BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kebijakan struktur modal melibatkan pertimbangan trade-off antara risiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa kajian teori. Teori teori struktur modal bertujuan sebagai landasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Dalam kenyataannya ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar struktur modal berkaitan dengan sumber dana, baik itu sumber internal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham (Weston dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profitabilitas (profitability) adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup perusahaan. Keberhasilan suatu perusahaan tidak hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perbandingan antara modal asing (jangka panjang) dengan modal sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Myes dan Majluf Disebut sebagai pecking order theory karena teori ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian, Tujuan dan Komponen Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Modal (Munawir, 2001) adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam mendanai kegiatan operasionalnya, perusahaan memiliki dua alternatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam praktiknya laporan keuangan oleh perusahaan dibuat dan disusun sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2. TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Bambang Riyanto (2008:35) menyatakan bahwa profitabilitas adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Riyanto (2002:209), sumber modal (pendanaan) dapat berasal dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini pada dasarnya mengacu pada penelitian yang dilakukan

mengelola modal sendiri untuk menghasilkan laba. BAB II TINJAUAN PUSTAKA adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham

LANDASAN TEORI. dalam perusahaan yaitu keseimbangan antara aktiva dengan pasiva yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berjudul Factors Determining the Capital Structure of Pharmaceutical

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II URAIAN TEORITIS. panjang yang digunakan oleh perusahaan, sedangkan struktur keuangan

I. PENDAHULUAN. Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk mencari profitabilitas. Profitabilitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Laporan keuangan. keuangan tersebut untuk menentukan atau menilai posisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepada para pemegang saham atau equity investor. Dividen merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. bisnis khususnya dalam bidang perekonomian. Tujuan perusahaan yakni mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jumlah cabang, dan sebagainya. Profitabilitas adalah hasil bersih dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam mendanai kegiatan operasionalnya, perusahaan memiliki dua alternatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Yuliati (2010) tentang Pengujian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pecking Order Theory menurut Myers (1984), menyatakan bahwa perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian terdahulu yang dijadikan landasan penulis adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memaksilalkan nilai perusahaan. Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri

Bab II. Tinjauan Pustaka

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham (Sawir, 2009:10).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam mendanai aktivanya (Sawir, 2004:2).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Brigham dan Houston (2001) struktur modal adalah bauran dari hutang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pembaca dalam memahami maksud dari variabel-variabel yang akan diteliti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan untuk digunakan dalam operasinya. Suatu perusahaan pada umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan masalah penelitian serta perumusan hipotesis.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya perusahaan membutuhkan dana dalam jumlah tertentu

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. maksimal seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terdapat di neraca. Menurut Munawir (2004:32) solvabilitas menunjukkan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengaruh struktur aktiva, profitabilitas, ukuran, dan pertumbuhan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yang belum memiliki rumah. Disisi lain pemerintah juga sulit untuk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan dalam dunia bisnis dan ekonomi yang semakin keras telah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan bertujuan untuk mencari profitabilitas. Profitabilitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. informasi antara pihak manajemen dengan pihak-pihak lain yang berkepentingan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama investor dalam menanamkan modalnya di sebuah perusahaan yaitu

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, umumnya suatu perusahaan memerlukan dana

BAB II URAIAN TEORITIS. Studi empiris yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dianggap layak. Masalah penarikan dana (raising of fund) dianggap menarik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modal sendiri dalam perusahaan. Keputusan struktur modal berkaitan dengan pemilihan

BAB I PENDAHULUAN. peluang yang akan dihadapi oleh Indonesia dengan adanya AFTA. AFTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Modal dan Strukur Modal

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Laba Bersih ROE = x 100% Modal Sendiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh invesment opportunity

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori Keputusan Keuangan Konsep manajerial pada perusahaan publik memiliki tujuan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham dan Gapenski, 1996, dalam Wahidahwati, 2002).Tujuan tersebut seringkali hanya bisa dicapai apabila pemilik modal menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para profesional (manajerial) atau sering disebut agen, karena pemilik modal memiliki banyak keterbatasan.maka dari itu, Manajer diharapkan melakukan tindakan yang terbaik bagi perusahaan dengan memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran dapat dicapai (Jensen dan Meckling, 1976, dalam Wahidahwati, 2002). Para profesional ini akan bertanggung jawab terhadap: 1) keputusan alokasi dana baik yang berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan untuk investasi, 2) keputusan pembelanjaan, dan 3) keputusan deviden. Menurut Handono Mardiyanto (2009) dalam pengambilan keputusan keuangan, manajer keuangan suatu perusahaan dihadapkan pada tiga keputusan, yaitu keputusan pendanaan, keputusan investasi, dan kebijakan dividen.ketiga keputusan tersebut diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan.

21 1. Keputusan Investasi Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana kedalam bentuk bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang. Bentuk, macam dan komposisi dari investasi tersebut akan mempengaruhi dan menunjang tingkat keuntungan di masa depan yang diharapkan dari investasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. 2. Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. 3. Kebijakan Dividen Dividen merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham.oleh Karena itu deviden ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Menurut Sutrisno (2005 : 5-6) Fungsi manajemen keuangan terdiri dari tiga keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan diantaranya: keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan keputusan dividen.

22 1. Keputusan investasi Keputusan investasi merupakan masalah bagai mana manjer keuangan harus mengalokasikan dana dalam bentuk bentuk investasi yang akan menguntungkan di masa yang akan datang. 2. Keputusan pendanaan Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhankebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. 3. Keputusan deviden Keputusan deviden merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan: a. Besarnya persentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk cash deviden. b. Stabilitas deviden yang dibagikan. c. Deviden saham (Stock deviden) d. Pemecahan saham (Stock Split) e. Penarikan kembali saham yang beredar yang semuanya di tunjukan untuk meningkaatkan kemakmuran para pemegang saham.

23 2.2 Tinjauan Tentang Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan menyangkut keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan dipergunakan oleh perusahaan (Husnan, 2002). Keputusan pendanaan merupakan kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber dana sehingga dapat digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Keputusan yang diambil oleh manajemen dalam pencarian sumber dana tersebut sangat dipengaruhi oleh para pemilik/pemegang saham. Sesuai dengan tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham, maka setiap kebijakan yang akan diambil oleh pihak manajemen selalu dipengaruhi oleh keinginan para pemegang saham (Brigham, 1983). Dasar keputusan pendanaan atau kebijakan pendanaan berkaitan dengan sumber dana, baik itu sumber internal maupun sumber eksternal. Modal internal berasal dari laba ditahan, sedangkan modal eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian didalam perusahaan. Modal yang berasal dari kreditur adalah merupakan utang perusahaan.modal ini sering disebut dengan pembelanjaan asing/utang (Riyanto, 1997). Van Horne (1998) menjelaskan bahwa keputusan pendanaan, yaitu menentukan sumber daya yang akan digunakan, menentukan perimbangan pembelanjaan yang terbaik, atau menentukan struktur modal yang optimal. Apakah perusahaan akan menggunakan sumber ekstern yang berasal dari utang atau emisi obligasi atau menggunakan sumber intern, yaitu dengan emisi saham baru.

24 Pada praktiknya dana-dana yang dikelola perusahaan harus dikelola dengan baik, karena masing-masing sumber dana tersebut mengandung kewajiban pertanggungjawaban kepada pemilik dana. Proporsi antara modal sendiri (internal) dengan modal pinjaman (eksternal) harus diperhatikan, sehingga dapat diketahui beban perusahaan terhadap para pemilik modal tersebut. Modal dalam suatu bisnis merupakan salah satu sumber kekuatan untuk dapat melaksanakan aktivitasnya.setiap perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya selalu berupaya untuk menjaga keseimbangan finansialnya.struktur modal berasosiasi dengan profitabilitas.struktur modal perusahaan merupakan komposisi hutang dengan ekuitas. Dana yang berasal dari hutang mempunyai biaya modal dalam bentuk biaya bunga. Dana yang berasal dari ekuitas mempunyai biaya modal berupa deviden.perusahaan akan memilih sumber dana yang paling rendah biayanya di antara berbagai alternatif sumber dana yang tersedia. Komposisi hutang dan ekuitas tidak optimal akan mengurangi profitabilitas perusahaan dan sebaliknya. Robert Ang (1997), setelah struktur modal ditentukan, maka perusahaan selanjutnya akan menggunakan dana yang diperoleh tersebut untuk operasional perusahaan. Aktivitas operasional perusahaan dikatakan menguntungkan jika return yang diperoleh dari hasil operasional tersebut lebih besar daripada biaya modal (cost of capital), dimana biaya modal ini merupakan rata-rata tertimbang dari biaya pendanaan (cost of funds) yang terdiri dari biaya (bunga) pinjaman dan biaya modal sendiri.biaya modal sendiri terdiri dari dividen yang dibayarkan kepada pemegang

25 saham biasa dan dividend kepada pemegang saham preferen.sedangkan biaya pinjaman merupakan biaya bunga bersih (setelah dikurangi tarif pajak). Besarnya komposisi dari hutang dan modal sendiri serta biaya yang ditimbulkan itulah yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen; apakah akan memperbesar rasio hutang, ataukah memperkecil rasio hutang. Peningkatan rasio hutang, apabila biaya hutang relatif lebih kecil daripada biaya modal sendiri; demikian sebaliknya. 2.3 Tinjauan Tentang Utang Kebijakan utang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal.penentuan kebijakan utang ini berkaitan dengan struktur modal karena utang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi utang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan mengunakan utang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan (Mamduh, 2004). Kebijakan utang merupakan bagian dari perimbangan jumlah utang jangka pendek (permanen), utang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa dan perusahaan akan berusaha mencapai suatu tingkat struktur modal yang optimal (Soesito, 2008).Dengan adanya kebijakan utang akan meningkatkan tingkat risiko atas arus pendapatan perusahaan. Semakin besar utang, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perusahaan tidak mampu membayar kewajiban tetap berupa bunga dan pokoknya. Risiko kebangkrutan akan semakin tinggi karena bunga akan

26 meningkat lebih tinggi daripada penghematan pajak. Oleh karena itu, perusahaan harus sangat hati-hati dalam menentukan kebijakan utangnya karena peningkatan penggunaan utang akan menurunkan nilai perusahaannya (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Keputusan pembiayaan melalui utang mempunyai batasan sampai seberapa besar dana dapat diperoleh. Perusahaan yang menggunakan semakin banyak utang maka akan meningkatkan beban bunga dan pokok pinjaman yang harus dibayar. Hal ini memperbesar kemungkinan perusahaan menghadapi default, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya akibat kewajiban yang semakin besar. Menurut Munawir (2007) utang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, di mana utang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditur. Utang terdiri atas utang lancar (utang jangka pendek) dan utang tidak lancar (utang jangka panjang). 1. Utang lancar (utang jangka pendek) Utang lancar yaitu kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan. 2. Utang tidak lancar (utang jangka panjang) Utang tidak lancar yaitu kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh temponya) masih jangka panjang (lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca).

27 Menurut Nurwahyudi dan Mardiyah (2004) menyatakan bahwa hutang adalah pengorbanan ekonomi yang harus dilakukan perusahaan di masa yang akan datang karena tindakan atau transaksi sebelumnya. Pengorbanan ekonomi dapat berbentuk uang,aktiva,jasa-jasa atau dilakukannya pekerjaan tertentu.hutang merupakan salah satu sumber pembiayaan eksternal yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya.suatu perusahaan dapat mengukur sampai sejauh mana baik buruknya kinerja perusahaan tersebut dengan melihat sumber pendanaan (modal) yang dibiyai oleh hutang.sebagian perusahaan menganggap bahwa penggunaan hutang dirasa lebih aman daripada menerbitkan saham baru. Sedangkan menurut Riyanto (1997), utang dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu : 1. Utang jangka pendek (short-term debt), yaitu utang yang jangka waktunya kurang dari satu tahun. Sebagian besar utang jangka pendek terdiri dari kredit perdagangan, yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat menyelengggarakan usahanya, meliputi kredit rekening koran, kredit dari penjual (levancier crediet), kredit dari pembeli (afnemers crediet), dan kredit wesel. 2. Utang jangka menengah (intermediate-term debt), yaitu utang yang jangka waktunya lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Kebutuhan membelanjai usaha melalui kredit ini karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi melalui kredit jangka pendek maupun kredit jangka panjang. Bentuk utama dari utang jangka menengah adalah term loan dan lease financing.

28 3. Utang jangka panjang (long term debt)yaitu utang yang jangka waktunya lebih dari sepuluh tahun. Utang jangka panjang ini digunakan untuk membiayai ekspansi perusahaan. Bentuk utama dari utang jangka panjang adalah pinjaman obligasi (bonds-payable)dan pinjaman hipotik (mortage). 2.4 Teori Kebijakan Utang 2.4.1 Trade Off Theory Teori ini menganggap bahwa penggunaan utang 100% sulit dijumpai.kenyataannya semakin banyak utang, maka semakin tinggi beban yang harus ditanggung.satu hal yang penting bahwa dengan meningkatnya utang, maka semakin tinggi probabilitas kebangkrutan.beban yang harus ditanggung saat menggunakan utang yang lebih besar adalah biaya kebangkrutan, biaya keagenan, beban bunga yang semakin besar dan sebagainya. Menurut Mamduh (2004) bahwa biaya kebangkrutan dapat cukup signifikan dapat mencapai 20% nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup dua hal : 1. Biaya langsung : biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, pengacara, dan lainnya yang sejenis. 2. Biaya tidak langsung : biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Teori Trade off menjelaskan adanya hubungan antara pajak, risiko kebangkrutan dan penggunaan utang yang disebabkan keputusan struktur modal yang

29 diambil perusahaan (Brealey dan Myers, 1991 dalam Mulianti 2010).Teori ini memperbandingkan manfaat dan biaya atau keseimbangan antara keuntungan dan kerugian atas penggunaan utang. Pada teori ini juga dijelaskan bahwa sebelum mencapai suatu titik maksimum, utang akan lebih murah daripada penjualan saham karena adanya tax shield. Implikasinya adalah semakin tinggi utang maka akan semakin tinggi nilai perusahaan (Mutamimah, 2003 dalam Mulianti, 2010). Namun, setelah mencapai titik maksimum, penggunaan utang oleh perusahaan menjadi tidak menarik, karena perusahaan harus menanggung biaya keagenan, kebangkrutan serta biaya bunga yang menyebabkan nilai saham turun (Kaaro, 2001 dalam Mulianti, 2010). 2.4.2 Pecking Order Theory Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Donaldson pada tahun 1961 sedangkan penamaan Pecking Order Theory dilakukan Oleh Myers 1984 (Anissa u,2007). Dalam Pecking Order Theory manajer konsisten dengan tujuan utama perusahaan yaitu memakmurkan kekayaan pemegang saham.pada Pecking Order Theorymengatakan bahwa perusahaan lebih cenderung memilih pendanaan yang berasal dari internal dari pada eksternal perusahaan.penggunaan dana internal lebih didahulukan dibandingkan dengan penggunaan dana yang bersumber dari eksternal. Penggunaan sumber pendanaan eksternal oleh perusahaan dilakukan apabila sumber internal tidak mencukupi.

30 Urut-urutan yang dikemukakan oleh teori ini dalam hal pendanaan yaitu laba ditahan, hutang, hutang obligasi dan saham preferen serta yang terakhir adalah penerbitan saham biasa.pemilihan urutan pendataan ini menunjukkan bahwa pendanaan ini didasarkan oleh tingkat risiko atas keputusan untuk menggunakan pendanaan tersebut.pemilihan ini juga dikaitkan dengan biaya atas sumber pendanaan dari mulai yang termurah hingga termahal.ada dua alasan mengapa dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri. Pertama, adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi akan lebih murah dari biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya asimetri informasi antara pihak manajer dengan pihak modal. Gordon Donaldson (1961 & 1969) dalam penelitian Sitorus mengemukakan hasil penelitian yang dikenal dengan Pecking Order Theory (POT), bahwa penetapan struktur modal perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan lebih menyukai mempergunakan sumber pendanaan internal dalam keputusan pendanaannya (laba ditahan). 2. Penetapan target rasio pembayaran deviden dilakukan berdasarkan kesempatan investasi masa depan dan arus kas yang akan diperoleh dimasa depan.

31 3. Dividend is "sticky", perusahaan enggan untuk meningkatkan dan menurunkan pembayaran devidennya kecuali dengan alasan-alasan tertentu. 4. Jika masih terdapat kelebihan dana dari sumber dana internal setelah digunakan untuk kegiatan investasi, maka akan digunakan untuk investasi di sekuritas, pembayaran hutang, meningkatkan pembayaran deviden, buyback saham atau akuisisi perusahaan. Teori ini kemudian diperkuat lagi dengan penelitian yang dilakukan oleh Laksmi Sham-Sunder dan Stewart C. Myers (1984) dalam penelitian Anissa u (2007). Dalam penelitian ini dikatakan bahwa, dalam bentuk yang paling sederhana PeckingOrder Model dalam pendanaan perusahaan menjelaskan bahwa ketika arus kas internal perusahaan tidak cukup untuk mendanai investasi real dan dividen, perusahaan akan menerbitkan hutang. Saham tidak akan pernah diterbitkan, kecuali biaya financial Distress perusahaan tinggi. Selain itu, Stewart C. Myers (1984) dalam penelitian Anissa u (2007) menemukan bahwa adanya penilaian negatif dari pemegang saham akibat penerbitan saham atau pengurangan leverage. Beberapa point penting yangdikemukakan dari penelitian ini yaitu: 1. Perusahaan lebih menyukai membiayai kegiatan investasinya secara internal, dan pembiayaan eksternal jika tidak memenuhi. 2. Ketika pembiayaan eksternal dipilih, maka pembiayaan pertama kali yang dipilih adalah hutang (debt securities), baru kemudian equity securities.

32 3. Jika diperlukan pembiayaan eksternal yang lebih besar untuk proyek yang mempunyai NPV positif, maka model pembiayaan dengan pecking orderakandiikuti. Menurut (Myers, 1984) dalam penelitian Sitorus bahwa pecking order theorymenyatakan beberapa hal antara lain : 1. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi). 2. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang ditargetkan dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran deviden secara drastis. 3. Kebijakan deviden yang relatif segan untuk diubah, disertai untuk fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk investasi, meskipun dalam kesempatan lain mungkin kurang. 4. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Yaitu dimulai dengan menerbitkan obligasi terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan sekuritas yang berkarakteritik opsi (seperti obligasi konversi), baru kemudian bila masih belum mencukupi saham baru diterbitkan. 2.4.3 Balancing Theory Model struktur modal dalam lingkup Balancing theories (Myers,1984 dan Bayles and Diltz,1994) disebut sebagai teori keseimbangan yaitu menyeimbangkan komposisi hutang dan modal sendiri. Teori ini pada intinya yaitu menyeimbangkan

33 antara manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat masih besar, hutang akanditambah. Tetapi bila pengorbanan karena menggunakan hutang sudah lebih besar maka hutang tidak lagi ditambah.pengorbanan karena menggunakan hutang tersebut bisa dalam bentuk biaya kebangkrutan (Bankruptcy cost) dan biaya keagenan (agency cost). Contoh lain yang mengadakan pembahasan mengenai balancing theories seperti Kraus dan Litzenberger (1972), Kim (1982), Ross (1985), dan Leland (1994) pada intinya membuktikan bahwa peningkatan DER sesungguhnya menyebabkan peningkatan biaya yang berkaitan dengan leverage dimana peningkatan nilai perusahaan pada akhirnya akan berhenti. Masih dalam lingkup balancing theories, model optimal yang dinamik dari Fisher, Heinkel, dan Zechner (1989), serta Mauer dan Triantis (1994) tidak mendukung struktur modal yang statis. Meskipun demikian, kebijakan pendanaan dinamik yang optimal masih dicirikan dengan trade off, antara manfaat corporate tax shield dari hutang dan biaya hutang (Robert M. Hull,1999). Penggunaan hutang yang semakin besar akan meningkatkan keuntungan dari penggunaan hutang tersebut, namun semakin besar pula biaya kebangkrutan dan biaya keagenan bahkan lebih besar. Dengan memasukkan pertimbangan tersebut, disimpulkan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tapi hanya sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang

34 tidak sebanding dengan kenaikan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan. Titik balik tersebut disebut struktur modal yang optimal (Lukas S. Atmaja, 1999). 2.4.4 Signaling Theory Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manajer dan pemegang saham tidak mempunyai akses informasi perusahaan yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut sehingga terdapat informasi yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah. Dengan kata lain, perilaku manajer dalam hal menentukan struktur modal, dapat dianggap sebagai sinyal oleh pihak luar (Mamduh, 2004). Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa sinyal adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru dengan cara-cara lain seperti dengan menggunakan utang. Ross (1977) mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan utang) merupakan sinyal yang disampaikan oleh manajer ke pasar.apabila manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan ingin agar harga saham meningkat, perusahaan ingin mengkomunikasikan hal tersebut ke investor.manajer

35 dapat menggunakan utang lebih banyak, sebagai sinyal yang lebih dapat dipercaya.hal ini karena perusahaan yang meningkatkan utang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Dasar pertimbangannya adalah penambahan utang menyebabkan keterbatasan arus kas dan meningkatnya biaya-biaya beban keuangan sehingga manajer hanya akan menerbitkan utang baru yang lebih banyak apabila mereka yakin perusahaan kelak dapat memenuhi kewajibannya. Investor diharapkan akan menangkap sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. Dengan demikian utang merupakan tanda atau sinyal positif. Menurut Sartono (2001), penggunaan hutang bagi perusahaan mengandung tiga dimensi, yaitu: 1. Pemberi kredit akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas kredit yang diberikan. 2. Penggunaan hutang akan meningkatkan keuntungan perusahaan jika perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya. 3. Hutang sebagai sumber dana perusahaan dan sistem pengendali perusahaan. Weston dan Brigham (1993) menyatakan bila kondisi ekonomi bagus, sangat memungkinkan perusahaan dapat menutup cost of capital dari hutang, maka hutang yang tinggi akan lebih menguntungkan. Penggunaan hutang dapat dibenarkan di dalam perusahaan sejauh penggunaan hutang tersebut diharapkan memberikan rentabilitas ekonomi yang lebih besar dari bunga hutang tersebut.

36 2.5 Tinjauan Tentang Debt to Equity Ratio (DER). Menurut Riyanto (1998), Debt to Equity Ratio (DER) ialah Perbandingan antara total hutang dengan total modal sendiri yang mencerminkan struktur modal perusahaan. Sedangkan menurut Sumadji, Yudha Pratama dan Rosita(2006:238) berpendapat bahwa, Debt to Equity Ratio (DER) menunjukan perbandingan antara hutang dan modal sendiri untuk menilai batas kemampuan modal sendiri dalam menanggung resiko atau batas perluasan usaha dengan menggunakan modal pinjaman. Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2006:70)berpendapat bahwa, Debt to Equity Ratio (DER)merupakan perbandingan antara total hutang dengan total modal sendiri (ekuitas). Total hutang merupakan total liabilities (kewajiban), baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang. Total modal sendiri atau yang biasa disebut juga dengan totalshareholders equity merupakan total modal disetor dengan laba ditahan yang dimiliki perusahaan (Robert Ang, 1997). DER menunjukkan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. Menurut Kasmir (157:2009), Debt to Equity Ratio digunakan untuk menilai utang dan modal dengan cara membandingkan antara seluruh utang dengan seluruh modal. DER juga digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menutup sebagian atau seluruh hutang-hutangnya baik jangka panjang maupun jangka pendek dengan dana yang berasal dari total modal dibandingkan besarnya hutang.oleh karena itu, Semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan

37 perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Sedangkan jika DER semakin tinggi akan semakin tinggi pula beban perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin tinggi DER (DER>1) juga menunjukkan komposisi total hutang semakin besar dibanding dengan total modal sendiri. Hal ini di pertegas oleh Munawir (2001:120) yang mengatakan bahwa, semakin tinggi Debt to Equity Ratio (DER) menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek maupun jangka panjang) semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur). Hal tersebut sangat berpengaruh dan berkemungkinan menurunkan profitabilitas perusahaan yang secara otomatis juga akan menurunkan kinerja perusahaan, karena perusahaan lebih banyak menggunakan unsur hutang untuk melakukan aktivitas pendanaannya sehingga tingkat ketergantungan dengan pihak luar pun semakin tinggi. 2.6 Tinjauan Tentang Total Asset Turn Over (TATO) Total Asset Turn Over (TATO) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan atau menggambarkan berapa rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Menurut Munawir (1997:88), menyatakan bahwa Total Asset Turn Over (TATO) adalah :

38 Rasio antara jumlah aktiva yang digunakan dalam operasi terhadap jumlah penjualan yang diperoleh selama periode tersebut.rasio ini merupakan ukuran tentang sampai seberapa jauh aktiva ini telah dipergunakan di dalam kegiatan perusahaan atau menunjukkan berapa kali operating assets berputar dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun.suatu trend angka rasio yang cenderung naik memberikan gambaran bahwa perusahaan semakin efisien dalam menggunakan aktiva. Menurut Weston dan Brigham (1989), TATO merupakan rasio pengelolaan aktiva terakhir, mengukur perputaran atau pemanfaatan dari semua aktiva perusahaan.jika perputarannya lambat, menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan untuk menjual.apabila perusahaan tidak menghasilkan volume usaha yang cukup untuk ukuran investasi sebesar total aktivanya, penjualan harus ditingkatkan, beberapa aktiva harus dijual atau gabungan dari langkah-langkah tersebut harus segera dilakukan. TATO dipengaruhi oleh besar kecilnya penjualan dan total aktiva, baik lancar maupun aktiva tetap. Karena itu TATO dapat diperbesar dengan menambah aktiva pada satu sisi dan pada sisi lain diusahakan agar penjualan dapat meningkat relatif lebih besar dari peningkatan aktiva atau dengan mengurangi penjualan disertai dengan pengurangan relative terhadap aktiva, (Pieter Leunupun, 2003 dalam Aminatuzzahra, 2010). Dengan demikian sangat dimungkinkan bahwa hubungan antara TATO dengan ROE adalah positif. Semakin besar TATO akan semakin baik karena semakin efisien seluruh aktiva yang digunakan untuk menunjang kegiatan penjualan (Robert Ang, 1997). ROE yang meningkat karena dipengaruhi oleh TATO (Brigham dan Houston, 2001 dalam Aminatuzzahra).

39 2.7Tinjauan Tentang Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 2001: 119).Profitabilitas juga merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis kinerja manajemen, karena tingkat profitabilitas akan menggambarkan posisi laba perusahaan. Para investor di pasar modal sangat memperhatikan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan dan meningkatkan laba, hal ini merupakan daya tarik bagi investor dalam melakukan jual beli saham, oleh karena itu manajemen harus mampu memenuhi target yang telah ditetapkan. Tingkat profitabilitas suatu perusahaan memperlihatkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari keputusan pendanaan yang dilakukan perusahaan.hal ini sesuai dengan pendapatbrigham dan Houston (2001:197) yang menyatakan bahwa profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan, khususnya keputusan keuangan. Sedangkan menurut Hasan(2003), profitabilitas adalah ukuran spesifik dari performance sebuah perusahaan, dimana ia merupakan tujuan dari manajemen perusahaan dengan memaksimalkan nilai dari para pemegang saham, optimalisasi dari berbagai tingkat return, dan meminimalisir risiko yang ada. Rasio profitabilitas dianggap sebagai alat yang paling valid dalam mengukur hasilpelaksanaan operasi perusahaan, karena rasio profitabilitas merupakan alatpembanding pada berbagai alternatif investasi yang sesuai dengan tingkat

40 risiko.semakin besar risiko investasi, diharapkan profitabilitas yang diperoleh semakin tinggi pula.karena tingkat profitabilitas sangat penting tidak hanya bagi perusahaan,tapi bagi stakeholder lainnya. Bagi perusahaan, tentu profitabilitas berkaitanlangsung dengan tingkat pendapatan yang akan diperoleh. Selain itu, profitabilitasyang tinggi akan berimplikasi pada naiknya harga saham yang selanjutnya akanmenarik minat investor. Menurut Harahap (2004), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua sumber yang ada, yaitu penjualan, kas, aset, dan modal.sedangkan, menurut John (2005) Rasio profitabilitas merupakan perbandingan antara laba perusahaan dengan investasi atau ekuitas yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Cara untuk menilai tingkat profitabilitas suatu perusahaan beraneka ragam dan tergantung pada laba dan modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan yang lainnya. Ada beberapa penulis yang menggunakan rentabilitas untuk mengukur profitabilitas perusahaan seperti yang dikemukakan berikut ini : Menurut Munawir (2001:115) menyatakan bahwa : Rentabilitas atau profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

41 Menurut Bambang Riyanto (1997:36) menyatakan bahwa : Cara penilaian rentabilitas suatu perusahaan ada dua yaitu rentabilitas ekonomi dan rentabilitas modal sendiri.rentabilitas ekonomi adalah kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan laba, sedangkan rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan suatu perusahaan dengan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba. Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan adalah ROA (Return on Assets), ROE (Retun on Equity), ROI (Return on Investment), Net Profit Margin, CAR dan BOPO.Namun rasio yang sering dibicarakan yaitu ROA (Return on Assets), ROE (Retun on Equity) dan ROI (Return on Investment). 2.8 TinjauanTentangRetun on Equity (ROE) Pada penelitian ini, indikator profitabilitas yang digunakan adalah Return OnEquity (ROE).Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:305), Return On Equity (ROE) adalah rasio rentabilitas yang menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik. ROE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan modal sendirinya sehingga besarnya ROE mengindikasikan tingkat efisiensi perusahaan dalam mengelola modal sendirinya untuk menghasilkan keuntungan.rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas yang dimilikinya.

42 Analisis ROE pun sering diterjemahkan sebagai rentabilitas modal sendiri yang berarti juga ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian (persentase) dari modal sendiri yang ditanamkan dalam bisnis yang bersangkutan. Beberapa ahli yang menyatakan pengertian Return on Equity Ratio (ROE) yaitu : Sedangkan menurut Agnes Sawir (2001:19) menjelaskan bahwa return on equity (ROE) adalah rasio yang memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan. Menurut Robert Ang (1997), ROE menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. Besarnya ROE sangat dipengaruhi oleh besarnya laba yang diperoleh perusahaan, semakin tinggi laba yang diperoleh maka akan semakin meningkatkan ROE. Dilihat dari sudut investor, penanam modal lebih mengharapkan ROE yang tinggi daripada ROA, karena ROA sangat berkaitan dengan hutang perusahaan yang mengandung biaya hutang. Hal tersebut sesuai dengan metode Duppont dalam Robert Ang (1997) yang menyatakan bahwa ROA masih mengandung leverage multiplier. Dengan demikian, alat pengukur kinerja perusahaan dari rasio profitabilitas yang paling popular di antara para penanam modal dan manajer senior adalah hasil atas hak pemegang saham yaitu Return on Equity (ROE).Hal ini diperkuat oleh pendapat Husnan (2001) yang menyatakan bahwa, keberhasilan kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dari Return on Equity.

43 2.9 Hubungan DER dengan ROE Tinggi rendah DER akan mempengaruhi tingkat pencapaian ROE yang dicapai oleh perusahaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Brigham (1990) yang mengatakan bahwa, jika biaya yang ditimbulkan oleh pinjaman (cost of debt ) lebih kecil daripada biaya modal sendiri (cost of equity), maka sumber dana yang berasal dari pinjaman atau hutang akan lebih efektif dalam mengahasilkan laba (meningkatkan Return on Equity); demikian sebaliknya. Bagi perusahaan hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban hutangnya tidak terlalu tinggi. Dimana hutang (DER) yang tinggi menunjukkan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang terhadap ekuitas. Hutang mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan, karena tingkat hutang yang semakin tinggi berarti beban bunga pun akan semakin besar yang artinya mengurangi keuntungan. Perusahaan yang pertumbuhan labanya rendah akan berusaha menarik dana dari luar untuk mendapatkan investasi dengan mengorbankan sebagian besar labanya. Sehinggaperusahaan dengan pertumbuhan laba rendah akan semakin memperkuat hubungan antara DER yang berpengaruh negatif dengan profitabiltas. 2.10 Penelitian Terdahulu 1. Ratna Sari (2011) dalam penelitiannya menguji Analisis Pengaruh Total Asset Turn Over (TATO), Ukuran Perusahaan, Debt to Equity Ratio (DER) terhadap profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

44 Variabel dependen yang digunakan adalah ROE. Sedangkan variabel independen yang digunakan antara lain TATO, Ukuran Perusahaan dan DER. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa TATO mempunyai pengaruh positif yang signifikan. 2. Siregar (2011), dalam penelitiannya menguji Analisis Pengaruh Financial Leverage terhadap Return on Equity (ROE) dan Earning per Share (EPS) Pada Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di BEI. Variabel dependen yang digunakan adalah ROE dan EPS. Sedangkan variabel independen yang digunakan antara lain DAR dan DER. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa DAR dan DER secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan. 3. Damayanti, Galuh Mardhika (2010) dalam penelitiannya menguji Pengaruh Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover dan Struktur Aktiva terhadap ROI dan ROE pada perusahaan Real Estate dan Property yang listing di BEI tahun 2009. Variabel dependen yang digunakan adalah ROI dan ROE. Sedangkan variabel independen yang digunakan antara lain DER, TATO dan Struktur Aktiva. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa DER dan TATO berpengaruh terhadap ROE. Sedangkan Struktur Aktiva tidak berpengaruh terhadap ROE. 4. Aminatuzzahra (2010) dalam penelitiannya menguji Analisis Pengaruh Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Total Asset Turn Over (TATO), Net Profit Margin (NPM) terhadap ROE pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar

45 di BEI. Variabel dependen yang digunakan adalah ROE. Sedangkan variabel independen yang digunakan antara lain CR, DER, TATO dan NPM. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa CR, DER, TATO dan NPM mempunyai pengaruh positif yang signifikan. 5. Ramadhan (2008) dalam penelitiannya menguji Pengaruh Financial Leverage terhadap Return on Equity (ROE) dan Earning per Share (EPS). Variabel dependen yang digunakan adalah ROE dan EPS. Sedangkan variabel independen yang digunakan antara lain DAR dan DER. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa DAR dan DER secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan. 6. Pieter Leunupun (2003), dalam penelitiannya menguji Profitabilitas dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya. Variabel dependen yang digunakan adalah ROE. Sedangkan variabel independen yang digunakan antara lain NPM, TATO dan equity multiplier. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa TATO tidak mempunyai pengaruh yang signifikan. Berdasarkan penelitian diatas, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan hasil penelitian. Untuk mempermudah pemahaman terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada, penulis menyajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

46 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No Peneliti Variabel Metode Analisis 1. Ratna Sari (2011) Dependen : ROE Independen : TATO, Ukuran Perusahaan, DER 2 Siregar (2011) Dependen : ROE Independen : DAR, DER 3 Damayanti (2010) 4. Aminatuzzahra (2010) 5. Ramadhan (2008) 6. Pieter Leunupun (2003) Sumber : Diolah Dependen : ROE Independen : TATO, DAR, Struktur Aktiva Dependen : ROE Independen : CR, DER, TATO, NPM Dependen : ROE Independen : DAR, DER Dependen : ROE Independen : NPM, TATO, multiplier equity Analisis Regresi Linier Berganda Analisis Regresi Berganda Analisis Regresi Berganda Analisis Regresi Linier Berganda Analisis Regresi Berganda Analisis Regresi, Uji t Hasil Penelitian TATO,Ukuran perusahaan,dermempunyai pengaruh positif yang signifikan. DAR dan DER secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan. TATO dan DER berpengaruh terhadap ROE, Sedangkan Stuktur Aktiva tidak berpengaruh terhadap ROE CR, DER, TATO dan NPM mempunyai pengaruh positif yang signifikan. DAR dan DER secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan. NPM dan multiplier equitymempunyai pengaruh yang signifikan. TATO tidak mempunyai pengaruh yang signifikan.