BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA

EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BANKO TENGAH, BLOK NIRU, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA

BAB IV EKSPLORASI BATUBARA

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

BAB II LANDASAN TEORI

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH MUARA LAKITAN, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROPINSI SUMATERA SELATAN

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi. Salah satu pemanfaatan batubara adalah sebagai bahan

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen.

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAB IV UNIT RESERVOIR

PENGANTAR GENESA BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

Bab II Teknologi CUT

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii. KATA PENGANTAR... iv. ABSTRAK...

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan BAB IV

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank)

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH BAYUNG LINCIR, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, PROPINSI SUMATERA SELATAN

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

*Corresponding Author :

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

1. MOISTURE BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI SKRIPSI OLEH : SILFI NURUL HIKMAH NPM :

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian.

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB IV HASIL DAN ANALISA

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH LUBUK JAMBI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAGIRI HULU, PROPINSI RIAU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS VARIASI NILAI KALOR BATUBARA DI PLTU TANJUNG JATI B TERHADAP ENERGI INPUT SYSTEM

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTEM DAERAH SENYIUR, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (LEMBAR PETA I816-24

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara

BAB III TEORI DASAR. secara alamiah dari sisa tumbuh- tumbuhan (menurut UU No.4 tahun 2009).

Oleh. Untung Triono. Kelompok Energi Fosil. Pusat Sumberdaya Geologi. Badan Geologi

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB 1. PENDAHULUAN...

Catatan Kuliah Lapangan Sedimentologi. Parapat Samosir Pusuk Buhit April 2011

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

LAMPIRAN I DATA ANALISIS. Tabel 7. Data Hasil Cangkang Biji Karet Setelah Dikarbonisasi

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II TINJAUAN UMUM

PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar Batubara Jenis Bituminous

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

Transkripsi:

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA 5.1. Evaluasi Fuel Ratio Hubungan antara kadar fixed carbon dengan volatile matter dapat menunjukkan tingkat dari batubara, yang lebih dikenal sebagai fuel ratio. Nilai rasio terhadap tingkat batubara dijelaskan oleh tabel V.1. FIXED CARBON /VOLATILE TIPE BATUBARA MATTER RATIO Coke 92 Anthracite 24 Semi-Anhtrcite 8.6 Semi-bituminous 4.3 Bituminous low volatile 2.8 Bituminous medium volatile 1.9 Bituminous high volatile 1.3 Lignite 0.9 Tabel V.1 Klasifikasi jenis batubara berdasarkan nilai fuel ratio (D.White, 1915) Hasil perhitungan rasio antara fixed carbon dengan volatile matter pada daerah penelitian ini menunjukkan jenis batubara berupa lignite (A1U, A1L, A2U, A2L, B1, B2U) dan bituminous high volatile (B2U, B2L, C) (tabel 4.4.2). 52

NO LAPISAN BATUBARA FUEL RATIO JENIS 1 A1U 0.906 lignite 2 A1L 0.974 lignite 3 A2U 0.869 lignite 4 A2L 0.951 lignite 5 B1 0.999 lignite 6 B2U 0.989 lignite 7 B2L 1.019 B. High Volatile 10 C 1.053 B. High Volatile Tabel V.2. nilai fuel ratio pada setiap lapisan batubara Banko Tengah Blok Niru, Sumatra Selatan 5.2. Evaluasi Hubungan Antara Kualitas Batubara Lapisan Batubara A1U dengan kandungan kadar abu antara 10 20 % dan kadar sulfur <1 %, dapat diintrepretasikan memiliki kondisi akumulasi gambut berupa Topotelmites tipe 3 (Tabel V.3). Lingkungan pada tipe ini menunjukkan lingkungan air tawar (dataran banjir) yang lebih sering mengalami periode kekeringan apabila dibandingkan dengan tipe 1. Korelasi data electric log menunjukkan bahwa lapisan batubara A1U menipis ke arah baratdaya (Korelasi 5880,6260,6580,32,7150). Hal tersebut diikuti juga oleh menurunnya nilai kalori (peta kalori A1U), kadar sulfur (peta kadar sulfur A1U) dan kadar abu (peta kadar abu A1U). Sementara itu di bagian Tenggara dimana ketebalan lapisan batubara relatif stabil, terlihat meningginya kadar sulfur dan abu yang mengakibatkan menurunnya Nilai Kalori. Korelasi electric loging (Korelasi 5880,6260,6580,32,7150) menunjukkan hubungan antara meningginya kadar abu ke arah tenggara sebagai akibat dari erosi oleh batuan (Batupasir) yang diendapkan di atas lapisan batubara A1U (sumur 41 dan 42), hal ini menyebabkan masuknya material klastik ke dalam gambut sehingga terjadi kenaikan nilai abu. 53

Analisis fuel ratio pada lapisan batubara A1U menunjukkan batubara dengan tingkat pembatubaraan Lignit. Meskipun demikian dari peta nilai kalori, kadar abu, dan abu, pada bagian Utara daerah penelitian terdapat beberapa daerah yang memiliki nilai kalori mencapai 5000 Kkal/Kg, dan juga kadar abu (± 10%) dan sulfur (± 0,6 %) yang rendah. Lapisan Batubara A1L menunjukkan kondisi akumulasi gambut topotelmites tipe 1. Lingkungan tipe ini merupakan lingkungan air tawar yang memungkinkan pengayaan kadar sulfur karena memiliki ph lingkungan yang lebih rendah (ph 4-7). Korelasi lapisan batubara A1L (korelasi 5880,6260,6580,32,7150) menunjukkan lapisan tipis batubara yang memiliki karakteristik penyebaran yang sama dengan lapisan batubara A1U, dimana lapisan menipis ke arah baratdaya. Penipisan batubara ini tidak memengaruhi arah peninggian kadar abu (Peta Kadar Abu A1L), sulfur (Peta Kadar Sulfur A1L) dan nilai kalori (Peta Nilai Kalori A1L). Arah penyebaran nilai kalori lebih dipengaruhi oleh arah perubahan kadar abu dan sulfur yang lebih dipengaruhi oleh lingkungan pembentukan gambut. Kadar abu yang meninggi ke arah baratdaya dan kadar sulfur yang lebih tinggi ke arah sebaliknya (timurlaut) kemungkinan akibat topografi pada lingkungan pembentukan gambut pada daerah sebelah Baratdaya lebih tinggi daripada di sebelah Timur. Perbedaan ketinggian ini memengaruhi intensitas muka air, dimana pada topografi tinggi akan lebih kering daripada topografi rendah sehingga oksidasi akan meningkat di topografi tinggi (tersingkap di permukaan) dan pada bagian topografi rendah 54

55

intensitas muka air lebih tinggi sehingga ph air turun (4-7) yang memungkinkan pengayaa sulfur terjadi. Analisis fuel ratio menunjukkan lapisan batubara A1L memiliki tingkat batubara lignit. Nilai kalori yang ditunjukkan oleh lapisan batubara ini sangat rendah (3000 kkal/kg) hal ini disebabkan oleh kandungan kadar abu (5-10%) dan sulfur (<2%) yang sangat tinggi. Kadar sulfur yang tinggi kemungkinan juga disebabkan adanya mineral tonstein yang ada pada lapisan batubara A1L ini, sehingga hidrolisis gelas volkanik dan silika akan menaikkan ph sehingga aktivitas bakteri meningkat, dan reaksi pembentukan sulfur meningkat. Kondisi akumulasi gambut ombrotelmites atau tipe 4 ditunjukkan oleh lapisan batubara A2U. hal tersebut diindikasikan dengan kadar sulfur < 5% dan volatile matter yang tinggi. Pada lingkungan ini gambut tumbuh pada daerah yang terus menerus basah. Kandungan kadar abu (10-20 %) yang lebih tinggi menunjukkan penyimpangan dari model Diessel (Tabel.4.4.3.). Korelasi data electric log (korelasi 6260, 6250,6281, 8130,8150,8180, dan korelasi 41,42,43) menunjukkan penipisan lapisan batubara A2U ke arah Timur. Korelasi (6260, 6250,6281, 8130,8150,8180) juga menunjukkan bahwa di bagian Barat lapisan batubara A2U dan A2L adalah satu, lalu kemudian terjadi percabangan menuju ke arah Timur. Hal ini diikuti oleh penurunan nilai kalori dan kadar sulfur tetapi kenaikan pada kadar abu. Berdasarkan kesamaan arah percabangan batubara A2 menjadi A2U dan A2L, dan kenaikan nilai abu seiring percabangan dan penipisan batubara, maka dapat di intrepretasi bahwa percabangan diakibatkan oleh proses autosedimentasi. Gambar (4.4) menunjukkan proses autosedimentasi yang menyebabkan terjadinya percabangan batubara akibat proses sedimentasi, dari gambar terlihat bahawa percabangan batubara disebabkan berubahnya posisi sungai, sehingga daerah yang sebelumnya sungai (A) menjadi mengering dan terbentuk endapan batubara (B). semakin mendekati ke sungai batubara semakin menipis, hal ini disebabkan interferensi dari endapan banjir yang 56

memengaruhi proses pembentukan gambut. Kadar abu meningkat semakin mendekati sungai karena semakin mendekati sumber endapan klastik. Gambar V.1 Percabangan batubara akibat autosedimentasi (Diessel,1992) Analisis fuel ratio menunjukkan bahwa lapisan batubara A2U memiliki tingkat batubara lignit. Nilai kalori dengan nilai diatas 5000 kkal/kg dan nilai sulfur yang rendah terdapat di bagian Baratlaut daerah penelitian. Kadar sulfur yang rendah disebabkan oleh lingkungan pembentukan gambut ombrotelmites yang memiliki nilai ph rendah (asam) sehingga mencegah aktivitas bakteri yang menghasilkan sulfur. Lapisan Batubara A2L menunjukkan lingkungan akumulasi gambut tipe 4, yang berupa Ombrotelmites. Lapisan batubara A2L memiliki kadar sulfur (<0,5%) yang rendah dan volatile matter yang tinggi. Kadar sulfur yang 57

rendah disebabkan pada lingkungan gambut ombrotelmites menghasilkan tingkat asam yang tinggi, mencegah atau menahan terjadinya pengayaan sulfur. Fenomena yang terjadi pada lapisan batubara A2L sama dengan batubara A2U, yaitu disebabkan oleh proses autosedimentasi. Korelasi lapisan batubara A2L (korelasi 6260,6250,6281,8130,8150,8180, dan 41,42,43 ) menunjukkan penipisan ke sebelah Timur. Arah nilai kalori relatif meningkat ke arah Baratdaya. Kadar abu (5-6%) dan kadar sulfur (0,23-0,24 %) memiliki arah peningkatan kadar (Peta Kadar Abu dan Kadar Sulfur A2L) yang berbeda dengan arah percabangan batubara A2 yaitu relatif ke Selatan akantetapi nilai kadar abu dan sulfur ini tidak menunjukkan kisaran nilai yang tidak jauh berbeda. Analisa fuel ratio menunjukkan bahwa lapisan batubara A2L memiliki tingkat betubara lignit. Nilai kalori pada batubara yang cukup tinggi kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kadar sulfur dan kadar abu sehingga menaikkan nilai kalori. Lapisan Batubara B1 menunjukkan lingkungan akumulasi gambut tipe 4, yang berupa Ombrotelmites. Lapisan batubara B1 memiliki kadar sulfur yang rendah (<0,3%) dan volatile matter yang tinggi. Seperti yang disebutkan sebelumnya lingkungan ini memberikan perlindungan terhadap tingginya nilai sulfur. Korelasi loging electric log pada lapisan batubara B1 (seluruh korelasi ) menujukkan lapisan yang batubara yang tebal dan juga menerus. Lapisan batubara B1 tidak memperlihatkan adanya percabangan dan juga arah penipisan meskipun pada data sumur 8150 terlihat adanya pengecualian, data sumur lainnya menunjukkan ketebalan yang relatif sama. Hal ini ternyata memberikan nilai kalori batubara yang relatif sama di seluruh daerah penelitian (5200-5400 kkal/kg). Arah penyebaran abu dan sulfur ternyata memiliki arah ke Utara, yang mengakibatkan beberapa nilai kalori batubara di Utara mengalami penurunan. 58

Analisa fuel ratio pada lapisan batubara B1 menunjukkan tingkat batubara lignit. Kisaran nilai kalori >5200 kkal/kg yang penyebarannya cukup merata dan ketebalan batubara yang tinggi menjadikan lapisan batubara B1 sebagai lapisan yang paling ekonomis. Nilai abu yang lebih tinggi dari seharusnya ( tipe 4, < 3%: B1 = 5-8%) kemungkinan akibat ketidak murnian batubara atau akibat adanya sisipan Batulempung-lanau karbonan, yang terlihat dari data loging (gambar V.2), hal ini terlihat dalam data loging sebagai kenaikan nilai gamma ray. Gambar V.2 Gambar electric log lapisan batubara B1, terlihat adanya kenaikan nilai GR yang menunjukkan sisipan Batulempung-lanau karbonan. Kondisi lingkungan akumulasi gambut pada lapisan batubara B2U adalah topotelmites tipe 1. Kisaran nilai sulfur yang tinggi (<2%) menunjukkan lingkungan tipe 1, mespkipun demikian kadar abu (5-20 %) terlalu tinggi untuk tipe ini. Nilai sulfur yang tinggi menunjukkan lingkungan pembentukan gambut topotelmites yang memiliki ph yang lebih rendah (4-7) sehingga memungkinkan terjadinya pengayaan sulfur. Kadar abu yang tinggi, disebabkan oleh oksidasi yang cukup signifikan. 59

Korelasi electric loging pada lapisan batubara B2U memperlihatkan tipisnya lapisan batubara dan percabangan ke arah Selatan daerah penelitian dan lapisan batubara ini menghilang ke arah Timur (korelasi 6260,6250,6281,8130,8150,8180), selain itu lapisan Batubara ini sering terlihat tidak menerus. Hal ini dapat menjawab tingginya kadar abu yang juga meningkat ke arah Timur (Peta Kadar Abu B2U), kemungkinan akibat semakin mendekati sumber suplai sedimen. Analisa fuel ratio pada lapisan batubara B2U menunjukkan tingkat batubara lignit. Nilai kalori di bagian Utara menunjukkan nilai di kisaran 5000 kkal/kg. Arah nilai kalori pada lapisan batubara B2U nampaknya lebih dipengaruhi oleh arah penyebaran kadar sulfur dan abu yang meninggi ke Timurlaut. Analisa lingkungan pembentukan gambut pada lapisan batubara B2L menunjukkan lingkungan ombrotelmites, tipe 4. lingkungan ini ditunjukkan oleh nilai sulfur (<0,5 %) yang rendah dan volatile matter yang tinggi. Kadar abu (19-30%) memiliki nilai yang lebih tinggi dari yang seharusnya menunjukkan tingginya tingkat oksidasi. Penyebaran lapisan batubara B2L yang didapat dari korelasi loging electric log menunjukkan penipisan ke Selatan. Hal ini dapat dihubungkan dengan tingginya kadar abu, karena perubahan yang terjadi pada lapisan batubara mencirikan adanya proses oksidasi yang cukup kuat. Hal ini kemudian memengaruhi arah penyebaran nilai kalori yang meninggi ke arah Timurlaut. Analisa fuel ratio menunjukkan lapisan batubara B2L memiliki tingkat batubara Bituminus Volatil Tinggi, tetapi kadar abu (19-30%) yang tinggi menyebabkan nilai kalori ( 3900-4700 kkal/kg) rendah. Analisa lingkungan pembentukan gambut pada lapisan batubara C menunjukkan lingkungan topotelmites, tipe 3. Kadar sulfur (<1%) dan abu (5-10%) menunjukkan hal tersebut. 60

Penyebaran lapisan C (korelasi 41,42,43, dan 6260,6250,6330,8130,8150,8180) pada daerah penelitian menunjukkan lapisan batubara yang tebal dan percabangan yang terjadi di bagian Timur daerah penelitian. Kadar sulfur (Peta Kadar Sulfur C) dan nilai kalori (Peta Kadar Kalori C) meninggi ke arah Utara, dan kadar abu (Peta Kadar Abu) meninggi ke Barat. Kadar sufur (<1%) merupakan cerminan lingkungan topotelmites yang memungkinkan terjadinya pengayaan sulfur, sementara naiknya kadar abu kemungkinan disebabkan oleh ketidakmurnian batubara, yang disebabkan adanya sisipan Batulempung karbonan (Gambar V.3) Gambar V.3 Logging electric log yang menunjukkan adanya perselingan lapisan batubara C dengan Batulempung karbonan Analisa fuel ratio menunjukkan tingkat batubara lapisan C aalah bituminus volatil tinggi. Hal ini sesuai dengan nilai kalori (± 5400 kkal/kg) yang tinggi, walaupun demikian nilai kalori nampaknya lebih dipengaruhi oleh arah penyebaran kadar abu dan sulfur. 61

5.3. Evaluasi Pasar Batubara PARAMETER DICARI BATAS UMUM KETERANGAN Total Moisture % 4-8 Max 12 (As Received) (Max 15) Free Moisture % (As Received) Ash % (Air Dried) Volatile matter % (dmmf) Gross Calorific Value (Air Dried) MJ/kg Total Sulfur % (Air Dried) Tabel.4.4.3 low Max 10-12 low Max 15-20 (Max 30) Mengurangi net CV. Terbatas sampai maksimum 15% untuk memudahkan penggerusan Batasan akan lebih tinggi untuk batubara tingkat rendah Mengurangi CV. Terbatasa pada kemampuan konsumen dalam mengatasi dan dispose abu 25-35 15-25 Min 25 Max 25 Side fired p.f. furnance Down fired p.f. furnace high Min 24-25 Konsumen memiliki perhitungan yang bervariasi low Max 0.5-1 (Max 2) Umumnya bergantung pada peraturan polusi lokal (UK:2%, Perancis:1,7%. Jepang:0,5%) Parameter kualitas batubara untuk pembangkit listrik (pedoman kualitas batubara PTBA) PARAMETER DICARI BATAS UMUM KETERANGAN Total Moisture % 4-8 Max 12 (As Received) (Max 15) Free Moisture % (As Received) Ash % (Air Dried) Volatile matter % (dmmf) low Max 10-12 Mencapai 15 Max 20 (Max 40-50) Mengurangi net CV. Terbatas sampai maksimum 15% untuk memudahkan penggerusan Batasan akan lebih tinggi untuk batubara tingkat rendah Kandungan abu tidak begitu berpengaruh akantetapi harus konstan dalam kurang lebih 2 % dan komposisi konsisten yang akan memengaruhi rasio pemasukan bervariasi Max 24 Bergantung pada firing sistem akantetapi 62

Gross Calorific Value (Air Dried) MJ/kg Total Sulfur % (Air Dried) biasanya fleksible bervariasi Min 21 Konsumen memiliki perhitungan yang bervariasi Mencapai 2 Max 2-5 Bergantung kandungn sulfur Tabel 4.4.4. Parameter kualits batubara untuk industri semen (pedoman kualitas batubara PTBA) Dari statistik kualitas batubara didapatkan spesifikasi batubara pada umumnya memiliki nilai kalori antara 17-23 Mj/Kg, kadar abu berkisar antara 10-26%, kadar volatile matter yang sebagian besar berkisar antara 25-30 %, dan kadar sulfur yang bekisar di angka 0,4%. Spesifikasi batubara tersebut bila dibandingkan dengan parameter penggunaan batubara (tabel 4.4.3 dan Tabel 4.4.4.) maka batubara pada daerah penelitian ini dapat digunakan untuk pembangkit listrik dan industri semen. 63