- 1 - GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PANDUAN RUJUKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 59 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PANDUAN RUJUKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG

RUJUKAN. Ditetapkan Oleh Ka.Puskesmas SOP. Sambungmacan II. Kab. Sragen. Puskesmas. dr.udayanti Proborini,M.Kes NIP

UPATI TANJUNG JABUNG BARAT, NIP PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 21 TAHUN 2015

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTRA NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI BARAT

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 26 TAHUN 2013

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

TENTANG GUBERNUR BENGKULU,

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KUDUS T E N T A N G PEMBEBASAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN PADA PUSKESMAS DAN KELAS III DI RUMAH SAKIT BAGI PENDUDUK KABUPATEN KUDUS

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 87 TAHUN : 2008 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2008

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

PANDUAN RUJUKAN PASIEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PANDUAN PELAKSANAAN RUJUKAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK)

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PETUNJUK TEKNIS SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS BAGI PASIEN TIDAK MAMPU PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI

7. Peraturan Pemerintah...

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PROGRAM MULTIGUNA BIDANG KESEHATAN KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG,

BUPATI PURWOREJO TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DI KOTA JAMBI

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 17 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYANAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG

Menimbang: a. bahwa Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAGAS WARAS KABUPATEN KLATEN

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Transkripsi:

- 1 - GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat, perlu penataan penyelenggaraan kesehatan yang berjenjang dan berkesinambungan melalui mekanisme alur rujukan yang efektif dan efisien; b. bahwa sistem rujukan pelayanan kesehatan perlu diatur dalam sebuah peraturan Gubernur sebagai pedoman bagi fasilitas kesehatan, petugas kesehatan, dan masyarakat dalam melaksanakan rujukan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan kewenangan serta mengoptimalkan sumber daya yang ada; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang pembentukan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4033);

- 2-3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 8. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4592); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107).

- 3 - MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan 1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2. Pemerintah Kabupaten /Kota adalah Kabupaten/ Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 3. Dinas Kesehatan Provinsi adalah Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 4. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat. 6. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 7. Sistem Rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab, timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal atau horisontal, dalam arti dari unit yang kemampuannya kurang ke unit yang lebih mampu.

- 4-8. Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas masalah kesehatan masyarakat dan kasus-kasus penyakit yang dilakukan secara timbal balik secara vertikal maupun horizontal meliputi rujukan sarana, rujukan teknologi, rujukan tenaga ahli, rujukan operasional, rujukan kasus, rujukan ilmu pengetahuan dan rujukan bahan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh dokter (permenkes 922/2008). 9. Rujukan Spesimen atau penunjang diagnostik lainnya adalah rujukan pemeriksaan bahan yang berasal dan/atau diambil dari tubuh manusia untuk tujuan diagnostik, penelitian, pengembangan pendidikan, dan/atau analisis lainnya. 10. Rujukan balik adalah rujukan atas kasus yang dirujuk, fasilitas penerima rujukan akan mengembalikan pasien setelah diberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhannya, sehingga rujukan berjalan menurut alur yang ditetapkan. 11. Rujukan vertikal adalah Rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan. 12. Rujukan Horizontal adalah rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. 13. Pelayanan Kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh praktik bidan, praktik dokter umum, praktik dokter gigi, puskesmas beserta jaringannya dan klinik pratama. 14. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh praktik dokter spesialis, praktik dokter gigi spesialis, klinik utama, laboratorium klinis/kesehatan kabupaten/kota, laboratorium klinis/kesehatan swasta, rumah sakit kelas C dan rumah sakit kelas D. 15. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh rumah sakit kelas B dan rumah sakit kelas A. 16. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera, guna menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.

- 5-17. Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar yang selanjutnya disingkat PONED adalah Puskesmas dengan tempat perawatan yang mampu menangani pelayanan kegawatdaruratan medis dasar pada persalinan dan bayi baru lahir. 18. Rumah Sakit Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif yang selanjutnya disingkat PONEK adalah Rumah Sakit yang mampu menangani pelayanan kegawatdaruratan persalinan dan bayi baru lahir 24 jam secara paripurna. 19. Tenaga Medis Spesialis adalah tenaga ahli kedokteran dengan fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medis spesialistik kepada pasien secara bermutu dan menggunakan tata cara atau tehnik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggung jawabkan. 20. Pasien adalah setiap orang yang memerlukan pelayanan kesehatan. 21. Upaya rujukan pelayanan kesehatan adalah kegiatan yang diselenggarakan secara berkesinambungan, terpadu, dan paripurna melalui sistem rujukan. 22. Rujukan upaya kesehatan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab secara timbal balik baik horizontal maupun vertikal terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan. 23. Jenjang rujukan adalah tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan pelayanan medis dan penunjang. 24. Wilayah Rujukan Regional adalah pengaturan wilayah berdasarkan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstuktur untuk mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan sesuai dengan permasalahan kesehatan yang dimilikinya dengan efektif dan efisien.

- 6 - BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud dan tujuan ditetapkannya Peraturan Gubernur ini adalah: a. terwujudnya suatu mekanisme kerja yang mengatur secara efektif dan efisien alur pasien yang terintegrasi dan terpadu sesuai kebutuhan dan kewenangan medis melalui jalur rujukan, sehingga dapat mengoptimalkan sumber daya yang terbatas; b. sebagai panduan dalam pelaksanaan sistem rujukan pelayanan kesehatan, baik bagi petugas kesehatan maupun bagi masyarakat. BAB III PELAYANAN KESEHATAN Pasal 3 Pelayanan kesehatan terdiri dari: (1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama: a. Praktik Bidan; b. Klinik Bersalin; c. Klinik; d. Praktik Dokter Umum; e. Praktik Dokter Gigi; f. Puskesmas dan jaringannya (Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Poskesdes dan Polindes); g. Puskesmas PONED. (2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua/spesialistik : a. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten/Kota/ Provinsi; b. Rumah Sakit Swasta; c. Laboratorium Klinis/Kesehatan Kabupaten/Kota; d. Laboratorium Klinis/Kesehatan Swasta. (3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga/sub spesialistik : a. Rumah Sakit Rujukan Tertinggi (Top Referal) : Rumah Sakit Pemerintah Tipe B dan A di Jakarta atau Palembang; b. Rumah Sakit Rujukan Provinsi : Rumah Sakit Jiwa Provinsi; c. Rumah Sakit Rujukan Regional :

- 7-1. Rumah Sakit Umum Daerah Sungailiat; 2. Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah; 3. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Belitung. BAB IV KEGIATAN RUJUKAN Pasal 4 (1) Kegiatan rujukan meliputi pengiriman: a. rujukan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap; b. rujukan berupa spesimen atau penunjang diagnostik lainnya; c. rujukan bahan pemeriksaan laboratorium; dan/atau d. rujukan pengetahuan dan ketrampilan. (2) Rincian kegiatan rujukan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Gubernur ini. (3) Tata cara pelaksanaan sistem rujukan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Gubernur ini. Pasal 5 Pemberi pelayanan kesehatan/petugas kesehatan wajib terlebih dahulu memeriksa pasien yang akan dirujuk. Pasal 6 Pelaksanaan rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi standar : a. merujuk pasien; b. menerima rujukan pasien; c. memberi rujukan balik pasien; d. menerima rujukan balik pasien; e. pengelolaan pasien di ambulans.

- 8 - Pasal 7 Rujukan terhadap pasien dilakukan dalam hal: a. fasilitas pelayanan kesehatan memastikan tidak mampu memberikan pelayanan yang dibutuhkan pasien berdasarkan hasil pemeriksaan awal secara fisik atau pemeriksaan penunjang medis; dan/atau b. setelah memperoleh pelayanan kesehatan ternyata pasien memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu. Pasal 8 Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menerima rujukan harus merujuk kembali pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan asal rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 setelah memberi pelayanan kesehatan bagi pasien rujukan. Pasal 9 (1) Pemberi Pelayanan Kesehatan/Petugas Kesehatan wajib mengirimkan rujukan berupa spesimen atau penunjang diagnostik lainnya jika memerlukan pemeriksaan laboratorium, peralatan medik/teknik, dan/atau penunjang diagnostik yang lebih tepat, mampu dan lengkap. (2) Spesimen atau penunjang diagnostik lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikirim dan diperiksa dengan atau tanpa disertai pasien yang bersangkutan. (3) Jika sebagian spesimen telah diperiksa di laboratorium pelayanan kesehatan asal, laboratorium rujukan dapat memeriksa ulang dan memberi validasi hasil pemeriksaan pertama. (4) Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima rujukan spesimen atau penunjang diagnostik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 wajib mengirimkan laporan hasil pemeriksaan atas spesimen atau penunjang diagnostik lainnya yang telah diperiksa ke fasilitas pelayanan kesehatan asal.

- 9 - Pasal 10 (1) Fasilitas pelayanan kesehatan dapat mengajukan permintaan rujukan pengetahuan dan ketrampilan kepada Dinas Kesehatan Provinsi atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (2) Rujukan pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian: a. bimbingan klinis; b. bimbingan teknis/alih ketrampilan; dan/atau c. bimbingan kesehatan masyarakat. (3) Rujukan pengetahuan dan keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara: a. dokter spesialis yang dibutuhkan melakukan bimbingan secara berkala; b. residen senior ditugaskan di rumah sakit Kabupaten/Kota atau Kabupaten/Kota yang belum mempunyai dokter spesialis; c. magang atau pelatihan di rumah sakit umum yang lebih lengkap bagi dokter umum, bidan atau perawat dari puskesmas atau rumah sakit umum Kabupaten/Kota. (4) Dinas Kesehatan Provinsi memfasilitasi kerja sama tentang rujukan pengetahuan dan tenaga ahli/dokter spesialis antar fasilitas pelayanan kesehatan. BAB V JENJANG RUJUKAN Pasal 11 Pemberian pelayanan kesehatan dan pemberian fasilitas kesehatan harus dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis dan dimulai dari pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pasal 12 Pengiriman rujukan harus dilakukan secara berjenjang dengan ketentuan: a. Rujukan dari pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama harus dikirimkan ke pemberi pelayanan kesehatan yang setara atau tingkat kedua; dan

- 10 - b. Rujukan dari pemberi pelayanan kesehatan tingkat kedua harus dikirimkan ke pemberi pelayanan kesehatan yang setara atau tingkat ketiga. Pasal 13 Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan, dan peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan, rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai kebutuhan pasien, kecuali dalam keadaan darurat, bencana, dan kekhususan permasalahan pasien. BAB VI WILAYAH RUJUKAN REGIONAL Pasal 14 (1) Untuk memudahkan keterjangkauan masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu, Kabupaten/Kota mengembangkan Wilayah Rujukan Regional. (2) Wilayah Rujukan Regional ditentukan berdasarkan: a. Target jumlah penduduk, jarak dan waktu tempuh; b. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dibina seperti Puskesmas, Klinik Pengobatan, Balai Kesehatan, Praktek Swasta, Rumah Bersalin, Laboratorium Klinik/Kesehatan dan Rumah Sakit Kabupaten/Kota, Rumah Sakit Swasta, dan Rumah Sakit Provinsi serta Rumah Sakit Vertikal; c. Wilayah administratif Kabupaten/Kota dan Provinsi; d. Data kunjungan pasien dari dalam dan luar wilayah administratif. (3) Wilayah Rujukan Regional meliputi: a. Wilayah Rujukan Regional yang terdiri dari: 1. Wilayah Rujukan Regional 1 (satu) Rumah Sakit Umum Daerah Sungailiat meliputi Kabupaten Bangka dan Bangka Barat, yang terdiri dari Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rumah Sakit Umum Daerah Sejiran Setason, Rumah Sakit Umum Swasta di wilayah Bangka dan Bangka Barat, Puskesmas/ Klinik Swasta/ Rumah Bersalin/Balai Pengobatan;

- 11-2. Wilayah Rujukan Regional 2 (dua) Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah meliputi Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Selatan dan Kota Pangkalpinang, yang terdiri dari Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten/Kota di wilayah tersebut, Rumah Sakit Umum Swasta / Klinik Swasta / Rumah Bersalin / Balai Pengobatan dan Puskesmas; 3. Wilayah Rujukan Regional 3 (tiga) Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Belitung meliputi Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur yang terdiri dari Rumah Sakit Umum Daerah Belitung Timur, Rumah Sakit Umum Swasta, Puskesmas di wilayah Belitung dan Belitung Timur, Klinik Swasta/ Rumah Bersalin/Balai Pengobatan. b. Wilayah Rujukan Provinsi meliputi seluruh wilayah Kabupaten/Kota dengan Fasilitas Pelayanan Rujukan Tertingginya Rumah Sakit Pemerintah atau Swasta minimal Kelas B dan Laboratorium Klinik Utama Pemerintah/Swasta ditentukan dengan Surat Keputusan Bupati/Walikota. c. Wilayah Rujukan Regional Kabupaten/Kota dan Fasilitas Pelayanan Rujukan Tertingginya Rumah Sakit Pemerintah atau Rumah Sakit Swasta minimal Kelas C. BAB VII SYARAT RUJUKAN Pasal 15 (1) Pembuat rujukan harus: a. mempunyai kompetensi dan wewenang merujuk; b. mengetahui kompetensi dan wewenang sasaran/tujuan rujukan; c. mengetahui kondisi serta kebutuhan objek rujukan; d. memberikan penjelasan mengenai diagnosis, terapi, alasan dan tujuan dilakukan rujukan, resiko atau penyulit yang dapat timbul selama perjalanan; e. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien tersebut; dan

- 12 - f. melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai kondisi medis serta sesuai kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan. (2) Surat rujukan harus mencantumkan: a. unit yang mempunyai tanggung jawab dalam rujukan, baik yang merujuk atau yang menerima rujukan; b. tanda tangan tenaga medis yang memiliki kompetensi di bidangnya; c. pelayanan medis dan rujukan medis yang dibutuhkan. (3) Surat rujukan harus dilampiri: a. formulir rujukan balik; b. kartu jaminan kesehatan; dan c. dokumen hasil pemeriksaan penunjang. (4) Rujukan pasien/spesimen harus dilakukan jika: a. keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan memerlukannya, kecuali dengan alasan yang sah dan mendapat persetujuan pasien atau keluarganya. Alasan yang sah sebagaimana di maksud adalah pasien tidak dapat ditransportasikan atas alasan medis, sumber daya, atau geografis; b. pasien memerlukan pelayanan medis spesialis dan/atau subspesialis yang tidak tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan semula; dan/atau c. pasien memerlukan pelayanan penunjang medis lebih lengkap yang tidak tersedia difasilitas pelayanan kesehatan asal. Pasal 16 Pemberi pelayanan kesehatan/tenaga kesehatan dilarang merujuk, menentukan tujuan rujukan, atau menerima rujukan atas dasar kompensasi/imbalan dari fasilitas pelayanan kesehatan. BAB VIII KEWAJIBAN PENGIRIM DAN PENERIMA RUJUKAN Pasal 17 (1) Pengirim rujukan wajib: a. memberi penjelasan atau alasan kepada pasien atau keluarganya atas tindakan rujukan atau keputusan melakukan rujukan;

- 13 - b. meminta konfirmasi dan memastikan kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan tujuan rujukan; c. membuat surat rujukan dengan melampirkan hasil diagnosis pasien dan resume catatan medis; d. mencatat pada register dan membuat laporan rujukan; e. menstabilkan keadaan umum pasien dan memastikan stabilitas pasien dipertahankan selama perjalanan menuju ke tempat rujukan; f. menyerahkan surat rujukan kepada pihak yang berwenang di fasilitas pelayanan kesehatan tempat rujukan melalui tenaga kesehatan yang mendampingi pasien; dan g. melaksanakan ketentuan yang ada pada jaminan kesehatan dan badan penjamin kesehatan. (2) Pengirim rujukan harus memperhatikan kelengkapan perjalanan ke tempat rujukan yang meliputi: a. sarana transportasi yang digunakan wajib dilengkapi alat resusitasi, perlengkapan kegawatdaruratan (emergency kit), oksigen, sarana komunikasi dan dapat menjamin pasien sampai ke tempat rujukan tepat waktu; b. pasien didampingi oleh tenaga kesehatan yang terampil dalam tindakan kegawatdaruratan, mengetahui keadaan umum pasien dan mampu menjaga stabilitas pasien sampai tiba di tempat rujukan; dan c. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat darurat Pasal 18 Penerima rujukan wajib: a. menerima surat rujukan dan membuat tanda terima pasien; b. mencatat kasus rujukan dan membuat laporan penerimaan rujukan; c. membuat diagnosis dan melaksanakan tindakan medis yang diperlukan serta melaksanakan perawatan; d. melaksanakan catatan medis sesuai ketentuan; e. memberikan informasi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan pemberian tindakan yang berkenaan dengan rujukan pasien kepada fasilitas pengirim rujukan; dan

- 14 - f. membuat rujukan balik ke pengirim rujukan untuk menindaklanjuti perawatan selanjutnya yang tidak memerlukan pelayanan medis atau spesialistik atau subspesialistik setelah kondisi pasien stabil. BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 19 (1) Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan. (2) Pembiayaan rujukan bagi pasien yang bukan peserta asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan menjadi tanggung jawab pasien dan/atau keluarganya. (3) Pemberian rujukan untuk pasien jaminan kesehatan harus disertai kejelasan tentang pembiayaan rujukan dan pembiayaan di fasilitas kesehatan tujuan rujukan. (4) Pasien jaminan kesehatan harus dirujuk ke rumah sakit yang mengadakan kerjasama dengan penyelenggara jaminan kesehatan. BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 20 Dinas Kesehatan Provinsi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota terhadap pelaksanaan sistem rujukan yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan peran, fungsi, tugas dan wewenang masing-masing. BAB XI PENCATATAN DAN PELAPORAN Pasal 21 Pencatatan dibuat oleh petugas di fasilitas pelayanan kesehatan yang mencakup pencatatan atas jumlah pasien rujukan, pasien rujukan yang diterima, diagnosa dan tujuan Rumah Sakit sesuai format sebagai salah satu dokumen pendukung pelaporan yang ada.

- 15 - Pasal 22 (1) Pelaporan secara rutin disampaikan setiap bulan oleh fasilitas pelayanan kesehatan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (2) Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melakukan rekapitulasi laporan dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan di wilayah kerjanya untuk kemudian diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi. Laporan ini dikirim setiap triwulan paling lambat minggu pertama pada triwulan berikutnya. Pasal 23 Tata cara pencatatan dan pelaporan sebagaimana di maksud pada pasal 21 dan pasal 22 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Gubernur ini. BAB XII MONITORING DAN EVALUASI Pasal 24 (1) Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi minimal setahun sekali dengan menganalisa tiap laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota tentang permasalahan dalam pelaksanaan sistem rujukan. (2) Dinas Kesehatan Provinsi melakukan koordinasi dengan semua unit pelayanan kesehatan yang ada guna perbaikan sistem rujukan secara berkesinambungan.

- 16 -

- 17 - LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR : 20 2014 TANGGAL : 30 JANUARI 2014 RINCIAN KEGIATAN RUJUKAN 1. Rujukan pasien Pengiriman pasien rujukan harus dilaksanakan sesuai dengan indikasi medis untuk perawatan dan pengobatan lebih lanjut ke sarana pelayanan yang lebih lengkap. Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima rujukan harus merujuk kembali pasien ke sarana kesehatan yang mengirim, untuk mendapatkan pengawasan pengobatan dan perawatan termasuk rehabilitasi selanjutnya. 2. Rujukan spesimen atau penunjang diagnostik lainnya a. Pemeriksaan: Spesimen atau penunjang diagnostik lainnya yang dirujuk, dikirimkan ke laboratorium atau fasilitas penunjang diagnostik rujukan guna mendapat pemeriksaan laboratorium atau fasilitas penunjang diagnostik yang tepat. b. Pemeriksaan Konfirmasi. Sebagian spesimen yang telah diperiksa di laboratorium puskesmas, rumah sakit atau laboratorium lainnya boleh dikonfirmasi ke laboratorium yang lebih mampu untuk divalidasi hasil pemeriksaan pertama. 3. Pengalihan pengetahuan dan keterampilan Dokter spesialis dari rumah sakit dapat berkunjung secara berkala ke puskesmas apabila sudah ada kesepakatan antara pihak Puskesmas dan Rumah Sakit. Dokter asisten spesialis/residen senior dapat ditugaskan di rumah sakit kabupaten/kota, Puskesmas yang membutuhkan atau kabupaten/kota yang belum mempunyai dokter spesialis. Kegiatan menambah pengetahuan0dan ketrampilan bagi dokter umum, bidan atau perawat dari puskesmas atau rumah sakit umum kabupaten/kota dapat berupa magang atau pelatihan di rumah sakit umum yang lebih lengkap. 4. Sistem Informasi Rujukan a. Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim dan dicatat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke

- 18 - dokter tujuan rujukan, yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal dan jam pengiriman, status jaminan kesehatan yang dimiliki pasien baik pemerintah atau swasta, tujuan rujukan penerima, nama dan identitas pasien, resume hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosa, tindakan dan obat yang telah diberikan, termasuk pemeriksaan penunjang diagnostik, kemajuan pengobatan, nama dan tanda tangan dokter/bidan yang memberikan pelayanan serta keterangan tambahan yang dipandang perlu. b. Informasi balasan rujukan dibuat oleh dokter yang telah merawat pasien rujukan. Surat balasan rujukan yang dikirimkan kepada pengirim pasien rujukan, memuat nomor surat, tanggal, status jaminan kesehatan yang dimiliki, tujuan rujukan penerima, nama dan identitas pasien, hasil diagnosa setelah dirawat, kondisi pasien saat keluar dari perawatan dan tindak lanjut yang diperlukan. c. Informasi rujukan spesimen dibuat oleh pihak pengirim dengan mengisi surat rujukan spesimen, yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal, status jaminan kesehatan yang dimiliki, tujuan rujukan penerima, jenis/bahan/asal spesimen, nomor spesimen yang dikirim, tanggal pengambilan spesimen, jenis pemeriksaan yang diminta, nama dan identitas pasien, serta diagnosis klinis. Informasi balasan hasil pemeriksaan bahan/spesimen yang dirujuk dibuat oleh pihak laboratorium penerima dan segera disampaikan pada pihak pengirim dengan menggunakan format yang berlaku di laboratorium yang bersangkutan. d. Informasi alih pengetahuan oleh tenaga ahli/dokter spesialis, kepala puskesmas, kepala klinik atau Direktur rumah sakit membuat permintaan permohonan ditujukan kepada fasilitas kesehatan / institusi pendidikan yang dituju dengan tembusan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang berisikan antar lain : nomor surat, tanggal, perihal permintaan tenaga ahli dan menyebutkan jenis spesialisasinya, waktu dan tempat kehadiran jenis spesialisasi yang diminta, maksud keperluan tenaga ahli diinginkan dan sumber biaya atau besaran biaya yang disanggupi, surat permintaan alih teknologi oleh tenaga ahli / dokter spesialis.

- 19 -

- 20 - mmmmmmmmmlla LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR : 20 2014 TANGGAL : 30 JANUARI 2014 TATA CARA PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN I. Merujuk Dan Menerima Rujukan Pasien Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk, kriteria pasien yang layak untuk dirujuk adalah sebagai berikut : a. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi; b. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu diatasi; c. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan; dan/atau d. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu. Dalam prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ada dua pihak yang terlibat yaitu pihak yang merujuk dan pihak yang menerima rujukan dengan standar prosedur operasional sebagai berikut : a. Standar Prosedur Operasional Merujuk Pasien 1. Prosedur Klinis: a) Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medik untuk menentukan diagnosis utama dan diagnosis banding. b) Memberikan tindakan stabilisasi sesuai kasus berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO). c) Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan. d) Untuk pasien gawat darurat harus didampingi tenaga kesehatan yang kompeten di bidangnya dan mengetahui kondisi pasien. e) Pasien (pada point 4) diantar dengan kendaraan ambulans, agar petugas dan kendaraan pengantar tetap menunggu sampai pasien di IGD mendapat kepastian pelayanan, apakah akan dirujuk atau ditangani di fasilitas pelayanan kesehatan setempat.

- 21 - f) Rujukan kasus yang memerlukan standart kompetensi tertentu (subspesialis) Pemberi Pelayanan Kesehatan tingkat I (Puskesmas,Dokter Praktek, Bidan Praktek, Klinik) dapat merujuk langsung ke rumah sakit rujukan yang memiliki kompetensi tersebut. 2. Prosedur Administratif: a) Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan medis. b) Membuat rekam medis pasien. c) Menjelaskan/memberikan Informed Consernt (persetujuan/penolakan rujukan) d) Membuat surat rujukan pasien rangkap 2, lembar pertama dikirim ke tempat rujukan bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua disimpan sebagai arsip. e) Mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien. f) Menyiapkan sarana transportasi g) Menghubungi rumah sakit yang akan dituju dengan menggunakan sarana komunikasi dan menjelaskan kondisi pasien. h) Pengiriman dan penyerahan pasien disertai surat rujukan ke tempat rujukan yang dituju. i) Fasilitas pelayanan kesehatan perujuk membuat laporan. b. Standar Prosedur Operasional Menerima Rujukan Pasien. 1. Prosedur Klinis: a) Segera menerima dan melakukan stabilisasi/evaluasi pasien rujukan sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO). b) Setelah stabil, pasien dibawa ke ruang perawatan elektif untuk perawatan selanjutnya atau dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu (jumlah tempat tidur/tenaga yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan) c) Melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan klinis pasien. 2. Prosedur Administratif: a) Menerima, meneliti dan menandatangani surat rujukan pasien yang telah diterima untuk ditempelkan di kartu status pasien.

- 22 - b) Apabila pasien tersebut dapat diterima kemudian membuat tanda terima pasien sesuai aturan masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan. c) Mengisi hasil pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan pada rekam medis dan diteruskan ke tempat perawatan selanjutnya sesuai kondisi pasien d) Membuat informed consent (persetujuan tindakan, persetujuan rawat inap atau pulang paksa). e) Segera memberikan informasi tentang keputusan tindakan /perawatan yang akan dilakukan kepada petugas / keluarga pasien yang mengantar. f) Apabila tidak sanggup menangani (sesuai perlengkapan Puskesmas / RS yang bersangkutan), maka harus merujuk ke RS yang lebih mampu dengan membuat surat rujukan pasien rangkap 2, diisi lengkap kemudian surat rujukan yang asli dibawa bersama pasien, prosedur selanjutnya sama seperti merujuk pasien. g) Mencatat identitas pasien dalam buku register yg ditentukan. h) Rumah Sakit membuat laporan Triwulan. c. Standar Prosedur Operasional Memberi Rujukan Balik Pasien 1. Prosedur Klinis: a) Rumah Sakit atau Puskesmas yang menerima rujukan pasien wajib memberikan umpan balik ke Rumah Sakit/Puskesmas/Dokter Praktek/Bidan Praktek/Klinik pengirim setelah dilakukan proses antara lain: 1) Sesudah pemeriksaan medis, diobati dan dirawat selanjutnya pasien perlu di tindaklanjuti oleh Rumah Sakit/Puskesmas/Dokter Praktek/Bidan Praktek/Klinik pengirim. 2) Sesudah pemeriksaan medis, diselesaikan tindakan kegawatan klinis, tetapi masih memerlukan pengobatan dan perawatan selanjutnya yang dapat dilakukan di Rumah Sakit/Puskesmas/Dokter Praktek/Bidan Praktek/Klinik pengirim.