BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP DALAM SISTEM HUKUM PIDANA DI INDONESIA 1 Oleh: Henny C. Kamea 2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3)

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan narapidana yang didasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

KEBIJAKAN FORMULASI PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Abstrak

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

DAMPAK PIDANA BERSYARAT BAGI TERPIDANA DAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin atas ketertiban dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pemidanaan

BAB III SANKSI PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA (MILITER)

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pidana pokok pada Pasal 10 KUHP terdiri atas: (1) pidana mati, (2) pidana penjara, (3) pidana kurungan, (4) pidana denda, (5) pidana tutupan. Pidana seumur hidup diatur tersendiri dalam Pasal 12 ayat 1 KUHP yang berbunyi: Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu. Sifat dari pidana seumur hidup ini adalah pasti (definite sentence) yang berarti terpidana akan menjalani hukuman atau pidana sepanjang hidupnya. Menurut Roeslan Saleh, karena sifatnya yang pasti itu orang menjadi keberatan terhadap pidana seumur hidup. Sebab dengan putusan yang demikian terpidana tidak akan mempunyai harapan lagi kembali ke dalam masyarakat. 1 Dalam kenyataannya peluang bagi narapidana seumur hidup untuk kembali ke masyarakat sangat kecil. Dalam menerapkan suatu pemidanaan khususnya penerapan pidana seumur hidup perlu diorientasikan pada pencapaian tujuan pemidanaan baik dari aspek perlindungan masyarakat maupun aspek 1 Tongat. Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia,: Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, Malang, 2004, hlm 37. 1

individu. Pemidanaan diharapkan mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat tetapi juga memberikan perhatian yang cukup bagi individu dalam hal ini khususnya narapidana seumur hidup, karena seperti diketahui bahwa pidana seumur hidup merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan seseorang. Penjatuhan sanksi pidana termasuk pidana seumur hidup ini perlu melihat tujuan pemidanaan yang hendak dicapai. Tujuan pemidanaan berangkat adari 3 (tiga) teori tujuan pemidanaan yang ada yaitu (1) teori retributive atau absolute, teori ini memandang bahwa pidana mutlak diberikan kepada para pelaku tindak pidana sebagai bentuk pengimbalan atau pembalasan, (2) teori teleologis, teori ini menekankan ada aspek kemanfaatan, suatu pidana dianggap sah apabila dapat memberikan manfaat yang lebih baik, (3) teori retributivisme teleologis atau gabungan, teori ini memadukan dua unsure dari teori sebelumnya, yaitu pidana dijatuhkan tidak semata-mata sebagai sarana pembalasan tetapi harus memberikan kemanfaatan. Selama ini belum ada peraturan perundang-undangan yang secara formal merumuskan tujuan pemidanaan, sehingga tujuan pemidanaan yang ada sifatnya lebih teoritis. 2

Tujuan pemidanaan secara formal baru dapat dilihat pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) atau sering disebut dengan istilah Konsep. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Konsep) yang digunakan dalam penulisan ini adalah RKUHP Tahun 2005. Pasal 54 ayat 1 Konsep menyebutkan bahwa tujuan pemidanaan antara lain: (a).mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum dan pengayoman masyarakat, (b).memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna, (c).menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat, dan, (d).membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Sedangkan Pasal 54 ayat 2 Konsep juga menyebutkan bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan menderitakan dan merendahkan martabat manusia. Perumusan tujuan pemidanaan secara eksplisit dalam Konsep, menunjukkan adanya perkembangan pada sistem pemidanaan di Indonesia. Pemidanaan saat ini berorientasi pada upaya pembinaan narapidana sesuai dengan sistem pemasyarakatan. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. 2 Pemasyarakatan bertujuan sebagai sarana pembinaan untuk menyiapkan terpidana agar nantinya dapat kembali kedalam lingkungan masyarakat. Sistem pemasyarakatan ini menghendaki kembalinya terpidana ke 2 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. 3

dalam masyarakat dan hidup secara wajar sebagai warga masyarakat yang baik dan bertanggungjawab. 3 Hak untuk dapat kembali ke masyarakat dapat diperoleh salah satunya melalui kebijakan remisi bagi narapidana termasuk narapidana seumur hidup yaitu dari pidana seumur hidup menjadi pidana sementara. Dalam penulisan ini, sebagai bahan analisis kebijakan remisi bagi narapidana seumur hidup akan merujuk pada narapidana seumur hidup dalam lingkup Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang. Penulisan ini juga bertujuan untuk mengkaji ketentuan dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M-03.PS.04 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjalani Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang tahun 2012. Penulis memilih Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang karena bagi Penulis Lembaga Pemasyarakatan tersebut memiliki narapidana yang sedang menjalani pidana seumur hidup, serta lokasi Lembaga Pemasyarakatan yang terjangkau dari lokasi Penulis melakukan penelitian. Melalui analisis kebijakan remisi terkait pidana seumur hidup khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Kedung Pane Semarang, maka dapat memberikan gambaran tentang bagaimana penerapan remisi dalam ketentuan perundang-undangan yang ada sebagai salah satu upaya penunjang tujuan pemasyarakatan melalui proses resosialisasi bagi narapidana. 3 Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan 4

Jika ditinjau dari pokok pokok tujuan pemidanaan yang ada dan tujuan pemasyarakatan yang berlaku saat ini, akankah pidana seumur hidup ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan?. Seperti diketahui bahwa pidana seumur hidup dijatuhkan untuk waktu yang tidak dapat diketahui, artinya seseorang yang dikenai pidana seumur hidup harus menjalani pidana sepanjang hidupnya. Jika melihat kenyataan yang demikian, pidana seumur hidup sejatinya tidak mencerminkan penghormatan atas hak dan martabat seseorang sekalipun dia adalah pelaku kejahatan. Bagaimanapun juga seorang pelaku tindak pidana adalah manusia yang patut untuk dihormati hak-hak asasinya sebagai manusia secara utuh. Selain itu jumlah narapidana seumur hidup yang melebihi kapasitas dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan, juga dapat mengganggu proses pembinaan yang ada, sebab ada kecenderungan narapidana seumur hidup ini memandang apriori terhadap penerapan pidana seumur hidup karena bagi mereka, sekalipun menjalani pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan pada akhirnya mereka juga tidak akan kembali ke tengah-tengah masyarakat. 5

Topik yang diangkat oleh penulis sebagai karya tulis ilmiah ini belum pernah ada yang menulis, tetapi ada penulis lain yang mengangkat topik tentang pidana seumur hidup yaitu : 1. Syachdin,S.H. dengan judul Kedudukan Pidana Seumur Hidup Dalam Sistim Hukum Pidana Nasional. Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: a. Bagaimana formulasi pidana seumur hidup dalam hukum pidana positif saat ini? b. Bagaimana formulasi pidana seumur hidup dalam hukum pidana nasional yang akan datang? Berdasarkan uraian dalam alasan pemilihan judul diatas, maka penulis tertarik mengangkat judul RELEVANSI ANCAMAN PIDANA SEUMUR HIDUP DARI PERSPEKTIF TUJUAN PEMIDANAAN DAN PEMASYARAKATAN. 6

B. Latar Belakang Masalah Pidana seumur hidup dirumuskan sebagai salah satu jenis pidana pokok dalam hukum positif yang berlaku. Pidana seumur hidup ini merupakan pidana perampasan kemerdekaan seseorang atas suatu tindak pidana tertentu. Dikatakan sebagai pidana perampasan kemerdekaan karena seseorang yang dipidana seumur hidup harus menjalani pidananya di sebuah lembaga pemasyarakatan selama sisa hidupnya. Hal inilah yang kemudian menjadikan posisi pidana seumur hidup sebagai pidana kedua terberat setelah pidana mati. Akibat dari pidana ini adalah seseorang harus kehilangan kesempatanya untuk dapat berpartisipasi dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. Pada hakikatnya sebuah penjatuhan pidana seyogianya dapat memberikan efek jera sekaligus pendidikan dan pembinaan bagi para pelaku tindak pidana. Hal ini yang kemudian mendorong pemikiran bahwa penjatuhan pidana khususnya pidana seumur hidup harus memiliki tujuan pemidanaan yang jelas sebagai upaya mencapai rasa keadilan baik bagi korban maupun pelaku tindak pidana. Adapun tindak pidana yang dapat diancam dengan pidana seumur hidup dapat dilihat pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai induk dari peraturan pidana lainnya. Bentuk tindak pidana dalam KUHP yang dapat diancam pidana seumur hidup dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 7

Bentuk atau kelompok tindak pidana dalam KUHP yang diancam dengan pidana seumur hidup adalah sebagai berikut: 4 Tabel 1.1 Kelompok Jenis Tindak Pidana dalam KUHP Yang Diancam Dengan PSH No Kelompok jenis tindak pidana Pasal yang mengatur dalam KUHP 1. Tindak pidana terhadap 104, 106, 107 (2), 108 (2), keamanan negara 111 (2), 124 (2), 124 (3) 2. Tindak pidana terhadap negara 140 (3) sahabat dan terhadap kepala negara 3. Tindak Pidana membahayakan kepentingan umum 187 ke-3, 198 ke-2, 200 ke- 3, 2002 (2), 204 (2) 4. Tindak Pidana Terhadap Nyawa 339, 340 5. Tindak Pidana Pencurian 365(4) disertai kekerasan atau ancaman kekerasan 6. Tindak Pidana Pemerasan dan 368 (2) Pengancaman 7. Tindak Pidana Pelayaran 444 8. Tindak Pidana Penerbangan 479 f sub b, 479 k (1), (2) 479 (1), (2) Sumber: Tongat. Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia,.Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, Malang, 2004.hlm 81 Dari tabel diatas secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa dari 21 (dua puluh satu) kelompok tindak pidana yang dimasukkan kedalam kejahatan pada Buku Kedua KUHP, 8 (delapan) kelompok tindak pidana diantaranya diancam dengan pidana seumur hidup. Berikut ini dapat dilihat jenis sanksi pidana yang pada umumnya dicantumkan dalam perumusan delik menurut pola 4 Tongat. Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia,.Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, Malang, 2004, Op.cit hlm.81. 8

KUHP yaitu pidana pokok, dengan menggunakan 9 (Sembilan) bentuk perumusan, 5 yaitu: a. Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara waktu tertentu b. Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara waktu tertentu c. Diancam dengan pidana penjara waktu tertentu d. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan e. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda f. Diancam dengan pidana penjara atau denda g. Diancam dengan pidana kurungan h. Diancam dengan pidana kurungan atau denda i. Diancam dengan pidana denda Berdasarkan 9 (Sembilan) bentuk perumusan tersebut dapat diidentifikasikan hal-hal sebagai berikut: Pertama, KUHP hanya menganut dua sistem perumusan, yaitu tunggal dan alternatif. Kedua, sanksi pidana yang dirumuskan secara tunggal, hanya pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal. Ketiga, perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang paling ringan. 6 Berbeda halnya dengan sistem perumusan pidana diluar KUHP yang cenderung lebih banyak menggunakan beragam bentuk perumusan ancaman pidana. 5 Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double Track System& Implementasinya, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta,2003.hlm.189-190. 6 Ibid. 9

Pembuat undang-undang menggunakan 11 (sebelas) bentuk perumusan ancaman pidana diantaranya sebagai berikut: a. Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu b. Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu dan/atau pidana denda c. Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu dan/atau pidana denda d. Diancam dengan pidana penjara e. Diancam dengan pidana penjara dan denda f. Diancam dengan pidana penjara atau denda g. Diancam pidana penjara dan/atau denda h. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda i. Diancam pidana dengan pidana kurungan dan denda j. Diancam dengan pidana kurungan atau denda k. Diancam dengan pidana kurungan dan/atau denda Dari 11 (sebelas) bentuk perumusan diatas terlihat, khususnya untuk pidana penjara, pembuat undang-undang menempuh 4 (empat) sistem perumusan yaitu: (1). Sistem perumusan tunggal atau sistem imperatif (2). Sistem perumusan alternatif (3). Sistem perumusan kumulatif (4). Sistem perumusan kumulatif-alternatif. Dari keempat sistem perumusan tersebut, yang paling banyak digunakan adalah sistem kumulatif-alternatif yang memuat ancaman pidana penjara dan/atau denda. Apabila diperbandingkan dengan sistem KUHP, tampaknya ada kebijakan pembuat undang-undang di luar KUHP untuk cenderung mengurangi penggunaan sistem perumusan pidana secara tunggal. Kebijakan pidana seumur hidup dalam perundang-undangan pidana di Indonesia menandakan bahwa hal tersebut cenderung mengabaikan aspek perlindungan terhadap individu. Hal ini 10

dikarenakan narapidana seumur hidup akan sulit untuk melakukan proses resososialisasi dan kembali ke masyarakat. Adanya sanksi pidana berupa pidana penjara sebagai salah satu bentuk perwujudan dari adanya politik kriminal, harus dapat menunjang tujuan pemidanaan yang ada. Perlu diperhatikan bahwa di dalam penerapanya, narapidana seumur hidup adalah tetap manusia yang perlu dihormati hak dan martabatnya. Narapidana ini harus tetap memperoleh hak yang sama dengan narapidana lainnya. Salah satu hak narapidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan adalah hak memperoleh remisi. Hak memperoleh remisi bagi narapidana salah satunya diatur dalam Pasal 14 huruf i Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Narapidana seumur hidup dimungkinkan mendapatkan remisi yaitu dari pidana seumur hidup menjadi pidana penjara sementara yang diberikan oleh Negara melalui Menteri Hukum dan HAM. Pemberian remisi dimaksudkan agar nantinya terpidana dapat kembali ke masyarakat dan menjadi warga Negara yang baik dan bertanggunngjawab. Pemberian remisi pada narapidana seumur hidup menunjukkan bahwa Negara sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan hak-hak bagi terpidana tanpa terkecuali. Apabila dilihat dari konsep pemasyarakatan, pada hakikatnya pidana penjara yang merupakan perampasan kemerdekaan seseorang itu hanya bersifat sementara sebagai sarana memulihkan integritas terpidana agar mampu melakukan readaptasi sosial. 11

Sehubungan dengan itu Mulder pernah menyatakan bahwa pidana perampasan kemerdekaan mengandung suatu cirri khas, yaitu bahwa dia adalah sementara. Terpidana akhirnya tetap diantara kita. 7 Sejalan dengan konsep pemasyarakatan, tujuan pemidanaan pada Rancangan KUHP Tahun 2005 seperti yang telah disebutkan sebelumnya, juga menghendaki adanya pencapaian tujuan yaitu memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna. Dari pemikiran yang demikian, maka secara teoritis sebenarnya tidak ada tempat untuk pidana seumur hidup. Pidana seumur hidup hanya dapat diterima secara eksepsional, sekedar untuk ciri simbolik akan sangat tercelanya perbuatan yang bersangkutan dan sebagai tanda peringatan bahwa yang bersangkutan dapat dikenakan maksimum pidana penjara dalam waktu tertentu yang cukup lama jadi tidak untuk benar-benar diterapkan secara harafiah. 8 C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka penulis memfokuskan penulisan berkenaan dengan masalah diatas dengan merumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah pidana seumur hidup sesuai dengan tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan dalam hukum pidana saat ini? 7 Ibid. 8 Tongat, Pidana Seumur Hidup dalam Sistem hukum Pidana di Indonesia, Universitas Muhammadiyah Malang, 2001 hal 35 12

D. Tujuan Penelitan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengungkap dan menganalisis pidana seumur hidup terkait dengan tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan dalam hukum pidana 2. Mengkaji kebijakan penerapan pidana seumur hidup berkaitan dengan ketentuan remisi E. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum (legal research). Penelitian bertujuan untuk mengkaji penerapan kaidahkaidah atau norma-norma hukum dengan mendasarkan pada pandangan dalam suatu peraturan perundang-undangan dalam memandang Relevansi Pidana Seumur Hidup dari Perspektif Tujuan Pemidanaan dan Pemasyarakatan. b. Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu cara meneliti bahan pustaka dalam ilmu, yang dimaksud disini adalah 13

pengumpulan data yang didasarkan dengan membaca hasil penelitian hukum, penelitian pustaka, dan pendapat para ahli hukum. 9 c. Bahan Hukum 1) Bahan Hukum Primer Dalam penelitian ini digunakan bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang ada kaitanya dengan permasalahan diatas terdiri dari: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan 3. Peraturan Perundang-undangan lainya yang terkait dengan penelitian 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti kapustakaan, pendapat para sarjana, dan bahan hukum sekunder lainnya yang terkait dengan penelitian F. Manfaat Penelitian 1). Manfaat Teoritis Diharapkan dapat memberikan masukan dalam khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi aparat penegak hukum di Indonesia tentang pentingnya 9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Manajemen, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 1996 ), h1m. 116-117 14

mewujudkan pelaksanaan proses pemasyarakatan agar dapat mencapai tujuan pemasyarakatan yang diharapkan. 2). Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam menyusun dan membangun pemikiran tentang penerapan pidana seumur hidup terkait dengan pentingnya tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan yang akan dicapai. G. Unit Amatan (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (2) Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi (3) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: M- 03.PS.01.04 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pengajuan Remisi Bagi Narapidana yang Menjalani Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara. (4) Pendapat para ahli hukum tentang Tujuan Pemidanaan dan Pemasyarakatan (5) Daftar narapidana seumur hidup di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang. 15

H. Unit Analisis Penelitian ini akan menganalisis relevansi pidana seumur hidup dari perspektif tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan dalam peraturan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Tujuan pemasyarakatan dalam penulisan merujuk pada kebijakan remisi dalam peraturan perundang-undangan terkait remisi sebagai upaya mencapai tujuan pemasyarakatan khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang 16