BAB V KONKLUSI DAN REKOMENDASI Bab V berisi mengenai kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian dan rekomendasi yang diberikan terhadap masalah yang ditemukan dalam penelitian. Pada bagian ini juga berisi mengenai keterbatasan yang terjadi dalam penelitian selama penelitian dilakukan. 5.1 Konklusi Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi keterkaitan perencanaan kinerja dan penganggaran di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta. Keterkaitan perencanaan kinerja dan penganggaran dapat dicerminkan dari penggunaan informasi kinerja pada saat proses penyusunan anggaran. Salah satu bentuk informasi kinerja yang umum untuk dapat digunakan adalah melalui perencanaan kinerja. Di dalam perencanaan kinerja, data-data informasi kinerja digunakan sebagai bahan penyusunan target kinerja yang diimplementasikan melalui program dan atau kegiatan. Selanjutnya, untuk menghasilkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam mencapai sasaran program yang diharapkan, diperlukan suatu sistem anggaran yang menggunakan basis kinerja. Dari pembahasan pada bab sebelumnya, dapat diambil konklusi sebagai berikut: 1. Hasil analisis dokumen menunjukkan bahwa meskipun alokasi penganggaran untuk belanja program pembangunan cukup tinggi, 96
97 dengan kisaran 74% hingga 92% dalam periode RPJMD 2012-2016, namun implementasi penganggaran yang mendasarkan pada perencanaan kinerja (penganggaran berbasis kinerja) masih belum terlaksana dengan baik. 2. Hasil penyelidikan melalui wawancara menunjukkan bahwa pelaksanaan perencanaan kinerja dan proses penganggaran masih menemui berbagai kendala atau permasalahan. Adapun permasalahan yang berhasil diidentifikasi antara lain yaitu: a. Ketidakterkaitan informasi kinerja dan anggaran yang disebabkan oleh adanya ketidakjelasan informasi kinerja yang digunakan pada RPJMD. Ketidakjelasan informasi kinerja tersebut menyebabkan sulitnya target kinerja untuk dapat diukur melalui proses pengukuran kinerja. b. Indikator kinerja yang disusun belum mampu menunjukkan kinerja yang sesungguhnya sebagai hasil (outcome) yang diharapkan, ditandai dengan masih banyaknya indikator yang berorientasi sebatas pada output atau terselenggaranya kegiatan semata. c. Keselarasan hubungan indikator kinerja pada tingkat kegiatan (IKK), indikator kinerja pada tingkat program (IKP), dan indikator kinerja pada tingkat sasaran (IKU) belum terlaksana dengan baik, sehingga pencapaian sasaran strategis daerah pada RPJMD menjadi tidak dapat ditelusuri benang merahnya atau diragukan akuntabilitas kinerjanya.
98 d. Belum adanya Dokumen Analisis Standar Belanja (ASB) di Pemerintah Kota Yogyakarta. Sistem anggaran berbasis kinerja dapat berjalan dengan semestinya apabila di dukung oleh suatu sistem cost accounting yang tepat. Oleh karena itu, keberadaan Analisis Standar Belanja (ASB) di lingkungan pemerintahan menjadi isu penting untuk diterapkan. Pada saat penyusunan anggaran, acuan yang digunakan hanya sebatas Standarisasi Harga Barang dan Jasa (SHBJ). Penggunaan SHBJ hanya mampu melihat standar jumlah rupiah dalam menganggarkan suatu item dalam program atau kegiatan, belum mampu melihat jumlah rupiah kebutuhan yang diperlukan dalam rangka pencapaian target kinerja (beban kerja). 3. Hasil wawancara menunjukkan bahwa pemahaman para pegawai atau aparatur Pemerintah Kota Yogyakarta tentang perlunya penyusunan perencanaan kinerja yang digunakan sebagai basis dalam penyusunan anggaran masih belum sepenuhnya dipahami dengan baik. 4. Pelaksanaan penyusunan perencanaan kinerja di Pemerintah Kota Yogyakarta belum seluruhnya dilakukan dengan baik. Hal ini ditandai dengan dokumen RPJMD sebagai dokumen perencanaan kinerja utama yang digunakan memiliki kelemahan sehingga belum dapat dijadikan sebagai acuan yang baik dalam merumuskan perencanaan kinerja di level SKPD, baik perencanaan strategis di SKPD maupun perencanaan tahunan di SKPD.
99 5. Penyusunan penganggaran yang berbasis kinerja menjadi terkendala dengan lemahnya dokumen perencanaan kinerja yang disusun oleh masing-masing SKPD sebagai akibat dari lemahnya dokumen perencanaan utama, yaitu dokumen RPJMD. 6. Penyusunan perencanaan kinerja dan penganggaran yang masih lemah dipicu oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal antara lain faktor sumber daya manusia, faktor ketersediaan sistem dan teknologi informasi, faktor kerjasama antar seluruh elemen di Pemerintah Kota Yogyakarta, dan faktor teknis dalam penyusunan perencanaan kinerja dan penganggaran. Sedangkan faktor eksternal utamanya adalah adanya isu isomorfisma kelembagaan. Adapun jenis isu isomorfisma yang muncul di Pemerintah Kota Yogyakarta adalah isomorfisma koersif dari lembaga atau instansi pemerintah di tingkat pusat, isomorfisma mimetik dengan meniru praktik-praktik perencanaan kinerja/penganggaran daerah lain, dan isomorfisma normatif yang ditandai oleh adanya kerja sama dengan lembaga pemerintah yang membidangi akuntabilitas kinerja maupun perguruan tinggi. 5.2 Rekomendasi Dari beberapa konklusi yang disampaikan di atas, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat diberikan oleh penulis guna peningkatan kualitas penyusunan perencanaan kinerja dan penganggaran, yaitu: 1. Pemerintah Kota Yogyakarta melalui instansi yang diberi kewenangan utama untuk melakukan penyusunan dokumen RPJMD
100 agar lebih memperhatikan kualitas isi dokumen RPJMD tersebut pada saat penyusunannya, terlebih Kota Yogyakarta akan memasuki periode era RPJMD yang baru, yaitu RPJMD tahun 2017-2021. Adapun kualitas isi dokumen RPJMD yang perlu diperhatikan adalah kualitas informasi kinerja berupa indikator kinerja sasaran strategis RPJMD agar lebih berorientasi pada outcome. Hal ini sangat perlu dilakukan karena RPJMD merupakan dokumen perencanaan yang sangat penting untuk dijadikan acuan dari perencanaan-perencanaan kinerja tingkatan dibawahnya dalam kurun waktu lima tahun mendatang. 2. Perlunya pembuatan matriks cascading atau piramida pohon kinerja yang dapat memberikan acuan yang jelas bagi SKPD dalam mengacu RPJMD pada saat menyusun perencanaan di tingkat SKPD. Bentuk atau format cascading tersebut ialah seperti yang diilustrasikan pada gambar 4.1 di halaman 65. Adanya matriks cascading atau piramida pohon kinerja juga dapat berfungsi sebagai penjelas keselarasan hubungan IKU, IKP, dan IKK. 3. Pemerintah Kota Yogyakarta perlu untuk merumuskan suatu dokumen Analisis Standar Belanja (ASB) melalui instansi yang diberikan kewenangan untuk menyusun dokumen tersebut. Dokumen Analisis Standar Belanja sangat membantu dalam proses penganggaran kinerja dan dapat membantu untuk terciptanya pengelolaan pemerintahan yang lebih efektif dan efisien.
101 4. Perlunya untuk membangun sistem informasi yang terintegrasi, mulai dari penyusunan informasi kinerja, penyusunan perencanaan kinerja, pengukuran kinerja dan penganggaran yang dapat menghubungkan perencanaan pada tingkat daerah dengan tingkat SKPD. Pembangunan sistem informasi yang dapat diandalkan akan mempermudah aparatur dalam melaksanakan keseluruhan tugastugasnya untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. 5.3 Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian terbatas pada tren analisis target kinerja dan alokasi anggaran yang selalu meningkat dalam rentang waktu lima tahun, pemilihan rentang waktu yang lebih pendek mungkin dapat menghasilkan data yang lebih banyak. 2. Data-data capaian kinerja terbatasi oleh adanya ketidaklengkapan informasi data yang bersumber dari Dokumen Evaluasi Renja Pemerintah Kota Yogyakarta. 3. Langkah-langkah evaluasi yang diadaptasi dari Hatry (2006) hanya sebagian saja yang sifatnya masih sederhana, peneliti lain diharapkan dapat mengadaptasi lebih dalam atau mengembangkan instrumen langkah-langkah evaluasi yang lebih kompleks. 4. Pengecekan indikator dengan alur logika terbatas pada pengetahuan umum yang dimiliki peneliti, beberapa hal yang sifatnya khusus mungkin memerlukan bantuan ahli pada bidangnya untuk menghasilkan interpretasi yang lebih akurat.
102 5. Analisis terhadap ketidakjelasan informasi kinerja hanya berdasarkan hasil investigasi melalui wawancara, belum dilakukan analisis menggunakan kriteria Specific, Measurable, Attainable, Reasonable, dan Time-bound (SMART). 6. Beberapa variabel yang ada dalam penelitian ini sifatnya kasuistik, yang muncul melalui serangkaian proses penelitian kualitatif, sehingga belum dapat menjelaskan pengaruh kuat lemahnya antar variabel dalam penyelidikan keterkaitan perencanaan kinerja dan penganggaran.