BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. rapi dan sangat rahasia keberadaannya. 2

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pada pembahasan penulis paparkan sebelumnya maka. dapat disimpulkan:

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menurut Direktur World Development Report (WDR), Norman Loayza

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NO.21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukun pada Fakultas Hukum UPN Veteran Jawa Timur.

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perempuan dan anak. Dengan demikian upaya perlindungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Di masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. lain. Kemampuan manusia sebagai mahluk sosial dilengkapi oleh Tuhan Yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual dewasa ini bukan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa :

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. telah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Kartu ini berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. konstitus yang mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. informasi baik dalam bentuk hardware dan software. Dengan adanya sarana

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. satu tindak kriminal yang semakin marak terjadi adalah persetubuhan, ironisnya

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dengan manusia yang lain. Pengertian anak menurut Anwar Riksono adalah :

I. PENDAHULUAN. yang paling sederhana sampai tingkat yang kompleks, perlunya penegakan hukum

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN Oleh : Yulia Monita 1.

BAB I PENDAHULUAN. kedudukannya di dalam hukum (equality before the law). Pasal 27 ayat (1)

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai dibicarakan masyarakat. Keprihatinan kita menjadi sangat besar karena korban perdagangan orang mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Perdagangan anak adalah bentuk modern dari perbudakan manusia dan juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat serta martabat manusia. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang menyetujui bentuk-bentuk perdagangan orang dan terus mengupayakan pemberantasan terhadap tindakan tersebut didasari pemahaman bahwa manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang paling sempurna dan harus dijunjung tinggi harkat serta martabatnya sehingga tidak layak untuk diperdagangkan. Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. 1 1 Indonesia, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, (LN Tahun 2007 No. 58, TLN No. 4720 ) 1

2 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 2 Termasuk sebagai tindak pidana perdagangan orang adalah melakukan perbuatan sebagai berikut: 3 1. Eksploitasi, yaitu tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun imamateriil. 2. Eksploitasi seksual, yaitu segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan pencabulan. 3. Perekrutan, yaitu tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya. 4. Pengiriman, yaitu tindakan memberangkatkan atau melabuhkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain. 5. Kekerasan, yaitu setiap perbuatan secara melawan hukum, dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. 2 Indonesia, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, (LN Tahun 2002 No. 109, TLN No. 4235) 3 Aziz Syamsuddin,2011, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 58

3 6. Ancaman kekerasan, yaitu setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tylisan, gambar, simbol atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang. 7. Penjeratan Utang, yaitu perbuatan menempatkan orang dalam status atau keadaan menjaminkan atau terpaksa menjaminkan dirinya atau keluarganya atau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau jasa pribadinya sebagai bentuk pelunasan utang. Isu child trafficking ( perdagangan anak ) yang marak dibicarakan saat ini sebaiknya jangan dipandang sebelah mata. Jaringan perdagangan orang tidak dapat dipisahkan dari batas-batas negara yang semakin mudah dilintasi. 4 Mereka mempunyai jaringan lintas negara yang terstruktur rapih dan sangat rahasia keberadaannya. Permasalahan ini muncul akibat dari beberapa aspek salah satunya yang mendasari adalah aspek ekonomi seperti banyaknya tingkat pengangguran dan kemiskinan yang semakin meluas di Indonesia. Banyak masyarakat yang menghalalkan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya salah satunya dengan menghalalkan perdagangan anak. Krisis moneter berkepanjangan dan lesunya perekonomian menyebabkan banyak keluarga kehilangan sumber pendapatannnya dalam kondisi ini, pelacuran dianggap memberi kesempatan yang lebih baik kepada anak dan perempuan mendapatkan uang. Selain dari aspek tersebut, kurangnya aspek 4 Farhana, 2010,Aspek Hukum Perdagangan Orang Di Indonesia, Sinar Grafika,Jakarta, hlm. 4.

4 pendidikan yang diperoleh mayarakat juga menjadi penyebab maraknya perdagangan anak. Dengan kata lain pemahaman masyarakat terhadap permasalahan perdagangan anak masih kurang. Banyak anak-anak dan perempuan dari desa yang mau meninggalkan kampung halamannya karena tergiur oleh janji-janji yang diberikan oleh para trafficker (orang yang memperdagangkan) untuk bekerja di kota dengan gaji yang besar, tetapi sesampainya di kota, diperdaya atau dipaksa untuk menjadi pekerja seks. Aspek ketidakberdayaan, kemiskinan, ketidak mampuan dan pengangguran menjadi suatu permasalahan yang menghimpit sehingga mereka merasa tidak punya pilihan lain dan ikut arus perdagangan anak serta melalaikan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Dimana setiap manusia mempunyai hak untuk tidak diperbudak, tidak disiksa, menentukan kebebasan pribadi, pikiran, dan hati nurani. Perdagangan anak telah dikriminalisasikan dalam hukum Indonesia. Perdagangan disebut secara eksplisit dalam KUHPidana dan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai berikut: Pasal 297 KUH Pidana menyatakan bahwa: Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. 5 Pasal 65 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa: 5 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,diterjemahkan oleh Moelyatno, cet. 27, Bumi Aksara, Jakarta, 2008 hlm.109.

5 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotopika, dan zat adiktif lainnya. 6 Dalam Pasal 65 diatas tidak ada sanksi yang tercantum bagi pelanggar pasal ini. Walaupun telah dinyatakan secara eksplisit telah dikriminalisasikan, tetapi tidak ada definisi resmi tentang perdagangan di dalam pasal 297 KUH Pidana atau di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sehingga dalam praktiknya pasal-pasal ini sulit untuk digunakan. 7 Di samping itu, pasal-pasal ini tidak memberikan perlindungan bagi korban dan saksi-saksi, serta kompensasi untuk korban. Dengan sudah disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak pidana Perdagangan Orang, maka masalah yang disebutkan diatas telah dapat teratasi. 8 Kasus perdagangan anak di Indonesia dalam sepuluh tahun belakangan ini terus meningkat, namun hanya 10 persen kasus ini yang masuk ke pengadilan. 9 Data International Organization for Migration (IOM) hingga April 2006 menunjukkan bahwa perdagangan manusia di Indonesia mencapai 1.022 kasus. 10 Perdagangan anak bukanlah suatu fenomena baru lagi di Indonesia, dan meskipun perdagangan anak ini dapat terkait dengan siapa saja, namun 6 Indonesia, Undang-Undang Nomer 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 7 Farhana, Op.Cit., hlm. 10. 8 Ibid. 9 http://www.satuportal.net/content/kasus-perdagangan-anak-meningkat, Selasa, tanggal 20 Maret 2012. 10 Ibid.

6 korban perdagangan anak ini lebih identik dengan perdagangan anak-anak perempuan, hal ini cukup beralasan karena pada banyak kasus, perdagangan anak-anak perempuan lebih menojol ke permukaan. Dalam kasus perdagangan anak, pelaku terbagi pada pelaku perekrutan (mengajak, menampung atau membawa korban), pengiriman (mengangkut, melabuhkan atau memberangkatkan korban), pelaku penyerahterimaan (menerima, mengalihkan atau memindahtangankan korban). Sungguh ironis mengetahui bahwa keberadaan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang khususnya anak masih belum mampu secara maksimal menjadi payung hukum dan untuk kemudian menjerat para pelaku perdagangan anak perempuan yang semakin hari semakin terorganisir dan profesional. Dengan demikian, harus dipahami bahwa meskipun telah ada sanksi yang tegas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 terhadap pelaku tindak pidana perdagangan anak, namun penegakan hukum harus tetap dibarengi dengan perbaikan taraf perekonomian masyarakat, pendidikan formal dan informal yang memadai serta kesadaran hukum masyarakat sebagai basis untuk dapat hidup layak, mandiri serta tidak mudah terpengaruh terhadap bujuk rayu untuk memperoleh pekerjaan tanpa tujuan yang jelas. Pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan anak bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, masyarakat dan keluarga. Upaya ini dilakukan dengan mewujudkan langkah-langkah yang komprehensif dan terpadu maupun dengan mengembangkan kerja sama internasional sesuai dengan ketentuan peraturan

7 perundang-undangan. Hal inilah yang menarik untuk dibahas dan melatarbelakangi penulis untuk melakukan penulisan hukum atau skripsi mengenai Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan anak. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa tindak pidana perdagangan anak perlu ditanggulangi? 2. Hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana perdagangan anak? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perlunya penanggulangan tindak pidana perdagangan anak. 2. Untuk mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana perdagangan anak. D. Manfaat Penelitian Selain tujuan penelitian di atas, dalam penulisan hukum ini penulis juga mengharapkan adanya suatu manfaat yang dapat diperoleh. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini terbagi menjadi : 1. Manfaat Teoritis Manfaat Teoritis dari penelitian ini adalah diketahuinya penanggulangan tindak pidana perdagangan anak, sehingga dengan demikian diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan tambahan

8 pengetahuan bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perkembangan ilmu hukum tindak pidana perdagangan anak pada khususnya. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai hukum pidana pada umumnya dan hukum tindak pidana perdagangan anak pada khususnya, serta untuk memenuhi syarat guna mencapai derajat sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penanggulangan tindak pidana perdagangan anak merupakan karya asli penulis. Penulisan hukum/skripsi ini merupakan eksplorasi terhadap berbagai yang terkait dengan ide asli dari peneliti yang kemudian diuraikan di dalam pembahasan. Namun tema dalam penelitian ini sudah pernah digunakan antara lain: 1. Nama : Haria Fitri Sucipto NPM : 060509337 Program Studi Program Kekhususan Judul : Ilmu Hukum : Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Hukum : Kebijakan Penal dalam Penanggulangan Tindak pidana Perdagangan orang ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Klaten )

9 Tujuan Penelitian :Tujuan dari penelitian ini yaitu ntuk mengetahui kebijakan penal dalam penaggulangan tindak pidana perdagangan orang (Trafficking in Person) dalam perkara yang pernah diputus oleh Pengadilan Negeri Klaten Hasil Penelitian :Kebijakan penal dalam penanggulangan tindak pidana perdagangan orang (Tafficking in Person) yang pernah diputus oleh Pengadilan Negeri Klaten, melalui jalur penal dengan menitik beratkan pada sifat represive ( pemberantasan atau penumpasan ) terhadap kejahatan dengan menggunakan hukum pidana sesudah kejahatan itu terjadi. Dengan maksud Majelis Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana tujuannya bukanlah merupakan suatau tindakan pembalasan akan tetapi untuk mendidik terdakwa supaya jera dan tidak melakukan tindak pidana dimasa yang akan datang, selain itu sanksi pidana yang dijatuhkan bertujuan untuk dapat mendidik masyarakat lain supaya tidak melakukan perbuatan seperti apa yang telah dilakukan terdakwa. 2. Nama : Erlando Pangabean NPM : 020507975

10 Program Studi Program Kekhususan Judul : Ilmu Hukum : Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Hukum : Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Perempuan dan Anak Tujuan Penelitian :a) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perdagangan perempuan dan anak b) Untuk mengetahui pola dan bentuk perdagangan permpuan dan anak Hasil Penelitian :a) Faktor terjadinya perdagangan perempuan dan anak tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal saja, namun disebabkan dari berbagai macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Antara lain disebabkan oleh faktor kurangnya kesadaran dari korban maupun keluarga korban karena terbatasnya informasi, faktor kemiskinan dan adanya keinginan untuk cepat kaya, faktor budaya juga merupakan faktor yang memberikan kontribusi terhadap trafficking, faktor perkawinan dini, faktor kurangan pendidikan, korupsi dan lemahnya penegakan hukum juga menjadi penyebab terjadinya trafficking.

11 b) Betuk dari perdagangan permpuan dan anak pada saat ini tidak lagi atas nama kerja ijon, penghambatan, pengantinpesanan, pengambilan organ tubuh untuk dijual, eksploitasi, kerja paksa dan adobsi akan tetapi bentuk perdagangan telah dibungkus dengzn kemasan yang menarik dan tidal vulgar yaitu dengan lebel sebagai pengiriman duta kesenian dan magang siswa. Pola yang sering digunakan oleh para pelaku denagn penipuan, iming-iming dengan gaji yang tinggi dan kondisi kerja yang baik, jeratan hutang dan dengan cara membujuk korban. Melihat penelitian-penelitian terdahulu seperti yang sudah dikemukakan jika dihubungkan dengan judul dan tujuan dari penulis yang akan penulis buat tidaklah sama, oleh karena itu tulisan ini tidak merupakan duplikasi maupun plagiat. Fokus dari penelitian yang akan penulis buat adalah mengenai penaggulangan tindak pidana perdagangan anak khususnya untuk mengetahui perlunya penanggulangan tindak pidana perdagangan anak, serta untuk mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana perdagangan anak. Dengan demikian penulis menyatakan bahwa penulisan hukum/skripsi ini merupakan asli hasil karya penulis sendiri, bukan merupakan hasil duplikasi

12 maupun plagiasi dari karya penulisan orang lain. Jika penulisan hukum/skripsi ini terbukti merupakan duplikasi maupun plagiasi dari karya penulisan orang lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku. F. Batasan Konsep 1. Penanggulangan Penanggulangan adalah proses, cara, perbuatan menaggulangi. 11 2. Tindak Pidana Tindak Pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung-jawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. 12 Menurut Hukum Adat tindak pidana atau delik adat adalah setiap gangguan segi satu terhadap keseimbangan dan setiap penubrukan dari segi satu pada barang-barang kehidupan materiil dan immateriil orang-orang, atau dari pada orang-orang banyak yang merupakan satu kesatuan (segerombolan); tindakan sedemikian itu menimbulkan suatu reaksi yang sifatnya dan besar kecilnya ditetapkan oleh hukum adat ialah reaksi adat karena reaksi mana keseimbangan dapat dan harus dipulihkan kembali. 13 Dalam hukum (pidana) islam tindak pidana sering juga disebut dengan istilah jarimah yang artinya adalah perbuatan-perbuatan yang terlarang menurut syara yang pelakunya diancam dengan huud atau ta ziir. 14 11 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,1997, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 1006 12 Tongat, 2009, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Prespektif Pembaharuan, UMM Press, Jakarta, hlm. 105. 13 Ibid, hlm. 110. 14 Ibid, hlm. 111.

13 3. Perdagangan Anak Perdagangan Anak adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas anak tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan anak tereksploitasi. 15 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penulisan hukum ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang berfokus pada norma hukum positif dan dilakukan dengan cara mempelajari Peraturan Perundang-undangan serta Peraturan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yaitu Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Anak. Penelitian ini memerlukan data sekunder sebagai data utama. Penelitian hukum normatif menentukan lima tugas yaitu diskripsi, sistematisasi, analisis, interprestasi dan menilai hukum positif. 2. Jenis Data Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder sebagai data utama yang terdiri dari: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer berupa data yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan mengapa tindak pidana perdagangan anak perlu ditanggulangi dan hal-hal apa saja yang dapat menanggulagi tindak pidana perdagangan anak. 15 Indonesia, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, (LN Tahun 2007 No. 58, TLN No. 4720 )

14 Bahan hukum primer adalah: 1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28A-J tentang Hak Asasi Manusia. 2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 68 ayat (2) 3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 65. 4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak pidana Perdagangan Orang Pasal 1ayat (1). 5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 1 ayat (5). 6) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 ayat (2). 7) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 10, Pasal 55 dan Pasal 297. 8) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330 b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum pendapat non hukum yang diperoleh dari buku-buku, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hasil penelitian, internet (website), surat kabar, dan praktisi hukum. Pendapat hukum dan non hukum sebagai data tentang mengapa tindak pidana perdagangan anak perlu ditanggulangi dan hal-hal apa saja yang dapat menanggulagi tindak pidana perdagangananak. Bahan hukum

15 sekunder yang berupa pendapat hukum dari narasumber dan document tentang putusan yang berhubungan dengan penelitian ini. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Studi Kepustakaan dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. b. Wawancara dengan Nara Sumber. Wawancara yaitu mengajukan pertanyaan kepada nara sumber tentang obyek yang akan diteliti berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. 4. Metode Analisis Data Metode yang digunakan mengolah dan menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian adalah analisis kualitatif, yaitu dengan memahami dan membandingkan bahan hukum primer dengan hukum sekunder apakah ada perbedaan, persamaan pendapat hukum dan ada tidaknya kesenjangan. 5. Proses Berfikir Dalam penarikan kesimpulan, proses berpikir yang digunakan adalah secara deduktif, yaitu bertolak dari proposisi umum yang telah diyakin kebenarannya yaitu peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penaggulangan tindak pidana perdagangan anak dan berakhir pada

16 kesimpulan berupa pengetahuan baru yang bersifat khusus yaitu mengetahui mengapa tindak pidana perdagangan anak perlu ditanggulangi dan hal-hal apa saja yang dapat menanggulangan tindak pidana perdagangan anak. H. Sistematika Skripsi BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, Metode Penelitian dan Sistematika Skripsi. Subsub bab tersebut bertujuan untuk memberikan pandangan dan penjelasan kepada pembaca mengenai permasalahan yang hendak dibahas dalam penulisan hukum ini. BAB II PEMBAHASAN Dalam bab ini berisi tentang Kebijakan Kriminal Terhadap Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Anak yang diuraikan menjadi beberapa sub bahasan yaitu tinjauan umum penaggulangan tindak pidana, tinjauan umum perdagangan anak, urgensi penanggulangan tindak pidana perdagangan anak, dan tindakan-tindakan untuk penaggulangan tindak pidana perdagangan anak. BAB III PENUTUP Dalam bab penutup ini berisi tentang kesimpulan yaitu jawaban permasalahan berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, selain itu juga terdapat saran dari penulis supaya dapat dijadikan gambaran atau pedoman bagi penulisan-penulisan lainnya yang mungkin saling terkait atau

17 memiliki topik dan objek penulisan yang sama dengan apa yang telah dituangkan dalam penulisan hukum ini.