KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 09/Kpts/TP.260/1/2003 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/SR.140/2/2007 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK MENTERI PERTANIAN,

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 239/Kpts/ot.210/4/2003 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PUPUK AN- ORGANIK MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 205/Kpts/OT.210/3/2003 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Kpts/Tp.270/1/2003 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 237/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENGADAAN, PEREDARAN DAN PENGGUNAAN PUPUK AN-ORGANIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TANGGAL 19 FEBRUARI 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan.

Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2001 Tentang : Pupuk Budidaya Tanaman

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 290/Kpts/TP.270/5/20003 TENTANG PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN IZIN TETAP BAHAN TEKNIS PESTISIDA MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 480/Kpts/TP.270/8/2002 TENTANG PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN IZIN TETAP PESTISIDA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 401/Kpts/SR.140/6/2004 TENTANG PENDAFTARAN PESTISIDA UNTUK EKSPOR MENTERI PERTANIAN,

j ajo66.wordpress.com 1

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 348/Kpts/TP.240/6/2003 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA HORTIKULTURA MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 241/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN MENTERI PERTANIAN,

MODUL PELATIHAN PEMBUATAN KOMPOS STANDAR MUTU PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH

13 FEBRUARI 2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004 MENTERI PERTANIAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN,

Nama Perusahaan :... A l a m a t. Sebagai produsen atau pembuat pakan dengan bahan pakan :...

Menimbang : Mengingat :

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 053 TAHUN 2006 TENTANG WAJIB DAFTAR PELUMAS YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 357/Kpts/HK.350/5/2002 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN MENTERI PERTANIAN,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 595/MPP/Kep/9/2004 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 64/Kpts/SR.130/3/2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamb

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 223/Kpts/SR.140/4/2004 TENTANG PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN IZIN TETAP BAHAN TEKNIS PESTISIDA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 238/KPts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN PUPUK AN-ORGANIK MENTERI PERTANIAN,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Kpts/Tp.270/1/2003 TENTANG PERUBAHAN PEMEGANG PENDAFTARAN PESTISIDA

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 646/Kpts/SR.330/12/2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 300/Kpts-II/2003 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU MENTERI KEHUTANAN,

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 324/Kpts/TN.120/4/94 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN,

2015, No DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang da

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 0027 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/Permentan/SR.140/9/2014 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 39/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK ALAT DAN MESIN PERTANIAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 41/Kpts/Tp.270/1/2003 TENTANG

No.1274, 2014 KEMENTAN. Pestisida. Pengawasan. Pencabutan.

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 1017/Kpts/TP.120/12/98 TENTANG

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 808/Kpts/TN.260/12/94 TENTANG SYARAT PENGAWAS DAN TATACARA PENGAWASAN OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER. 17/MEN/VII/2007

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 61/MPP/Kep/2/2004 TENTANG PERDAGANGAN GULA ANTAR PULAU

j ajo66.wordpress.com 1

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER. 17/MEN/VII/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 26/Permentan/HK.140/4/2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 446/Kpts/HK.310/7/2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN KONSULTAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR TAHUN.. TENTANG TATA KELOLA BAHAN PUPUK ORGANIK

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN/ DEWAN HARIAN KETAHANAN PANGAN NOMOR : 456/Kpts/OT.160/7/2006 TENTANG

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 21/M-DAG/PER/6/2008 T E N T A N G

2 bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 68/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

, No Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 N

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Izin Usaha. Obat Hewan. Pemberian. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 626/Kpts/PD.330/12/2003 TENTANG

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 09/Kpts/TP.260/1/2003 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pupuk an-organik sangat berperan dalam mendukung keberhasilan pengembangan budidaya tanaman; b. bahwa pupuk yang akan beredar di wilayah negara RI harus memenuhi standar mutu dan terjamin efektivitasnya serta diberi label; c. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas dan sebagai tindak lanjut Pasal 6 ayat (4), Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman, dipandang perlu menetapkan Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pupuk Budidaya Tanaman dalam Keputusan Menteri; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 254

7. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4079); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4126); 10. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 11. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen; 12. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong; 13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 01/Kpts/OT.210/1/ 2001 Juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 354.1/Kpts/OT.210/6/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian; 14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 99/Kpts/OT.210/2/ 2001 Juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392 /Kpts/OT.210/7/2001 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian; 15. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 170/Kpts/OT.210/ 3/2002 tentang Pelaksanaan Standarisasi Nasional Di Bidang Pertanian; MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Formula pupuk adalah kandungan senyawa dari unsur hara utama dan atau unsur hara mikro dan mikroba. 2. Rekayasa formula pupuk adalah serangkaian kegiatan rekayasa, baik secara kimia, fisik dan atau biologis untuk menghasilkan formula pupuk. 255

3. Pupuk an-organik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik dan atau biologis, dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. 4. Uji mutu pupuk an-organik adalah analisis komposisi dan kadar hara pupuk an-organik, yang dilakukan di laboratorium kimia berdasarkan metode analisis yang ditetapkan. 5. Uji efektivitas adalah pengujian mengenai manfaat penggunaan pupuk an-organik terhadap produktivitas tanaman dan analisis ekonominya. 6. Sertifikat formula pupuk adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa pupuk hasil rekayasa telah lulus uji mutu dan lulus uji efektivitas, sehingga layak untuk digunakan pada budidaya tanaman. 7. Pendaftaran adalah kegiatan untuk pemberian nomor pendaftaran agar pupuk yang telah memperoleh sertifikat formula dapat diproduksi dan diedarkan. 8. Surat Keterangan Jaminan Mutu adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa pupuk hasil produksi dan atau impor, setelah diuji mutunya sebelum diedarkan memenuhi standar mutu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9. Standar Mutu Pupuk An-Organik adalah komposisi dan kadar hara pupuk an-organik yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dalam bentuk SNI, atau yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian dalam bentuk Persyaratan Teknis Minimal pupuk an-organik. 10. Formula khusus adalah formula pupuk an-organik yang dipesan secara khusus oleh pengguna yang disesuaikan dengan kadar hara yang tersedia dalam tanah dan kebutuhan tanaman yang dibudidayakan pengguna. Pasal 2 (1) Keputusan Menteri Pertanian ini dimaksudkan sebagai dasar hukum untuk melaksanakan pendaftaran, termasuk pengujian pupuk anorganik. (2) Tujuan pengaturan ini agar pupuk an-organik yang beredar di wilayah negara Republik Indonesia memenuhi standar mutu dan terjamin efektivitasnya. Pasal 3 Ruang lingkup pengaturan ini meliputi persyaratan dan tatacara pendaftaran, pengujian, kewajiban para pihak terkait, dan sanksi. BAB II PERSYARATAN PENDAFTARAN Pasal 4 256

(1) Formula pupuk an-organik yang akan dipergunakan untuk keperluan sektor pertanian harus memenuhi standar mutu serta terjamin efektivitasnya dan wajib didaftarkan kepada Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang Sarana Pertanian yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal. (2) Setiap formula pupuk yang akan didaftar untuk penggunaan di sektor pertanian, harus didasarkan atas hasil uji efektivitas dari lembaga pengujian yang telah diakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian. (3) Suatu formula pupuk an-organik tidak boleh didaftarkan oleh pemohon dengan menggunakan nama dagang formula atau merek yang sama, atau hampir sama dengan nama dagang formula lain yang terdaftar. Pasal 5 Permohonan pendaftaran pupuk an-organik dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang memenuhi persyaratan: 1. Akte Pendirian Perusahaan dan perubahannya; 2. Surat Izin Usaha Perdagangan/Tanda Daftar Usaha Perdagangan; 3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 4. Surat Keterangan domisili; 5. Pemilik formula yang bersangkutan atau kuasanya; dan 6. Agen yang ditunjuk oleh pemilik formula yang berasal dari luar negeri. BAB III TATACARA PENDAFTARAN Bagian Kesatu Permohonan Pendaftaran Pasal 6 (1) Permohonan pendaftaran pupuk an-organik diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum pada Lampiran I Keputusan ini, dan dibubuhi meterai secukupnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. Pasal 7 257

(1) Direktur Jenderal setelah menerima permohonan pendaftaran secara lengkap, paling lambat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja, wajib memberi jawaban secara tertulis mengenai diterima, atau ditolaknya permohonan pendaftaran. (2) Apabila permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima, maka kepada pemohon diwajibkan untuk melakukan pengujian mutu dan pengujian efektivitas formula pupuk an-organik yang didaftarkan. (3) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditolak, maka dalam penolakan oleh Direktur Jenderal harus disertai alasan secara tertulis. (4) Apabila permohonan pendaftaran dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal belum dapat memberikan jawaban tertulis, maka permohonan pendaftaran dianggap dapat diterima, dan pemohon diwajibkan melakukan pengujian mutu dan pengujian efektivitas formula pupuk an-organik yang didaftarkan. Bagian Kedua P e n g u j i a n Pasal 8 Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dapat dilakukan oleh Lembaga Pengujian yang telah diakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian.sebagaimana tercantum pada Lampiran VII Keputusan ini. Pasal 9 (1) Lembaga Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sekurangkurangnya memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Lembaga Pengujian Mutu harus mempunyai fasilitas dan kemampuan untuk melakukan analisis mutu pupuk an-organik, dengan persyaratan: 1. memiliki bangunan laboratorium yang memenuhi persyaratan; 2. memiliki peralatan pengujian mutu pupuk an-organik; 3. memiliki tenaga ahli atau analis di bidang pengujian mutu pupuk an-organik; 4. mampu melakukan analisis mutu pupuk an-organik berdasarkan metode analisa yang ditetapkan. b. Lembaga Pengujian Efektivitas 258

Lembaga Pengujian Efektivitas harus mempunyai fasilitas dan kemampuan untuk melakukan pengujian efektivitas/manfaat penggunaan pupuk an-organik terhadap produktivitas tanaman, baik secara teknis maupun ekonomis, dengan persyaratan: 1. memiliki peralatan untuk melakukan uji efektivitas; 2. memiliki lahan atau sarana lain yang cukup untuk melakukan uji efektivitas; 3. memiliki tenaga ahli/pakar di bidang uji efektivitas pupuk anorganik berikut tenaga pelaksana lainnya; 4. mampu melakukan pengujian efektivitas berdasarkan metode pengujian yang ditetapkan. (2) Verifikasi kelayakan lembaga pengujian mutu dan efektivitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh instansi Departemen Pertanian yang bidang tugasnya menangani standarisasi dan akreditasi. Pasal 10 (1) Lembaga Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dalam melakukan pengujian menggunakan metode pengujian mutu pupuk anorganik sebagaimana tercantum pada Lampiran II dan metode pengujian efektivitas sebagaimana tercantum pada Lampiran III Keputusan ini. (2) Penilaian terhadap hasil uji mutu didasarkan pada persyaratan teknis minimal sebagaimana tercantum pada Lampiran II Keputusan ini. (3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat ditinjau dan disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan industri pupuk, keamanan lingkungan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. (4) Penilaian terhadap hasil uji efektivitas didasarkan pada ketentuan lulus uji efektivitas sebagaimana tercantum pada Lampiran IV Keputusan ini. (5) Lembaga Pengujian Efektivitas wajib membuat laporan perkembangan pelaksanaan pengujian kepada Direktur Jenderal, yang tatacara pelaporannya sebagaimana tercantum pada Lampiran V Keputusan ini. Pasal 11 (1) Formula pupuk an-organik yang telah memenuhi persyaratan mutu dan persyaratan pengujian efektivitas, dinyatakan lulus uji oleh lembaga pengujian dan diberikan sertifikat formula. (2) Sertifikat formula sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari sertifikat lulus uji mutu dan sertifikat lulus uji efektivitas yang diterbitkan oleh lembaga pengujian yang bersangkutan. 259

(3) Lembaga Pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab atas hasil uji yang dilakukan. Bagian Ketiga Pemberian Nomor Pendaftaran Pasal 12 Formula pupuk an-organik yang telah mendapat sertifikat dari lembaga pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) sebelum diproduksi dan atau diedarkan harus mendapat nomor pendaftaran dari Direktur Jenderal. Pasal 13 (1) Untuk memperoleh nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, pemohon menyampaikan sertifikat formula dan konsep label kepada Direktur Jenderal dan mengisi formulir hasil pengujian sebagaimana tercantum pada Lampiran VI Keputusan ini. (2) Direktur Jenderal berdasarkan sertifikat formula sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima sertifikat, wajib menerbitkan penetapan nomor pendaftaran. Pasal 14 (1) Nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) berlaku untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu 5 (lima) tahun berikutnya sepanjang masih memenuhi persyaratan mutu dan efektivitasnya. (2) Nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila setelah diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu 5 (lima) tahun berikutnya berakhir, maka pemegang nomor pendaftaran harus memperbaharui. (3) Pembaharuan nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sesuai dengan syarat dan tatacara pendaftaran pupuk anorganik yang ditetapkan dalam Keputusan ini. Pasal 15 (1) Berdasarkan nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), pemegang nomor pendaftaran dapat meminta izin untuk memproduksi dan atau mengimpor, serta mengedarkan pupuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 260

(2) Untuk menjamin pemenuhan standar mutu pupuk an-organik sebelum diedarkan, pupuk an-organik yang diproduksi atau diimpor harus memiliki surat keterangan jaminan mutu. (3) Surat keterangan jaminan mutu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikeluarkan oleh lembaga pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. BAB IV BIAYA PENDAFTARAN DAN PENGUJIAN Pasal 16 Biaya pendaftaran pupuk an-organik merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus disetorkan ke Kas Negara yang besar dan tatacaranya ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 17 (1) Biaya pengujian mutu dan pengujian efektivitas yang dilakukan oleh lembaga pengujian swasta, ditetapkan oleh lembaga pengujian yang bersangkutan. (2) Biaya pengujian mutu dan pengujian efektivitas yang dilakukan oleh lembaga pengujian pemerintah merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang besarnya ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V KEWAJIBAN Pasal 18 (1) Lembaga Pengujian mempunyai kewajiban menjaga kerahasiaan formula pupuk yang telah diuji, dan melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5). (2) Petugas yang melayani permohonan pendaftaran pupuk an-organik wajib menjaga kerahasiaan formula pupuk, sebelum diterbitkan nomor pendaftaran. (3) Direktur Jenderal menyelenggarakan pengelolaan buku nomor pendaftaran dan mencatat segala mutasi baik subyek maupun obyek pendaftaran pupuk. Pasal 19 261

(1) Produsen dan atau importir bertanggung jawab atas mutu produknya, dan wajib mencantumkan nomor pendaftaran pada label ditempat yang mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah terhapus. (2) Nomor Pendaftaran yang dicantumkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku untuk komoditas yang didaftarkan. (3) Label sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat dalam Bahasa Indonesia, sekurang-kurangnya memuat : a. nama dagang; b. kandungan hara; c. isi atau berat bersih barang; d. masa edar; e. aturan pakai/cara penggunaan; f. nama dan alamat produsen atau importir; g. nomor pendaftaran; h. nomor jaminan mutu (batch number); i. tanggal produksi;dan j. warna pupuk. (4) Pemegang nomor pendaftaran wajib melaporkan setiap perubahan subyek pemegang nomor pendaftaran untuk dicatat dalam buku nomor pendaftaran, dan dilakukan perubahan keputusan pemberian nomor pendaftaran. Pasal 20 Pemegang nomor pendaftaran wajib menyampaikan laporan pengadaan yang meliputi produksi maupun impor dan penyaluran pupuk setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan formulir seperti tercantum dalam Lampiran VIII Keputusan ini. BAB VI KETENTUAN SANKSI Pasal 21 Terhadap lembaga pengujian mutu dan atau lembaga pengujian efektivitas yang terbukti tidak bertanggung jawab atas hasil uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), tidak menjamin kerahasiaan formula dan kebenaran hasil pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), dilakukan teguran tertulis dan dilaporkan kepada pejabat yang berwenang oleh Direktur Jenderal untuk dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang kepegawaian dan perizinan. 262

Pasal 22 Terhadap petugas pelayanan permohonan nomor pendaftaran yang terbukti tidak menjamin kerahasiaan formula pupuk sebelum ditetapkannya nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dikenakan sanksi disiplin pegawai oleh pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kepegawaian. Pasal 23 (1) Terhadap produsen atau importir pupuk an-organik yang terbukti tidak mencantumkan nomor pendaftaran pada label, dan tidak menjamin mutu produknya atau tidak melaporkan adanya perubahan pemegang nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (3), dikenakan sanksi pencabutan nomor pendaftaran oleh Direktur Jenderal dan diusulkan kepada pejabat yang berwenang agar izin produksi atau izin impornya dicabut, dan pupuk yang bersangkutan harus ditarik dari peredaran. (2) Penarikan pupuk dari peredaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh dan atas beban biaya dari produsen atau importir pupuk yang bersangkutan. (3) Terhadap produsen pupuk yang telah mendapat nomor pendaftaran, apabila selama 2 (dua) tahun berturut-turut tidak melakukan produksi dan atau impor serta tidak menyampaikan laporan pengadaan dan penyaluran pupuk dikenakan sanksi pencabutan nomor pendaftaran oleh Direktur Jenderal. Pasal 24 Produsen dan atau importir yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 19, disamping dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Keputusan ini dapat dikenakan : a. Sanksi pidana menurut Pasal 60 ayat (1) huruf f atau Pasal 60 ayat (2) huruf f Undang-undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; dan atau b. Sanksi administratif dan sanksi pidana menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 25 263

(1) Produsen pupuk dapat melayani pupuk pesanan dengan formulasi khusus dalam bentuk sesuai yang didaftarkan dan dipergunakan langsung oleh pemesan. (2) Formulasi khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diharuskan didaftar sesuai dengan Keputusan ini. Pasal 26 Pupuk an-organik dengan formulasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sebelum digunakan pemesan harus melapor kepada Direktur Jenderal untuk mendapatkan pemantauan dan pengawasan. Pasal 27 Pupuk an-organik dengan formulasi khusus sebagaimana dalam Pasal 25 dilarang untuk diedarkan dan digunakan untuk kepentingan umum. Pasal 28 (1) Pupuk an-organik yang ditambahkan unsur mikroba, phytohormon, zat pengatur tumbuh, perekat, amelioran dan bahan organik harus didaftarkan mengikuti keputusan ini. (2) Uji mutu dan uji efektivitas untuk pupuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Lembaga Uji dan dinilai oleh Tim Teknis yang dibentuk dengan keputusan tersendiri. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29 (1) Pupuk an-organik yang ada pada saat Keputusan ini ditetapkan telah terdaftar, nomor pendaftaran tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa nomor pendaftaran selanjutnya harus dilakukan pendaftaran kembali sesuai dengan ketentuan ini. (2) Pupuk an-organik yang pada saat Keputusan ini ditetapkan sedang atau sudah dilakukan pengujian, tetap dilakukan proses pendaftaran sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. (3) Pupuk an-organik yang pada saat Keputusan ini ditetapkan sedang dalam proses pendaftaran, tetapi belum dilakukan pengujian, diberlakukan ketentuan dalam keputusan ini. 264

BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 13 Januari 2003 MENTERI PERTANIAN, ttd PROF.DR.IR. BUNGARAN SARAGIH, M.Ec SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Keuangan; 3. Menteri Perindustrian dan Perdagangan; 4. Menteri Kehutanan; 5. Gubernur diseluruh Indonesia; 6. Bupati / Walikota diseluruh Indonesia; 7. Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Pertanian; 8. Kepala Badan Standarisasi Nasional. 265