untuk memperoleh pendapatan asli daerah melalui retribusi parkir secara efektif dan efisien. Pendapatan dari retribusi pengelolaan parkir ini kelk akan berguna bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah serta membantu meningkatkan pembangunan daerah.

23 B. Kerangka Pemikiran Pasal 18 A & B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dilakukan berberapa kali perubahan, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pendapatan Asli Daerah Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta Dalam Pengelolaan Retribusi Parkir Tepi Jalan Hambatan-Hambatan Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran

24 Penjelasan : Dalam Pasal 18 A dan Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah dijelaskan bahwa Indonesia menganut sistem otonomi daerah, yang berdampak Pemerintah Daerah memiliki kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Pengaturan mengenai Pelaksanaan Pemerintahan Daerah diatur melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dilakukan berberapa kali perubahan, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dimana didalamnya diatur mengenai sumber pendapatan asli daerah. Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan utama daerah untuk menjalanakan pemerintahan,. Pendapatan asli daerah meliputi pajak daerah, retribusi daerah, kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain lain pendapatan asli daerah yang sah. Salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah melalui retribusi. Retribusi merupakan pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara langsung dan nyata. Salah satu bentuk retribusi adalah retribusi parkir di tepi jalan, dimana penggunaan tepi jalan digunakan untuk lokasi parkir. Untuk meningkatkan pendapatan asli daerah melalui retribusi parkir dibuat kebijakan agar pengelolaan parkir tepi jalan lebih efektif. Dalam pelaksanaannya tentu banyak hambatan-hambatan yang menyebabkan kebijakan tersebut tidak berjalan dengan maksimal.