BAB I Arti Penting BK untuk Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak

dokumen-dokumen yang mirip
Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

LAPORAN PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERMASALAHAN ANAK DAN UPAYA PENANGANANNYA

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang LISTYA ANGGRAENI, 2013

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

IFA HANIFAH MISBACH, S.Psi, Psikolog UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Pembelajaran dan Pembiasaan Aspek (Keterampilan) Sosial Peserta Didik di Institusi Prasekolah

BAB I PENDAHULUAN. Berikutnya adalah sekolah, gereja, teman sebaya, dan televisi. Suatu survei di tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir.

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. juga memasuki dunia pendidikan di negara-negara berkembang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB 5 HASIL PENELITIAN Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Dental Anak Usia 6 Tahun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara luas diketahui bahwa periode anak dibagi menjadi dua

PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS

R E N Y N U R L I A N A F

BK KELOMPOK Diana Septi Purnama HUBUNGAN INTERPERSONAL

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

TRIAD OF CONCERN KELOMPOK 3.B. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Sumatera Utara. Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak pra sekolah yaitu anak dengan usia 4-6 tahun yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini tumbuh dan berkembang lebih pesat dan fundamental pada awalawal

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

BAB I PENDAHULUAN. teratur dan terus menerus, baik perubahan itu berupa bertambahnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

ACTIVE LISTENING SEBAGAI DASAR PENGUASAAN KETERAMPILAN KONSELING Oleh : Rosita E.K., M.Si

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Small Groups in Counseling and Therapy. Sigit Sanyata 07 Juni 2009

BAB I PENDAHULUAN. membimbing, mengasuh dan memberikan kegiatan pembelajaran yang mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi ( Mengenyam pendidikan pada

BAB I. pendidikan informal dalam rangka pembentukan nilai-nilai, sopan santun, (1991) bahwa keluarga, yakni orangtua merupakan sumber pengasuhan dan

LAYANAN KONSELING KELOMPOK

LAMPIRAN. Tabel Karakteristik ADHD dan gangguan Sensori Integrasi (SI) Karakteristik Permasalahan ADHD Gangguan SI Terlalu lelah.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lembaga pendidikan (sekolah) bantuan bagi peserta didik (klien) sering

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetensi yang baik maka seorang guru terutama guru TK dapat memenuhi dan

BAB I PENDAHULUAN. Konseling merupakan salah satu aktivitas layanan yang penting dalam

BAB IV ANALISIS DATA

KOMPETENSI KONSELOR DALAM MEMBERIKAN LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR KEPADA PESERTA DIDIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakag

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya Meningkatkan Nilai-Nilai Keagamaan Anak Usia D ini Melalui Metode Bernyanyi

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. perhatian, minat, dan kemampuan dalam belajar. Segala yang ia lihat, ia

BAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu bentuk Pendidikan anak

BAB I PENDAHULUAN. Stres dalam belajar adalah perasaan yang dihadapi oleh seseorang ketika

PENINGKATAN KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN BERHITUNG DI TK GIRIWONO 2

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

Transkripsi:

BAB I Arti Penting BK untuk Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak A. Pengantar Konseling untuk anak adalah proses pemberian bantuan pada anak yang ditujukan untuk membantu anak menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya. Pelayanan pemberian bantuan konseling yang dilakukan, diharapkan akan memberikan dampak yang positif terhadap optimalisasi potensi anak. Untuk itu, tugas pemberian bantuan bukanlah tugas yang ringan. Hal ini karena kinerja dalam proses konseling memiliki dampak yang berarti bagi kehidupan individu tersebut. Adapun konsep dasar dari konseling adalah mengerti atau memahami setiap individu yang berbeda dengan pandangan yang berbeda pula. Peranan sebagai konselor telah menjadi bagian dari kehidupan sehari hari bagi masyarakat modern. Sejak pertengahan abad ke dua puluh, organisasi profesional dan kursus pelatihan telah mulai tumbuh memberikan kualifikasi guna menjadikan seorang individu sebagai konselor yang seutuhnya di berbagai lapangan, seperti pendidikan, kesehatan dan bisnis. Sehingga konseling terlihat menjadi seperti aktivitas yang telah mendarah daging baik itu untuk segala jenis pekerjaan pelayanan masyarakat. Proses konseling merupakan proses bantuan yang diberikan oleh profesi konseling kepada individu yang memiliki kesulitan dan dilakukan dengan cara face to face, sehingga individu yang mendapatkan bantuan tersebut mendapatkan kebahagiaan. Pemberian bantuan face to face dalam proses konseling tentu saja membutuhkan teknik dan keterampilan tertentu yang harus dikuasai. Keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan konseling. Dalam memberikan konseling untuk anak berbeda metodenya dengan konseling yang ditujukan kepada remaja ataupun orang dewasa. Kekhasan atau keunikan anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penggunaan metode pendekatan konseling. Penguasaan metode yang ditunjang dengan pemahaman tentang dunia anak sesungguhnya akan mempermudah kerja konselor dan tujuan diadakannya konseling tersebut dapat tercapai. B. Mengapa proses pendidikan yang melibatkan pembimbingan individu penting dilakukan sejak usia dini? Pendidikan awal merupakan pendidikan yang penting bagi anak. Pada proses pendidikan awal, anak mengenal dan mencoba belajar memahami berbagai macam aturan dan pola hubungan yang berbeda dari keluarga. Beranjak dari pendidikan awal pula kesan anak terhadap sekolah terbentuk yang selanjutnya hal ini mempengaruhi kesan proses pendidikan selanjutnya.

Di Indonesia, pendidikan awal dimulai dari pendidikan prasekolah, baik yang berbentuk Kelompok Bermain maupun Taman Kanak kanak. Walaupun sifatnya belum formal seperti sekolah dasar, pendidikan prasekolah dirasakan sangat penting bagi perkembangan anak sebagai generasi penerus bangsa. Hal ini terbukti Pendidikan Anak Usia Dini masuk dalam UU Sisdiknas tahun 2003. Pendidikan anak usia dini diharapkan mampu berpusat pada anak yang bertujuan untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya (Supriadi dalam Hidayat, 2003). Dari pernyataan di atas terlihat pentingnya peran pendidikan prasekolah dalam mengelola proses pendidikan yang dapat menstimulasi berbagai area perkembangan anak didik secara optimal. Oleh karena itu, harapan yang beranjak dari institusi awal ini adalah mampu membantu anak mengoptimalkan berbagai ranah perkembangan dirinya sehingga memiliki kepercayaan diri yang kuat untuk melanjutkan perkembangan ke taraf lanjut dengan lancar. C. Bagaimana kenyataan perilaku anak di institusi prasekolah? Kenyataan saat ini terlihat adanya berbagai bentuk perilaku sebagai permasalahan pada anak prasekolah. Hal ini diperkuat oleh survey yang dilakukan oleh Izzaty (2004 dan 2005) yaitu berbagai masalah perkembangan yang termanifestasi pada perilaku anak anak prasekolah di Yogyakarta ditemukan dalam, yaitu agresivitas, kecemasan, temper tantrum, sulit konsentrasi, gagap atau kesulitan berkomunikasi, menarik diri, enuresis dan encopresis, berbohong, menangis berlebihan, bergantung, pemalu, dan takut yang berlebihan. Pada tahun 2008 dan 2009, adanya hasil survei tentang berbagai macam strategi anak dalam menghadapi masalah sosial yaitu sebagian besar anak TK menyelesaikan permasalahan sosialnya dengan tindakan yang agresif. Sejalan dengan itu, prevalensi aktual dari anakanak prasekolah yang memiliki permasalahan perilaku sangatlah sulit ditentukan karena beberapa hasil penelitian melaporkan prosentase yang beragam. Namun, menurut Achenbach dan Edelbrock (dalam Huaqing Qi dan Kaiser, 2003), prevalensi anak anak yang memiliki perilaku bermasalah diestimasikan antara 3 % sampai 6 % dari populasi. Lebih lanjut Campbell, Shaw, dan Gilliom (2000) menyatakan bilamana masalah pada anak tidak diselesaikan dari sejak awal, maka akibatnya dapat menganggu perkembangan ranah yang lain, seperti kognitif, emosi, maupun sosial. Adapun penyebab anak mengalami kesulitan

penyesuaian diri di sekolah, diantaranya adalah anak anak yang tidak diperlakukan dengan baik (maltreated) oleh orangtuanya seperti perlakuan kasar yang mencerminkan pola pengasuhan yang negatif (Chang, dkk., 2004) ataupun temperamen anak dan keadaan lingkungan di dalam keluarga, termasuk didalamnya status sosial ekonomi (Morris dkk., 2002). Beranjak dari pemahaman bahwa latar belakang anak berbeda, maka pendidik di institusi prasekolah ataupun para praktisi, konselor ataupun terapis perlu memahami pendekatan yang berbeda antara anak satu dengan yang lain. Tidak semua anak tentunya dapat menyesuaikan dirinya dengan kecepatan yang sama. Berbagai hambatan dan kebiasaan yang sudah tertanam di anak, terkadang menyebabkan anak mengalami berbagai kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Hal ini tentu saja membutuhkan waktu untuk bertoleransi. Namun bilamana sudah melewati ambang toleransi, pendidik di sekolah harus bersikap hati hati dalam memilih pendekatan agar anak tersebut tidak merasa mendapatkan kesulitan lagi. Secara umum, proses penyesuaian pada pendidikan prasekolah diperlukan waktu maksimal 2 bulan sampai anak dapat beradaptasi dengan baik. D. Bagaimana Peran Bimbingan dan Konseling Selama ini? Pemberian bantuan penyelesaian masalah dengan konseling di sekolah selama ini banyak didominasi untuk anak usia sekolah dasar dan tingkat selanjutnya (remaja). Di Institusi prasekolah, para pendidik menyelesaikan masalah dengan berbagai macam cara melalui berbagai macam metode pembelajaran, namun belum terstruktur. Dalam hal ini, kemampuan pendidik prasekolah perlu ditingkatkan lebih lanjut sehingga memiliki keterampilan keterampilan dalam melakukan konseling anak. Hasil penelitian Izzaty dan Purwanti (2007) menyatakan bahwa keterampilan keterampilan dalam proses konseling pada pendidik sebaiknya ditingkatkan, karena masih belum terlihat sesuai dengan kajian teoritik dan proses konseling tidak terlihat interaktif. Hal ini juga diperkuat dari hasil angket terbuka yang diberikan sebelum penelitian ini dilakukan kepada empat guru yang menjadi subyek penelitian ini. Keempat guru tersebut mengatakan bahwa selama ini mereka membantu anak yang mengalami hambatan penyesuaian diri dengan cara membujuk atau memberikan penjelasan tentang arti penting sekolah dan menjelaskan akibat akibat perbuatan yang dianggap tidak sesuai dilakukan anak seusianya. Hasil dari metode ini ada

yang berhasil, namun tidak bertahan lama dan ada yang tidak berhasil sama sekali. Sehingga mereka merasa membutuhkan alternatif cara yang lebih tepat untuk membantu mengurangi hambatan penyesuaian diri anak. E. Usaha Apa yang dapat Dilakukan Pendidik Prasekolah ataupun Konselor sebagai Salah Satu Lingkungan Terdekat Anak dalam Membantu Penyelesaian Permasalahan Anak? Salah satu bantuan yang dapat dilakukan di institusi prasekolah adalah melalui proses konseling yang terstruktur. Konseling untuk anak anak dalam pelaksanaannya perlu disesuaikan dengan kebutuhan. Konseling anak jelas berbeda dengan konseling pada orang dewasa dalam pelaksanaannya. Konseling pada anak memiliki kekhasan sendiri dalam melakukannya. Menimbang dunia prasekolah adalah dunia bermain, sehingga media yang digunakan adalah media media yang sesuai dengan metode pembelajaran pada pendidikan prasekolah. Konseling ini tentu saja berbeda dengan metode mendongeng, karena keterampilan dalam melakukan konseling beserta prosedur konseling dilakukan, seperti mendengarkan secara aktif, dan melakukan kesimpulan kesimpulan yang melibatkan anak secara interaktif. Hal ini diperkuat oleh pendapat Geldard dan Geldard (2001) bahwa praktek konseling dengan anak memiliki pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan pendekatan orang dewasa. Selanjutnya dikemukakan bahwa konseling untuk anak prasekolah menggunakan pendekatan berbagai metode pembelajaran di institusi prasekolah tersebut, seperti bercerita dengan menggunakan media gambar, menggambar, dan konstruksi.

BAB II Anak dan Konselor A. Modal apa saja yang harus dimiliki konselor atau pendidik yang melakukan konseling anak? 1. Modal Umum. Adanya pemahaman komprehensif tentang konseling untuk anak. Konseling untuk anak adalah proses pemberian bantuan pada anak yang ditujukan untuk membantu anak menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekolah. Metode pendekatan yang dilakukan juga hendaknya juga berbeda ketika berhadapan dengan remaja. Metode yang digunakan tentunya mengikuti berbagai macam tahap proses konseling yang sesuai dengan karakteristik anak. Dalam menjalankan proses konseling, pendidik dan konselor harus mempunyai ide yang jelas sehingga tujuan diadakannya proses konseling tercapai. Pencapaian tujuan selain didasari dengan ide yang matang, faktor terpenting yang pertama harus dibentuk dengan baik adalah menemukan cara pendekatan yang tepat dengan anak anak sehingga anak percaya dan hubungan antara guru atau konselor dengan anak anak dapat berjalan baik. Kita tidak dapat menggunakan cara yang sama dalam menghadapi anak anak dengan remaja ataupun orang dewasa. Jika hal itu terjadi, kemungkinan situasi yang akan kita hadapi adalah anak akan diam, mudah bosan, ataupun menimbulkan reaksi reaksi emosi yang tidak diharapkan, sehingga apa yang diharapkan dari pertemuan tidaklah tercapai. Hal yang selalu kita sadari bersama bahwa anak anak mempunyai dunia yang unik dan berbeda dari masa sebelum dan sesudahnya. Masa kanak kanak ini terbentuk dari proses pertumbuhan fisiologis dan psikologis yang terus menerus dalam tahap belajar menuju ke masa selanjutnya. 2. Modal khusus. Geldard (2001), modal sebagai konselor anak haruslah memiliki: a. Pemahaman mendalam tentang dunia anak yang dihadapinya. b. Kongruent. Kepribadian konselor haruslah terintegrasi dengan baik, jujur, konsisten, stabil, dapat beradaptasi, sehingga kepercayaan diri konselor dalam menjalankan proses terapi dapat terbentuk. Kepribadian ini akan memotivasi timbulnya pemahaman pemahaman yang baik akan dunia anak, sehingga lingkungan yang dibutuhkan anakanak dapat terbentuk. c. Menjaga kedekatan dan hubungan yang baik dengan anak anak. d. Adanya penerimaan yang tulus. Hal ini dapat dilihat dari sikap baik verbal maupun non verbal dalam menghadapi anak anak tanpa melihat atau mendeskriminasi adanya keterbatasan pada diri anak. Anak perlu mendapatkan penerimaan yang positif dari konselor/pendidik dengan menghargai anak sebagai individu yang unik.

e. Tidak mereaksi anak secara emosional. Berikanlah sikap kasih sayang yang hangat dan ramah pada anak anak, sehingga anakpun dapat merasakannya. B. Hal apa yang harus ada dalam proses konseling untuk anak? Geldard and Geldard (1997) memformulasikan beberapa atribut yang harus ada dalam hubungan konselor dan anak dalam menjalankan proses konseling, yaitu : 1. Adanya kesinambungan antara persepsi konselor dan dunia anak anak. Hal ini dapat dibangun konselor dengan memahami tentang apa dan bagaimana dunia anak, sehingga persepsi dan penghargaan serta sikap yang tidak menghakimi akan keberadaan dunia anak akan terbentuk. 2. Hubungan yang eksklusif. Konselor hendaknya membangun dan menjaga hubungan yang baik dengan anak anak untuk membentuk kepercayaan pada diri anak pada konselor. 3. Hubungan yang aman. Konselor berusaha membuat lingkungan kondusif bagi anak anak sehingga ia dapat mengeksresikan emosi dan perasaan mereka dengan bebas. Perasaan aman dalam bersikap dan bertingkap laku dan menimbulkan rasa percaya kepada konselor. 4. Hubungan Autentik. Hubungan yang dibangun adalah hubungan yang dilandasi dengan sikap jujur, terbuka, spontan, dan alamiah. Sikap pura pura dapat menghambat jalannya proses konseling. Sikap konselor yang demikian akan membawa konselor berinteraksi dan bermain dengan anak anak dengan rasa senang. 5. Hubungan yang menimbulkan adanya rasa percaya diri pada anak. Ketika bekerjasama dengan anak anak, konselor berusaha mengembangkan suasana yang aman untuk anakanak dalam membagi apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Konselor dapat mencobamencari suasana yang disukai klien. 6. Hubungan non intrusif. Konselor jangan menginterupsi dengan apa yang dikatakan dan dilakukan anak, sehingga anak merasa terganggu. Buatlah suasana nyaman. Terlalu membingungkan anak bila menanyakan pertanyaan pertanyaan yang terlalu banyak dalam satu waktu. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan perasaan curiga pada diri anak sehingga menimbulkan perasaan takut berbagi. 7. Hubungan yang bertujuan. Setiap hal yang dilakukan oleh konselor hendaknya bertujuan dengan jelas. Harus disadari bahwa beberapa anak memerlukan waktu yang lamauntuk bisa bekerja sama dengan konselorr, dan terkadang diiiringi dengan perasaan cemas. Bermain merupakan sarana yang baik untuk mendekatkan diri pada anak anak.

Permainan yang dipilih sebaiknya mendukung proses pemecahan masalah yang dihadapinya.

BAB III. Konseling anak A. Keterampilan apa yang harus dimiliki selama proses konseling berlangsung? Selama proses konseling dilakukan, ada beberapa ketrampilan konseling yang harus dimiliki oleh seorang konselor atau pendidik yang membantu anak dalam penyelesaian hambatan atau masalah pada diri anak, yaitu : a. Pendekatannya menyatu dengan anak (Joining with the child) b. Mengamati perilaku anak selama konseling (Observation) c. Mendengar secara aktif aktif (active listening) d. Menyadari berbagai isu untuk menfasilitasi perubahan (awareness raising and the resolution of issues to facilitate change) e. Menyelami apa yang diyakini anak (dealing with the child s belief) f. Aktif memfasilitasi anak (memberi kesempatan anak untuk mengekspresikan apa yang dipikir dan dirasa) [actively facilitating] g. Mengakhiri dengan kesimpulan (termination) B. Faktor faktor apa saja yang berpengaruh dalam pelaksanaan konseling untuk anak? 1. Usia. Perbedaan usia pada anak akan mempengaruhi berbagai macam hal yang membantu proses pelaksanaan konseling, misalnya penerimaan/persepsi anak yang masih sederhana berpengaruh pada bahasa dan metode pendekatan, serta media yang dipakai. Sebagai contoh konseling untuk anak prasekolah menggunakan pendekatan berbagai metode pembelajaran prasekolah seperti bercerita, menggunakan media gambar, dan konstruksi, atau alat alat permainan yang biasa digunakan. 2. Latar belakang kehidupan anak : Orangtua; gaya pengasuhan (hubungan keterdekatan, pola komunikasi, pola kedisiplinan), aturan/norma keluarga, kebiasaan/habituasi dalam keluarga, status sosial ekonomi, budaya lingkungan, tingkat pendidikan, bakat (potensi khusus) dan minat (kesenangan) 3. Keterbukaan dan kerjasama dari orangtua dalam memberikan informasi merupakan hal penting untuk melihat perubahan perilaku pada anak. C. Bagaimana Tahap Tahap Konseling untuk Anak? Setiap akan melakukan proses pemberian tindakan (treatment), konselor hendaknya memperhatikan langkah langkah yang tepat, agar tujuan pemberian bantuan dapat terlaksana. Selain memperhatikan berbagai faktor umum yang mempengaruhi proses konseling, proses

perencanaan yang sistematis akan mempermudah pelaksanaan proses konseling, sehingga konselor juga terlihat cermat mempersiapkan. Tahapan konseling ini dibagi menjadi tahap input, proses, output, dan tahap evaluasi. A. TAHAP INPUT 1) Asesmen Anak Asesmen merupakan proses pengumpulan data klien yang dilakukan sebelum memberikan konseling, terapi ataupun evaluasi. Dari hasil asesmen, secara umum kita dapat melihat gambaran klien yang meliputi : kepribadian, keadaan emosi yang menguasai jiwa anak, latar belakang keluarga, latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya. Secara lebih spesifik dalam bidang pendidikan, asesmen merupakan jantung dari proses belajar. Dari proses pendidikan dapat diperoleh gambaran cara belajar, kemampuan akademik, minat serta bakat peserta didik (Wood, 2001). Untuk mendapatkan asesmen yang holistik, strategi atau metode asesmen haruslah tepat. Beberapa metode asesmen yang dapat digunakan untuk anak anak yaitu : observasi perilaku anak di sekolah, dan wawancara dengan orangtua dan lingkungan sosial anak, dan teman sebayanya. 2) Penelaahan Masalah Pada anak anak prasekolah perilaku mana yang dapat dipandang sebagai normal untuk suatu usia tertentu juga sulit dibedakan dari perilaku yang bermasalah, kecuali gejala yang nampak sudah mengarah kepada kelainan perkembangan atau psikopatologi. Dalam upaya untuk memberikan kejelasan konseptual dalam deskripsi tentang kemungkinan perilaku perilaku bermasalah anak anak, Campbell (2000) berpendapat bahwa istilah perilaku bermasalah mungkin digunakan untuk mengindikasikan meningginya frekuensi dan intensitas dari perilaku tertentu, baik pada situasi belajar atau bukan sampai pada tingkatan yang mengkhawatirkan. Koot (1996) menambahkan ciri pembeda anak anak menyimpang dari anak anak normal adalah frekuensi atau seberapa sering anak tersebut berperilaku bermasalah dan intensitas atau bobot dari perilaku yang bisa dilihat dari dampaknya. Lebih lanjut Wood (dalam Gallagher, 1986)) menyatakan bahwa suatu definisi perilaku bermasalah, atau serangkaian perbuatan yang mengikuti definisi itu perlu memiliki empat elemen yang harus diperhatikan, yaitu : i. Elemen pengganggu (The disturber element). Apa atau siapa yang dirasakan/dianggap sebagai fokus masalah? dengan pengamatan yang cermat, pendidik dapat melihat apa dan siapa yang menjadi sumber masalah. Anak yang selalu nangis atau sulit mengikuti

program kegiatan belajar belum tentu menjadi sumber masalah, karena mungkin ia berperilaku demikian disebabkan karena ada sumber masalah yang berasal dari teman lain ataupun lingkungan keluarga bahkan lingkungan di sekolah. Dalam mensikapi hal ini, pendidik diharapkan tidak tergesa gesa untuk memberikan penilaian yang salah terhadap anak. ii. Elemen perilaku bermasalah (The problem behavior element). Bagaimana gambaran perilaku bermasalah itu? Seperti yang sudah diulas sebelumnya, ada kriteria kriteria yang dapat dijadikan patokan pendidik untuk menilai apakah perilaku yang timbul pada anak termasuk bermasalah, ataukah hanya merupakan bagian dari proses belajar untuk pengembangan dirinya. Hal yang perlu diingat adalah antara anak satu dengan anak yang lain memiliki keunikan atau ciri khas sendiri sehingga penonjolan bakat dan minat anakpun berbeda dalam memilih aktivitas atau kegiatan. iii. Elemen keadaan/lingkungan (The setting element). Dalam keadaan bagaimana perilaku bermasalah itu muncul? Keadaan atau lingkungan tertentu seringkali menjadi faktor pemicu timbulnya perilaku yang bermasalah. Hal ini mungkin disebabkan anak yang sensitif atau memang lingkungan yang membuat anak menjadi tertekan, sehingga memunculkan respon respon yang tidak dikehendaki. Sebagai contoh; anak yang tiba tiba menjadi sangat marah dan agresif bila dipaksa untuk melakukan kegiatan yang benar benar tidak disukainya iv. Elemen yang terganggu (The disturbed element). Siapa yang menganggap perilaku itu sebagai masalah? Kadang kadang perilaku bermasalah itu hanya dianggap oleh beberapa pihak saja karena kurangnya pemahaman. Dalam hal ini pendidik diharapkan untuk bertindak bijaksana dalam menilai perilaku anak yang sebenarnya, tanpa harus menerima begitu saja informasi yang masuk. c ) Membuat Tujuan Umum Tujuan umum merupakan tujuan yang menjadi tujuan utama. Dalam penelitian ini tujuan utamanya adalah membantu mengatasi masalah penyesuaian diri anak. d) Membuat jadwal dengan membagi tujuan tujuan khusus setiap pertemuan berdasarkan tujuan umum Untuk mempermudah merancang tujuan khusus, dapat dibantu dengan menggunakan tabel berikut ini: Pertemuan ke Tanggal dan Tujuan Media yang Hasil

tempat digunakan 2. TAHAP PROSES Agar terarah dan terstruktur dengan baik, tahap proses konseling ini mengikuti tujuantujuan khusus yang telah dibuat oleh konselor. Pada tahap ini berbagai modal sebagai konselor yang didukung keterampilan konseling harus digunakan terus. Hal yang perlu diingat adalah fokus proses adalah anak, bukan pada konselor. Artinya, kita memahami aspek aspek perkembangan anak prasekolah yang secara umum memiliki cara pandang yang masih egosentris, emosi dan perilaku yang sangat labil, serta cara berfikir yang penuh imajinasi dan berbahasa masih sederhana. Dalam hal ini dibutuhkan kesabaran karena mungkin saja terjadi apa yang telah direncanakan akan berubah tergantung pada situasi yang dihadapi. Hal ini baik menyangkut waktu pelaksanaan ataupun pengembangan tema tema. 3. TAHAP OUTPUT Konselor mengobservasi perubahan perilaku anak. Sementara itu, dilakukan wawancara dengan orangtua dan lingkungan sekitar anak tentang ada atau tidaknya perubahan perilaku yang diamati. 4. TAHAP EVALUASI Pada tahap ini konselor/terapis melakukan evaluasi dengan menilai keefektifan pelaksanaan konseling melalui data yang diperoleh dengan membandingkan data awal ketika melakukan asesmen. Adapun yang menjadi catatan dalam evaluasi ini adalah ada atau tidak perbedaan data awal dan data akhir (setelah tindakan), dan mencatat hal apa saja yang perlu diperhatikan dan dipertajam. Kemudian menganalisis hal hal yang menjadi pendukung ataupun penghambat dalam pelaksanaan. Hasil evaluasi ini dijadikan acuan untuk proses konseling selanjutnya.