BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya, bakteri juga tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan penyakit infeksi. Penyakit infeksi ini juga merupakan penyebab utama kematian di dunia.(mardiastuti, 2007) ISPA meliputi infeksi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Salah satu yang termasuk dalam infeksi saluran pernapasan bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit, radang tenggorokan, influenza, bronchitis dan sinusitis sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran napas seperti paru itu salah satunya adalah pneumonia. (Klinikita, 2007). Bakteri Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri komensal dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40 %. Streptococcus pneumonia menyebabkan 20-30% kasus pneumonia yang didapat di komunitas dan menyebabkan 60-80% dari semua kasus pneumonia oleh bakteri. (Abdat, 2010). Menurut profil kesehatan data Depkes RI tahun 2008 Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit 1
2 ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita. Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 jumlah penderita ISPA (Pneumonia dan Pneumonia Berat) di Provinsi Jawa Timur mencapai 75.699 penderita dengan jumlah kematian 6 orang. Bakteri Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri komensal dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010). Streptococcus pneumoniae menyebabkan 20-30% dari seluruh kasus pneumonia yang didapat di komunitas di Indonesia dan menyebabkan 60-80% dari semua kasus pneumonia oleh bakteri. Selain itu, Streptococcus pneumoniae juga merupakan patogen nomor dua tersering pada meningitis bakterial (Mandal, et al, 2008). Insiden bakteri resisten yang meningkat merupakan tanda bahaya dan diperkirakan berlanjut meningkat seiring dengan banyaknya pemakaian antibiotik yang tidak rasional (WHO, 2002). Streptococcus pneumoniae juga resisten terhadap seftizoksim, tetrasiklin, dan eritromisin (Jawetz, 2008). Seiring dengan berkembangnya penggunaan tanaman obat dalam kesehatan dengan semboyan back to nature, keingintahuan masyarakat terhadap khasiat dan manfaat tanaman obatpun semakin berkembang. Saat ini masyarakat mulai menyadari bahwa pemakaian bahan kimia sering menimbulkan efek samping, sehingga lebih memilih menggunakan bahan alami yang berasal dari tumbuhan. Beberapa tumbuhan tertentu dapat menganung zat antimikroba yaitu bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme mikroba (Gumelar, 2008)
3 Penggunaan tanaman sebagai obat-obatan saat ini sudah cukup populer. Hasil survey di Amerika terhadap 1.204 orang, menunjukkan 34% menggunakan tanaman sebagai obat alternatif (Devitt, 2002). Survey lain yang dilakukan di Harvard tahun 1990-1997, penggunaan tanaman sebagai obat alternatif meningkat dari 2.5% menjadi 12.1% (Browne, 2002). Alasan dari pemakaian tanaman sebagai obat karena mereka merasa terapi dengan cara tersebut cukup aman, dan efektif (Devitt, 2002). Tanaman jeruk nipis tergolong suku Rutaceae. Jeruk nipis mempunyai banyak kegunaan dalam kehidupan manusia terutama sebagai bahan minuman dan obat tradisional. Berdasarkan pengalaman, air perasan buah jeruk nipis dapat menyembuhkan penyakit batuk. Selain buah, kulit buah jeruk nipis juga mempunyai kegunaan karena dalam kulit buah jeruk nipis tersebut mengandung minyak atsiri. Minyak atsiri kulit buah jeruk nipis diperoleh dari kulit buah terluar yang masak dan segar. Minyak ini digunakan sebagai bahan obat dan flavor (pengharum) pada makanan dan minuman (Guenther, 2006). Minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Minyak atsiri dapat menghambat beberapa jenis bakteri merugikan seperti E. coli, Salmonella sp, S. aureus, Klebsiella dan Pasteurella (Agusta, 2000). Berdasarkan hal-hal di atas peneliti ingin melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji efek antibakteri ekstrak kulit jeruk nipis terhadap Streptococcus pneumoniae. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi data awal untuk penelitian selanjutnya.
4 1.2 Rumusan masalah Apakah ekstrak kulit jeruk nipis ( Citrus aurantifolia ) mempunyai efek sebagai antibakteri terhadap bakteri Streptococcus pneumoniae? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk menguji efek ekstrak kulit jeruk nipis ( Citrus aurantifolia ) sebagai antibakteri terhadap bakteri Streptococcus pneumoniae. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Menentukan besarnya Kadar Hambat Minimum (KHM) ekstrak kulit jeruk nipis ( Citrus aurantifolia ) terhadap bakteri Streptococcus pneumoniae. 2. Menentukan besarnya Kadar bunuh Minimum ( KBM ) ekstrak kulit jeruk nipis ( Citrus aurantifolia ) terhadap bakteri Streptococcus pneumoniae. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademis 1. Secara teoritis penelitian ini ingin memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus pneumoniae. 2. Memperluas pengetahuan tentang ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia).
5 1.4.2 Manfaat klinis Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dapat memberikan data awal sebagai antibakteri terhadap bakteri Streptococcus pneumonia. 1.4.3 Manfaat masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) mempunyai sifat antibakteri terhadap bakteri Streptococcus pneumoniae.