BAB IV TINJAUAN SADD AL-DHARA< I TERHADAP LARANGAN MEMBERI KEPADA PENGEMIS PADA PERDA KOTA MADIUN NOMOR 8 TAHUN 2010

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENETAPAN HARGA PADA JUAL BELI AIR SUMUR DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain agar mereka tolong-menolong dalam semua kepentingan hidup

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ASUSILA DAN PENGANIAYAAN OLEH OKNUM TNI

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi maksud-maksudnya yang kian hari makin bertambah. 1 Jual beli. memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.

BAB IV. suatu transaksi. Pembiayaan yang terjadi yaitu pembiayaan mura>bah}ah bi alwaka>lah.

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB III LARANGAN MEMBERI KEPADA PENGEMIS PADA PERDA KOTA MADIUN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. berkembang salah satu masalah besar yang dihadapi adalah sama, yaitu

BAB IV ANALISIS JARI<MAH TA ZI<R TERHADAP SANKSI HUKUM MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berpedoman penuh pada Al-Qur an dan As-Sunnah. Hukum-hukum yang melandasi

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

BAB IV ANALISIS KONSTITUSI DAN HUKUM ISLAM TERHADAP PASAL 504 DAN 505 KUHP TENTANG PERBUATAN MENGEMIS DI TEMPAT UMUM DAN PELANCONG YANG TIDAK

BAB I PENDAHULUAN. berakibat pada melambungnya harga barang kebutuhan, sehingga banyak para

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS SADD AH TERHADAP JUAL BELI KREDIT BAJU PADA PEDAGANG PERORANGAN DI DESA PATOMAN ROGOJAMPI BANYUWANGI

A. Analisis Sadd al-dhari> ah terhadap Jual Beli Produk Kecantikan yang Tidak Ada Informasi Penggunaan Barang dalam Bahasa Indonesia

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI LEGEN. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Praktek

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari bentuk kegiatan muamalah adalah utang-piutang untuk

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

KLONING FATWA MUSYAWARAH NASIONAL VI MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR: 3/MUNAS VI/MUI/2000. Tentang KLONING

ANALISIS FIQH SIYASAH TENTANG PERAN BADAN ANGGARAN DPRD KOTA SURABAYA DALAM MEREALISASIKAN FUNGSI BUDGETING

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Al-Qur an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan daerah diperlukan adanya hubungan yang serasi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS TRANSAKSI JUAL BELI BBM DENGAN NOTA PRINT BERBEDA SPBU PERTAMINA DI SURABAYA UTARA

Bagi YANG BERHUTANG. Publication: 1434 H_2013 M. Download > 600 ebook Islam di PETUNJUK RASULULLAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam suatu negara, pembangunan bertujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh pendidikan formal informal dan non-formal. Penerapan

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV. Dasar Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Pengadilan Negeri. Pidana Hacker. Negeri Purwokerto No: 133/Pid.B/2012/PN.

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran terhadap adat akan berdampak pada ketidak seimbangan dan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA- MENYEWA TANAH FASUM DI PERUMAHAN TNI AL DESA SUGIHWARAS CANDI SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BAB IV ANALISIS DATA. A. Pemahaman Masyarakat Desa Surabaya Udik Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur Mengenai Mahar

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS PULSA DENGAN HARGA DIBAWAH STANDAR

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pemberlakuan tarif parkir progressif di

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. berikannya sebuah kelebihan tersebut manusia tidak hanya diam. Akan tetapi. wajib melaksanakan segala perintah dan larangan Allah.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

BAB IV. penyebab kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari. keterlambatan datangnya transportir yang membawa bensin ke pulau Bawean

BAB IV PEMBAHASAN. segala hal yang akan dijalankan dalam usahanya. dan tidak dapat melihat pasar yang sesungguhnya benar - benar ada.

BAB 13 SALAT JAMAK DAN QASAR

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk lainnya, oleh karena dia dibekali akal pikiran, dan ilmu. didik dengan segala lingkungan dan sepanjang hayat.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN DALAM SISTEM NGGADO DI DESA BRANGSONG KECAMATAN BRANGSONG KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. dapat menghadapi segala tantangan yang akan timbul, lebih-lebih dalam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

BAB IV PRODUKSI KOPI LUWAK DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA

UNTUK KALANGAN SENDIRI

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. A. Analisis Praktik Jual Beli Produk atau Barang Replika di Darmo Trade

Hukum Memakai Emas Dan Intan Bagi Laki-Laki

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Menzhalimi Rakyat Termasuk DOSA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

BAB IV ANALISIS SEWA MENYEWA TAMBAK YANG DIALIHKAN SEBELUM JATUH TEMPO MENURUT HUKUM ISLAM. A. Analisis Terhadap Akad Sewa Menyewa Tambak

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah merupakan tabi at. manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Padang merupakan salah-satu daerah di Sumatera Barat dengan roda ekonomi dan

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 286

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang berbagai aktifitas kehidupan sehari-hari. Seiring berjalannya waktu

BAB IV. adalah pernikahan yang sah menurut syarat dan rukun pernikahan, tetapi. yang telah hadir melalui keberadaan Undang-Undang No.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

BAB IV. A. Analisis Jual Beli Air Sungai Untuk Tambak Dengan Harga Perjam Di Dusun. Guyangan Desa Kemlagigede Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. manusia disebut sebagai makhluk sosial. Islam mengajarkan kita untuk saling

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERLOMBAAN BURUNG BERKICAU BERHADIAH DI GANTANGAN NEW PERMATA BC TANGGULANGIN SIDOARJO

KAIDAH FIQH PENGGABUNGAN HUKUMAN DAN KAFFAROH. Publication 1437 H_2016 M. Kaidah Fiqh Penggabungan HUKUMAN dan KAFFAROH

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan dan tindakan yang diambil akan bertentangan dengan normanorma

FATWA TARJIH: HUKUM NIKAH SIRRI

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB I PENDAHULUAN. berupa uang atau barang yang akan dibayarkan diwaktu lain sesuai dengan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Hukum Mengubah Nazar

Kepada Siapa Puasa Diwajibkan?

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT

Transkripsi:

BAB IV TINJAUAN SADD AL-DHARA< I TERHADAP LARANGAN MEMBERI KEPADA PENGEMIS PADA PERDA KOTA MADIUN NOMOR 8 TAHUN 2010 A. Analisis Latar Belakang Pembentukan Pasal 8 (b) tentang Larangan Memberi Kepada Pengemis di Sekitar Lampu Merah Pada Perda Kota Madiun Nomor 8 Tahun 2010 Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah membuat sejumlah peraturan daerah yang biasa disingkat dengan istilah Perda. Perda tersebut bisa mengatur masalah administrasi, lingkungan hidup, ketertiban, pendidikan, sosial, dan lain-lain. Perda pada dasarnya dibuat untuk kepentingan masyarakat. Mengingat hukum adalah sebuah aturan yang mengatur kehidupan sekaligus menetapkan tatanan mengenai hal apa saja yang dilarang dan tidak, maka hukum semestinya memerintahkan seseorang untuk melakukan hal yang baik, dan melarang seseorang melakukan hal yang buruk. Hal inilah yang seharusnya menjadi dasar dalam penyusunan undang-undang. Sehingga undang-undang dan hukum yang dimaksudkan tepat sasaran dan tidak menimbulkan kontroversi. Di dalam syari at Islam, tujuan diberlakukannya hukum Islam terdiri atas tiga macam yaitu sebagai penyucian jiwa, menegakkan keadilan, dan kemaslahatan. Selain itu adalah terciptanya kepentingan umum dalam kehidupan manusia. Kepentingan umum yang dimaksud adalah bersifat dinamis dan fleksibel seiring dengan perkembangan zaman. Secara umum kriteria kepentingan umum adalah memelihara kepentingan umum dengan kebajikan umum dan mewujudkan kepentingan umum dengan keadilan dan 67

2 kebenaran. Oleh karena itu ijtihad terhadap pelaksanaan hukum dengan pertimbangaan kepentingan umum ini harus dilaksanakan dengan baik. Seperti halnya Peraturan Daerah yang dibuat di kota Madiun yang memiliki tujuan untuk mewujudkan tata kehidupan dan penghidupan masyarakat menjadi aman, tentram, tertib dan teratur. Artinya, dalam pembentukan Peraturan Daerah no. 8 tahun 2010 tentang penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, didasarkan pada kepentingan umum demi kesejahteraan masyarakat Kota Madiun. Jika ditinjau dari hukum Islam, larangan memberi kepada pengemis di sekitar lampu merah pada Peraturan Daerah Kota Madiun no. 8 tahun 2010 tentang penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum pasal 8b termasuk dalam kategori Sadd al-dhara> i. Sadd al-dhara> i adalah upaya mujtahid untuk menetapkan larangan terhadap satu kasus hukum yang pada dasarnya diperbolehkan, yang mana larangan itu dimaksudkan untuk menghindari perbuatan atau tindakan lain yang dianggap sebagai perbuatan pokok yang terlarang. Sebagian besar ulama sepakat untuk menggunakan Sadd al- Dhara> i sebagai salah satu sumber atau pedoman yuridis dalam menemukan hukum Islam. Larangan memberi kepada pengemis disekitar lampu merah pada pasal 8b Perda Kota Madiun no. 8 tahun 2010, merupakan pasal yang dibentuk oleh pemerintah Kota Madiun sebagai alat penegak hukum yang ditujukan kepada masyarakat Kota Madiun maupun luar Kota Madiun yang berada di wilayah Kota Madiun. Di dalam hukum Islam, pengakuan terhadap Dhara> i pada dasarnya adalah dengan memandang kepada akhir perbuatan, lalu terhadap

3 perbuatan itulah ditetapkan hukum yang sejalan dengan hasilnya. Seperti halnya dalam pembentukan peraturan daerah Kota Madiun, bahwa sebelum membentuk peraturan ini pemerintah telah meninjau terlebih dahulu bagaimana dampak yang akan terjadi kedepannya. Dalam konsep Sadd al-dhara> i, jika suatu perbuatan itu membawa kepada yang buruk maka perbuatan itu dilarang tanpa peduli kepada niat pelakunya tetapi pandangan diarahkan pada hasil dari perbuatannya. Sedekah merupakan anjuran agama kepada umatnya. Sehingga jelas, tidak ada larangan kepada seluruh umat muslim untuk bersedekah. Justru adanya kewajiban bagi setiap muslim yang dianggap mampu untuk bersedekah dengan takaran yang sesuai dengan kemampuannya. Akan tetapi, pemerintah kota Madiun justru membentuk peraturan daerah yang melarang masyarakatnya bersedekah. Dalam arti khusus bahwa seluruh masyarakat Kota Madiun dilarang bersedekah di sekitar lampu merah. Hal ini tentunya pemerintah memiliki alasan mengapa melarang masyarakatnya member kepada pengemis di lampu merah. Terdapat beberapa alasan pemerintah Kota Madiun dalam membentuk peraturan daerah yang melarang masyarakatnya bersedekah di sekitar lampu merah. Pertama, untuk mencegah dan menanggulangi adanya gangguan terhadap ketentraman dan ketertiban umum, menanggulangi dan menghilangkan adanya kegiatan yang dapat mengakibatkan terganggunya stabilitas keamanan masyarakat. Artinya, pemerintah Kota Madiun ingin melindungi masyarakat terutama saat berkendara agar tidak terancam keselamatannya.

4 Harapannya, masyarakat semakin nyaman dengan tidak adanya pengemis dan pengamen yang meminta-minta di sekitar lampu merah. Selain itu, jika ada pengemis atau pengamen di sekitar lampu merah, dikhawatirkan akan terjadi tindakan kriminal seperti penjambretan, pemaksaan untuk memberikan uang kepadanya, merusak kendaraan, dan lain-lain. Kasus seperti ini sering terjadi di wilayah lain sehingga perlu dihindari. Hal ini bukan berarti menyalahkan para pengemis yang beroperasi di wilayah Kota Madiun dan menganggap pengemis-pengemis di kota madiun sebagai pelaku kriminal yang harus dihindari. Kedua, untuk mengindari kemacetan dan kecelakaan. Berkaca dari sebelum dibentuknya perda tersebut, sebelumnya pernah terjadi kecelakaan ringan antara pengendara jalan dan pengemis di sekitar lampu merah kota Madiun. Sehingga salah satu alasan dibentuknya perda ini adalah untuk menghindari kecelakaan dan kemacetan jalan. Tanggung jawab pemerintah sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, tentunya tidak ingin terjadi halhal buruk yang menimpa masyarakatnya. Belum tentu, dengan tidak diberlakukannya peraturan daerah tersebut masyarakat akan terlepas dari bahaya kecelakaan. Justru akan mengancam keselamatan mereka dan pengemis itu sendiri. Sehingga pemerintah mengambil jalan untuk membentuk peraturan tentang larangan memberi kepada pengemis disekitar lampu merah tersebut. Selain itu, wadah bersedekah bukan hanya disekitar lampu merah, tetapi ada wadah lain yang lebih tepat untuk bersedekah. Sebagian masyarakat mengeluhkan adanya pengemis yang beroperasi disekitar lampu merah meskipun disisi lain mereka tetap memberikan sedekah

5 kepada pengemis tersebut karena belas kasihan. Sehingga pemerintah mempertegas dengan membuat peraturan yang melarang masyarakat Kota Madiun untuk tidak memberi sedekah pada pengemis di sekitar lampu merah. Ketiga, sebagai salah satu upaya untuk mengurangi jumlah pengemis yang beroperasi diwilayah Kota Madiun. Dengan semakin berkurangnya lahan untuk mengemis, meskipun sedikit tentu jumlah pengemis akan mengalami penurunan. Artinya, pemerintah Kota Madiun ingin membuat Kota Madiun bersih dari pengemis untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Dari ketiga alasan di atas, bisa kita ketahui bahwa latar belakang pembentukan peraturan daerah Kota Madiun pasal 8b pada Perda no. 8 tahun 2010 tentang penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum adalah demi kemaslahatan masyarakat Kota Madiun. Pemerintah berusaha menghindari dampak-dampak buruk yang akan terjadi dengan solusi membentuk peraturan yang tegas. Hal ini telah sesuai dengan konsep Sadd al-dhara> i. Berdasarkan uraian di atas, maka bisa kita nilai latar belakang pembentukan Perda larangan memberi kepada pengemis disekitar lampu merah pada Perda Kota Madiun no. 8 tahun 2010 dengan konsep Sadd al-dhara> i. Jika dilihat dari kualitas kemafsadatannya, larangan memberi kepada pengemis disekitar lampu merah termasuk dalam kategori yang ketiga, yaitu perbuataan yang dilakukan itu biasanya atau besar kemungkinan membawa kepada kemafsadatan. 1 Artinya, jika kita bersedekah, memang benar pada dasarnya itu merupakan perbuatan yang justru dianjurkan oleh agama. Tetapi ketika kita bersedekah dilampu merah dan hal tersebut memiliki kemungkinan akan 1Rahmat Syafe i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung : Pustaka Setia : 2007), 133-135.

6 mengakibatkan efek yang buruk bagi kita dan pengemis itu sendiri maka harus dihindari. Ditinjau dari segi jenis kemafsadatan yang ditimbulkan sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Qayyim yang dikutip oleh Nazar Bakry dalam bukunya Fiqh dan Ushul Fiqh, larangan memberi kepada pengemis pada pasal 8b Perda Kota Madiun no. 8 tahun 2010 termasuk ke dalam kategori perbuatan yang hukumnya boleh dan pelakunya tidak bertujuan untuk suatu kemafsadatan, tetapi biasanya akan berakibat suatu kemaafsadatan. 2 Artinya, ketika masyarakat memberi sedekah kepada pengemis di lampu merah, mereka sama sekali tidak menginginkan suatu kejadian atau dampak buruk yang terjadi. Meskipun terkadang merasa terganggu dengan kehadiran para pengemis, akan tetapi mereka lebih merasa kasihan atau iba. Rasa iba lebih besar daripada keresahan akan datangnya para pengemis yang meminta-minta. Akhirnya, pemerintah memutuskan untuk membentuk perda ini untuk mempertegas hukum yang berlaku di masyarakat Kota Madiun. Sehingga dengan adanya peraturan daerah dengan status hukum yang tegas, diharapkan masyarakat menaatinya. Hal ini karena telah jelas bahwa alasan pemerintah kota Madiun untuk membentuk perda tersebut adalah untuk menghindari tindakan kriminal, kecelakaan, kemacetan lalu lintas, dan tentunya untuk menghindari buruknya kualitas dan kesejahteraan masyarakat Kota Madiun karena masih banyak pengemis yang beroperasi. 2Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), 244-246.

7 Dengan demikian pemberlakuan peraturan daerah Kota Madiun no. 8 tahun 2010 khususnya pasal 8b yaitu larangan memberi kepada pengemis di lampu merah, jika dianalisis dari latar belakang pembentukan perda di atas, sudah sejalan dengan konsep Sadd al-dhara> i karena bertujuan menghindari dampak buruk karena keberadaan pengemis di jalan. B. Analisis Dampak dari Pembentukan Pasal 8 (b) tentang Larangan Memberi Kepada Pengemis di Sekitar Lampu Merah pada Perda Kota Madiun Nomor 8 Tahun 2010 Peraturan daerah Kota Madiun No.8 Th. 2010 khususnya pasal 8b dalam mewujudkan ketentraman, keamanan, dan ketertiban umum dan menghindari kemacetan serta kecelakaan, secara umum memang sudah terlaksana. Akan tetapi, pada kenyataannya masih ada satu dua pengemis yang beroperasi di sekitar lampu merah. Artinya, masih berpotensi akan terjadi resiko buruk terhadap pengendara dan pengemis itu sendiri. Sementara itu Sadd al-dhara> i menghendaki resiko buruk dari sebuah perbuatan. Karena Sadd al-dhara> i artinya menutup sarana yang menuju kepada kerusakan untuk mencegah sesuatu yang mengakibatkan pada kerusakan tersebut. 3 Oleh karena itu, dalam memahami dampak pemberlakuan perda ini harus melihat dari latar belakang pembentukannya. Dalam peraturan larangan memberi kepada pengemis pada Perda Kota Madiun no. 8 tahun 2010 ini dapat digambarkan sebagai berikut: 3 Suwarjin, Ushul Fiqh, (Yogyakarta : Teras, 2012), 169.

8 Dari bagan di atas, dapat diketahui bahwa larangan memberi kepada pengemis di Kota Madiun berdampak pada dua aspek yaitu dampak hukum dan dampak sosial. Yang pertama, bahwa dampak hukum larangan memberi kepada pengemis di lampu merah adalah meningkatnya kesadaran masyarakat dan menjadi dasar aparat hukum untuk melakukan penertiban. Hal ini bisa dibandingkan dengan hasil observasi dan wawancara. Para pengguna jalan tidak semuanya memberi uang kepada pengemis, namun ada beberapa yang memberi terutama yang mengendarai mobil. Selain itu, masyarakat yang mengetahui keberadaan pengemis di sekitar lampu merah akan melaporkan pada Satpol PP untuk ditertibkan. Di sisi lain Satpol PP selaku pelaksana perda

9 telah memiliki dasar hukum yang jelas untuk menertibkan para pelanggar perda. Kedua, bahwa dampak sosial dari larangan memberi kepada pengemis di lampu merah adalah menciptakan ketertiban umum, menurunnya angka kecelakaan yang disebabkan oleh keberadaan pengemis di lampu merah, dan berkurangnya jumlah pengemis meskipun sedikit. Sebagaimana yang telah dipaparkan nara sumber bahwa sejak diberlakukannya perda ini, masyarakat pengguna jalan lebih tertib, tidak ada lagi kecelakaan yang disebabkan oleh keberadaan pengemis di lampu merah, dan berkurangnya jumlah pengemis meskipun sedikit karena masih ada pengemis di tempat umum seperti alon-alon dan tempat perbelanjaan. Artinya, dampak yang ditimbulkan ketika perda diberlakukan telah terlaksana dan sesuai dengan latar belakang pembentukan perda meskipun belum maksimal. Jika ditelaah, larangan memberi kepada pengemis di lampu merah pada Perda Kota Madiun no. 8 tahun 2010 memiliki dasar pembentukan yaitu untuk menghilangkan budaya mengemis dan melindungi kemaslahatan mayarakat. Islam sendiri menilai bahwa mengemis merupakan perbuatan yang dianggap mencemari perbuatan baik dan merampas hak orang-orang miskin yang memang membutuhkan bantuan. Bahkan hal itu merusak citra baik orangorang miskin yang tidak mau minta-minta dan orang-orang yang mencintai kebajikan. Islam telah menjelaskan pentingnya konsep-konsep pemberdayaan masyarakat lemah. Pemecahan yang ditempuh tidak sekedar memberi mereka

10 sedekah berupa uang, akan tetapi bagaimana memecahkan masalah dan memberdayakan mereka agar tidak mengemis lagi. Hal ini telah diupayakan oleh pemerintah Kota Madiun yang salah satunya adalah membentuk perda tentang ketentraman dan ketertiban umum no. 8 tahun 2010. Berdasarkan observasi penulis menunjukkan bahwa masyarakat kota Madiun masih belum memiliki kesadaran hukum sepenuhnya karena masih terlihat memberikan sedekah kepada pengemis dilampu merah. Padahal mereka mengetahui peraturan yang telah diberlakukan pemerintah. Telah jelas, bahwa tujuan dari diberlakukannya perda itu sendiri adalah demi menghindari dampak buruk karena keberadaan pengemis di jalan. Wadah bersedekah tidak hanya dilampu merah akan tetapi masih banyak tempattempat lain yang bisa diberi sedekah. Jika masyarakat masih memberikan sedekah kepada pengemis terutama kepada pengemis yang masih kuat untuk bekerja, tentunya para pengemis akan semakin malas untuk beranjak dari pekerjaan meminta-minta. Padahal sudah jelas dalam Islam bahwa mengemis merupakan perbuatan yang tidak dianjurkan oleh agama. Sebagaimana hadis Nabi yang berbunyi : م يو مم وم المق ي م امة لمم ي م س م ف م و م جه ه م م ز م عة مل م م ما مزامل الر ج ل ي مم سأمل الن ا م س م حت م يمت Artinya : Abdullah bin Umar r.a. berkata : Nabi saw. bersabda: selalu seorang itu minta-minta kepada orang sehingga tiba di hari kiamat sedang di wajahnya tidak ada sisa sepotong daging pun. Yakni wajahnya hanya tinggal tulang belulang belaka. (Bukhari, Muslim). 4 4 Muhammad Fu ad Abdul Baqi, Mutiara Hadits (Al-Lu lu wal Marjan), (Surabaya : Bina Ilmu, t.t.), 320.

11 Meskipun setiap hari Satpol PP terus beroperasi keliling Kota Madiun, tentunya tidak bisa sepenuhnya selama 24 jam mengawasi. Sehingga kesadaran hukum masyarakat sangat diperlukan, karena peraturan ini dibuat demi kemaslahatan masyarakat sendiri. Peraturan daerah yang telah diberlakukan harus ditegakkan karena sudah menjadi aturan bersama. Terdapat kaidah yang berbunyi م ى المم م صلم م حة املما م صة أملمم م صلمحة المعامم ة م مقد مة م عل Artinya : Kemaslahatan yang umum lebih didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus. 5 Mengingat kemaslahatan umum (berupa ketertiban keselamatan pengguna jalan dan pengemis) harus didahulukan daripada kemaslahatan individu (pengemis), maka pemerintah harus melakukan pendataan, pemetaan dan pembinaan kepada para pengemis. Bisa jadi para pengemis dibekali dengan pelatihan skill, terutama para pengemis yang masih berusia produktif untuk bekerja. Sedangkan untuk pengemis yang sudah berusia tua artinya tidak produktif atau tidak mampu untuk bekerja lagi, maka memang perlu diberikan bantuan konsumtif baik melalui anggaran dari APBD atau melalui Bazda Kota Madiun. Hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah Kota Madiun. Meskipun pemerintah sudah berupaya melakukan penanganan terhadap permasalahan pengemis dan kemaslahatan masyarakat Kota Madiun, akan tetapi jika tidak didukung dengan adanya kesadaran hukum masyarakat sepenuhnya dan pengawasan pemerintah yang lebih maksimal akan 5 Djazuli, Kaidah-kaidah fikih : Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalahmasalah yang Praktis, (Jakarta : Kencana, 2011), 166.

12 menghambat penegakan perda itu sendiri, sehingga pengemis di Kota Madiun tetap ada. Jadi, pemberlakuan larangan memberi kepada pengemis di sekitar lampu merah pada perda Kota Madiun No. 8 Tahun 2010 tersebut telah sesuai dengan konsep Sadd al-dhara> i, karena berdampak pada tertutupnya pintu kemafsadatan yang diakibatkan oleh keberadaan pengemis di jalanan.