PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 83/1996, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*46879 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 6 TAHUN 1997 (6/1997)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPBULIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ARAB SURIAH MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 178/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK MALI MENGENAI KERJASAMA EKONOMI DAN TEKNIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

KEPPRES 64/1996, PENGESAHAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 146/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SUDAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN

KEPPRES 112/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HUKUM LAUT BAB VII LAUT LEPAS BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*48262 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ukraina

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG

*48128 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 150 TAHUN 1998 (150/1998)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 74/2004, PENGESAHAN WIPO PERFORMANCES AND PHONOGRAMS TREATY, 1996 (TRAKTAT; WIPO MENGENAI PERTUNJUKAN DAN REKAMAN SUARA, 1996)

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG

NCB Interpol Indonesia - Perjanjian Ekstradisi Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Malaysia Selasa, 27 Juli :42

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT. Pasal 1

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH MONGOLIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG DEWAN KELAUTAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 78/2004, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BULGARIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL *51771 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 78 TAHUN 2004 (78/2004) TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BULGARIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di Jakarta, pada tanggal 13 September 2003 Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Bulgaria mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal, sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Bulgaria; b. bahwa sehubungan dengan itu, dipandang perlu untuk mengesahkan Persetujuan tersebut dengan Keputusan Presiden; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4012); MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BULGARIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL. Pasal 1 Mengesahkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Bulgaria mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal, yang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia di Jakarta, pada tanggal 13 September 2003, sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Bulgaria yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Indonesia, Bulgaria dan Inggris sebagaimana terlampir pada

Keputusan Presiden ini. Pasal 2 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. *51772 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 September 2004 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 September 2004 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 99 PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BULGARIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENAMAMAN MODAL Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Bulgaria (selanjutnya disebut sebagai "Para Pihak"); Mengingat persahabatan dan hubungan kerjasama yang telah terjalin antara kedua negara dan rakyatnya dan keinginan untuk mengembangkan kerjasama ekonomi antara mereka. Bermaksud untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi penanaman modal oleh para penanam modal dari satu Pihak didasarkan pada kedaulatan yang sama dan saling menguntungkan; dan Mengakui bahwa Persetujuan mengenai Peningkatan dan Periindungan atas Penanaman Modal tersebut akan mendorong untuk merangsang kegiatan investasi di kedua Negara;

TELAH MENYETUJUI HAL-HAL SEBAGAI BERIKUT: PASAL I Definisi Untuk tujuan Persetujuan ini : 1. Istilah "penanaman modal" diartikan sebagai segala bentuk aset yang ditanam oleh para penanam modal dari satu Pihak di wilayah Pihak lainnya, sesuai dengan peraturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di wilayah Pihak terakhir, mencakup tetapi tidak terbatas pada : a. benda bergerak dan tidak bergerak termasuk hak-hak lain seperti hipotek, hal istimewa, hak gadai dan jaminan *51773 serta hak-hak serupa lainnya; b. hak-hak yang diperoleh dari saham, surat obligasi atau setiap bentuk lain penanaman modal dalam perusahaan atau usaha patungan di wilayah Pihak lain; c. tagihan atas uang atau tagihan atas setiap pelaksanaan yang mempunyai nilai keuangan dan nilai ekonomi; d. hak atas kekayaan intelektual, proses teknik, muhibah, dan keahlian; e. konsensi usaha yang diberikan oleh undang-undang berdasarkan kontrak atau kegiatan administratif dari suatu lembaga yang berwenang yang berkaitan dengan penanaman modal termasuk konsensi untuk mencari, mengolah, menggali atau mengekploitasi sumber daya alam. Setiap perubahan bentuk aset yang ditanamkan tidak akan mempengaruhi bentuknya sebagai penanaman modal, sepanjang perubahan tersebut tidak bertentangan dengan hukum Pihak, diwilayah dimana penanaman modal dilakukan. 2. Istitah "penanam modal" bagi masing-masing Pihak terdiri dari: (i) seseorang yang mempunyai kewarga-negaraan dari satu Pihak sesuai dengan Undang-Undangnya dan menanamkan modal di wilayah Pihak lain; (ii) badan hukum yang didirikan atau perseroan terbatas sesuai dengan hukum yang berlaku dari satu Pihak, yang berkedudukan di wilayah Pihak tersebut dan menanamkan modal di wilayah Pihak lain; 3. Istilah "tanpa penundaan" dianggap telah dipenuhi jika suatu transfer dilakukan dalam jangka waktu yang lazim disyaratkan dalam praktek keuangan internasional. 4. Istilah "pendapatan" harus mencakup semua jumlah yang dihasilkan oleh suatu penanaman modal, seperti laba, dividen, bunga dan pendapatan lain yang sah. 5. Istilah "wilayah" harus di artikan sebagai: a. Dalam hubungan dengan Republik Indonesia: Wilayah Republik Indonesia yang ditetapkan dalam perundang-undangannya dan bagian dari landas kontinen dan laut yang berdekatan di mana Republik Indonesia mempunyai

kedaulatan, hak berdaulat atau yurisdiksi sesuai dengan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1982. b. Dalam hubungan dengan Republik Bulgaria: Wilayah di bawah kedaulatan Republik Bulgaria termasuk laut teritorial serta landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif, dimana Republik Bulgaria melaksanakan hak-hak berdaulat dan yurisdiksi sesuai dengan hukum internasional. PASAL II Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal 1. Masing-masing Pihak dalam wilayahnya harus mendorong penanaman modal oleh penanam modal dari Pihak lainnya dan *51774 harus mengakui penanaman modal tersebut sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Penanaman modal oleh penanam modal dari masing-masing Pihak setiap waktu harus diperlakukan secara wajar dan seimbang serta harus mendapat perlindungan dan keamanan yang memadai di wilayah Pihak lainnya. 3. Sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di Wilayah Pihak penanaman modal mengenai izin masuk, menetap, bekerja dan perpindahan dari Pejabat utama penanam modal yang mempunyai kewarganegaraan salah satu Pihak dan anggota keluarga mereka, harus diijinkan untuk masuk, tinggal dan meninggalkan wilayah Pihak lain untuk tujuan melaksanakan kegiatan penanaman modal di wilayah Pihak terakhir. PASAL III Perlakuan atas Penanaman Modal 1. Masing-masing Pihak akan menjamin memberikan perlakuan yang wajar dan seimbang bagi penanaman modal dari penanam-modal- Pihak lain dan tidak dapat akan menghalangi dengan tindakan yang tidak beralasan atau diskriminasi, pelaksanaan, manajemen, pemeliharaan, penggunaan, hak-hak yang dinikmati atau pembagian atas penanaman modal tersebut. 2. Secara khusus, masing-masing Pihak harus memperlakukan penanam modal dalam hal apapun tidak boleh kurang menguntungkan daripada yang diberikan kepada penanaman modal yang dilakukan oleh para penanam modal dari negara Ketiga; 3. Ketentuan-ketentuan pada paragraf 1 dan 2 Pasal ini tidak dapat ditafsirkan sebagai kewajiban salah satu Pihak untuk memberikan hak istimewa kepada penanam modal dari Pihak lainnya sebagaimana diberikan kepada penanam modal dari negara ketiga berdasarkan: a. Keikutsertaan, atau asosiasi, dalam suatu masyarakat ekonomi yang telah ada atau yang akan datang, kesatuan pabean, kawasan perdagangan bebas dan lembaga-lembaga sejenis lainnya, yang dibentuk atas dasar suatu persetujuan

internasional, atau b. persetujuan yang berkaitan dengan penghindaran pajak berganda. 4. Jika ketentuan-ketentuan hukum masing-masing Pihak atau kewajiban berdasarkan hukum internasional yang ada saat ini atau dibuat kemudian antara masing-masing Pihak sebagai tambahan dari persetujuan ini mengandung suatu ketentuan baik yang umum maupun khusus yang memberikan pada penanaman modal oleh penanam modal Pihak lain perlakuan yang lebih menguntungkan daripada yang diberikan oleh Persetujuan ini, peraturan tersebut sepanjang yang lebih menguntungkan dari persetujuan ini yang berlaku. PASAL IV Pengambil-alihan 1. Masing-masing Pihak tidak dapat melakukan tindakan pengambil-alihan, nasionalisasi, atau segala bentuk *51775 pencabutan hak milik lainnya, yang berakibat sama dengan pengambil-alihan atau nasionalisasi terhadap penanaman modal oleh penanam modal Pihak lainnya kecuali berdasarkan hukum khususnya untuk kepentingan negara sepanjang kepentingan tersebut tidak diperoleh atas dasar non-diskriminasi dan dengan cara yang tidak bertentangan dengan prinsip pembayaran ganti rugi yang tepat dan memadai. 2. Ganti rugi tersebut harus sesuai dengan nilai pasar yang memadai dari penanaman modal yang diambil alih segera sebelum tindakan pengambil-alihan dilakukan atau diumumkan, yang mana yang lebih dahulu, dibayar tanpa penundaan dan dapat ditransfer secara bebas. Ganti rugi tersebut harus mencakup bunga atas dasar tingkat suku bunga komersial sejak tanggal pengambil-alihan sampai tanggal pembayaran. PASAL V Ganti Rugi atas Kerugian Penanam modal dari satu Pihak, yang penanaman modalnya diwilayah Pihak lain mengalami kerugian karena perang atau konftik bersenjata, revolusi, negara dalam keadaan darurat, pemberontakan, kerusuhan atau huru-hara di wilayah Pihak lainnya, harus diberikan oleh Pihak tersebut terakhir perlakuan yang tidak kurang menguntungkan dari yang diberikan kepada penanam modal dari negara ketiga berkenaan dengan indemnifikasi, ganti rugi atau penyelesaian lainnya. PASAL VI Transfer 1. Masing-masing Pihak harus menjamin berdasarkan hukum dan peraturan yang berkaitan dengan penanaman modal oleh penanam

modal dari Pihak lainnya, memperkenankan penanam modal tersebut untuk melakukan transfer tanpa penundaan atas: a. modal dan dana tambahan yang digunakan untuk memelihara dan meningkatkan penanaman modal; b. pendapatan dari penanaman modal; c. dana untuk pembayaran kembali pinjaman; d. royalti atau biaya; e. pendapatan perorangan para Pihak yang diijinkan untuk bekerja dalam kaitan dengan penanaman modal diwilayah Pihak lain; f. hasil likuidasi dan keseluruhan atau sebagian penjualan dari penanaman modal; g. ganti rugi atas kerugian; h. ganti rugi atas pengambil-alihan. 2. Transfer tersebut harus dilakukan dalam mata uang yang konvertibel sesuai dengan nilai tukar yang berlaku pada tanggal dilakukan transfer transaksi berjalan dalam mata uang yang akan ditransfer. PASAL VII Subrogasi *51776 Jika penanaman modal oleh penanam modal Pihak lainnya dipertanggungkan untuk risiko non komersial sesuai dengan sistem hukum yang berlaku, setiap subrogasi dari penanggung atau penanggung ulang atas hak penanam modal tersebut sebagaimana ditentukan dalam pertanggungan tersebut diakui oleh Pihak lainnya, namun penanggung atau penanggung ulang tidak berhak atas hak dan kewajiban selain daripada hak dan kewajiban yang diperoleh dari penanam modal. PASAL VIII Penyelesaian Perselisihan antara Penanam Modal dan Pihak 1. Setiap Perselisihan antara Pihak dan penanam modal Pihak lainnya, mengenai penanaman modal pihak yang disebut terakhir di wilayah pihak yang disebut sebelumnya, diselesaikan secara damai melalui konsultasi dan negosiasi. 2. Jika perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan dalam waktu enam bulan sejak tanggal salah satu Pihak yang bersengketa meminta penyelesaian secara damai, penanam modal yang bersangkutan dapat mengajukan perselisihan kepada: a. Peradilan yang berwenang dari para Pihak. b. Jika perselisihan berkaitan dengan Pasal IV, V dan VI dari Persetujuan ini, penanam modal yang bersangkutan dapat memilih untuk mengajukan penyelesaian perselisihan tersebut melalui arbitrase kepada: - Peradilan Arbitrase ad hoc yang dibentuk

berdasarkan Komisi Hukum Perdagangan International (United Nations Commission on the Law of International Trade/UNCITRAL), atau - Pusat Internasional untuk Penyelesaian Perselisihan mengenai Penanaman Modal (International Centre for Settlement of Invesment Disputes/ICSID) yang didirikan oleh Konvensi Penyelesaian Perselisihan Penanaman Modal antara Negara dan Penanam Modal negara lain yang ditandatangani di Washington DC pada tanggal 18 Maret 1965, dalam hal kedua negara menjadi penandatangan Konvensi ini. 3. Keputusan arbitrase adalah final dan mengikat kedua pihak yang bersengketa dan dilaksanakan sesuai dengan hukum nasional pihak yang bersangkutan. PASAL IX Penyelesaian Perselisihan antara Para Pihak mengenai Penafsiran dan Penerapan Persetujuan 1. Perselisihan antara para Pihak mengenai penafsiran atau penerapan persetujuan ini harus, bila mungkin, diselesaikan melalui saluran diplomatik. 2. Apabila perselisihan antara Pihak tesebut tidak dapat diselesaikan melalui negosiasi, berdasarkan permintaan salah *51777 satu Pihak, perselisihan tersebut dapat diajukan ke peradilan arbitrase. 3. Peradilan arbitrase tersebut dibentuk untuk masing-masing kasus dengan tata cara sebagai berikut: Dalam tiga bulan sejak penerimaan permintaan arbitrase, masing-masing pihak harus menunjuk satu orang anggota peradilan. Kedua anggota tersebut kemudian memilih seorang warganegara Negara Ketiga yang dengan persetujuan kedua belah pihak, menjadi Ketua Peradilan Arbitrase tersebut. Ketua tersebut harus telah ditentukan dalam jangka waktu 2 bulan sejak penunjukkan dua anggota tersebut. 4. Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 Pasal ini, penunjukkan yang diperlukan belum dilakukan, maka salah satu Pihak, jika tidak ada kesepakatan lain, dapat meminta Ketua Mahkamah Internasional untuk melakukan penunjukkan yang diperlukan. Apabila Ketua Mahkamah Internasional berkewarganegaraan salah satu Pihak atau berhalangan untuk menjalankan fungsinya, maka Wakil Ketua Mahkamah Internasional diminta untuk melakukan penunjukan yang diperlukan. Apabila Wakil Ketua Mahkamah Internasional berkewarga negaraan salah satu Pihak dan ia juga berhalangan untuk menjalankan fungsinya, maka anggota mahkamah internasional lain berdasarkan senioritas yang tidak berkewarganegaraan salah satu Pihak diminta untuk melakukan penunjukkan dimaksud.

5. Pengadilan arbitrase mengambil keputusannya berdasarkan suara terbanyak. Keputusan tersebut mengikat kedua belah Pihak. Masing-masing Pihak akan menanggung biaya anggotanya dalam peradilan dan juga wakilnya dalam acara peradilan, biaya ketua Peradilan dan biaya lainnya ditanggung bersama oleh para Pihak dengan pembagian yang sama. Namun Peradilan dapat memutuskan bagian yang lebih besar yang harus ditanggung oleh salah satu Pihak dan putusan Peradilan mengikat kedua belah Pihak. Peradilan akan menentukan prosedurnya sendiri. PASAL X Penerapan Persetujuan Persetujuan ini berlaku untuk penanaman modal oleh penanam modal dari Republik Bulgaria yang telah diijinkan di wilayah Republik Indonesia sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1967 mengenai Penanaman Modal Asing dan setiap undang-undang yang mengubah atau menggantikannya, dan terhadap penanaman modal oleh penanam modal dari Republik Indonesia yang telah diijinkan di wilayah Bulgaria sesuai dengan Undang-Undang mengenai Kegiatan Ekonomi Orang Asing dan mengenai Perlindungan Penanaman Modal Asing tahun 1992 dan setiap undang-undang yang mengubah atau menggantikannya. PASAL XI Konsultasi dan Perubahan 1. Masing-masing Pihak dapat meminta diadakannya konsultasi *51778 mengenai setiap masalah yang menyangkut Persetujuan ini. Waktu dan tempat diadakannya konsultasi akan disepakati melalui saluran diplomatik. 2. Persetujuan ini dapat diubah setiap waktu, jika dianggap perlu, dengan kesepakatan bersama. PASAL XII Mulai Berlaku, Jangka Waktu dan Pengakhiran 1. Persetujuan ini mulai berlaku 3 bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan terakhir salah satu Pihak tentang penyelesaian prosedur internal ratifikasi. Persetujuan ini akan tetap berlaku dan seterusnya akan berlaku untuk masa sepuluh tahun dan demikian seterusnya kecuali apabila diakhiri secara tertulis oleh salah satu Pihak satu tahun sebelum berakhirnya Persetujuan ini. 2. Untuk penanaman modal yang dilakukan sebelum tanggal berakhirnya Persetujuan ini, ketentuan Pasal I sampai XI akan tetap berlaku untuk jangka waktu sepuluh tahun berikutnya terhitung sejak tanggal berakhirnya persetujuan ini.

SEBAGAI BUKTI, yang bertandatangan di bawah ini, yang diberi kuasa penuh oleh Pemerintah masing-masing, telah menandatangani Persetujuan ini. DIBUAT dalam rangkap dua di Jakarta pada tanggal 13 September tahun dua ribu tiga dalam Bahasa Indonesia, Bulgaria dan Inggris. Semua naskah mempunyai kekuatan hukum yang sama. Jika terdapat perbedaan penafsiran, maka naskah dalam bahasa Inggris yang berlaku. UNTUK PEMERINTAH REPUBUK INDONESIA ttd. JANNES HUTAGALUNG DEPUTY MINISTER FOR INTERNATONAL ECONOMIC COORPORATION COORDINATING MINISTRY FOR ECONOMIC AFFAIRS UNTUK PEMERINTAH REPUBUK BULGARIA ttd. KRASSIMIR VOUTEV KATEV DEPUTY MINISTER OF FINANCE